• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL KAUM TRANSGENDER DALAM KELUARGA. (studi kasus pada laki-laki dan wanita dewasa yang belum menikah) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL KAUM TRANSGENDER DALAM KELUARGA. (studi kasus pada laki-laki dan wanita dewasa yang belum menikah) SKRIPSI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

(studi kasus pada laki-laki dan wanita dewasa yang belum menikah)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya “Almamater Wartawan Surabaya” Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh : MORIS MANGKE

NPM : 16.01.0125

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI

ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

Takut akan Tuhan adalah permulaan

pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina

hikmat dan didikan.

(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera dan Bahagia,

Puji Syukur yang tak terhingga saya panjatkan kepada Tuhan Yesus, sebagai Tuhan yang maha segalanya, yang selalu menjawab doa saya tepat waktu. Salam dan pujian saya haturkan padaMu karena selalu menuntunku untuk selalu berbuat

baik, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul POLA

KOMUNIKASI INTERPERSONAL KAUM TRANSGENDER DALAM KELUARGA sebagai salah satu syarat menyelesaikan program sarjana.

Seiring dengan itu saya sampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya dan hormat setinggi-tingginya kepada kedua orang tua saya yang telah mengajarkan banyak hal. Salah satu ajaran yang saya ingat yakni, sebagai mahluk hidup harus multitalenta serta jujur dalam segala hal dan dapat bersosialisasi dengan baik. Juga kepada keluarga kecilku, yakni istri dan anak-anakku karena

saat proses pengerjaan skripsi saya mendapat banyak hambatan dan rintangan. Namun atas doa, dukungan dan bantuan dari segala pihak. Puji Tuhan pada akhirnya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Prida Ariani Ambar Astuti, Ph.D. Selaku Ketua Stikosa AWS

2. Dosen Pembimbing saya yang sangat sabar dan pengertian dalam

membimbing pengerjaan skripsi saya, Dra Puasini Apriliyantini, M.Si

3. Kepada seluruh Dosen Stikosa AWS

(7)

vii

5. Untuk Istriku, dr. Thabita Eka Putri Solossa, karena selalu mendampingiku

dalam suka dan duka, sehingga skripsi ini berhasil kuserahkan sebagai tanda tanggung jawabku padamu.

6. Untuk anak-anakku El-Givent Thimoty Dolaztho Mangke dan El-Crystaline

Thalia Delistha Mangke yang luar biasa memotivasi dalam segala hal, kalian adalah semangat berpenjar dari Tuhan Yesus .

7. Dan semua yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhirnya, semoga doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan dengan ikhlas kepada saya semoga diberkahi Tuhan Yesus. Amin.

Sidoarjo, 9 Januari 2017

(8)

viii ABSTRAK

Keluarga terdiri dari beberapa pribadi yakni ayah, ibu dan anak. Masing-masing pribadi mengetahui peranannya di dalam keluarga, sehingga dapat menciptakan suasana keluarga yang cukup hangat. Komunikasi interpersonal merupakan hal yang penting dalam keluarga karena jika terjadi kesalahpahaman menimbulkan masalah tertentu. Apalagi jika menyangkut keluarga yang di dalamnya terdapat eksistensi transgender. Seperti yang diketahui bersama, bahwa keberadaan transgender di Indonesia merupakan isu sensitif yang dapat menciderai hubungan individu satu dan lainnya. Karena lingkungan pertemanan peneliti sebagian besar adalah pelaku transgender, maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini menjadi suatu penelitian, yakni Pola Komunikasi Interpersonal Kaum Transgender Dalam Keluarga.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang dikerjakan dengan metode analisis deskriptif dan bersumber data dari wawancara mendalam untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi terhadap keseharian keluarga dan aktivitas informan. Informan pada penelitian ini ditetapkan sebanyak 2 orang yakni seorang pelaku transgender laki-laki dan wanita yang berasal dari kota Malang.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa narasumber satu yakni pelaku transgender yang berasal dari kota Surabaya mengalami Pola Komunikasi Tak

Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) dan tipe keluarganya adalah tipe

keluarga konsensual, yaitu keluarga yang sangat sering melakukan percakapan namun juga memiliki kepatuhan yang tinggi. Sementara pada informan kedua,

keluarganya memiliki Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern),dimana

setiap anggota keluarga memiliki persamaan dalam mengemukakan pendapatnya. Dan tipe keluarga yang dimilikinya adalah tipe keluarga Pluralis, yakni tipe keluarga yang sangat sering melakukan percakapan tapi memiliki kepatuhan yang rendah.

Sehingga dari pola komunikasi yang berbeda dalam keluarga juga menghasilkan sikap yang berbeda dalam tindakan kesehariannya.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAKSI ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Kajian Pustaka ... 7

1.4.1 Komunikasi ... 7

1.4.2 Teori Psikologi Komunikasi ... 8

1.4.3 Pola Komunikasi ... 10 1.4.4 Komunikasi Interpersonal ... 13 1.4.5 Transgender ... 18 1.4.6 Komunikasi Keluarga ... 23 1.5 Kerangka Berpikir ... 26 1.6 Metodologi Penelitian ... 27 1.6.1 Metode Riset ... 27

1.6.2 Jenis dan Sumber Data ... 27

1.6.3 Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data ... 28

(10)

x

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 33

2.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 33

2.2 Keseharian Informan ... 35

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 39

3.1 Penyajian Data ... 39

3.1.1 Teknik Penyajian Data ... 39

3.1.2 Penyajian dan Pembahasan Data Hasil Wawancara ... 39

3.2 Analisis Data ... 57

3.2.1 Informan 1 ... 58

3.2.2 Informan 2 ... 59

3.2.3 Ditinjau dari komunikasi interpersonal dari sikap positif dan tahap hubungan interpersonal ... 60

3.2.4 Ditinjau dari tipe keluarga pada informan: ... 60

3.2.5 Ditinjau dari pola komunikasi keluarga pada informan: ... 60

3.2.6 Ditinjau dari komunikasi interpersonal dari sikap positif dan tahap hubungan interpersonal ... 61

3.2.7 Ditinjau dari tipe keluarga pada informan ... 61

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

4.1 Kesimpulan ... 62

4.2 Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

1 1.1Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, ada banyak hal yang berubah dari cara berpikir seseorang, cara berpakaian, cara berkomunikasi dan cara bersosialisasi dengan sekitarnya.

Fenomena kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)

memang sudah tidak asing berada di lingkungan sekitar kita. Mereka bergaul dan juga bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada yang salah dalam fenomena ini, karena setiap individu memiliki hak untuk merepresentasikan dirinya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Tentunya dalam cara berkomunikasi kaum transgender berbeda dengan masyarakat pada umumnya, transgender masih dianggap tabu karena melanggar norma agama dan norma sosial. Agama mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan.

Secara pribadi, peneliti tidak asing dengan fenomena ini karena di lingkungan kehidupan sehari-harinya, peneliti kerap menjumpai kaum LGBT. Bahkan, salah satu kawan peneliti dari kecil adalah seorang transgender.

Kaum transgender seringkali mendapat penolakan di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam keluarganya sendiri. Tidak sedikit penolakan tersebut dilampiaskan dengan kekerasan secara fisik maupun psikis. Bahkan terkadang penolakan itu dilakukan oleh keluarga pelaku transgender itu sendiri.

Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian lebih jauh terhadap transgender. Bagaimana pola komunikasi interpersonal sesungguhnya para kaum

(13)

transgender ini. Apa yang menyebabkan mereka tidak diterima dan diterima dalam lingkungan keluarganya. Meski mendapati lingkungan peneliti yang tidak jauh dari kaum LGBT, namun peneliti tidak pernah mengorek lebih dalam mengenai keseharian mereka dengan keluarga. Inilah salah satu alasan mengapa peneliti ingin melakukan penelitian ini.

Peneliti juga mengalami beberapa kendala dalam mendapatkan informan dan buku-buku yang menunjang penelitian transgender, sehingga membuat peneliti merasa tertantang untuk melakukan penelitian lebih dalam.

Transgender terjadi apabila seorang wanita atau pria merasa bahwa dia merasa ada ketidaksesuaian antara identitas gendernya dengan jenis kelamin yang ada pada dirinya. Seseorang transgender selalu merasa bahwa ia sedang terjebak dalam raga yang salah, dan tidak mengetahui kapan itu mulai terjadi. Kebanyakan orang menganggap bahwa transgender adalah orang-orang yang telah mengubah alat kelaminnya (operasi kelamin dari pria menjadi wanita atau sebaliknya). Padahal tidak semua kaum transgender telah mengubah alat kelaminnya, dengan berbagai alasan. Kaum transgender sering juga disamakan dengan transseksual. Transgender bukan merupakan orientasi seksual, Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual, maupun aseksual. Beberapa menilai penamaan orientasi seksual yang umum tidak cukup atau tidak dapat diterapkan terhadap kondisi transgender.

Individu transgender dapat memiliki karakteristik yang biasanya dikaitkan dengan gender tertentu dan dapat pula mengidentifikasi gender mereka di luar dari definisi umum yaitu seperti agender, gender netral, genqueer, non-binner atau

(14)

gender ketiga. Seseorang yang transgender dapat pula mengidentifikasi diri mereka sebagai seorang yang bigender, pangender, atau mencakup bagian-bagian dari beberapa rangkaian kesatuan transgender yang umum atau juga mencakup bagian lainnya yang berkembang dengan adanya studi-studi terkini yang lebih rinci. Lebih lanjut lagi, banyak orang transgender mengalami masa perkembangan identitas termasuk pemahaman yang lebih baik terhadap citra, refleksi, serta ekspresi diri mereka. Secara lebih spesifik, keadaan seseorang merasa lebih asli, autentik, serta nyaman terhadap penampilan luar mereka dan menerima identitas asli mereka disebut sebagai keselarasan transgender.

Di sisi lain, kaum transgender belum dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tak jauh dari masyarakat, dalam lingkungan terkecil yaitu keluarga, mereka belum tentu mau terbuka dengan kondisi yang dimilikinya. Tentunya butuh dukungan untuk mereka agar lebih percaya diri

Menghadapi situasi tersebut, diperlukan adanya komunikasi interpersonal yang baik dalam keluarga. Dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik, maka dapat menghasilkan umpan yang baik pula. Komunikasi interpersonal sangat penting bagi setiap manusia untuk menciptakan kebahagiaan hidup. Karena jika tidak terlaksana dengan baik, komunikasi interpersonal dapat menciderai hubungan seorang transgender dengan individu lainnya dan menciptakan konflik. Perkembangan fisik, intelektual dan sosial pada manusia sejak ia dilahirkan hingga dewasa, sangat tergantung kepada komunikasi interpersonal yang tercipta dengan lingkungan sekitarnya. Penting adanya komunikasi interpersonal di dalam kehidupan sehari- hari sehingga dapat membentuk identitas, jati diri serta dapat memahami realitas yang ada di sekitar terutama pada keluarga.

(15)

Keluarga terdiri dari beberapa pribadi yakni ayah, ibu dan anak. Masing-masing pribadi mengetahui peranannya di dalam keluarga, sehingga dapat menciptakan suasana keluarga yang cukup kuat. Keluarga merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan berinteraksi. Komunikasi melalui interaksi yang dilakukan di dalam keluarga, masing-masing memiliki pola komunikasi yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Tanpa adanya komunikasi, tidak akan terjadinya interaksi dalam kehidupan keluarga di antaranya kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar untuk dihindari. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak, komunikasi antara anak dan anak, perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga. Persoalannya adalah pola komunikasi bagaimana yang sering terjadi dalam

kehidupan keluarga?1

Komunikasi dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Paling tidak, ada fungsi komunikasi dalam keluarga, yakni fungsi komunikasi sosial yang setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, untuk menghindarkan

diri dari tekanan dan ketegangan2.

1Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga –

(16)

Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting, karena adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga akan tercipta hubungan yang harmonis, serta dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan prilaku. Oleh karena itu, dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik, diharapkan perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada

seorang. (Widjaya, 2000)3.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua informan yang dapat dijadikan sebagai subjek penelitian. Untuk itu peneliti menetapkan syarat dalam mencari informan untuk penelitian ini untuk memudahkan menjalani wawancara mendalam nantinya. Adapun syarat sebagai informan adalah:

1. Sudah Dewasa kisaran usia : 25-35 tahun.

2. Pelaku transgender.

3. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Pada syarat nomor satu, usia tersebut dikategorikan sebagai usia dewasa karena seharusnya dalam usia tersebut sudah menikah (usia antara 25 -35 Tahun), sehingga peneliti menganggap keduanya sudah dapat mengambil keputusan untuk menentukan jalan kehidupannya. Kemudian dari syarat yang sudah ditetapkan itu didapatkanlah dua informan. Keduanya laki-laki dan perempuan yang mengklaim

3 Sri Ayu Rejeki, Jurnal Psikologi - Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dalam

keluarga dengan Pemahaman Moral Remaja, (Universitas Gunadarma: http://www.gunadarma.

(17)

bahwa diri mereka adalah kaum transgender. Informan pertama, seorang laki-laki yang merasa memiliki jiwa perempuan. Ia suka melakukan hal-hal yang menjadi kegiatan perempuan dan berpakaian dengan tampilan laki-laki namun mencerminkan laki-laki yang feminim. Informan kedua adalah seorang perempuan yang merasa memiliki jiwa laki-laki di dalam dirinya. Ia sering mengaplikasikan jiwa ‘laki-laki’nya dengan cara menjadi leader di lingkungannya. Ia juga mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang disukai laki-laki, mulai dari balap motor, merokok, dan bermain bola.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti kemudian tertarik untuk mengungkap lebih jauh bagaimana pola komunikasi interpersonal transgender dalam keluarga. Komunikasi menjadi salah satu unsur penentu keharmonisan dalam keluarga. Melalui komunikasi setiap anggota keluarga dapat menyampaikan apa yang diinginkan dan tidak diinginkan. Keluarga dalam konteks penelitian ini merupakan definisi secara umum dari sebuah hubungan sosial yang terdiri dari peran ayah, ibu, dan anak-anak.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks penelitian tersebut, maka perumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana pola komunikasi interpersonal kaum transgender dalam keluarga?”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi interpersonal kaum transgender dalam keluarga.

(18)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1.3.2.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memperkaya kajian dalam studi penelitian deskriptif di bidang ilmu komunikasi khususnya pola komunikasi interpersonal dan psikologi komunikasi.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Dapat memberikan manfaat kepada para pelaku transgender ataupun pembaca penelitian ini yang mempunyai kenalan seorang transgender dalam membina hubungan interpersonal dalam keluarga; memberikan gambaran kepada pembaca tentang pola komunikasi yang baik dalam keluarga, khususnya bagi seseorang transgender; sebagai edukasi bagaimana cara berkomunikasi yang baik bagi orang tua yang memiliki anak transgender.

1.4Kajian Pustaka 1.4.1 Komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang sering diperbincangkan, tidak hanya pada kalangan ilmuwan komunikasi, melainkan di kalangan awam, sehingga komunikasi memiliki banyak arti yang berlainan. Oleh karena itu, kita perlu memahami definisi komunikasi:

Para ahli mendefinisikan komunikasi menurut sudut pandang mereka

masing-masing, di antaranya4:

(19)

1. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner:

“Komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.”

2. Carl I. Hovland:

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).”

3. Everett M. Rogers:

“Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.”

4. Harold Laswell:

“(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi dengan menjawab

pertanyaan-pertayaan berikut) Who Says What In Which Channel To

Whom With What Effect?”Atau siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?

1.4.2 Teori Psikologi Komunikasi

Psikologi pun telah menghasilkan banyak teori yang berkaitan dengan ilmu komunikasi, di antaranya adalah:

1. Teori Psikoanalisis, yaitu manusia dikendalikan oleh keinginan terpendam

(20)

2. Teori Behaviorisme, yaitu manusia sangat dipengaruhi oleh informasi dari media massa. Hal tersebut dilandasi konsep behaviorisme, yaitu manusia dianggap sangat dikendalikan oleh alam (homo mechanicus).

3. Teori Psikologi Kognitif, yaitu konsep yang melihat manusia sebagai

makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah informasi yang diterima (homo sapiens).

4. Teori Psikologi Humanistis, yaitu konsep yang menggambarkan manusia

sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (homo ludens).

Proses komunikasi bisa terjadi dalam diri seorang individu, dengan orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial. Berdasarkan pendapat tersebut, Burgon & Huffner (2002) membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:

1. Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam

diri individu (internal). Contohnya adalah kegiatan merenung, berpikir, berdialog dengan diri sendiri, baik dalam keadaan sadar maupun tidak.

2. Komunikasi Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara

satu individu dan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain. Contohnya, perbincangan dengan keluarga, pasangan, teman, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya.

3. Komunikasi Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada

sekumpulan manusia di mana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat

(21)

1.4.3 Pola Komunikasi

Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Deteksi pola dasar disebut pengenalan pola . Pola yang paling sederhana didasarkan pada repetisi (suku kata): beberapa tiruan satu kerangka digabungkan tanpa modifikasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap5.

Sedangkan pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Menurut Joseph A.Devito mengungkapkan empat komunikasi pada umumnya, di antaranya:

a. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi

(22)

pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan dianalisis. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang.

b. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang

(23)

atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.

c. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)

Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

d. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah

(24)

meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengungkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

1.4.4 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal (Interpersonal Communication) adalah

proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) dalam (Hafied Cangara,

2010: 32) bahwa “interpersonal communication is comunication involving two

or more people in a face to face setting”6.

Komunikasi interpersonal juga merupakan interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara

6Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010),

(25)

langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara

langsung pula7.

1.4.4.1Karakteristik Komunikasi Interpersonal

Menurut pendapat Judy C. Pearson dalam (S. Djuarsa Senjaja, 2002: 2.1) menyebutkan enam karakteristik komunikasi interpersonal, yaitu8:

1. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self), bahwa

segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.

2. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional, merupakan

pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.

3. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek isi pesan dan

hubungan antarpribadi, bahwa efektivitas komunikasi interpersonal tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan kadar hubungan antarindividu.

4. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik

antara pihak-pihak yang berkomunikasi, dengan kata lain komunikasi lebih efektif antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling tatap muka.

5. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang

berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya

7Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal (Yogyakarta: Kanisius,

2003), hlm 85

(26)

(interdependensi) yang melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

6. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang.

Artinya ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah maupun diulang karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan. 1.4.4.2Sikap Positif yang Mendukung Komunikasi Interpersonal

Sedangkan ada lima sikap positif yang mendukung komunikasi interpersonal menurut Devito (1997: 259-264) dalam (Suranto AW, 2011:82)9:

1. Keterbukaan (openness)

Keterbukaan adalah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain.

2. Empati (empathy)

Kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain.

(27)

3. Sikap Mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung, artinya masing-masing pihak yang

berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung

terselenggaranya interaksi secara terbuka.

4. Sikap positif (positiveness)

Sikap positif ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Dalam bentuk sikap, maksudnya bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif. Sedangkan bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama.

5. Kesetaraan (equality)

Kesetaraan adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan.

1.4.4.3Tahap Hubungan Interpersonal

Di dalam komunikasi interpersonal terdapat suatu interaksi yang dimulai dengan pengembangan tahap hubungan. Hubungan interpersonal berlangsung dalam beberapa tahap, mulai tahap interaksi awal sampai tahap

(28)

(1986b) di mana tahapan ini dapat menjadi dasar dalam menjalin

hubungan10:

1. Kontak.

Tahap pertama kita membuat kontak, ada beberapa macam persepsi alat indra diantaranya melihat, mendengar dan membaui seseorang. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik begitu terbuka untuk diamati secara mudah. Jika menyukai orang tersebut maka akan berlanjut ketahap kedua.

2. Keterlibatan

Pada tahap ini untuk mengikatkan diri kita lebih jauh. Tujuannya mengikatkan diri untuk lebih mengenal orang lain. Komitmen ini dapat menjadi berbagai bentuk, perkawinan, membantu orang itu atau mengungkapkan rahasia besar.

3. Perusakan

Dalam tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan di antara kedua pihak melemah. Pada tahap perusakan ini, mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin seperti yang dipikirkan sebelumnya. Hubungan sebelumnya selalu berdua menjadi semakin menjauh, makin sedikit waktu senggang yang dilalui bersama dan apabila berdua bertemu maka saling berdiam diri tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Jika tahap perusakan ini berlanjut selanjutnya memasuki tahap pemutusan.

10 Johar Permana, (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.ADMINISTRASI_ PENDIDI

KAN/195908141985031-JOHAR_PERMANA/Tek_Kom_Inter_Pers_Modul.pdf, diakses 21 Maret 2016, pukul 12.30)

(29)

4. Pemutusan

Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan aktual dapat berupa hidup terpisah. Dalam bentuk materi inilah tahap ketika harta kekayaan dibagi dan pasangan suami istri saling berebut hak pemeliharaan anak.

1.4.5 Transgender

Definisi dari transgender adalah istilah yang digunakan untuk orang yang berperilaku seperti gender lainnya, dalam berpakaian, gerak gerik, dan lain-lain. Transgender menjalani kehidupan yang benar-benar beda, dan sampai batas tertentu, diakui dan kadang diterima oleh (Dermatoto,2010:3).

Transgender merupakan ketidaksamaan antara identitas gender seseorang dengan jenis kelamin yang dimilikinya. Transgender bukan merupakan orientasi seksual. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual, maupun aseksual. Beberapa menilai penamaan orientasi seksual yang umum tidak cukup atau tidak dapat diterapkan terhadap kondisi transgender. Beberapa definisi dari "transgender" adalah sebagai berikut. :

"Seseorang yang ditunjuk sebagai seks tertentu, umumnya setelah kelahiran berdasarkan kondisi kelamin, namun merasa bahwa hal tersebut adalah salah dan tidak mendeskripsikan diri mereka secara sempurna.

"Tidak mengidentifikasi (diri mereka) atau tidak berpenampilan sebagai seks (serta gender yang diasumsikan) yang ditunjuk saat lahir."

(30)

Individu transgender dapat memiliki karakteristik yang biasanya dikaitkan dengan gender tertentu dan dapat pula mengidentifikasi gender mereka di luar dari definisi umum yaitu seperti agender, gender netral, genderqueer, non-biner, atau gender ketiga.

Seseorang yang transgender dapat pula mengidentifikasi diri mereka sebagai seorang yang bigender, pangender, atau mencakup bagian-bagian dari beberapa rangkaian kesatuan transgender yang umum atau juga mencakup bagian lainnya yang berkembang dengan adanya studi-studi terkini yang lebih rinci. Lebih lanjut lagi, banyak orang transgender mengalami masa perkembangan identitas termasuk pemahaman yang lebih baik terhadap citra, refleksi, serta ekspresi diri mereka. Secara lebih spesifik, keadaan seseorang merasa lebih asli, autentik, serta nyaman terhadap penampilan luar mereka dan menerima identitas asli mereka disebut sebagai keselarasan transgender.

Transgender yang secara fisik merupakan laki-laki akan melakukan sesuatu untuk merepresentasikan kewanitaan dalam tubuh mereka yang laki-laki. Bagaimana mereka berdandan, memakai baju seperti layaknya wanita adalah salah satu hal yang bisa digambarkan dalam penampilan mereka. Tidak hanya itu saja, cara berjalan pun juga dipraktekkan seperti menggoyang panggul dan berbicara dengan nad suara agak manja kewanita-wanitaan. Lipstick, bedak, dan segala macam aksesoris yang bisa dikenakan permpuan adalah barang-barang yang sangat penting untuk menunjang penampilan mereka karena keindahan tubuh menjadi penting dalam penampilan mereka

(31)

1.4.5.1Kehidupan Sosial dan Permasalahan Transgender

Kehidupan sosial transgender tentu berbeda dengan kebanyakan orang, selain dipandang bahwa transgender merupakan sesuatu yang tidak normal, masyarakat menganggap bahwa

transgender adalah bentuk rasa ketidakpercayaan dan

ketidakbersyukuran seseorang dalam melihat segala aspek biologis yang diberikan oleh Tuhan terhadap dirinya, untuk mengubah gender yang dimiliki sesuai dengan gender yang diinginkannya. Kelompok transgender juga menjadi kelompok yang seringkali mendapat pandangan negatif dari masyarakat.

Perlakuan tidak adil yang diterima kaum transgender dalam bentuk diskriminasi dan marjinalisasi dapat terjadi dari lingkungan manapun, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Hal ini merupakan dampak dari adanya anggapan-anggapan yang selama ini berkembang dan menyatakan bahwa transgender merupakan kondisi yang abnormal dan menyimpang, sehingga pada akhirnya masyarakat cenderung menyisihkan mereka dalam pergaulan, dan bahkan memperlakukan mereka dengan tidak menyenangkan. Hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya kecemasan dan perasaan tertekan bagi kelompok transgender, karena baik diri mereka sendiri juga menginginkan hal yang sama seperti yang dirasakan masyarakat pada umumnya, yaitu memiliki jiwa yang sesuai dengan bentuk tubuhnya (Ayudhia,2010:6).

(32)

Disebabkan bagian terbesar individu transgender tetap menggantungkan diri pada kehidupan malam, maka hal ini menimbulkan suatu anggapan bahwa dunia mereka diidentikkan dengan pelacuran. Stigma ini tentunya akan menimbulkan suatu pandangan bahwa berbicara mengenai manusia transgender, akan dengan sendirinya berbicara mengenai kehidupan malam pelacur, yang sudah pasti akan mempengaruhi status kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya (Parendrawati,2011:3).

1.4.5.2Permasalahan Transgender di Indonesia

Di Indonesia para kaum transgender, homoseksual, biseksual dan lesbian tidak mendapatkan tempat untuk menunjukkan jati diri mereka. Kebanyakan masyarakat Indonesia memandang sebelah mata mengenai keyakinan ini. Selain itu, masyarakat Indonesia banyak yang tidak bisa membedakan antara kaum transgender dan lainnya. Biasanya, yang susah dibedakan oleh masyarakat adalah kaum transgender dan waria. Seringkali, transgender dianggap sebagai waria. Padahal tidak semua transgender adalah waria, karena setiap individu transgender mempunyai keyakinannya sendiri mengenai ketertarikan seksual mereka. Juga setiap individu transgender memiliki hak untuk berpenampilan seperti apa. Waria adalah transgender dari kaum laki-laki yang memutuskan untuk berpenampilan menyerupai wanita.

Bila dibandingkan dengan kaum homoseksual, ternyata waria mempunyai permasalahan yang lebih banyak, salah satunya adalah yang berkaitan dengan identitas dirinya. Mereka mengalami krisis

(33)

sehingga mereka sangat sulit untuk bisa diterima didalam sebuah masyarakat, seperti lingkungan kerja. Salah satu faktor ini, yang kadangkala membuat kaum mereka tersisihkan dalam masyarakat.

Hidup “sebagai waria” dalam konteks kebudayaan dengan sendirinya dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu aspek eksternalisasi, aspek objektivasi, dan aspek internalisasi. Aspek eksternalisasi cukup penting karena mewakilkan transgender melakukan penyesuaian dengan lingkungannya ketika mendapat tekanan dari berbagai pihak di lapisan masyarakat. Hal ini juga dapat melihat bagaimana sebuah kultur menduduki posisi penting dalam pembagian peran secara seksual. Aspek objektivasi bisa dilihat dari interaksi sosial yang dilakukan mereka untuk merespon tekanan-tekanan itu, sehingga mereka dapat bertahan hidup “dengan status sebagai waria”. Aspek internalisasi adalah ketika seseorang melakukan identifikasi diri dengan lingkungan sosial sehingga memperoleh makna dan pemahaman hidup “sebagai waria” dalam suatu ruang sosial (Koeswinarno, 2004:29).

Sebutan banci, bencong, waria merupakan sebutan untuk mereka yang berjenis kelamin pria, berdandan dan berpenampilan wanita, serta secara psikologis mereka merasa dirinya sebagai wanita. Hampir semua waria di Indonesia pernah menjalankan praktik Homoseksual. Pembedanya dengan kaum gay (karena dalam masyarakat awam masih menganggap kaum mereka berciri-ciri sama)

(34)

mereka tidak perlu berpenampilan memakai make up, dan apapun penampilan seperti layaknya wanita.

Sunahara (2004) menjelaskan bahwa permasalahan

transgender antara lain menyangkut moral dan perilaku yang dianggap tidak wajar, karena secara normatif tidak ada jenis kelamin ketiga diantara laki-laki dan perempuan. Terlihat dari bagaimana masyarakat menilai dan menerima terhadap pria transgender yang sebatas formalitas, sehingga transgender harus bertahan di tengah diskriminasi sosial terhadap transgender (Ruhghea, 2014: 12).

1.4.6 Komunikasi Keluarga

Konsep keluarga tergantung dari konteks masyarakat di mana teori

atau konsep tentang keluarga dilahirkan. Masyarakat di Barat, keluarga

terbentuk dengan baik atau tanpaikatan perkawinan yang sah. Masyarakat di

Timur, keluarga adalah mereka yang terikat dalam ikatan perkawinan yang

sah. Jumlah anggota keluarga di masyarakat Barat biasanya terdiri dari anggota keluarga inti yaitu ayah, ibu dan anak. Sedangkan di masyarakat Timur, konsep anggota keluarga bukan hanya terdiri dari keluarga inti, namun termasuk anggota keluarga yang lainnya seperti nenek, kakek, adik, keponakan dan sebagainya yang tinggal dalam satu rumah (Sumarwan, 2004:229).

Keluarga menentukan bagaimana bentuk komunikasi yang disepakati dan akhirnya membentuk suatu pola tertentu yang membedakan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Pola komunikasi keluarga menentukan tingkat kepuasan anggota keluarga di dalamnya. Keluarga adalah termasuk

(35)

kelompok primer, di mana seseorang biasanya berada. Sebagai kelompok primer, komunikasi yang dilakukan para anggotanya berbeda dengan kelompok sekunder. Untuk memahami pola komunikasi keluarga, ada beberapa aspek yang terkait dengan keluarga seperti tipe keluarga dan pada tingkatan mana keluarga sebagai suatu kelompok masyarakat.

Menurut Cooley, yang dikutip oleh Rohim (2009:95), sebagai kelompok primer, keluarga memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas,

dalam arti menembus kepribadian yang paling dalam dan tersembunyi,

menyingkap unsur-unsur backstage. Sedangkan meluas artinya sedikit

sekali kendala yang menentukan rintangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok primer, diungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dengan menggunakan berbagai lambang verbal maupun nonverbal.

2. Komunikasi yang berlangsung bersifat personal. Dalam komunikasi

primer, yang penting buat seseorang adalah siapa dia, bukan apakah dia. Hubungan dengan kelompok primer sangat unik dan tidak dapat digantikan. Misalnya hubungan antara ibu dan anak.

3. Komunikasi lebih menekankan pada aspek hubungan daripada aspek isi.

Komunikasi dilakukan untuk memelihara hubungan baik, dan isi komunikasi bukan sesuatu yang amat penting. Berbeda dengan kelompok sekunder yang lebih dipentingkan adalah aspek isinya bukan pada aspek hubungan. Ketiga, pada kelompok primer pesan yang disampaikan cenderung lebih bersifat ekspresif dan berlangsung secara informal.

(36)

Konsep lain terkait dengan komunikasi keluarga dikemukakan oleh

peneliti Olson, Sprenkle and Russel dalam Galvin and Brommel (1986:13),

memfokuskan pada penyatuan beberapa konsep yang berkaitan dengan perkawinan dan interaksi dalam sistem keluarga. Komunikasi keluarga sangat terpola berdasarkan atas skema-skema tertentu yang menentukan bagaimana anggota keluarga berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Skema ini terdiri atas pengetahuan mengenai seberapa intim suatu keluarga, derajat individualitas dalam keluarga dan faktor eksternal keluarga seperti teman, jarak geografis dan hal-hal lainnya (Fitzpark dalam Morissan &Wardhany,

2009:184)11.

Fitzpark mengidentifikasi empat tipe keluarga yang ditentukan dari cara bagaimana mereka menggunakan uang, waktu dan energi serta derajat anggota keluarga dalam mengungkapkan perasaan. Empat tipe diantaranya:

1. Konsensual. Pada tipe konsensual keluarga sangat sering melakukan

percakapan, namun memiliki kepatuhan yang tinggi.

2. Pluralistis. Tipe keluarga pluralistis adalah keluarga yang sangat sering

melakukan percakapan namun memiliki kepatuhan yang rendah. Anggota keluarga sering berbicara secara terbuka, tetapi setiap orang mengambil keputusan masing-masing.

3. Protektif. Tipe keluarga protektif jarang melakukan percakapan namun

memilliki kepatuhan yang tinggi, banyak sifat patuh namun jarang berkomunikasi.

11Damayanti Wardyaningrum, “Jurnal Ilmu Komunikasi”. Pola Komunikasi Keluarga

dalam Menentukan Konsumsi Nutrisi bagi Anggota Keluarga.Vol 8 No.3, Yogyakarta 2010, hlm

(37)

4. Laissez-Faire. Tipe laissez-faire anggota keluarga jarang saling berkomunikasi dan tidak saling peduli dengan apa yang dilakukan anggota

keluarga lainnya (Fitzpark dalam Morissan dan Wardhany, 2009:186)12.

1.5Kerangka Berpikir Gambar 1.1 Kerangka Berpikir 12Ibid, hlm 292-293 L IZ CO M , b u k an s ek ed ar m en get ik

Pola Komunikasi Interpersonal Kaum Transgender dalam Keluarganya

Kajian Pustaka

Pola Komunikasi:

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah

(Balance Split Pattern)

3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah

(Unbalance Split Pattern)

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Metode Penelitian: Kualitatif Deskriptif

Indepth Interview Informan:

1. Ricky (belum menikah) 2. Maria (belum menikah) Analisis Pola Komunikasi

Transgender dalam Keluarga

(38)

1.6Metodologi Penelitian 1.6.1 Metode Riset

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami

sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang13.

Pada penelitian kualitatif ini peneliti menguraikan dan memfokuskan pada pola komunikasi kaum transgender di dalam keluarganya.

1.6.2 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data dibedakan atas data primer dan sekunder:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama

di lapangan14. Sumber data yang dicari sebagai sumber data primer yaitu

data kedua informan yang berupa hasil wawancara mendalam (depth

interview) dengan subjek utama penelitian. Untuk memperdalam informasi yang didapat dari proses wawancara, peneliti juga melakukan observasi terhadap keseharian kedua informan dan mengikuti jadwal kegiatan para informan selama dua hari berturut-turut.

13Lexy J.Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2011) hlm 5

14Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada

(39)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diproleh dari sumber kedua, selain subjek utama penelitian atau sumber sekunder. Untuk pengumpulan data sekunder, peneliti mendapatkan data dari informasi orang lain yang berhubungan dengan penelitian ini yakni para sahabat dan teman dekat kedua informan. Juga melakukan observasi kepada anggota keluarga kedua informan dengan cara menginap di rumah kedua informan dan mengamati keseharian keluarga.

1.6.3 Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data 1.6.3.1Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa teknik pengumpulan data. Tujuannya yaitu untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang aktivitas pola komunikasi yang dilakukan kaum biseksual terhadap keluarganya yang merupakan fokus penelitian ini. Maka teknik pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu untuk mendapatkan data yang diperlukan. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview)

adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data

(40)

lengkap dan mendalam. Dalam proses wawancara peneliti fokus pada bagaimana pola komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh kaum transgender di dalam keluarganya. Kemudian ingin mengetahui tentang kondisi statusnya menjadi kaum biseksual dalam menjalani hubungan interpersonal dengan keluarganya. Untuk informan ada dua yang dapat diwawancarai yaitu

a. Informan pertama yaitu Andrew dalam kondisi berjenis

kelamin pria tampilan fisik seperti pria pada umumnya, bahkan terlihat sebagai pria maco, namun merasa diri sebagai wanita. Untuk batasan pada penelitian ini, dalam keluarga Andrew meliputi kehidupan yang ada di dalam keluarganya bersama dengan ayah, ibu, dan saudara perempuan (kakak perempuan dengan status lesbian).

b. Informan kedua yaitu Maria dalam kondisi berjenis kelamin

wanita dengan gaya berbusana serta penampilan fisik wanita namun merasa mempunyai jiwa laki-laki. Untuk batasan pada penelitian ini, dalam lingkungan keluarga Maria yang hidup ditengah keluarga dengan 3 orang adik aki-laki yang sudah berkeluarga.

c. Anggota keluarga informan yang bersedia diwawancarai.

Untuk hal ini, peneliti tidak melakukan wawancara terlalu dalam karena dikhawatirkan anggota keluarga mencurigai informan yang telah berganti keyakinan menjadi seorang transgender.

(41)

2. Observasi

Observasi ini dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran sebelum peneliti melakukan wawancara dengan informan. Observasi merupakan kegiatan yang setiap saat kita lakukan, dengan perlengkapan pancaindera yang kita miliki, kita

sering mengamati objek-objek di sekitar kita15. Dalam observasi ini

menggunakan observasi berperan serta (participant observation)

yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada

tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak16. Pada saat

melakukan observasi, peneliti datang ke tempat kegiatan yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh informan. Hal ini dilakukan, agar peneliti mendapatkan gambaran apa adanya dan alami mengenai kegiatan dan interaksi keseharian pada kaum transgender. Observasi juga dilakukan terhadap teman-teman dan anggota keluarga para informan.

3. Buku dan Internet

Selain dari wawancara dan observasi, untuk menunjang kelengkapan data, peneliti juga akan mencari informasi baik

15Kriyantono, Op.Cit, hlm 110

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

(42)

dengan menggunakan data kepustakaan dan media online (browsing) di internet serta sumber lain yang terkait.

1.6.3.2Teknik Pencatatan Data

Sebagai pedoman dalam melakukan pencatatan hasil wawancara, peneliti menggunakan teknik pencatatan data wawancara

sebagai berikut17:

1. Pada saat wawancara, peneliti menggunakan perekaman data

melalui tape recorder melalui handphone dengan memperoleh

persetujuan terwawancara terlebih dahulu. Di samping itu, sebaiknya pewawancara juga membuat catatan dimaksudkan untuk membantu pewawancara agar dapat merencanakan pertanyaan baru berikutnya, membantu pewawancara untuk mencari pokok-pokok penting sehingga mempermudah analisis.

2. Setelah atau selama wawancara dilakukan, pewawancara cukup

mencatat frasa-frasa pokok saja sehingga akhirnya menjadi sebuah daftar butir pokok yang berupa kata-kata kunci dari yang dikemukakan oleh terwawancara.

1.6.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul dalam penelitian adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara

(43)

maupun observasi18. Data yang akan diperoleh peneliti dari hasil wawancara akan ditranskrip ke dalam catatan terlebih dahulu. Kemudian data yang diperoleh dari literasi akan dikumpulkan. Dari sumber data penelitian, akan diklarifikasi berdasarkan tema dan subtema untuk mempermudah proses analisa.

Teknik analisis data yang akan dilakukan secara kualitatif dalam menguraikan secara mendalam tentang pola komunikasi interpersonal kaum transgender dalam keluarganya. Melalui teknik ini, akan memberikan gambaran proses komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh kaum transgender, dan pola komunikasi apa yang cenderung dilakukan oleh mereka kemudian diinterpretasikan.

(44)

33 2.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Dua orang informan yang dijadikan subjek penelitian adalah yang sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya, yakni berusia kisaran 25-35 tahun, belum menikah dan meyakini bahwa dirinya adalah kaum transgender. Maka didapatkan dua orang berasal dari Kota Malang yang mengakui bahwa dirinya adalah transgender. Berikut data yang bisa dijabarkan.

Informan 1

Nama : Andrew (nama samara)

Usia : 27 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Belum menikah

Alamat : Jalan Jombang, Malang

Agama : Kristen

Pendidikan : SMA

Kemampuan Andrew untuk memilah suatu masalah patut diacungi jempol. Pada usia muda setelah lulus SMA ia memutuskan untuk berhijrah dan mencari kehidupan sesuai keinginannya. Hal ini kemudian membentuk kepribadian kuat pada dirinya sehingga menghasilkan seseorang yang bisa menghadapi kerasnya kehidupan dengan keyakinan yang ia miliki. Tak heran jika ia kuat Andrew merupakan pria kelahiran Malang dan tinggal bersama-sama orang tuanya di Malang. Ayah Andrew sudah meninggal dunia, jadi ia tinggal bersama ibu dan

(45)

saudara-saudaranya. Secara fisik dan kasat mata, ia tampak seperti lelaki pada umumnya, yang berbadan tegap berotot dan terlihat gagah. Namun ia merasa ada jiwa seorang wanita, yang terjebak dalam tubuhnya. Keyakinannya ini didukung dengan sikap dan perilakunya, misalnya dari caranya berbicara, serta melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih disukai oleh wanita. Seperti menyulam dan mendesain baju. Andrew mengaku bahwa ia berani untuk menunjukkan atau mengakui bahwa dia adalah seorang transgender, sejak dirinya bekerja dan tinggal bersama dengan sesama transgender di Jakarta. Menurutnya, ia merasa diterima di lingkungan tersebut dan menurutnya lama kelamaan, masyarakat serta keluarganya juga dapat menerimanya. Andrew mengaku pernah menikah dengan sesama pria, ketika ia tinggal di Singapura, tapi beberapa tahun setelah menikah,

‘suaminya’ meninggal dunia. Meskipun seorang transgender ia tak pernah

bergabung dalam komunitas transgender, terutama di Malang. Karena baginya

mayoritas anggota komunitas berorientasi kepada mencari kepuasan seks (sex

oriented) atau bahkan melacurkan diri.Ia mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai seorang perempuan yang lemah lembut dan gampang terharu. Sehingga ia tidak sanggup untuk melakukan hal-hal yang dilakukan anggota komunitas transgender tersebut.dengan identitasnya sebagai transgender yang akhirnya menghasilkan karakter wanita kuat pada dirinya.

Informan 2

Nama : Maria

Alamat : Jl. Puncak Dieng, Malang

Usia : 33 tahun

(46)

Status : Belum Menikah

Pendidikan : S1

Pekerjaan : freelance

Maria adalah seorang transgender yang juga berasal dari Malang. Karena dianggap memiliki paras cantik dan tubuh terawat layaknya wanita tulen, dalam

kesehariannya dia berprofesi sebagai freelance model dan SPG. Maria kerap

berpenampilan layaknya laki-laki. Kemeja dan t-shirt serta celana menjadi ciri khasnya jika sedang tidak bekerja. Namun saat bekerja, ia berpenampilan layaknya wanita tulen yang cantik dan menggoda, sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya. Maria tinggal di Jalan Puncak Dieng Malang, dan ketiga adiknya sudah berkeluarga juga memiliki tempat tinggalnya sendiri. Maria merupakan sarjana ekonomi lulusan salah satu universitas swasta di Malang. Meskipun sudah memiliki kekasih Maria belum menikah karena hukum perkawinan di Indonesia tidak memperbolehkan perkawinan sesama jenis.

Pribadi Maria merupakan pribadi yang menyenangkan. Kawan-kawan yang kerap menjadikan Maria sebagai tempat curhat dan mengadu karena menganggap Maria adalah pribadi yang woles dan menyenangkan. Tak heran jika di dalam keluarga ia menjadi center tempat pertimbangan mengambil keputusan untuk keluarganya.

2.2 Keseharian Informan Informan 1

Informan 1, Andrew, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki kakak perempuan yang juga menjadi salah satu kaum transgender.

(47)

Andrew menuturkan, bahwa kakaknya adalah transgender yang berkebalikan

dengannya. Jika Andrew dari Male to Female, sebaliknya kakaknya adalah

Female to Male. Kedua adik kakak ini menyatakan dukungannya satu sama lain dan sepakat untuk saling menutupi identitas diri mereka jika sedang bersama orangtua mereka. Dari pengamatan peneliti yang melakukan observasi di keluarga Andrew, Ayahanda Andrew adalah orang yang punya pendirian teguh dan keras. Dalam suatu jamuan makan malam sebelum Ayahanda Andrew meninggal, ayah Andrew tidak banyak bicara pada peneliti yang saat itu berada dalam satu meja dengannya. Beliau berbicara seperlunya, padat dan tidak banyak ingin tahu tentang teman yang dibawa anaknya ke rumah untuk makan malam. Pun demikian ibunda Andrew yang terlihat tenang dan sabar. Dari pengamatan peneliti, ibunda Andrew adalah penengah dari setiap konflik yang terjadi di tengah keluarga Andrew. Pembawaan yang tenang terlihat dari sosok ibunda Andrew. Pengamatan peneliti, Andrew memiliki jiwa lembut dari ibundanya. Berbanding terbalik dengan kakak perempuan Andrew yang terlihat keras dan tegas. Meski tak banyak bicara, kakak Andrew juga memiliki kepribadian yang kuat. Andrew mengakui bahwa kakaknya adalah tempatnya berlindung jika merasa sangat down.

Pada suatu kesempatan berbicara dengan kakak Andrew, beberapa fakta didapat mengenai Andrew yang ternyata gampang menangis jika dibentak oleh Ayahnya. Dan juga pribadi Andrew yang kerap membagi isi hatinya dengan ibunya.

Satu waktu saat peneliti mengikuti Andrew menjalani kesehariannya untuk bekerja, peneliti mendapatkan beberapa fakta, yakni Andrew adalah tipikal orang yang ulet dan rajin saat bekerja. Andrew yang memiliki stand handphone di salah

(48)

satu mall di Malang ini ternyata begitu detil memperhatikan setiap inci penampilannya dan penampilan pegawainya. Ia juga tipikal yang rajin merapikan stand miliknya supaya terlihat rapi. Dalam sehari bekerja, Andrew bisa beberapa kali menyemprotkan parfum ke pakaiannya, saat ditanya, ia mengaku itu adalah salah satu kunci kesegaran yang membuatnya percaya diri menjalani dan mempromosikan usahanya.

Informan 2

Informan 2, Maria adalah seorang transgender yang memiliki 3 adik laki-laki. Sebagai anak perempuan pertama, Maria menjadi harapan kesuksesan awal ayah dan ibunya. Namun dari pengamatan peneliti saat mengikuti Maria menjalani aktivitasnya di rumah dan tempatnya bekerja, keluarga Maria adalah keluarga yang easy going dan santai. Artinya mereka adalah keluarga yang open minded. Namun entah mengapa Maria masih tidak mau mengakui identitas dirinya yang menjadi seorang transgender.

Pengamatan peneliti, Maria adalah tipikal orang yang pandai menyembunyikan segala sesuatu yang sedang ia alami. Dengan kata lain, ia adalah individu yang pandai bersandiwara.

Meski begitu, Maria memiliki banyak teman karena kepribadiannya yang hangat dan dapat merangkul kawan-kawannya. Ini terbukti dari kawan-kawannya yang kerap menjadikan Maria jujukan untuk bertukar pendapat. Hal ini juga terjadi dalam keluarga Maria yang menjadikan Maria sebagai jujukan bertukar pendapat oleh orangtuanya. Terlepas dari status Maria sebagai anak pertama.

Adik-adik Maria mengaku bahwa sebetulnya mereka sudah mengetahui apa yang disembunyikan kakaknya. Dari penuturan salah satu adik Maria, Joseph,

(49)

didapatkan fakta bahwa mereka sepakat untuk tidak membuka identitas kakak mereka kepada orangtuanya. Karena menurut mereka selama ini belum ada konflik besar yang ditimbulkan oleh Maria di dalam keluarganya karena identitas transgendernya itu.

Adik Maria yang lain, Tio mengakui jika Maria adalah kakak yang bisa diandalkan, sehingga baginya tidak masalah jika Maria menjalani hidupnya seperti yang ia mau.

Pada suatu kesempatan saat peneliti mengikuti keseharian Maria untuk bekerja, peneliti menemukan fakta bahwa Maria juga menyembunyikan identitasnya saat bekerja. Rambut Maria yang cepak ia samarkan dengan

menggunakan wig rambut panjang saat ia bekerja sebagai freelance SPG dan

model.

Namun dari pengakuan Maria, sebetulnya ia juga menjalani pekerjaan lain yang menurutnya menyenangkan dan sesuai dengan minatnya. Ia juga berprofesi

sebagai tattoo artist. Ia mengakui menjadi SPG dan model adalah suatu side job

samaran yang ia gunakan untuk meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia adalah seorang transgender dengan jiwa laki-laki yang terjebak di dalam tubuh perempuan.

(50)

39 3.1 Penyajian Data

3.1.1 Teknik Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan di dua kota yakni Surabaya dan Malang pada tanggal 30 November 2016 dan 5 Desember 2016. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, subjek penelitian merupakan dua orang yang memiliki kriteria seperti yang dibahas dalam bab 2 penelitian ini. Peneliti melakukan penggalian informasi mengenai identitas dan jati diri mereka. Selain itu peneliti juga mencari tahu mengenai komunikasi interpersonal kedua informan dengan keluarganya. Selanjutnya, dengan keduanya, peneliti

melakukan interview mendalam (depth interview). Subjek yang sudah

memenuhi kualifikasi dipastikan bisa menggambarkan kondisi diri mereka sesuai persoalan yang sedang diteliti. Kemudian dari hasil wawancara tersebut diperoleh data yang akan ditulis secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif. Sehingga diperoleh gambaran dan jawaban dari setiap pokok permasalahan.

3.1.2 Penyajian dan Pembahasan Data Hasil Wawancara Informan 1

1. Siapakah nama lengkap anda ?

Andrew Sam

2. Nama panggilan ?

(51)

3. Nama yang cocok menurut anda ?

Aku gak punya nama panggilan khusus seperti transgender-transgender lain yang lebih suka ganti nama mereka, biarpun aku transgender, aku tetep pakai nama asliku Andrew Tapi aku lebih suka dipanggil And. Karena kedengaran seperti nama perempuan. Pada dasarnya aku adalah orang yang simple, apa adanya, dan gak belibet. . (Interview : Surabaya, 30 November 2016. 22.30-23.30 WIB)

Dari jawaban Andrew, dapat dikatakan bahwa Andrew adalah orang yang sederhana dan tidak mau melebih-lebihkan sesuatu yang dimilikinya. Andrew merasa nyaman dengan nama sesungguhnya

4. Berapa bersaudara kah anda?

Aku dua bersaudara, aku anak kedua. Aku bersyukur orangtuaku hanya punya dua anak. Karena dengan menjadi anak terakhir aku merasa sangat suka disayang oleh semua orang. (Interview : Surabaya, 30 November 2016. 22.30-23.30 WIB)

Dari jawaban yang dijabarkan oleh Andrew pada pertanyaan ini menunjukkan bahwa Andrew sebetulnya memiliki jiwa yang lembut karena merasa selalu ingin dikasihi. Posisinya sebagai anak terakhir dan tidak memiliki adik adalah suatu posisi yang menguntungkannya mendapatkan berlebih kasih sayang dari orang tuanya sebagai anak terakhir.

Kakakku perempuan, dia juga transgender lho, cuma kalau aku Male to Female. Kalau dia kebalikannya, dia Female to male. Jadi kayaknya jiwa kami tertukar. Entah dulu bagaimana.. tapi menurutku aku dan kakakku

(52)

itu saling melengkapi. Dia orangnya pelindung banget. Aku merasa nyaman kalau jalan kemanapun dengan dia. (Interview : Surabaya, 30 November 2016. 22.30-23.30 WIB)

Secara tersirat dari jawaban ini sebetulnya Andrew sudah menunjukkan bahwa kakak perempuannya melengkapi dirinya yang sebetulnya butuh banyak asupan kasih sayang seperti yang sudah dijelaskan di jawaban sebelumnya. Sang kakak yang menurut Andrew memiliki jiwa laki-laki, secara tidak langsung memberikan suatu perlindungan yang seharusnya diberikan seorang saudara laki-laki kepada saudara perempuannya, dalam hal ini seharusnya Andrew memberikan perhatian dan perlindungannya kepada kakaknya yang perempuan. Namun nyatanya justru hal kebalikannya yang terjadi, Andrew mendapatkan perlindungan dan rasa aman dari kakak perempuannya.

5. Apakah orangtua masih hidup (keduanya) ?

Yang masih hidup tinggal mamiku, papiku baru aja meninggal. Padahal aku baru aja bisa dekat dengan papi. Sejak duduk di bangku SMP aku gak akur dengan papi. Papiku berubah jadi orang yang kasar saat aku mulai masuk SMP. Ya mungkin itu karena dia stress usahanya bangkrut ya.. karena ditipu sama saudaranya sendiri. Makanya aku sedih banget pas papi meninggal. Kenapa beliau dipanggil Tuhan waktu kami mulai akur lagi dan masalah usahanya sudah mulai tertata lagi. Tapi aku bersyukur masih bisa merawat papi saat sakit sebelum meninggal. (Interview : Surabaya, 30 November 2016. 22.30-23.30 WIB)

(53)

Dari jawaban ini diketahui bahwa sebetulnya hubungan Andrew dengan orang tua laki-lakinya sering mengalami ketidakakuran. Andrew mengalami penyesalan mendalam karena tidak melakukan perbaikan hubungan dengan papanya lebih cepat sebelum akhirnya papanya meninggal dunia.

Sayang banget kenapa ga dari kemarin-kemarin aku perbaikin hubunganku dengan papa. Sumpah sekarang rasanya nyesel buanget waktu papa uda ga ada kayak sekarang ini. (Interview : Surabaya, 30 November 2016. 22.30-23.30 WIB)

Penyesalan Andrew ternyata tidak sepenuhnya membuatnya merasa bersalah, karena Andrew sempat merawat papanya saat sakit. Andrew sempat bersyukur dengan kesempatan yang diberikan padanya untuk bisa merawat papanya.

6. Saat ini tinggal dimana, apakah masih dengan orangtua atau tinggal sendiri?

Aku sekarang tinggal dengan mamiku aja. Lulus SMA aku sempat merantau ke Jakarta dan Bali. Sudah 2 tahun ini aku balik tinggal sama ortu lagi. Ya cuma selama 4 tahun itu hubunganku mulai akur dengan papaku. Terasa begitu sebentar. (Interview : Surabaya, 30 November 2016. 22.30-23.30 WIB)

Andrew bisa dikategorikan sebagai pemuda mandiri karena pada usianya yang masih muda ia berani merantau ke kota-kota besar. Keberanian Andrew untuk merantau di usia lulus SMA sesungguhnya tidak serta merta timbul. Namun ada beberapa faktor yang mendukungnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang digunakan Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Menanamkan Nilai - Nilai Karakter Religius Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Tunas Muda bahwa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh independensi, integritas, kompetensi, motivasi, dan pengalaman kerja terhadap kinerja auditor pada Inspektorat Kabupaten

Informasi lebih lanjut tentang penurunan kadar ureum menggunakan tanaman pelawan masih minim, sehingga penting dilakukan penelitian bagaimana hasil uji ekstrak

Telah dikemukakan bahwa teori atribusi untuk mengembangkan penjelasan dari cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang kita hubungkan kesuatu

Adapun unsur psikologi tokoh Aku yang jatuh cinta pada salah satu anggota penari Izu menimbulkan kecemasan dan konflik batin, oleh karena itu “Izu no Odoriko” karya Kawabata

Hasil penelitian menunjukkan tidak bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap fenomena kelenturan fenotipik dalam sifat-sifat reproduksi (umur dewasa kelamin,

Berdasarkan hasil pengukuran logam berat timbal (Pb) dan cadmium (Cd) pada beberapa titik sampling terhadap sampel air, sedimen dan bivalvia di perairan muara sungai wiso

Serangan adalah objek dapat menyerang objek lawan sesuai dengan nilai attack yang dimiliki oleh kartu dengan nilai defense objek lawan, hasil dari selisih nilai