• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. antaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan merupakan salah satu aspek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. antaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan merupakan salah satu aspek"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia bekerja karena memiliki suatu tujuan tertentu, di antaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan merupakan salah satu aspek psikologis yang dapat menggerakkan mahluk hidup dalam setiap aktivitasnya dan menjadi dasar atau alasan bagi setiap individu untuk berusaha. Kebutuhan manusia sendiri jika ditinjau dari segi tingkat kepentingannya dibagi menjadi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.1 Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang harus atau wajib terpenuhi, apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Bagian dari kebutuhan primer adalah sandang (pakaian), pangan (konsumsi), papan (tempat tinggal).

Apabila dilihat dari kebutuhan manusia, pakaian sebagai salah satu kebutuhan primer merupakan hal yang penting, karena tanpa adanya pakaian manusia tidak dapat menutupi dan melindungi tubuhnya dengan aman. Roland barthez dalam bukunya “ The Language Of Fashion” mengatakan bahwa: “At first sight, human clothing is a very promising subject to research or reflect upon : it is a complete phenomenon, the study of which requires at any one time a history, an aconomy, an

1Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, 1982, Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran, Suatu

Tinjauan Falsafah Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 15-16.

(2)

ethnology, a technology and maybe even, as we will see in a moment, a type of linguistics”2

Barthez melihat bahwa pakaian sebagai suatu fenomena komplit yang menarik untuk dijadikan suatu bahan penelitian bagi berbagai displin ilmu karena pakaian merupakan salah satu sarana komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan non verbal, dimana pesan non verbal yang dikomunikasikan melalui pakaian dapat menyangkut status sosial, kelas, kepribadian, gender, dan lainnya. Pesan non verbal disini artinya bahwa pesan disampaikan tidak dengan menggunakan kata-kata, melainkan dengan menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, dimana obyek yang digunakan dapat melalui pakaian.

Selain itu, pakaian memiliki manfaat seperti untuk menunjang penampilan karena melalui pakaian manusia dapat memiliki kepercayaan diri yang lebih dihadapan manusia lainnya. Begitu banyak pilihan model pakaian yang tersedia saat ini menyebakan manusia dapat berpakaian sesuai dengan gaya hidup mereka. Namun tidak sedikit pula manusia yang memilih model pakaian didasarkan karena lebih mengutamakan penampilan daripada kenyamanan.

Manusia memiliki sifat dasar yang tidak akan pernah sepenuhnya merasa puas, karena kepuasan bagi manusia hanya bersifat sementara. Ketika suatu kebutuhan terpuaskan maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi nilainya, yang menuntut untuk dipuaskan, begitu pula seterusnya. Hal itu yang mendasari terjadinya

(3)

perubahan-perubahan kebiasaan dan cara pandang manusia di berbagai lapisan masyarakat terhadap suatu obyek. Hingga saat ini, khususnya di Indonesia masih relatif mudah untuk mendapat pengaruh globalisasi, baik pengaruh positif maupun negatif. Diantaranya termasuk pola hidup konsumtif masyarakat.

Perilaku konsumtif merupakan perilaku yang melekat pada seseorang apabila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan.3 Pola perilaku konsumtif seperti ini terjadi hampir di semua lapisan masyarakat, walaupun dengan kadar yang berbeda-beda. Selain itu hal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif adalah tidak dapat dipisahkannya dari gaya hidup seseorang karena keduanya saling mempengaruhi.

Perilaku konsumtif yang paling sering dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah kebiasaan berbelanja yang menggelayuti berbagai kalangan. Namun hal tersebut kurang didukung dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang terpuruk saat ini khususnya di bidang perekonomian, sehingga dapat berpengaruh terhadap masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sisi lain jika dilihat dari segi ekonomi, dengan mulai maraknya peredaran pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia dan dengan harga yang jauh lebih terjangkau menyebabkan masyarakat dapat dengan mudah beralih.

3Lina, dkk, 2008, Perilaku Konsumtif Berdasar Locus of Control Pada Remaja Putri, Grafindo, Jakarta, h. 177.

(4)

Adanya kebiasaan terhadap perilaku konsumtif ditambah dengan dana yang terbatas serta tuntutan akan kebutuhan yang semakin banyak, menjadikan masyarakat lebih gemar membeli pakaian bekas impor, terutama bila menyangkut mengenai brand awareness yaitu mencakup loyalitas merek yang banyak dapat ditemukan dalam peredaran pakaian bekas impor. Dimana seseorang dengan perilaku konsumtif dapat membeli suatu barang yang sebetulnya tidak ia butuhkan, namun atas dasar loyalitas terhadap merek yang ia percaya, ia tetap membeli barang tersebut. Kecenderungan yang demikian tersebut terbangun karena terkait citra diri, bahwa dengan mengenakan pakaian bermerek maka statusnya akan terangkat

Begitu banyaknya peminat terhadap pakaian bekas impor menyebabkan semakin tingginya frekuensi terhadap permintaan pakaian bekas impor tersebut di Indonesia. Selama ini pakaian bekas impor banyak didatangkan dari Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.4 Adapun dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari peredaran pakaian bekas impor ini salah satunya adalah terhadap perkembangan industri dalam negeri khususnya pihak industri garmen kecil di daerah-daerah yang akan merugi akibat dari masih banyaknya permintaan terutama untuk pakaian bekas impor tersebut, sedangkan dampak positifnya adalah bagi sebagian masyarakat khususnya masyarakat ekonomi kelas menengah yang dapat memperoleh pakaian dengan harga yang murah.

4Meilani Fauziah, 2014, “Indonesia Negara Pengimpor Baju Bekas dari Negara Tetangga” Republika.co.id, URL: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/14/07/06/n8aaqg-indonesia-pengimpor-baju-bekas-dari-negara-tetangga.html, diakses tanggal 5 November 2015.

(5)

Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya (yang selanjutnya disebut Kepmenrindag No. 230/1997) juncto Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri dan Perindustrian Republik Indonesia Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya (yang selanjutnya disebut Kepmenrindag No. 642/2002), menentukan bahwa dilarang untuk impor barang gombal baru dan bekas dengan HS (harmonized system) ex. 6310.90.000. Hal ini juga diperkuat dengan adanya ketentuan dari Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perdagangan) yang menyatakan bahwa “Setiap importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pakaian bekas impor merupakan barang ilegal di Indonesia. Pakaian bekas impor dikategorikan sebagai barang berbahaya karena beredar tanpa adanya pengecekan quality control. Biasanya pakaian bekas impor tersebut sebelum dijual akan dipilah-pilah terlebih dahulu. Untuk pakaian yang dikategorikan memiliki kualitas bagus maka akan dicuci dahulu agar dapat mendongkrak harga. Adapun yang dimaksud memiliki kualitas bagus disini ialah pakaian yang tidak cacat dalam arti tidak adanya noda, tidak robek, warna yang masih terang atau tidak lusuh dan model pakaian yang unik atau vintage.

Berdasakan Surat Direktorat Jendral Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 48 SPK/SD/2/2015 tertanggal 11 Februari 2015 perihal Penanganan Pakaian

(6)

Bekas Impor. Surat Dirjen tersebut berisi tentang adanya cemaran bakteri dan jamur patogen setelah dilakukannya pengujian terhadap 25 contoh pakaian bekas impor yang beredar di pasaran dengan kandungan mikroba pada semua contoh pakaian bekas dengan nilai total mikroba sebesar 216.000 koloni/gram dan kapang sebesar 36.000 koloni/gram.5

Cukup tingginya kandungan bakteri mikroba yang terdapat dalam sampel pakaian bekas yang telah diuji tersebut dapat menyebabkan beragam pengaruh bagi kesehatan manusia yang menggunakannya seperti bisul, gatal-gatal, jerawat, infeksi luka pada kulit, gangguan pencernaan bahkan hingga dapat menginfeksi saluran kelamin. Selain itu timbulnya penyakit dari pakaian bekas impor ini juga dapat berawal dari kontak langsung dengan kulit atau yang ditransmisikan oleh tangan manusia yang kemudian akan membawa infeksi sehingga dapat masuk melalui mata, mulut, dan hidung manusia.

Meskipun telah ada peraturan hukum yang memperkuat bahwa pakaian bekas impor termasuk dalam katagori barang ilegal serta adanya larangan-larangan terkait, namun hingga saat ini peredarannya masih lancar bahkan meningkat, tak terkecuali di Bali dan khususnya di Kota Denpasar sepanjang Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan Nusa Indah.6 Semakin banyaknya lapak-lapak penjualan pakaian bekas impor ini

5Anonim, 2015, “Pakaian Bekas Impor Tercemar Bakteri” Suara Merdeka Cetak, URL : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pakaian-bekas-impor-tercemar-bakteri.html , diakses tanggal 5 November 2015

(7)

dikarenakan semakin ramainya pengunjung yang tertarik untuk datang dan membeli. Di Kota Denpasar sendiri, sebagian besar masyarakat memanfaatkan pakaian bekas impor ini sebagai bagian dari pemenuhan terhadap kebutuhan primer dan tidak sedikit pula yang penggunaannya untuk dipakai sendiri ataupun dijadikan bisnis untuk diperdagangkan kembali.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik menganalisis secara lebih mendalam, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul

Efektivitas Penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan terkait Penjualan Pakaian Bekas Impor di Kota Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan terkait penjualan pakaian bekas impor di Kota Denpasar sudah berlaku secara efektif?

2. Apakah kendala dalam penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan terkait penjualan pakaian bekas impor di Kota Denpasar?

6Anonim, 2015, “Tak Peduli Bahaya, Pakaian Impor Bekas Tetap Diburu”, Koran Bali Tribun, URL : http://balitribune.co.id/2015/09/tak-peduli-bahaya-pakaian-impor-bekas-tetap-diburu.html, diakses tanggal 5 November 2015

(8)

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Sesuai dengan permasalahan di atas agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan, diperlukan suatu batasan dalam proses pembahasan permasalahannya. Secara umum pembahasan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Permasalahan pertama akan dibatasi pada ruang lingkup penerapan Undang-Undang Perdagangan terkait penjualan pakaian bekas impor di Kota Denpasar sudah berlaku secara efektif atau belum.

2. Permasalahan kedua akan membahas mengenai kendala yang dihadapi dalam penerapan Undang-Undang Perdagangan terkait penjualan pakaian bekas impor di Kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian Hukum dengan judul “Efektivitas Penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan terkait Penjualan Pakaian Bekas Impor di Kota Denpasar” merupakan hasil karya asli penulis. Sejauh observasi yang penulis lakukan baik di ruang koleksi Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana maupun di internet, tidak terdapat penelitan yang sama yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan baik di Fakultas Hukum Universitas Udayana dan juga di suatu perguruan tinggi manapun kecuali yang secara tertulis diacu dalam penulisan penelitian ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Untuk penelitian sejenis yang serupa dengan penelitian yang diajukan, dapat dijabarkan sebagai berikut :

(9)

Tabel I

SKRIPSI JUDUL RUMUSAN MASALAH

Istianah, 10380010, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2015

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Pakaian Bekas di Pasar Beringharjo Yogyakarta”

1. Bagaimana praktik jual beli pakaian bekas di pasar Beringharjo Yogyakarta?

2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap jual beli pakaian bekas di pasar Beringharjo Yogyakarta? Junita Sitorus, 040200109, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008 Penegakan Hukum

Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus di Pengadilan Negeri medan)

1. Apa dampak

penyeludupan?

2. Peraturan apa yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan?

(10)

penegakan hukum tindak pidana penyeludupan?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan suatu usaha yang mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, suatu usaha yang dapat dilakukan dengan metode ilmiah. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah dimana berbagai data dan informasi untuk dikumpulkan, dirangkai, dan dianalisa yang nantinya bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan masalah- masalah yang dihadapi.

1.5.1 Tujuan umum

Tujuan umum yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk kepentingan perkembangan pengetahuan hukum terutama dalam hukum dagang.

2. Untuk memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi semua pihak dalam mengatasi masalah hukum terkait dengan perdagangan pakaian bekas impor.

1.5.2 Tujuan khusus

(11)

1. Untuk mengetahui penerapan Undang-Undang Perdagangan terkait penjualan pakaian bekas impor di Kota Denpasar sudah berlaku secara efektif atau belum.

2. Untuk mengetahui kendala dalam penerapan Undang-Undang Perdagangan terkait penjualan pakaian bekas impor di Kota Denpasar.

1.6 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan, tentu diharapkan akan dapat memberikan manfaat. Dalam penelitian ini, manfaat yang diharapkan meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat tersebut dapat diperinci :

1.6.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dan penulis serta memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya Pemerintah Daerah yang dapat digunakan sebagai acuan bagi tulisan – tulisan yang sejenis di kemudian hari.

1.6.2 Manfaat praktis

1. Melalui penulisan ini maka peneliti dapat mencari jawaban atas pemasalahan yang diteliti, sehingga dapat memberikan kesimpulan dan saran sebagai akhir dari penulisan.

2. Dengan hasil dari penulisan ini, maka diharapkan akan mampu mengembangkan pemikiran, pemahaman, penalaran serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam penulisan atau dalam bidang terkait.

(12)

1.7 Landasan Teori

Landasan teoritis merupakan dasar pemikiran teoritis yang digunakan untuk menjelaskan fenomena hukum yang terjadi. Landasan teoritis dapat memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan ilmiah. Pembangunan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kesejahteraan masyarakat akan meningkat apabila tingkat pendapatan mereka juga meningkat. Salah satu upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan meningkatkan kegiatan di sektor perdagangan. Peningkatan di bidang perdagangan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat merupakan tolak ukur utama untuk kemajuan suatu Negara. Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkatannya lebih rendah maupun lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun pihak aparatur penegak hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa membedakan antara masyarakat yang satu dengan yang lain.

Semua orang dipandang sama dihadapan hukum, namun pada kenyataannya peraturan perundang-undangan tersebut sering dilanggar, sehingga aturan itu tidak berlaku secara efektif. Tidak efektifnya suatu undang-undang dapat dikarenakan norma dalam undang-undang tersebut kabur, kosong maupun konflik. Dapat juga karena aparat yang tidak konsisten atau masyarakat yang tidak mendukung

(13)

pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Apabila undang-undang tersebut dilaksanakan dengan baik maka undang- undang tersebut dapat dikatakan berlaku efektif. Teori yang dapat mengkaji dan menganalisis tentang hal itu adalah teori efektifitas hukum.

1.7.1 Teori efektivitas hukum

Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.

Apabila melihat efektivitas dalam bidang hukum, Achmad Ali berpendapat bahwa ketika ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka hal pertama yang dapat dilakukan adalah harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati.7 Selanjutnya Achmad Ali juga berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.

(14)

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekantoadalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum dapat ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. faktor hukumnya sendiri.

2. faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.8

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun

8Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.8.

(15)

juga dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum. Jika suatu aturan hukum tidak efektif dapat dikarenakan ancaman paksaan dari hukum tersebut yang kurang berat, atau karena ancaman paksaan itu tidak terkomunikasi secara memadai pada warga masyarakat.9

Berbicara mengenai efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Hukum dapat efektif jika faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai.

1.7.2 Teori perlindungan hukum

Kata perlindungan merupakan upaya menempatkan seseorang untuk diberikan kedudukan istimewa. Perlindungan hukum artinya perlindungan yang diberikan melalui hukum terhadap status ataupun hak, misalkan memilih, hak memilih, hak

9Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta, h.186.

(16)

berusaha ataupun hak khusus sebagai warga Negara sebagai penduduk Negara, rakyat dan sebagainya. Perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif, bahwa perlindungan ini bertujuan mencegah terjadinya sengketa.

2. Perlindungan Hukum Represif, bahwa perlindungan hukum ini bertujuan menyelesaikan sengketa.10

Hukum memiliki 3 pengertian yaitu sebagai sarana untuk mencapai keadilan, sebagai pengaturan dari penguasa yang mengatur perbuatan yang boleh ataupun dilarang untuk dilakukan dan siapa yang melakukan serta apa sanksi yang akan dijatuhkan, dan selanjutnya bahwa hukum juga merupakan hak, yang oleh karena itu penegakan hukum bukan hanya untuk mendapat keadilan namun sebagai hak bagi masyarakat pada pihak yan lemah.

1.8 Metode Penelitian

Sebagaimana yang diketahui dalam penulisan suatu karya ilmiah, metode penelitian merupakan bagian yang terpenting dari suatu penelitian, karena metode penelitian ini yang nantinya akan menjadi arah dan petunjuk bagi suatu penelitian.

10Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 2.

(17)

Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.11

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian dalam skipsi ini bersifat yuridis empiris, artinya penelitian ini mengkaji permasalahan berdasarkan pendekatan perundang-undangan dan berdasarkan pendekatan fakta yaitu berdasarkan praktek/ atau kenyataan yang ada di masyarakat. Dalam bukunya, Peter Mahmud Marzuki juga menyatakan bahwa penelitian hukum empiris merupakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara, ataupun penyebaran kuisioner.12

1.8.2 Sifat penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian hukum empiris dikaji dari segi sifatnya dibedakan menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :

a. penelitian hukum eksploratori (penjelajahan) b. penelitian hukum deskriptif; dan

c. penelitian hukum eksplanatori.13

Adapun sifat penulisan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk mendapat gambaran (deskripsi) lengkap mengenai keadaan hukum yang berlaku disuatu tempat

11Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1.

12Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cetakan I, Kencana, Jakarta, , h. 35. 13Soerjono Soekanto, op.cit, h. 50.

(18)

tertentu, ataupun mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat.14

Dengan demikian, penelitian yang telah dilakukan akan dipaparkan berdasarkan pada hasil yang telah didapat di lapangan dan berdasarkan pada pengkajian bahan-bahan hukum yang digunakan dalam meneliti Penerapan Undang-Undang Perdagangan Terkait Penjualan Pakaian Bekas Impor di Kota Denpasar.

1.8.3 Data dan sumber data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan15 dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, penjual pakaian bekas impor, dan masyarakat.

2. Data sekunder atau data kepustakaan merupakan data-data yang telah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum dan literatur yang di kelompokan dalam :

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan dan perjanjian internasional (traktat).16Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan adalah :

14Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 50.

15Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum

(19)

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen - Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 tentang Angka Pengenal Importir

- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas

- Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 28 Tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor

- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK/.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor - Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri dan Perindustrian Republik Indonesia Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya

16Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 157.

(20)

- Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor Kep-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.17 Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berupa literatur-literatur yang memuat mengenai pandangan dari beberapa ahli, buku-buku yang menunjang penelitian ini, serta bahan-bahan internet yang mendukung.

c. Bahan hukum tersier (bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder).18 Adapun bahan hukum tersier yang digunakan adalah Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia, dan sumber-sumber lain yang dapat menunjang penelitian ini.

1.8.4 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh data dalam penelitian yang mendukung dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penulisan hukum ini meliputi

17Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 32.

(21)

1. Studi dokumen

Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari, membaca serta mencatat buku-buku ataupun bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian yang dibahas.

2. Teknik wawancara

Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden.19 Selain dengan cara tatap muka, wawancara juga akan dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat dengan para responden. Informasi yang di peroleh dalam penulisan Skripsi ini adalah melalui wawancara dengan Kepala Seksi Ekspor Impor Dinas Prindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, serta wawancara dengan penjual pakaian bekas impor di Kota Denpasar dan masyarakat.

1.8.5 Teknik penentuan sampel penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik non probability sampling. Dalam penggunaan teknik tersebut tidak terdapat ketentuan yang pasti antara berapa sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya karena tidak semua elemen dalam populasi mendapat

(22)

kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Bentuk teknik non probability sampling, yang akan digunakan adalah bentuk purposive sampling. Dalam purposive sampling, penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu dan sampel yang dipilih karena sudah memenuhi kriteria dan sifat tertentu dari populasinya.

1.8.6 Pengolahan dan analisis data

Teknik analisis data dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting untuk menguraikan dan memecahkan suatu masalah yang diteliti berdasarkan pada data-data yang sudah dikumpulkan. Pengolahan dan analisis data-data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga dapat mempermudah pemahaman dan interprestasi data.20 Dalam penelitian ini data primer dan data sekunder yang telah didapatkan melalui hasil dari wawancara maupun studi dokumen akan diolah secara kualitatif. Selanjutnya data yang telah dianalisis secara kualitatif dianalisis secara deskriptif kualitatif, artinya menggambarkan secara jelas dan sistematis kemudian akan diperoleh kesimpulan dari permasalahan yang akan dibahas.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau bukan niaga luar negeri tidak sesuai dengan persetujuan terbang (flight..

Oleh itu, penting untuk melaksanakan program dalam pemaham- an dan persepsi apa yang didengar daripada Akidah Islamiah secara khu- sus dan ilmu-ilmu syariat yang lain, yang

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,

Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 ditentukan berdasarkan adanya serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya,

Dasar dari konsep diri yang positif adalah adanya penerimaan diri. Hal ini disebabkan orang yang memiliki konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik. Tidak seperti

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh proporsi pemberian pakan dengan lama pencahayaan di malam hari tidak berpengaruh terhadap konsumsi

Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl.. Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor

Oleh karena itu perlu adanya sistem pengendalian secara otomatis yang dapat dikendalikan secara jarak jauh, aman dan efisien pada proses powder coating sehingga operator