JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 190
Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw Pada Siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi
Oleh: Supini, SPd
Guru SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi ABSTRAK
Penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw Pada Siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi dimaksudkan 1) untuk mengetahui peningkatan proses pembelajaran matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016, dengan pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw, 2) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016, dengan Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan, serta pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif Teknik Jigsaw dapat meningkatkan proses pembelajaran matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan antara Pra Tindak, siklus I, dan siklus II. Pada Pra Tindak baru mencapai 58%, Siklus I naik menjadi 63,00%, sedangkan pada Siklus II naik lagi menjadi 81,25%, 2) Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif Teknik Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya peningkatan perolehan nilai rata-rata pada Pra Tindak adalah 65, Siklus I adalah 71, sedangkan Siklus II adalah 80. Sedangkan untuk ketuntasan belajar pada Pra Tindak 62%, Siklus I 69%, dan Siklus II 92,31%.
Kata Kunci: Hasil belajar, Matematika, Kooperatif Teknik Jigsaw.
A. PENDAHULUAN
Pelajaran matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. (Antonius, 2006:1). Untuk itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami secara betul
dan benar sejak dini. Hal ini disebabkan
karena konsep-konsep dalam
matematika merupakan suatu rangkaian yang saling terkait. Salah satu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya dan akan menjadi dasar bagi konsep-konsep yang selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 191
terhadap suatu konsep, akan berakibat pada kesalah pahaman terhadap
konsep-konsep selanjutnya.
Pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep matematika sangat diperlukan, karena konsep-konsep tersebut juga akan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Subarinah (2006:1) bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Untuk memahami stuktur yang abstrak dan pola hubungan yang terjadi , diperlukan suatu kegiatan yang kongkret untuk memudahkan pemahaman terhadap struktur dan pola hubungan yang terjadi dalam matematika. Belajar matematika harus melalui suatu proses yang bertahap dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih komplek. Obyek matematika bersifat abstrak, sehingga belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Untuk itu belajar
matematika perlu mengawali
pembelajaran dengan hal-hal yang bersifat kongkrit. Setiap konsep matematika dapat dipahami dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk kongkrit dengan menggunakan media yang tepat dalam pembelajaran. Didalam standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika (KTSP:2006) dicantumkan tujuan mata pelajaran matematika, antara lain: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3)
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan mamahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; 4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbul, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sifat menghargai kegunaan suatu matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil observasi sebelumnya, kenyataan di sekolah menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang masih kesulitan dalam menyelesaikan pelajaran matematika, terutama pada materi Menentukan nilai pecahan dari suatu bilangan atau kuantitas tertentu yang hasilnya masih rendah..
Rendahnya prestasi belajar ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1) kegiatan pembelajaran terlalu banyak menggunakan metode ceramah, sehingga aktifitas siswa yang muncul pada pembelajaran cenderung pasif; 2) dalam penanaman konsep tidak memakai alat peraga dan kegiatan tidak bisa mengaktifkan siswa sehingga siswa hanya pasif dan tidak ada
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 192
dorongan untuk semangat belajar; 3) dalam pengelolaan kelas kurang baik, sebab dengan kehendak anak-anak sendiri mereka memilih teman duduk antara yang pandai dengan yang pandai juga, sehingga mereka yang lambat tetap saja tidak ada perkembangan; 4) penjelasan yang diberikan guru secara klasikal tidak dapat dipahami siswa secara merata, hanya siswa-siswa berkemampuan di atas rata-rata yang cepat memahami pelajaran melalui penjelasan secara klasikal; bahasa yang
digunakan oleh guru dalam
menjelaskan materi sulit dipahami oleh siswa, sehingga banyak siswa kurang dapat memahami materi yang diajarkan; 5) tidak adanya kondisi yang memungkinkan siswa untuk bertanya kepada temannya mengenai konsep yang belum dimengerti, karena siswa tidak dikondisikan bekerja secara kelompok, siswa bekerja secara individu. Pada hal dengan bekerja secara kelompok siswa akan berinteraksi dengan anggota kelompok, sehingga siswa yang belum paham dengan penjelasan guru akan dapat lebih paham dan mengerti dengan penjelasan dari sebayanya. Tentunya, jika dibiarkan kondisi semacam ini dapat menyebabkan siswa takut atau tidak senang terhadap pelajaran matematika, sehingga berdampak pada hasil ulangan nilainya selalu rendah dan tidak memenuhi kriteria Ketuntasan belajar yang telah ditentukan.
Untuk mengatasi masalah di atas maka peneliti mencoba mencari solusi melalui penelitian tindakan kelas
dengan ”Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw”, dimana melalui kegiatan ini diharapkan interaksi antara guru dan siswa, antar siswa dengan siswa muncul suasana yang baru dan menggairahkan, baik melalui diskusi kelompok, bertanya jawab, maupun menyampaikan informasi kepada sesama teman dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga pada
akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1) Apakah penggunaan Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw
dapat meningkatkan proses
pembelajaran matematika pada siswa kelas VI SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016? 2) Apakah penggunaan Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016?
Adapun Tujuan yang akan dicapai dalam penelitan ini adalah: 1) Untuk mengetahui peningkatan proses pembelajaran matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016, dengan pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw. 2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 193
2015/2016, dengan Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat Bagi Siswa, guru maupun Sekolah. Bagi siswa bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika di kelas. Bagi Guru bermanfaat untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika melalui pendekatan yang inovatif dan meningkatkan motivasi belajar siswa., dan sebagai langkah evaluasi diri (self evaluation) mengenai teknik yang digunakan dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Sedangkan bagi Sekolah/Lembaga, hasil penelitian dapat dipakai sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran di
sekolah, khususnya dalam
pembelajaran matematika.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. (Sujana, 1992). Sedangkan Soedijarto menyatakan hasil belajar adalah: “Tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan
pendidikan yang ditempuh”
(Soedidjarto, 1993). Tingkat penguasaan yang dicapai oleh ini merupakan ukuran kemampuan yang dinyatakan dalam bentuk perolehan “Skor” belajar. Purwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahawa: “ Hasil belajar
adalah penguasaan pengetahuan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan oleh nilai tes, atau angka yang diberikan guru” (Purwadarminta, 1989).
Dari beberapa definisi mengenai hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, hasil belajar mengandung pengertian sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyerap pengetahuan yang telah diberikan kepadanya yang diukur melalui suatu evaluasi.
Hasil belajar tidak mutlak berupa nilai saja, akan tetapi dapat pula berupa perubahan atau peningkatan sikap, kebiasaan, pengetahuan, keuletan, ketabahan, penalaran, kedisiplinan, keterampilan, dan sebagainya yang menuju pada perubahan posistif. Prestasi belajar menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya telah mengalami proses pengalihan ilmu pengetahuan dari seorang yang dapat dikatakan dewasa atau memiliki pengetahuan kurang walaupun sebenarnya prestasi ini bersifat sesaat saja, tetapi sudah dapat dikatakan bahwa siswa tersebut benar-benar memiliki ilmu pada materi atau bahasan tertentu. Jadi dengan adanya prestasi belajar orang dapat mengetahui seberapa jauh siswa dapat menangkap, memahami, memiliki materi pelajaran tertentu. Atas dasar itu pendidik dapat menentukan strategi belajar mengajar yang lebih baik. Demikian pula dengan adanya prestasi belajar, pihak sekolah dan pihak lain memerlukan. Dengan
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 194
demikian dapat memberikan motivasi seperlunya.
2. Pelajaran matematika
Pelajaran matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. (Antonius, 2006:1). Untuk itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami secara betul dan benar sejak dini. Hal ini disebabkan
karena konsep-konsep dalam
matematika merupakan suatu rangkaian yang saling terkait. Salah satu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya dan akan menjadi dasar bagi konsep-konsep yang selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu konsep, akan berakibat pada kesalah pahaman terhadap
konsep-konsep selanjutnya.
Pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep matematika sangat diperlukan, karena konsep-konsep tersebut juga akan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Subarinah (2006:1) bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Untuk memahami stuktur yang abstrak dan pola hubungan yang terjadi , diperlukan suatu kegiatan yang kongkret untuk memudahkan pemahaman terhadap struktur dan pola hubungan yang terjadi dalam matematika. Belajar matematika harus melalui suatu proses yang bertahap dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih komplek. Obyek matematika
bersifat abstrak, sehingga belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Untuk itu belajar
matematika perlu mengawali
pembelajaran dengan hal-hal yang bersifat kongkrit. Setiap konsep matematika dapat dipahami dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk kongkrit dengan menggunakan media yang tepat dalam pembelajaran. Hal ini sependapat dengan Russefendi (1992:141) yang menyatakan bahwa alat peraga adalah alat untuk menerangkan atau mewujudkan konsep matematika sehingga materi pelajaran yang disajikan mudah dipahami oleh siswa.
Didalam standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika (KTSP:2006) dicantumkan tujuan mata pelajaran matematika, antara lain: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3)
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan mamahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; 4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbul, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sifat menghargai
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 195
kegunaan suatu matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Salah satu ciri pengajaran matematika yang disebutkan oleh Kramer Klas (1978) adalah bahwa untuk menimbulkan minat belajar matematika, program pengajaran harus kaya dengan teknik-teknik motivasi. Selain itu, dalam pembelajaran matematika SD, guru juga harus memperhatikan obyek belajar (siswa),
hubungannya dengan tahap
pertumbuhan kecerdasannya (Gagne). Dalam analisis hirarkhis setiap obyek belajar, periode perkembangan anak usia SD adalah periode operasional konkrit (7-8 hingga 11-12 tahun). Ciri utama kecakapan berpikir periode ini adalah munculnya kecakapan berpikir logis namun masih membutuhkan adanya referensi benda-benda konkrit. Operasional mentalnya sudah sangat tidak bergantung lagi pada subyektifitas (intuisi) dan keegoannya, melainkan sudah mulai tunduk dengan hukum-hukum logis.
3. Pembelajaran Kooperatif
Abdurrahman dan Bintoro memberi batasan model pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup
dalam masyarakat nyata (Nurhadi dan Senduk, 2003: 60).
Ahli lain menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil sedemikian sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan pembelajaran mereka dan antara mereka (Johnson & Johnson 1989).
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil
sedemikian sehingga dapat
meningkatkan peran serta siswa,
memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berinteraksi dan belajar.
Teknik Jigsaw
Teknik Jigsaw adalah pembelajar an yang berupa permainan antar kelompok, serupa dengan pertukaran kelompok dengan kelompok dimana setiap siswa ditugasi mengajarkan pengetahuan baru yang diperoleh dari hasil diskusi kelompok untuk diajarkan kepada siswa lain pada kelompok lain. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi belajar yang bisa disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang berbeda dengan lainnya yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 196
siswa lain membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu (Melvin L. Silberman: 2004 : 192).
C. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi. Jumlah rombongan belajar sebanyak 6 kelas, kelas I sampai Kelas VI dengan jumlah murid keseluruhan 62 siswa pada tahun pelajaran 2015/2016.
Subyek di dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi, pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 13 anak.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, mulai bulan Februari 2016 sampai dengan bulan Juni 2016.
Perencanaan Pelaksanaan Penelitian Pada penelitian ini menggunakan tektik Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yang dimaksud dengan PTK adalah sebuah penelitian yang pada dasarnya berangkat dari persolan pembelajaran di dalam kelas. Untuk menghadapi atau memperbaiki masalah dalam pembelajaran tersebut maka dilakukanlah Penetian Tindakan Kelas. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini menggunakan sistem siklus. Menurut rencana penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yaitu siklus I dan siklus
II. Masing-masing siklus terdiri dari 3 jam pelajaran (1 kali pertemuan). Siklus I
Sasaran penelitian adalah siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi sebanyak 13 anak.
Materi pembelajaran adalah Operasi Hitung Bilangan Bulat.
Langkah-langkah kegiatan terdiri dari:
Planning (perencanaan)
Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti menyiapkan: Silabus dan RPP, Materi dan alat peraga, Alat evaluasi, Lembar pengamatan guru dan siswa, Lembar kuesioner.
Acting (pelaksanaan)
Pada pelaksanaan tindakan ini, peneliti menggunakan model Jigsaw dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa dengan tujuan untuk menjajaki pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
2. Siswa secara berkelompok (kelompok 3) diberi kesempatan yang cukup dalam membahas jawaban sesuai materi.
3. Siswa diberi tugas membahas materi, mendalami materi hingga menguasai materi yang telah dibahas, serta diberi waktu yang cukup.
4. Kemudian siswa membentuk kelompok Jigsaw (kelompok 5) dan masing-masing siswa disuruh mengajarkan materi yang sudah dikuasai pada kelompok 3 untuk
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 197
disampaikan atau ditransfer kepada kelompok baru yaitu kelompok 5. Setelah selesai, siswa disuruh kembali ke tempat masing-masing, guru mencatat dan menyeleksi pendapat siswa.
5. Guru menyajikan poin-poin pembelajaran utama yang akan diajarkan dan siswa menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin tersebut.
Tahapan pengajaran untuk siklus I dan II dilakukan sama namun dan materi yang sama tetapi masalahnya berbeda. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan untuk mengetahui tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Pengamatan ini dilakukan untuk menumbuhkan dan mendorong siswa untuk aktif dan kreatif dalam berpikir kritis melalui presentasi, mengkritik, menanggapi, bertanya, dan menjawab pertanyaan selama PTK, serta meningkatkan prestasi dan hasil belajarnya.
Observing (pengamatan)
Guru bersama-sama kolabolator mengamati jalannya proses kelompok, menjaring data menggunakan lembar observasi kegiatan guru dan siswa, catatan lapangan, serta lembar evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan sikap siswa maupun kinerja guru.
Reflecting (refleksi)
Guru bersama kolaborator mendiskusikan hasil pengamatan yang diperoleh untuk menentukan langkah-langkah perbaikan pada siklus
berikutnya atas temuan yang menyebabkan kesulitan pada siklus yang telah dilaksanakan.
Pengumpulan Data dan Analisis Data Lembar Observasi Kegiatan Proses Pembelajaran
Lembar observasi digunakan untuk mengamati proses pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif Teknik
Jigsaw, menggunakan teknik
pengajaran langsung, juga untuk mengamati perubahan yang terjadi pada siswa setiap siklus.
Untuk mengetahui tingkat proses pembelajaran maka caranya adalah jumlah skor perolehan dibagi skor maksimal yaitu 80 dan dikalikan 100. Lembar Soal Post - Test
Pos-test diberikan kepada siswa dalam bentuk tes tulis pada siklus I dan II dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan teknik
pengajaran terarah sesuai dengan materi yang diajarkan. Untuk mengetahui nilai rata-rata hasil pos-tent dengan rumus:
Rata-rata hasil belajar
siswa = Jumlah Skor semua Siswa Jumlah siswa
Lembar Kuesioner
Lembar kuesioner ini diisi oleh siswa secara individu dan tidak mempengaruhi nilai siswa dengan
tujuan untuk mengetahui
perkembangan sikap dari Pra tindak sampai paska PTK.
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 198
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model siklus yang terdiri dari siklus I dan siklus II.
Pada Siklus I guru melakukan tahapan permainan Jigsaw yang meliputi:
1. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa dengan tujuan untuk menjajaki pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
2. Siswa secara berkelompok (kelompok 3) diberi kesempatan yang cukup dalam membahas jawaban sesuai materi.
3. Siswa diberi tugas membahas materi dan mendalami materi hingga menguasai materi yang telah dibahas, serta diberi waktu yang cukup.
4. Siswa membentuk kelompok Jigsaw (kelompok 5) dan masing-masing siswa disuruh mengajarkan materi yang sudah dikuasai pada kelompok 3 untuk disampaikan atau ditransfer kepada kelompok baru yaitu kelompok 5.
5. Setelah selesai siswa disuruh kembali ke tempat masing-masing dan guru mencatat dan menyeleksi pendapat siswa.
6. Guru menyajikan poin-poin pembelajaran utama yang akan diajarkan dan siswa menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin tersebut.
Tahapan pengajaran untuk siklus I dan II dilakukan sama namun dengan
materi yang berbeda. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan untuk mengetahui tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Pengamatan ini dilakukan untuk menumbuhkan dan mendorong siswa untuk aktif dan kreatif dalam berpikir kritis melalui presentasi, mengkritik, menanggapi, bertanya, dan menjawab pertanyaan selama PTK, serta meningkatkan prestasi dan hasil belajarnya.
Indikator Keberhasilan
1. Prosen pembelajaran dikatakan berhasil apabila telah mencapaai kategori sangat baik.
2. Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%
D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Siklus I
Hasil pretest yang dilakukan terhadap siswa, didapatkan data awal terlihat hasil perolehan penguasaan materi pembelajaran seperti pada tabel berikut:
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 199
Tabel 1 : Prestasi belajar Pratindak
No Nama Siswa Nilai Siklus I Ketuntasan
1 Kiki Wiyoko 70 T 2 Dicky Setyawan 70 T 3 Erla Indah P 50 TT 4 Fatkhu R 50 TT 5 M.Farhan H 80 T 6 Muh.Setiaji 70 T 7 Wahyu Aditya 50 TT 8 Amidah R. 70 T 9 Agung W.A 50 TT 10 Bayu A.S 60 TT 11 Renalda E.P 70 T 12 Rico W.Y. 70 T 13 Rendi Trio R. 80 T Jumlah 840 T= 8 Rata-rata 65 TT=5 Prosentase Ketuntasan 62% Keterangan: T : Tuntas BT : Belum Tuntas
Dari paparan data di atas terlihat bahwa kemampuan siswa terhadap penguasaan materi sebelum diterapkan pembelajaran dengan teknik Jigsaw, nilai rata-ratanya belum memuaskan. Hasil pelaksanaan pembelajaran pada pra tindak baru memperoleh nilai rata-rata sebesar 65. Dari 13 siswa kelas VI yang sudah dinyatakan tuntas atau telah mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) atau telah
memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 65 adalah 8 siswa, dan apabila dipresentase baru mencapai 62%. Hal ini berarti belum memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 85%.
Perencanaan (Planning)
Kegiatan yang dilakukan pada siklus I adalah:
a) Menyusun silabus.
b) Membuat rencana pembelajaran atau skenario pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif teknik Jigsaw sesuai materi yang diajarkan. c) Membuat instrument penelitian: lembar observasi, kuesioner, dan pretest.
d) Membuat lembar kerja sesuai materi.
Pelaksanaan ( Acting )
Kegiatan dalam tahap ini
adalah menyajikan materi
pembelajaran sesuai rencana yang disusun yaitu Menentukan nilai pecahan dari suatu bilangan atau kuantitas tertentu melalui pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif teknik Jigsaw.
Pengamatan ( Observing )
Pada saat pengamatan dilakukan, peneliti dan kolaborator mencatat kejadian-kejadian melalui pendekatan
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 200
kooperatif teknik Jigsaw. Adapun hasil pengamatan terhadap siswa sebagai
berikut:
Tabel 2 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Pada Siklus I
No No. Jenis kegiatan guru / siswa yang diamati Skor perolehan
1. Peranan guru sebagai fasilitator 7
2. Belajar melalui pengalaman langsung 6
3. Kebermaknaan pengalaman belajar 5
4. Prakarsa siswa 5
5. Keragaman kegiatan 7
6. Keterlibatan mental siswa 6
7. Keragaman media belajar 6
8. Perhatian terhadap kebutuhan 7
Jumlah skor 50 = 63 %
Jumlah skor yang diperoleh dari hasil pengamatan tercapai 50, jika diprosentasekan maka tingkat proses pembelajaran pada siklus I tercapai
63% yang berarti data ini menunjukkan tingkat proses pembelajaran pada siklus I tergolong rendah
Tabel 3 : Prestasi belajar Siklus I
No Nama Siswa Nilai
Siklus I Ketuntasan 1 Kiki Wiyoko 80 T 2 Dicky Setyawan 70 T 3 Erla Indah P 60 TT 4 Fatkhu R 60 TT 5 M.Farhan H 80 T 6 Muh.Setiaji 70 T 7 Wahyu Aditya 60 TT 8 Amidah R. 80 T 9 Agung W.A 60 TT 10 Bayu A.S 70 T 11 Renalda E.P 80 T 12 Rico W.Y. 70 T 13 Rendi Trio R. 80 T Jumlah 920 T= 9 Rata-rata 71 TT=4 Prosentase Ketuntasan 69,00% Keterangan: 1. T : Tuntas 2. BT : Belum Tuntas
Dari paparan data di atas terlihat bahwa kemampuan siswa terhadap
penguasaan materi setelah diterapkan pembelajaran dengan teknik Jigsaw,
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 201
rata-ratanya sudah menunjukkan peningkatan, namun belum memuas kan. Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus I memperoleh nilai rata-rata sebesar 71. Dari 13 siswa kelas VI yang sudah dinyatakan tuntas atau telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau telah memper oleh nilai lebih besar atau sama dengan 65 adalah 9 siswa, dan apabila dipresentase baru mencapai 69%. Hal ini berarti belum memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 85%, sedangkan yang memperoleh nilai di bawah 65 adalah 4 anak, apabila dipresentase masih terdapat 31% siswa yang belum tuntas belajar.
Refleksi ( Reflecting )
Berdasarkan hasil refleksi, lembar observasi oleh pengamat dan lembar penilaian kemampuan penguasaan materi pembelajaran tentang perpangkatan, setelah siklus I ini berakhir, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Siswa sudah cukup baik dalam kerja kelompok namun masih perlu ditingkatkan lagi.
2. Dalam diskusi untuk memecahkan masalah dalam menyelesaikan tugas siswa, sudah cukup baik dan perlu ditingkatkan lagi agar lebih sempurna.
3. Pemahaman tentang perpangkatan sudah ada peningkatan untuk masing-masing siswa, namun masih perlu ditingkatkan lagi. 4. Hasil jawaban siswa sudah ada
peningkatan walaupun belum
memenuhi taraf serafnya.
5. Dalam penerapan teknik Jigsaw, hendaknya guru sering memberi dorongan pada anak untuk bertanya.
Siklus II
Pada siklus II, proses pembel ajaran sama dengan siklus I namun dengan indikator atau materinya berbeda.
Perencanaan ( Planning )
Dalam perencanaan, kegiatannya sama dengan siklus I, yaitu:
a. Membuat rencana pembelajaran dengan materi Menentukan nilai pecahan dari suatu bilangan atau kuantitas tertentu
b. Memberi penjelasan dan contoh latihan, menyampaikan hasil dikusi kelompok 3 kepada anggota kelompok 5.
c. Menjelaskan kembali tentang apa yang harus dikerjakan siswa.
d. Melakukan penjelasan tentang pengisian test dan penjelasan lain yang mengarah pada peningkatan belajar siswa.
Pelaksanaan (Acting)
Kegiatan dalam tahap ini adalah
peneliti menyajikan materi
pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah disusun, yaitu Menentukan nilai pecahan dari suatu bilangan atau kuantitas tertentu melalui teknik Jigsaw.
Pengamatan (Observing)
Pada saat tindakan ini dilaksanakan, peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan kegiatan pengajaran dengan materi Menentukan
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 202
nilai pecahan dari suatu bilangan atau kuantitas tertentu melalui pendekatan kooperatif teknik Jigsaw. Adapun hasil
pengamatan terhadap kadar keaktifan siswa tertera pada tabel berikut ini !
Tabel 4Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Pada Siklus II
No. Jenis kegiatan guru / siswa yang diamati Skor perolehan
1. Peranan guru sebagai fasilitator 8
2. Belajar melalui pengalaman langsung 9
3. Kebermaknaan pengalaman belajar 7
4. Prakarsa siswa 7
5. Keragaman kegiatan 8
6. Keterlibatan mental siswa 9
7. Keragaman media belajar 8
8. Perhatian terhadap kebutuhan 9
Jumlah skor 65 = 81,25
Dari data di atas terlihat bahwa hasil pengamatan pada siklus II kegiatan yang dilakukan memperoleh skor sebesar 65. Jika diprosentasekan maka proses pembelajaran dengan pendekatan kooperatif teknik Jigsaw mencapai 81,25%. Hal ini berarti kualitas proses pembelajaran pada siklus II ini tergolong baik dan sudah
menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I yaitu dari 63,00% menjadi 81,25%.
Selanjutnya hasil postest pada siklus II sudah menunjukkan adanya kemajuan dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5 : Prestasi belajar Siklus II
No Nama Siswa Nilai
Siklus I Ketuntasan 1 Kiki Wiyoko 90 T 2 Dicky Setyawan 80 T 3 Erla Indah P 60 TT 4 Fatkhu R 70 T 5 M.Farhan H 90 T 6 Muh.Setiaji 80 T 7 Wahyu Aditya 70 T 8 Amidah R. 90 T 9 Agung W.A 70 T 10 Bayu A.S 80 T 11 Renalda E.P 90 T 12 Rico W.Y. 80 T 13 Rendi Trio R. 90 T Jumlah 1040 T= 12 Rata-rata 80 TT=1 Prosentase Ketuntasan 92,31%
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 203 Keterangan:
1. T : Tuntas 2. BT : Belum Tuntas Dari paparan data di atas terlihat bahwa kemampuan siswa terhadap penguasaan materi setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan Koperatif Teknik Jigsaw, rata-ratanya sudah menunjukkan peningkatan, namun belum memuaskan. Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus II memperoleh nilai rata-rata sebesar 80. Dari 13 siswa kelas VI yang sudah dinyatakan tuntas memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau telah memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 65 adalah 12 siswa, dan apabila dipresentase baru mencapai 92,31%. Hal ini berarti pada pelaksanaan siklus II ini telah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini
yaitu 85%, sedangkan yang
memperoleh nilai di bawah 65 adalah 1 anak, apabila dipresentase masih terdapat 7,69% siswa yang belum tuntas belajar. Dengan peningkatan yang cukup signifikan dari sebelum tindakan dan sesudah tindakan dengan menggunakan pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw, sangat efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi.
Refleksi ( Reflekting )
Berdasarkan hasil refleksi lembar observasi keaktifan guru dan siswa oleh pengamat dan lembar penilaian kemampuan- kemampuan penguasaan materi pembelajaran tentang operasi Hitung Bilangan Bulat, setelah siklus II ini berakhir maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Siswa sudah terlihat dalam keaktifan melaksanakan tugas dengan ditandai nilainya yang bertambah sehingga bisa mencapai di atas rata-rata.
b. Siswa pun sudah kelihatan lebih senang dalam belajar matematika dan terbiasa berdiskusi untuk memecahkan masalah, namun masih perlu dipertahankan dengan prestasinya itu.
c. Siswa pun sudah tidak takut lagi untuk bertanya pada guru bila menemukan masalah yang sulit. d. Siswa sudah tidak takut lagi untuk
mengerjakan tugas di papan tulis.
2. Pembahasan
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif teknik Jigsaw dapat meningkatkan proses pembelajaran Matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2015/2016. Sebagai bukti untuk memperjelas keberhasilan PTK ini dapat kita lihat data dan grafik perbandingan antara proses pembelajaran sebelum tindakan
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 204
atau Pra tindak dan sesudah tindakan seperti dalam tabel berikut:
Tabel 6 Perbandingan Proses Pembelajaran Matematika pada Pra Tindak, siklus I, dan Siklus II
No. Pra Tindak siklus I siklus II
1. 58% 63% 81,25%
Dari data tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang sebagaimana di bawah ini :
Grafik Perbandingan Proses Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Jigsaw pada Siswa Kelas VI SDN
Babadan 1 pada Pra Tindak, siklus I, dan Siklus II
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif teknik Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2015/2016”
Sebagai bukti untuk memperjelas keberhasilan PTK ini dapat kita lihat data dan grafik perbandingan antara hasil pembelajaran sebelum tindakan atau Pra tindak dan sesudah tindakan seperti dalam tabel berikut:
Tabel 7 Perbandingan Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Selama Pra Tindak, Siklus I, Dan Siklus II
Nilai Pra Tindak siklus I siklus II
1. Rata-rata 65 71 80
2. Ketuntasan 62% 69% 92,31%
Dari data tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang sebagaimana di bawah ini : 0 20 40 60 80 100 Proses Pembelajaran Pra tindak Siklus I Siklus II
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 205
Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata dan Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Dalam Penerapan Pendekatan Kooperatif
Teknik Jigsaw Selama Pra Tindak, siklus I, dan Siklus II
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif Teknik Jigsaw dapat meningkatkan proses pembelajaran matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan antara Pra Tindak, siklus I, dan siklus II. Pada Pra Tindak baru mencapai 58%, Siklus I naik menjadi 63,00%, sedangkan pada Siklus II naik lagi menjadi 81,25%
2. Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif Teknik Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa Kelas VI SDN Babadan 1 Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya peningkatan perolehan nilai rata-rata siswa dan ketuntasan belajar siswa yang cukup signifikan bila dibandingkan antara Pra Tindak,
siklus I, dan siklus II. Nilai Rata-rata pada Pra Tindak adalah 65, Siklus I adalah 71, sedangkan Siklus II adalah 80. Sedangkan untuk ketuntasan belajar pada Pra Tindak 62%, Siklus I 69%, dan Siklus II 92,31%.
Saran
1. Bagi Siswa :
Diharapkan dengan permainan teknik Jigsaw, siswa mampu menemukan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
dan bisa meningkatkan
kreativitasnya. 2. Bagi guru :
Diharapkan dengan pendekatan kooperatif teknik jigsaw, akan menambah wawasan tentang model-model pembelajaran karena dengan adanya model-model pembelajaran yang luas, guru bisa memilih untuk
dapat menentukan teknik
pembelajaran yang tepat, bermutu, dan dapat memberikan hasil yang maksimal. 0 20 40 60 80 100 Rata-Rata Ketuntasan Belajar Pra Tindak Siklus I Siklus II
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 206
3. Bagi pihak sekolah:
Sebagai bahan masukan dan acuan serta bahan pertimbangan untuk memberikan pembinaan selanjutnya dalam rangka mengoptimalkan kegiatan pembelajaran yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anomious, “Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan”, 1987.
Anomious, “Interaksi Belajar Mengajar Jakarta Departemen Pndidikan Nasional Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan”, 2003.
Ibrahim R. Dr. M. A., “Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Universitas Terbuka Jakarta”, 1991.
Johnson DW & Johnson RT, “Cooperation and Competition Theory and Research Edima
MN Interaction Book
Company”, 1989.
Kramer Klas, “Ciri Pengajaran Matematika”, 1973.
Melvin L. Silberman, “Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif Bandung Nuansa dan Nusa Media”, 2004.
Muhibbin, Syach. 1995. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jakarta: Erlangga.
Nana, Sudjana. 1992. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Purwadarminta, 1989. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat bahasa.
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.
Sardiman A. M., “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Rajawali Pers Jakarta)”, 1987. TIM Mahir, “Belajar dan Bermain
Matematika untuk SD / MI
Kelas VI berdasarkan
Kurikulum 2004 cetakan Malang. Diterbitkan atas kerja sama Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dengan Penerbit Universitas Negeri Malang”, 2005