• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN

JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Oleh :

Bambang Priyo Utomo A34403054

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN

JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Bambang Priyo Utomo A34403054

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

BAMBANG PRIYO UTOMO. Fenologi Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan SAEFUDIN.

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari fenologi pembungaan dan pembuahan jarak pagar yang dilaksanakan di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan April-Agustus 2007. Tanaman yang digunakan adalah jarak pagar berusia +1 tahun dari provenan Lampung sebanyak 18 tanaman. Untuk pengamatan fenologi pembungaan dan pembuahan tiap tanaman diambil satu malai sebagai sampel sebanyak 18 malai. Sedangkan pengamatan viabilitas polen dilakukan dengan mengambil sampel polen tiap jam mulai 07.00-17.00 kemudian dikecambahkan pada larutan Brewbaker 5% dan diinkubasi pada suhu kamar.

Hasil percobaan menunjukkan perkembangan kuncup bunga memerlukan waktu 16-21 hari, diikuti dengan periode bunga mekar sekitar 14-21 hari. Dalam satu malai waktu mekar individu bunga jantan lebih awal (pagi) dari bunga betina atau bunga hermaprodit, sedangkan periode mekar bunga betina/hermaprodit lebih awal dari bunga jantan. Periode bunga jantan mekar mencapai 21 hari, sedangkan bunga betina dan hermaprodit mekar selama tujuh hari. Viabilitas polen sangat pendek, selama pukul 07.00-10.00 maksimum sekitar 30%. Rasio jumlah bunga betina/hermaprodit dengan bunga jantan sebesar 1:12 dan berkorelasi dengan jumlah buah yang dihasilkan tiap malai. Masa reseptif stigma jarak pagar selama bulan April-Juni terjadi antara pukul 08.00-10.00, ditandai oleh mekarnya mahkota secara penuh, pada permukaan stigma terdapat tonjolan, produksi nektar pada dasar bunga relatif banyak. Bunga jantan bertahan hanya satu hari, sedang bunga betina/hermaprodit yang tidak mengalami penyerbukan bertahan hingga dua hari setelah antesis.

Untuk menentukan masak fisiologis, percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor, yaitu tingkat kemasakan dengan lima taraf perlakuan: K1: Tingkat kemasakan 37 Hari Setelah Antesis (HSA), K2: 42 HSA, K3: 47 HSA, K4: 52 HSA, K5: 57 HSA. Tiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Benih mencapai masak fisiologis 52-57 HSA, pada saat buah berwarna kuning DB (88%), PTM (90%) dan KCT (7,07 %KN/etmal) maksimum dan kadar air sudah mulai turun, yang

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : FENOLOGI PEMBUNGAAN

DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Nama : Bambang Priyo Utomo NRP : A34403054

Program Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc Ir Saefudin NIP. 131 842 407 NIP. 080 079 021

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 142 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 4 Maret 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Suroyo dan Ibu Sri Natun.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Sutojayan 1, kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1 Sutojayan, Blitar. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 1 Talun pada tahun 2003.

Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi internal maupun eksternal kampus. Tahun 2004/2005 penulis menjabat sebagai Sekretaris Umum eL SIFA (Lembaga Studi Islam Fakultas Pertanian) IPB, tahun 2005/2006 penulis diamanahkan menjadi Ketua Umum eL SIFA IPB, pada tahun 2005/2006 sebagai Tim Da’wah Kampus BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa) IPB, dan pada saat penyelesaian tugas akhir penulis berstatus sebagai karyawan PT. Mitra Sae International.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Fenologi Pembungaan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Horikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir ini, diantaranya:

1. Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan bimbingannya.

2. Ir Saefudin sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan bimbingannya.

3. Dr Ir Endang Murniati, MS sebagai dosen penguji.

4. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama ini.

5. Ir Maman Herman, Ir Dibyo Pranowo, Ir Enny Randriani, Mbak Noya, Mbak Cici, Mbak Lila, Pak Andi dan segenap peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (BALITTRI) yang sangat banyak memberikan masukan kepada penulis.

6. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Mas Koko, Ami ”edeh” . Terima kasih atas dorongan, do’a dan kasih sayang yang telah diberikan.

7. Bapak Willy Bayuardhi S, SP. MSi, Mas Felix, Mas Syamsul, Mas Amir, Mas Aris, Mas Elvin, teman-teman pengurus eL SIFA, Ariev, Ali, Lanjar, Heru, Ichsan, Kang Yudi, Isa, Ade M, Yani, atas kerjasama dan keikhlasannya dalam menyerukan Islam di kampus tercinta.

8. Ade ”Neng” Sukma yang telah membantu dan menemani penulis selama penelitian di Pakuwon, ”tengkyu Neng, jasamu takkan kulupa”

(7)

9. Roni, Didik, Adit, Ginting, Ucup, Andari, I’in, Ria, Lia, Wince, Mildut, atas kebersamaannya selama ini dan semua rekan-rekan PS Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih ’40, I luv U all because Allah...

Akhirnya semoga penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan jarak pagar Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Semoga Allah memberikan berkah dan rahmatNya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Januari 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Percobaan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar ... 3

Fenologi Pembungaan ... 5

Penyerbukan ... 7

Kemasakan Buah ... 9

Perkecambahan ... 11

Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 14

Bahan dan Alat. ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Pengamatan ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Bunga ... 18

Fase Kuncup ... 19

Fase Mekar ... 20

Fase Rontok ... 23

Fase Pembentukan Buah ... 24

Viabilitas Polen ... 25

Masa Reseptif Stigma ... 26

Penentuan Masak Fisiologis ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Rekapitulasi Perkembangan Morfologi Bunga ... 18 2. Rasio Bunga Betina dan Hermaprodit dengan Bunga Jantan ... 22 3. Persentase Polen Berkecambah pada Berbagai Waktu Pengambilan

Sampel ... 25 4. Fenologi Individu Bunga Jarak Pagar ... 27 5. Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar pada Berbagai

Tingkat Kemasakan ... 29 Lampiran

1. Lay Out Percobaan... 38 2. Jumlah Bunga dan Buah Yang Terbentuk pada Malai Sampel... 38 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Benih Jarak Pagar...39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks

1. Perkembangan Bunga Jarak Pagar ... 19

2. Kuncup Bunga Jarak Pagar ... 20

3. Bunga Mekar Pertama ... 21

4. Bunga Jarak Pagar ... 21

5. Skema Malai Bunga Jarak Pagar ... 22

6. Pembentukan Buah pada 52 HSA ... 24

7. Polen Jarak Pagar ... 26

8. Serangga Penyerbuk Bunga Jarak Pagar ... 27

9. Buah Jarak Pagar pada Berbagai Tingkat Kemasakan ... 28

10. Warna Biji Jarak Pagar pada Berbagai Tingkat Kemasakan ... 29

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan energi semakin meningkat. Sampai saat ini kebutuhan tersebut dipenuhi sebagian besar dari energi fosil. Masalah ini semakin serius ketika cadangan minyak dunia baik yang sudah maupun yang belum dieksplorasi semakin menipis. Saat ini lebih dari sepuluh juta kiloliter setahun minyak tanah dikonsumsi masyarakat miskin yang daya belinya tak kunjung membaik. Penggunaan energi fosil terus menerus akan mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam yang ekstensif dan membahayakan kelestarian alam disamping persediaan yang semakin menipis. Oleh karena itu diperlukan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi yang tidak berasal dari fosil. Primadona baru di bidang sumber energi nabati sebagai alternatif dari minyak bumi adalah biofuel dari jarak pagar (Jatropha curcas). Tanaman jarak pagar relatif mudah untuk dibudidayakan. Bahkan tanaman ini dapat ditanam pada lahan kritis (Hariyadi, 2005). Penanaman jarak pagar di lahan kritis akan mengatasi problem lingkungan yang luas

Budidaya jarak pagar yang relatif mudah bukan berarti tidak ada kendala dalam proses produksi biji. Salah satu kendala yang dihadapi dalam produksi biji jarak pagar adalah persentase pembentukan bunga betina yang rendah dalam satu rangkaian bunga. Hasil observasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, pada awal bulan April 2006 terhadap provenan tanaman jarak pagar yang berumur kurang lebih 3 bulan menunjukkan bahwa persentase bunga betina per rangkaian bunga sangat rendah, rata-rata hanya ditemukan 1 bunga betina diantara lebih dari 10 bunga jantan. Hal ini dapat disebabkan karena faktor genetik yaitu potensi pembentukan bunga betina yang memang rendah tetapi dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu curah hujan terlalu tinggi, intensitas cahaya terlalu tinggi, faktor fisiologis, umur tanaman yang kurang optimal, dan lain sebagainya. Jarak pagar yang berproduksi tinggi memiliki ciri diantaranya telah berumur lebih dari lima tahun yang pertumbuhannya seragam dalam suatu ekosistem, pertanaman bebas dari serangan hama dan penyakit, produktivitas biji kering lebih dari 2 kg/tanaman, atau lebih

(12)

dari 5 ton/ha (Mahmud, 2006a). Disamping jumlah sedikit, bunga relatif mudah gugur bila tanaman mendapat goyangan, terutama dari tandan pertama dan kedua. Keadaan ini diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi benih jarak pagar (Hartati, 2006). Perbaikan pohon dapat dilakukan dengan melakukan persilangan-persilangan untuk mendapatkan varietas atau klon baru yang memiliki potensi produksi lebih tinggi.

Sampai saat ini penelitian yang berkaitan dengan biologi reproduksi tanaman jarak pagar sangat minim, mulai fenologi pembungaan, pembentukan buah dan biji serta pemasakan biji. Masa reseptif stigma menentukan waktu penyerbukan yang mempengaruhi keberhasilan persilangan. Disamping itu perlu diketahui waktu yang tepat untuk penyerbukan baik menyangkut reseptivitas stigma maupun periode viabilitas polen. Informasi tersebut sangat diperlukan baik untuk perbaikan tanaman maupun dalam produksi benih.

Tujuan Penelitian

Penelitian fenologi ini bertujuan mempelajari perkembangan bunga dalam kaitannya dengan masa reseptif stigma dan viabilitas polen; dan perkembangan buah dalam kaitannya dengan penentuan masak fisiologis.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar

Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Jatropha curcas), karena biji jarak pagar memiliki kadar minyak antara 28-30% (Hartono dan Wanita, 2007).

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) telah lama dikenal oleh bangsa Indonesia, yaitu semenjak diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 1942. Nama jarak pagar di masing-masing daerah berbeda sebutannya. Di daerah Jawa Barat disebut jarak kosta, jarak budeg, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut jarak gundul, jarak pager, di daerah Madura disebut kalekhe paghar, di Bali disebut jarak pager, di daerah Nusa Tenggara disebut lulu mau, paku kase, jarak pageh, di Alor disebut kuman nema, di daerah Sulawesi disebut jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene, dan di deaerah Maluku disebut ai huwa kamala, balacai, kadoto (Hariyadi, 2005).

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) termasuk tanaman dikotil dari ordo Euphorbiales famili Euphorbiaceae. Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman 1–7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah. Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5–7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4-15 cm. Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun.

Malai buah jarak pagar terdapat pada cabang terminal. Pada tanaman yang terawat malai buah pada cabang terminal berjumlah 3-4 tandan, terdiri dari malai dengan buah yang sudah mulai kuning, buah yang masih hijau tapi besarnya sudah sempurna, buah masih hijau dengan ukuran buah masih kecil. Waktu yang diperlukan oleh bunga untuk menjadi buah lebih kurang 3 bulan. Jumlah bunga

(14)

betina jarak pagar dapat mencapai 40-50 per pohon, namun persentase yang menjadi buah sangat rendah hanya mencapai 10% saja (Mahmud, 2006a).

Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai jenis lahan dengan drainase baik. Namun untuk mendapatkan hasil produksi optimal memerlukan syarat tumbuh tertentu seperti ketinggian tanam 500 m dpl, curah hujan kurang dari 1000 mm/tahun, suhu lebih dari 20 0C , tanah berpasir, pH 5,5-6,5. Menurut Mahmud (2006a) sampai saat ini belum ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jarak pagar dapat tumbuh di lahan gambut. Berdasarkan karakter jarak pagar yang tidak tahan genangan, maka untuk saat ini sebaiknya jarak pagar tidak ditanam di lahan gambut, kecuali jika sudah ditemukan varietas yang tahan genangan.

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn) dikenal sebagai tanaman yang beracun dan mempunyai sifat-sifat sebagai insektsida. Tetapi dari hasil penelitian beberapa hama dan penyakit telah menyerang tanaman ini dan menimbulkan kerugian ekonomis pada perkebunan jarak pagar. Salah satu serangga yang merupakan hama yang umum ditemukan oleh peneliti Puslitbang Perkebunan pada pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah kepik lembing (Chrysochoris javanus West) termasuk ordo Hemiptera, famili Pentatomidae, genus Chrysochoris. Kepik lembing memiliki ciri-ciri panjang badan sekitar 20 mm, antena beruas tiga dan lebih panjang dari kepala, mempunyai bentuk perisai yang khas, skutellum berkembang dengan baik. Tubuhnya berwarna jingga kemerahan dan terdapat garis-garis hitam yang jelas, dan mengalami metamorfosa sederhana yaitu telur-nimfa-serangga dewasa, dengan siklus hidup berkisar 60-80 hari.

C javanus menyerang jarak pagar pada saat pembungaan, menjelang pembentukan buah dan menghisap buah sehingga menimbulkan kerusakan buah yang sedang berkembang. Pada pertanaman jarak pagar ditemukan dua jenis parasit telur yaitu Anastatus sp dan Epiterobia sp (Rumini, 2006).

Jarak pagar dapat diperbanyak secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan stek batang maupun stek pucuk. Penggunaan stek cabang sebagai bahan tanaman perlu memperhatikan diameter batang, umur batang yang dicirikan dengan batang berkayu dan batang belum berkayu, serta panjang stek. Stek cabang yang cukup baik pertumbuhannya adalah stek yang batangnya memiliki diameter 2 cm, batang berkayu dan telah

(15)

berwarna hijau keabu-abuan. Sedangkan panjang stek menentukan efisiensi pemakaiannya. Stek panjang memerlukan bahan yang lebih banyak dari pada stek pendek. Sedangkan yang terlalu pendek sulit untuk tumbuh. Menurut Saefudin dan Tresniawati (2007) tidak terdapat interaksi yang nyata antara panjang stek dengan diameter stek. Panjang stek 35 cm dengan diameter 25 cm menghasilkan pertumbuhan bibit yang paling baik.

Hasil penelitian di India menunjukkan jumlah ideal cabang tanaman jarak pagar per pohon sebanyak 40 cabang, dengan jumlah buah 10-15 buah per tandan (Mahmud, 2006a). Jika jumlah cabang melebihi 40 per pohon, maka akan mengurangi jumlah dan ukuran buah per tandan, sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan. Bila setiap hektar terdiri atas 2.500 tanaman jarak pagar unggul yang sudah dewasa (umur 4 tahun setelah tanam) dengan memenuhi syarat tumbuh (tanah dan iklim) dan pemeliharaan yang optimal, maka setiap pohon jarak pagar memiliki 40 cabang, setiap cabang memiliki 3 tandan buah per tahun, setiap tandan menghasilkan 10-15 buah, dengan jumlah biji per buah sebanyak 3 butir, maka jumlah biji yang dihasilkan dalam satu hektar selama satu tahun mencapai 9.000.000-13.500.000 biji. Jika 1 kg terdiri dari 2.000 biji kering, maka produksi jarak pagar per hektar per tahun adalah 4,5-6,75 ton. Produktivitas jarak pagar di Indonesia sedang diteliti dan diperkirakan produktivitasnya mencapai 5 ton biji kering/ha/tahun (Mahmud, 2006b).

Fenologi Pembungaan

Mahmud (2006a) menyatakan bahwa infloresensia terdiri atas 100 bunga atau lebih, dengan persentase bunga betina 5-100% per infloresensia dan sisanya adalah bunga jantan. Bunga betina membuka 1-2 hari lebih dahulu dari bunga jantan dengan jangka pembungaan 10-15 hari per infloresensia.

Hasil penelitian Raju dan Ezradanam di India (1992) menunjukkan bahwa rata-rata perbandingan bunga jantan dan betina adalah 29:1 dan bunga betina jarak pagar memasuki masa reseptif ketika telah mekar sempurna. Stigma jarak pagar memiliki masa reseptif tiga hari. Semua bunga dalam infloresensia mekar dalam 11 hari, dengan bunga jantan yang terlebih dahulu mekar dan bunga akan mekar harian hingga semua kuncup mekar dan akhirnya rontok. Biasanya bunga yang

(16)

tidak terserbuki akan rontok dalam empat hari. Ketika bunga mekar maka di dasar bunga akan muncul nektar yang mengundang serangga. Beberapa jenis serangga yang sering hinggap pada bunga jarak pagar adalah semut, kupu, ngengat, kumbang. Menurut Mahmud (2006a) hasil observasi di Kebun Induk Jarak Pagar Muktiharjo, Pati, Jawa tengah, pada jarak pagar umur dua bulan yang telah berbunga penuh selain lalat, ditemukan pula lebah sebagai serangga penyerbuk.

Informasi yang didapat dari kebun jarak pagar di Majalengka, Jawa Barat, menyebutkan bahwa pemeliharaan lebah sebagai serangga penyerbuk di kebun dapat meningkatkan jumlah buah per tandan (Mahmud, 2006a). Semut, kupu, ngengat, dan kumbang hinggap di bunga jantan maupun betina. Pengetahuan mengenai masa reseptif stigma jarak pagar merupakan informasi penting, salah satunya untuk program pemuliaan jarak pagar.

Bunga lengkap memiliki empat bagian yaitu kelopak (calyx), mahkota (corolla), benang sari (stamen), pistil (pistillum). Apabila bunga tidak memiliki salah satu dari empat bagian bunga tersebut dinamakan bunga tidak lengkap. Bunga jarak pagar, khususnya yang hermaprodit termasuk bunga lengkap. Menurut Raju dan Ezradanam (1992) bunga jantan jarak pagar memiliki kelopak dan mahkota bunga masing-masing berjumlah lima helai, saling bebas satu dengan yang lain, stamen berjumlah 10, anthera berwarna kuning, dengan theca berjumlah dua dan berbentuk seperti cawan. Sedangkan bunga betina hampir mirip dengan bunga jantan, namun memiliki ukuran yang relatif besar, dengan kelopak dan mahkota bunga yang lebih lebar. Stilus dan stigma pada bunga betina berjumlah tiga. Terdapat bakal buah (ovari) yang tersusun atas tiga karpel, dengan satu lokul yang menghasilkan satu ovul. Menurut Hasnam (2006) bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan. Lama pembungaan infloresensia 10-15 hari. Puncak pembungaan di Thailand terjadi dua kali, masing-masing di akhir dan awal musim hujan (Nopember dan April).

Bunga jarak pagar tersususun secara majemuk (infloresensia). Bentuk infloresensia bermacam-macam, tergantung dari cara bercabang tangkai utamanya (Darjanto dan Satifah, 1990). Menururt Heller (1996) infloresensia pada jarak pagar terbentuk pada cabang terminal. Infloresensia pada jarak pagar tergolong cyme. Sedangkan menurut Raju dan Ezradanam (1992) tanaman jarak pagar

(17)

menghasilkan infloresensia dengan tipe dichasial cyme. Cyme/inflorescence cymosa memiliki tanda antara lain pada ujung tangkai utama terdapat sebuah kuncup bunga, bunga pada ujung tangkai utama akan mekar lebih dahulu, tangkai utama biasanya lebih pendek dari anak tangkai, tangkai utama hanya membentuk anak tangkai dengan jumlah sedikit dan cara anak tangkai bercabang tidak berbeda dari tangkai utama (Darjanto dan Satifah, 1990). Menurut Hasnam (2006) jika kondisi pertanaman baik, biasanya dari satu cabang akan tumbuh 3-4 inflorescence. Masa pembungaan inflorescence 10-15 hari. Raju dan Ezradanam (1992) menyatakan bahwa jarak pagar (Jatropha curcas L) adalah monosius, menghasilkan bunga dalam bentuk infloresensia, umumnya dihasilkan bunga betina di tengah rangkaian yang dikelilingi oleh bunga jantan dan dijumpai 2-5 bunga betina dan 25-93 bunga jantan dalam satu infloresensia, tetapi pernah juga ditemui bunga hermaprodit. Hasil observasi di KIJP Pakuwon, Sukabumi, pada jarak pagar yang berumur kurang dari satu tahun menunjukkan bahwa jumlah bunga betina per malai sangat rendah, rata-rata ditemukan 1-3 bunga betina (Hartati, 2006).

Penyerbukan

Menururt Salisbury dan Ross (1987) perkembangan (morfogenesis) adalah pertumbuhan serta diferensiasi sel menjadi jaringan organ dan organisme. Salah satu contoh morfogenesis tumbuhan adalah perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif (generatif). Fase generatif terjadi mulai dari terjadinya bunga hingga menjadi buah dan buah mencapai masak. Terjadinya pembuahan diawali dengan proses penyerbukan. Pengetahuan yang baik tentang teknik penyerbukan wajib dimiliki seseorang apabila ingin melakukan penyerbukan secara terkendali. Penyerbukan bunga baik dilakukan ketika cuaca cerah dan udara yang agak lembab merupakan kondisi yang baik untuk penyerbukan, sedangkan untuk menjaga keadaan bunga agar tidak layu maka keadaan iklim yang dingin sangat dibutuhkan (Darjanto dan Satifah, 1990). Penyerbukan meliputi pengangkutan serbuk sari dari benang sari ke putik dan jatuhnya butir-butir serbuk sari di atas kepala putik (stigma). Jatuhnya serbuk sari di atas kepala putik dapat disebabkan beberapa sebab antara lain posisi kepala putik di bawah kepala sari, kepala putik

(18)

menempel pada kepala sari, serbuk sari tertiup oleh angin atau terbawa oleh serangga dan akhirnya jatuh di atas kepala putik. Penyerbukan pada jarak pagar dibantu oleh serangga. Menurut Dehgan dan Webster dalam Heller (1996) penyerbukan jarak pagar dibantu serangga karena bunganya rasanya manis, mengeluarkan bau di malam hari, bunganya berwarna hijau keputihan, menghasilkan nektar dan nektarnya dapat terlihat dengan jelas. Hasil penelitian di India menunjukkan bahwa pada bunga jantan jarak pagar lebah berkontribusi 34%, semut 61% dan lalat 5% dari total kedatangannya. Pada bunga betina lebah berkontribusi 28%, semut 71% dan lalat 2% dari total kedatangannya. Lebah dan ngengat mengoleksi polen dan nektar dari sejumlah bunga jantan yang dikunjungi. Sedangkan semut dan ngengat hanya mengoleksi nektar saja, baik dari bunga jantan maupun bunga betina (Raju dan Ezradanam, 1992).

Antesis adalah suatu periode dimana suatu bunga telah mekar secara penuh dan berfungsi secara sempurna (Adikarsih dan Hartono, 2007). Mekarnya kuncup-kuncup bunga merupakan suatu tanda bahwa stigma telah reseptif, selain tanda yang lain misalnya adanya sekresi dari kelenjar di dasar bunga yang biasanya berbau harum. Kepala putik yang telah masak biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula dan zat-zat lain yang diperlukan untuk perkecambahan serbuk sari. Serbuk sari yang berkecambah di atas kepala putik akan tumbuh memanjang ke bawah dan masuk ke dalam saluran tangkai putik menuju ruang bakal buah (Darjanto dan Satifah, 1990). Hasil observasi di Senegal diperoleh hasil bahwa dalam satu infloresensia bunga jantan lebih dahulu mekar daripada bunga betina, sehingga metode penyerbukan yang terjadi dalam kondisi ini adalah penyerbukan silang. Akan tetapi pada bunga hermaprodit dapat terjadi penyerbukan sendiri (Heller, 1996). Menurut Munch dalam Heller (1996) setelah penyerbukan pada bunga betina jarak pagar terjadi maka terbentuk tiga lokul. Jika serbuk sari jatuh di atas stigma, maka dalam keadaan normal polen akan menyerap cairan yang dihasilkan stigma, kemudian akan mengembung dan berkecambah (Darjanto dan Satifah, 1990). Bila penyerbukan tidak berhasil, maka bunga betina jarak pagar akan rontok/gugur dalam empat hari (Raju dan Ezradanam, 1992). Pada tanaman karet bila penyerbukan tidak berhasil bunga

(19)

betina akan layu dan gugur setelah dua minggu. Jika berhasil putik akan membesar menjadi buah.

Untuk perkecambahan serbuk sari, pada umumnya diperlukan suhu ruang, yakni berkisar antara 150-350C (suhu ruang). Pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi banyak penguapan air dan polen yang akan mengering Sedangkan jika polen diletakkan pada suhu yang rendah maka polen tersebut tidak akan dapat berkecambah. Pada umumnya suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan polen tube berkisar pada 250C (Darjanto dan Satifah, 1990).

Kemasakan Buah

Menurut Widodo (1989) pembentukan buah terdiri atas dua periode yaitu inisiasi buah dan perkembangan buah. Inisiasi buah adalah periode pembentukan buah sejak penyerbukan sampai terbentuk buah muda yang terdiri dari tiga tahap yaitu penyerbukan, pembuahan dan perkembangan bakal buah. Setelah pembuahan menjadi buah muda. Perkembangan buah meliputi pemasakan yaitu pertumbuhan buah muda hasil inisiasi buah sampai mencapai ukuran terakhir dari pematangan buah yaitu perkembangan yang berupa reaksi biokimia dalam buah masak sampai mencapai tingkat paling baik untuk dikonsumsi. Setelah terjadi penyerbukan, apabila benang sari dan putik kompatibel, maka akan terjadi pembuahan. Bakal buah, seiring dengan adanya proses metabolisme berkembang menjadi buah. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih adalah proses perkembangan dan pemasakan biji. Berdasarkan hasil pengamatan di Kebun Percobaan. Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, pembungaan dan pembuahan jarak pagar dimulai dengan pembentukan primordia bunga yang selanjutnya tumbuh menjadi tandan bunga. Tandan bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dimana jumlah bunga jantan biasanya lebih banyak dari bunga betina. Dalam satu tandan, bunga jantan dan betina jarak pagar tidak mekar secara bersamaan, melainkan bertahap dengan pola yang tidak tentu. Bunga yang mekar pertama kali bisa bunga jantan maupun bunga betina. Selanjutnya bunga jantan yang telah mekar akan segera gugur walaupun bunga di dalam tandan belum mekar semua. Sehingga ketika buah terbentuk, masih ada bunga jantan atau bunga

(20)

betina yang baru mekar. Hal ini yang menyebabkan terjadinya tingkat kemasakan yang berbeda-beda dalam satu tandan buah (Adikarsih dan Hartono, 2007).

Perubahan-perubahan yang terjadi selama pematangan buah antara lain pemasakan biji, perubahan warna, perontokan buah dari tanaman induk, perubahan laju respirasi, laju sintesis etilen, komposisi karbohidrat, kandungan asam organik dan protein, pelunakan (perubahan komposisi senyawa pektat), pembentukan aroma dan rasa, pengurangan zat astringen (getah) dan pembentukan lapisan lilin pada kulit (Wills et al., 1989). Pada tingkat kemasakan yang berbeda, ternyata buah jarak pagar memiliki perbedaan dalam hal kandungan minyaknya. Penelitian yang dilakukan oleh Hartono dan Wanita (2007) menunjukkan bahwa pengaruh tingkat kemasakan dan waktu panen buah jarak pagar dari masa antesis berpengaruh nyata terhadap kadar minyak biji jarak pagar (Crude Jatropha Oil). Berdasarkan warna kulitnya, biji jarak pagar memiliki kandungan minyak paling tinggi pada buah yang telah berwarna hitam, dengan kandungan minyak sebesar 23,68%, sedangkan terendah ditemui pada buah yang masih berwarna hijau dengan kadar minyak sebesar 10,93%. Berdasarkan umur buah setelah antesis, buah jarak pagar yang dipanen pada umur 50 hari setelah antesis memiliki kandungan minyak tertinggi sebesar 26,91% dan terendah ditemui ketika buah dipanen saat umur 35 hari setelah antesis dengan kadar minyak sebesar 15,19%.

Tingkat kemasakan buah jarak pagar juga berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkannya. Menurut Adikarsih dan Hartono (2007) benih jarak pagar dengan mutu terbaik diperoleh ketika buah dipanen saat berwarna kuning atau dipanen setelah buah berumur 50 hari setelah antesis. Benih jarak pagar yang dipanen saat buahnya berwarna kuning menghasilkan benih yang memiliki vigor dan viabilitas terbaik. Warna kuning pada kulit buah jarak pagar dapat digunakan sebagai standar untuk melakukan panen. Cara yang paling efektif untuk melakukan panen adalah dengan panen individu pada buah jarak yang telah berwarna kuning.

Pada fase pertumbuhan biji kadar air dan berat basah meningkat pesat karena terjadi histodiferensiasi, sampai biji mencapai matang morfologi. Sebaliknya berat kering biji meningkat pesat pada saat fase penghimpunan

(21)

makanan, sedangkan penambahan berat basah dan kadar air biji mulai melambat. Pada fase pemasakan umumnya kadar air mulai berkurang, demikian juga berat basah. Akan tetapi berat kering terus bertambah sampai masak fisiologi tercapai dimana berat kering mencapai maksimum (Kermode, 1990). Hasil penelitian di Kebun Percobaan Asembagus menunjukkan bahwa buah jarak pagar mencapai masak fisiologis saat kulit buahnya berwarna kuning atau pada saat buah mencapai umur 50 hari setelah antesis (Adikarsih dan Hartono, 2007). Hal ini dibuktikan bahwa saat buah berwarna kuning atau telah mencapai umur 50 hari setelah antesis, kadar air benih berada pada titik terendah, dan daya berkecambah benihnya maksimum, yakni mencapai 86%.

Untuk keperluan produksi benih, diharuskan benih yang akan dipetik sudah mencapai masak fisiologi. Delouche (1983) menyatakan bahwa berat kering dan viabilitas benih akan mencapai titik maksimum ketika benih memasuki masak fisiologis dan pada keadaan masak fisiologis ini benih memiliki vigor maksimum. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) dipanen untuk dua tujuan yaitu sebagai benih atau diambil minyaknya. Baik yang akan dipergunakan untuk keperluan benih maupun minyaknya harus benar-benar memperhatikan waktu panen yang tepat. Penentuan kemasakan dapat didasarkan pada warna buah, kekerasan buah, rontoknya buah atau biji, pecahnya buah, dan sebagainya. Menurut Sadjad (1983) tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan waktu yang tepat untuk pemanenan (masak fisiologis) adalah benih memiliki daya berkecambah maksimum, kadar air benih minimum, berat kering benih maksimum.

Perkecambahan

Benih yang belum masak memiliki kemampuan untuk berkecambah, tetapi vigornya rendah dan bibit yang dihasilkan lebih pendek dan lemah. Dibandingkan bibit yang dihasilkan dari benih yang dipanen pada saat masak fisiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vigor benih maksimum didapat dari benih yang dipanen saat bobot kering maksimum, atau masak fisiologis (Delouche, 1983). Jika pemanenan dilakukan pada benih yang terlalu masak, maka benih sebagian akan hilang akibat rontok atau dimakan serangga. Selain itu benih akan cepat

(22)

mundur viabilitasnya akibat deraan cuaca lapang dan vigor awalnya juga rendah (Copeland, 1976). Daya berkecambah merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lapang yang optimum. Biji yang diperoleh dari panen harus dipilah untuk dijadikan benih. Pemilahan dapat dilakukan dengan merendam biji ke dalam air selama 12 jam, sekaligus untuk mempercepat perkecambahan. Benih jarak pagar adalah benih berlemak. Benih jarak pagar akan berkecambah antara 7-10 hari setelah semai, dengan tipe perkecambahan epigeal (Mahmud dkk, 2006).

Benih yang vigor tentu saja akan menjadi lebih cepat dalam proses reaktivasinya apabila kondisi untuk tumbuh optimum dan tidak ada proses yang menghambat metabolisme. Kecepatan tumbuh adalah salah satu tolok ukur vigor benih. Kecepatan tumbuh adalah total pertumbuhan kecambah normal sehari-hari atas dasar jumlah benih yang ditanam selama waktu perkecambahan. Benih yang vigor diamati atas dasar berapa persen yang tumbuh lebih tinggi dari ukuran tinggi tertentu dalam waktu yang ditentukan (Sadjad, dkk, 1999). Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama dari perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel, meningkatnya aktivitas enzim-enzim serta meningkatnya respirasi benih. Pada tahap ketiga terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi senyawa lebih sederhana sehingga dapat ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan untuk menghasilkan energi dan komponen pertumbuhan sel baru. Tahap kelima adalah tahap perkecambahan benih. Ketika perkecambahan berlangsung banyak hal yang mempengaruhinya.

Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon

Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Parungkuda, Sukabumi, Jawa Barat, berada pada ketinggian tempat + 450 m di atas permukaan laut. Kebun benih di bangun oleh Puslitbang Perkebunan di Pakuwon seluas 30 ha menggunakan stek hasil seleksi klon-klon lokal unggul dari 5 provinsi yaitu

(23)

Lampung, Banten, Jawa Barat, Sumatra Barat, dan Jawa Tengah dengan jumlah aksesi sebanyak 68 asal setek dan 21 asal benih dengan proyeksi produksi sebanyak 9.000 kg benih pada tahun 2006 (Pranowo, dkk., 2006). Tanah daerah Kebun Induk termasuk jenis tanah Latosol.

Menurut Pranowo, dkk (2006) sifat fisik tanah Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon secara umum bertekstur liat dan tergolong liat sangat halus. Kadar liat 76.5 %, debu 13.5 %, dan pasir 9.99 %. Sedangkan sifat kimia tanah menunjukkan tingkat kemasaman tanah (pH) umumnya tinggi (pH nya rendah), rata-rata 4.17 (pH KCl) dan 5.21 (pH H2O). Tingginya kemasaman tanah ini diikuti oleh tingkat kejenuhan Al yang tinggi (10–73 me/100). Nilai KTK tanah berkisar antara 6,91 me/100g (rendah) sampai 25,63 me/100g (tinggi) lebih disebabkan oleh keadaan kemasaman tanah dengan tingkat kejenuhan Al yang tinggi. Nilai KTK demikian menunjukkan bahwa daerah Kebun Induk didominasi oleh golongan kaolinit (tipe 1 : 1).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Parung Kuda, Sukabumi, Jawa Barat, berada pada ketinggian + 450 meter di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol dan tipe iklim B1. Penelitian dilaksanakan mulai April sampai dengan Agustus 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan selama penelitian ini meliputi pohon jarak pagar dari peovenan Lampung sebanyak 18 pohon, alkohol, media pengecambahan polen berupa larutan Brewbaker 5% dengan komposisi larutan stok sebagai berikut: H3BO3 100 mg, Ca (NO3)2 300 mg, MgSO4 200 mg, KNO3 100 mg

dilarutkan dalam 100 ml. Media pengecambahan polen dibuat dari 10 ml larutan stok ditambah 10 g sukrosa dan diencerkan dengan aquades hingga 100 ml. Tanah dan pupuk kandang diperlukan untuk mengecambahkan benih. Sedangkan alat yang akan digunakan selama penelitian adalah lup, pinset, mikroskop, kapas, bak pengecambahan, oven, timbangan, label plastik, kotak pendingin, cawan petri, plastik, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Untuk mengetahui morfologi bunga dan malai jarak pagar dilakukan pengamatan terhadap posisi dan letak bunga jantan dan bunga betina, perbandingan jumlah bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit serta dibuat sketsa yang menunjukkan pola persebaran bunga dalam satu malai. Viabilitas polen diamati dengan mengecambahkan polen bunga jantan dalam larutan Brewbaker 5%. Polen diambil setiap jam dari pukul 07.00 sampai 17.00. Pengamatan perkecambahan polen dilakukan dua jam setelah pengecambahan.

Masa reseptif stigma ditentukan berdasarkan perubahan yang terjadi di permukaan stigma (munculnya tonjolan atau papila) dan munculnya sekresi. Disamping itu diamati juga munculnya nektar di dasar bunga dan aroma dengan cara sebagai berikut:

(25)

1. Pengamatan munculnya sekresi pada permukaan stigma, aroma bunga saat mekar, dan nektar yang keluar dari dasar bunga pada jam 07.00-17.00 dengan interval pengamatan satu jam.

2. Pengamatan dilakukan pada satu malai bunga/pohon, sebanyak 18 pohon. 3. Dari pengamatan tersebut ditentukan waktu penyerbukan yang tepat. Disamping itu diamati pula keberadaan serangga yang membantu penyerbukan seperti: kupu-kupu, semut, lebah, kumbang.

Untuk mengetahui pengaruh tingkat kemasakan buah jarak pagar terhadap viabilitas benih jarak pagar dilakukan percobaan sebagai berikut:

1. Penyerbukan terkendali dilakukan pada saat stigma reseptif (pukul 08.00-10.00) dengan cara melekatkan polen ke kepala putik. Penyerbukan terkendali dilakukan pada 18 pohon, 1 malai per pohon, dengan menggunakan polen dari malai lain dalam satu pohon.

2. Penyerbukan dilakukan lima kali, dengan interval 5 hari dan dalam satu interval dilakukan 3 hari berturut-turut. Buah yang terbentuk dari penyerbukan terkendali dipanen pada umur 37, 42, 47, 52, dan 57 hari setelah antesis (HSA) secara serentak untuk diuji kadar air, berat kering, viabilitas dan vigor benih.

3. Pengecambahan dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis budidaya jarak pagar di KIJP Pakuwon, dengan menggunakan media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 dan jarak tanam antar benih 10 cm x 10 cm. Kecambah normal yang tumbuh dihitung sampai pada hari ke 14 setelah semai. Pengamatan I dan II masing-masing dilakukan pada hari ke 7 dan 14 setelah semai, sesuai standar ISTA untuk jarak kepyar (Ricinus communis). Kecambah normal jarak pagar ditandai dengan munculnya hipokotil yang memiliki ukuran minimal dua panjang benih. Penetapan kadar air, uji daya berkecambah, dan berat kering benih dilakukan untuk mengetahui viabilitas benih. Daya berkecambah diuji dengan menggunakan 25 butir benih dan empat ulangan untuk tiap kemasakan, dan untuk penetapan kadar air dan berat kering benih digunakan lima butir benih dengan empat ulangan, sehingga secara keseluruhan diperlukan 600 butir benih.

(26)

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor (Lampiran 1), yaitu tingkat kemasakan dengan lima taraf perlakuan, K1: Tingkat kemasakan 37 HSA, K2: 42 HSA, K3: 47 HSA, K4: 52 HSA, K5: 57 HSA. Tiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 20 satuan percobaan.

Analisis statistika yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok sebagai berikut:

Yij = μ + αi + βj + εij dimana:

Yij = respon pengamatan perlakuan tingkat kemasakan benih pada taraf ke-i kelompok ke-j

μ = rataan umum

αi = pengaruh tingkat kemasakan taraf ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = pengaruh galat percobaan tingkat kemasakan pada taraf ke-i ulangan ke-j

i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3, 4

Apabila hasil dari sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf α = 5%, maka uji statistik dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian

Fenologi pembungaan dipelajari dengan mengamati perubahan yang terjadi pada individu bunga dan malai, posisi dan jumlah bunga jantan dan betina per malai dan pola persebaran bunga dalam satu malai. Sekresi dan aroma yang muncul diamati setiap jam, dari pukul 07.00 sampai dengan 14.00 untuk mengetahui masa reseptif stigma. Disamping itu diamati perubahan bagian bunga yang lain, serta mengamati keberadaan serangga yang membantu penyerbukan.

Viabilitas polen diamati dengan mengecambahkan polen dalam larutan Brewbaker 5%. Polen diambil setiap jam dari pukul 07.00 sampai 17.00. Pengamatan dilakukan dua jam setelah pengecambahan. Penyerbukan terkendali dilakukan pada saat stigma reseptif dengan cara melekatkan polen ke kepala putik. Benih yang diperoleh dari buah yang terbentuk dari penyerbukan terkendali

(27)

dipanen pada umur 37, 42, 47, 52, dan 57 HSA untuk penetapan kadar air dan berat kering, serta uji viabilitas dan vigor benih.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan selama percobaan adalah sebagai berikut: a. Morfologi bunga

• Menghitung perbandingan jumlah bunga jantan dan bunga betina maupun bunga hermaprodit.

• Membuat sketsa yang menunjukkan pola persebaran bunga dalam satu malai.

• Mengamati perubahan struktur bunga selama masa pembungaan. b. Penentuan masa reseptif

Penentuan masa reseptif stigma dilakukan dengan mengamati: 1. Waktu munculnya kuncup bunga.

2. Waktu bunga mekar.

3. Waktu yang diperlukan dari kuncup bunga hingga bunga mekar. 4. Lama bunga mekar.

5. Waktu anther pecah.

6. Jumlah buah yang terbentuk.

7. Frekuensi munculnya bunga betina, jantan maupun hermaprodit dalam satu malai.

c. Pengamatan viabilitas polen

Pengujian viabilitas polen menggunakan uji pengecambahan polen. Polen dikecambahkan pada larutan Brewbaker 5%. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah polen yang berkecambah dengan menggunakan mikroskop.

d. Penentuan masak fisiologis

Pada lima tingkat kemasakan benih, dilakukan pengamatan terhadap: 1. Kadar air.

2. Berat kering.

3. Viabilitas (dengan tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum).

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Bunga

Bunga jarak pagar tersusun dalam malai yang berbentuk dikasium berganda, sebagaimana dinyatakan oleh Raju dan Ezradanam (1992). Bentuk malai seperti ini mempunyai ciri-ciri tiap bunga bertangkai, melekat pada tangkai malai, terbentuk pada ujung setiap tangkai utama, dan cabang malai bercabang lagi seperti tangkai utama bercabang (Darjanto dan Satifah, 1990). Malai terdiri dari malai utama yang umumnya memiliki ukuran lebih pendek dan dua cabang. Jumlah bunga pada malai utama selalu lebih sedikit dari cabang malai, karena malai utama tumbuhnya terbatas, sehingga kuncup yang muncul di malai ini tidak sebanyak di cabang malai. Secara umum perkembangan bunga jarak pagar dapat dikelompokkan menjadi empat fase (Tabel 1).

Tabel 1. Rekapitulasi Perkembangan Morfologi Bunga

Fase ke- Keterangan

1 Panjang kuncup 2-3 mm, berwarna hijau, dengan jumlah bervariasi, antara 1-7 dan terdapat daun disekitar kuncup bunga. Lama fase 2-6 hari (Gambar 1A).

2

Tangkai sepanjang 0,3-0,5cm, kelopak bunga mulai terlihat, mahkota masih menutup, panjang kuncup 5-7 mm, warna kuncup hijau, mendekati mekar berubah warna menjadi hijau kekuningan. Jumlah mencapai >190 kuncup/malai. Kuncup bunga jantan dan betina sudah dapat dibedakan. Lama fase 14-15 hari (Gambar 1B). 3 Bunga mekar, organ bunga seperti sepal, petal, stamen dan pistil

terlihat jelas, diameter bunga 0,5-1 cm, warna hijau kekuningan, daun di sekitar bunga tidak ada, jumlah bunga (jantan dan betina) bervariasi antara 45-155/malai. Lama fase 14-21 hari (Gambar 1C). 4 Semua organ bunga jantan rontok, sedangkan pada bunga betina

dan hermaprodit hanya mahkotanya yang rontok. Ovarium pada bunga betina dan hermaprodit mulai membesar dan akan berkembang menjadi buah. Lama fase 7-8 hari (Gambar 1D).

(29)

Gambar 1. Perkembangan Bunga Jarak Pagar: A: Fase 1, B: Fase 2, C: Fase 3, D: Fase 4.

Fase kuncup

Fase awal pembungaan dimulai dengan pembentukan kuncup pada ujung tunas terminal, kuncup bunga meruncing dengan dikelilingi banyak daun kecil berjumlah antara 3-10 helai (Gambar 2A), pada bagian bawah masing-masing kuncup bunga sudah terbentuk tangkai. Jumlah kuncup bervariasi sekitar 1-7. Fase ini berlangsung selama 2-6 hari. Kuncup bunga membesar dan lebih bulat pada 3-7 hari setelah muncul (Gambar 2B). Penambahan jumlah kuncup terjadi dengan cepat disertai terbentuknya cabang-cabang malai. Jumlah kuncup yang terbentuk dalam satu malai bervariasi antara 50-190 kuncup, bahkan lebih. Daun kecil yang terlihat saat awal munculnya kuncup berangsur angsur mulai berubah menjadi kelopak. Kuncup yang berada di tengah malai dan atau di tengah cabang utama malai ukurannya relatif lebih besar dibandingkan dengan kuncup yang terbentuk di sekitarnya, diduga karena kuncup ini terbentuk lebih dahulu dan terletak pada cabang utama (Gambar 2C).

Berdasarkan ukurannya pada akhir fase kuncup sudah dapat diidentifikasi sebagai bunga jantan atau betina. Umumnya kuncup bunga betina atau hermaprodit berkembang lebih dulu daripada kuncup bunga jantan, dengan

A

D B

(30)

ukuran lebih besar dari kuncup bunga jantan. Sedangkan kuncup bunga hermaprodit lebih besar dibandingkan kuncup bunga betina. Mendekati saat mekar, kuncup memiliki ukuran maksimum dan warnanya mulai menampakkan perubahan dari hijau menjadi hijau kekuningan. Kuncup bunga betina atau hermaprodit yang akan mekar didahului dengan ujung stigma menembus mahkota yang masih menutup. Lama fase kuncup berkisar antara 16-21 hari setelah muncul.

Gambar 2. Kuncup Bunga Jarak Pagar: A. Saat muncul B. 3 hari setelah muncul C. 14 hari setelah muncul.

Fase Mekar

Malai jarak pagar terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (monosius), atau bunga hermaprodit (andromonosius). Memasuki fase mekar, umumnya kuncup bunga yang berada di ujung malai utama mekar lebih dahulu dibandingkan kuncup yang lain (Gambar 3). Perbedaan waktu mekar bunga jarak pagar dalam satu malai diduga disebabkan perbedaan fase perkembangan, kuncup yang terbentuk lebih dahulu akan mekar lebih dahulu. Menurut Hasnam (2006) bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan.

Bunga jarak pagar memiliki lima sepal dan lima petal yang berwarna hijau kekuningan, bunga berbentuk seperti cawan dan memiliki tangkai.

B

(31)

Gambar 3. Bunga Mekar Pertama.

Komposisi yang sering terjadi dalam satu malai adalah bunga jantan dengan bunga betina atau bunga jantan dengan hermaprodit. Antera pada bunga jantan jumlahnya berbeda-beda, berkisar antara 2-10, berwarna kuning atau merah (Gambar 4A). Anter yang berwarna kuning menghasilkan serbuk sari, sedangkan yang merah steril. Stigma bunga betina dan hermaprodit berwarna hijau, berjumlah tiga, dengan masing-masing pada ujungnya bercabang dua, tetapi stilus menyatu (Gambar 4B). Pada bunga hermaprodit posisi kepala putik terhadap kepala sari bervariasi, lebih tinggi, sama, atau kadang-kadang lebih rendah (Gambar 4C). Bunga betina umumnya terletak di bagian ujung tengah tangkai, baik malai utama maupun cabang malai (Gambar 5).

Gambar 4. Bunga Jarak Pagar: A: Bunga Jantan B: Bunga Betina C: Bunga Hermaprodit.

(32)

4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 2 2 1 :Bunga jantan : Bunga betina/hermaprodit Keterangan: 3

Gambar 5. Skema Malai Bunga Jarak Pagar: 1: mekar ke-1, 2: mekar ke-2, 3: mekar ke-3 4: mekar ke-4.

Lama fase berbunga dalam 1 malai adalah 14-21 hari. Menurut Hasnam (2006) lama pembungaan infloresensia jarak pagar adalah 10-15 hari. Pada jarak pagar jumlah bunga betina dan hermaprodit dalam satu malai sangat sedikit. Rata-rata rasio jumlah bunga betina/hermaprodit dengan bunga jantan pada 18 malai sampel sebesar 1:12 (Tabel 2).

Tabel 2. Rasio Bunga Betina dan Hermaprodit dengan Bunga Jantan

Rasio ♀:♂ Frekuensi (∑ Malai) 0.01 - 0.10 13

0.11 – 0.20 4 0.21 – 0.30 0 0.31 - 0.40 1

Rasio bunga betina/hermaprodit terhadap bunga jantan berkorelasi terhadap jumlah buah yang dihasilkan, dengan nilai korelasi sebesar 0.617, artinya semakin tinggi rasio bunga betina/hermaprodit terhadap bunga jantan semakin tinggi jumlah buah yang dihasilkan. Jumlah bunga betina dan hermaprodit yang sedikit inilah yang sampai saat ini menjadi salah satu kendala peningkatan

(33)

produksi biji jarak pagar baik untuk benih maupun untuk produksi minyak. Menurut Hartati (2006) perbedaan jumlah bunga jantan dan betina dalam malai dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya karena kekurangan unsur hara pembentuk bunga. Selain itu hal tersebut dapat disebabkan karena potensi pembentukan bunga betina yang memang rendah, curah hujan terlalu tinggi, atau umur tanaman yang belum optimal. Menurut Romli, dkk ( 2007), penambahan unsur N dapat meningkatkan jumlah tandan.

Bunga hermaprodit mekar antara pukul 07.00-08.30, saat cuaca cerah. Antera bunga hermaprodit pecah hampir bersamaan waktunya dengan bunga jantan. Sedangkan ujung mahkota bunga betina mulai membuka antara pukul 07.00-08.00, mekar penuh antara pukul 08.00-09.00, saat cuaca cerah. Pada bunga betina, antara jam 09.00-10.00 tepat di dasar bunga dijumpai nektar yang banyak dan menarik perhatian serangga untuk hinggap, diantaranya kupu-kupu, lebah, kumbang, dan semut. Mendekati jam 12.00, nektar mengering. Saat mekar, bunga hermaprodit memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan bunga betina maupun jantan. Bunga hermaprodit memiliki diameter sekitar 1,4 cm, bunga betina 1,2 cm, dan bunga jantan 0,5 cm. Pada sore hari, bunga yang telah mekar mulai terlihat menjadi tidak segar. Sering dijumpai sehari setelah mekar ujung stigma bunga betina atau hermaprodit berwarna hitam. Stigma yang menghitam menunjukkan telah mengalami penyerbukan. Ovarium pada bunga betina atau hermaprodit yang sudah dibuahi mulai membesar 4-5 hari setelah antesis.

Fase Rontok

Tingkat kerontokan bunga betina dan hermaprodit rata-rata sebesar 11,76% per malai, sedangkan sisanya tetap bertahan sampai menghasilkan buah. Menjelang rontok, bunga jantan akan berubah struktur bunganya menjadi hitam termasuk mahkota, kelopak, anther, dan tangkainya, bunga menjadi mengkerut dan akan rontok pada umur 3-4 hari setelah mekar. Sedangkan bunga betina maupun hermaprodit meskipun mahkotanya layu atau bahkan rontok, umumnya masih bertahan hingga menghasilkan buah. Apabila tidak diserbuk bunga betina dan hermaprodit dapat bertahan hingga hari ke-2 setelah antesis dengan

(34)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Malai Sampel Jum la h Y ang D iha si lk an

Bunga Betina/Hermaprodit Buah

ditunjukkan kondisi stigma yang masih segar. Memasuki hari ke-3 setelah antesis, stigma mulai terlihat layu.

Ketika bunga jantan rontok, maka semua bagian bunga akan rontok. Berbeda halnya dengan bunga hermaprodit dan betina, yang hanya mengalami kerontokan mahkota bunganya saja, sedangkan kelopak dan tangkai masih ada, berubah menjadi tangkai buah seiring dengan membesarnya bakal buah. Bunga betina dan hermaprodit yang mengalami kerontokan umumnya terjadi setelah 3 HSA. Waktu yang diperlukan sebuah malai jarak pagar dari mulai kuncup, berbunga hingga rontok adalah 37-50 hari.

Fase Pembentukan Buah

Pembentukan buah ditandai dengan pembesaran ovarium, yang mulai dapat diamati pada 4-5 HSA. Buah akan semakin membesar dan stigma mengering lalu rontok pada 6 HSA. Jumlah bunga betina/hermaprodit bervariasi antar malai, rata-rata sembilan bunga betina/malai. Pembentukan buah cukup tinggi dengan rata-rata 88,24% (Gambar 6) bahkan pada beberapa malai semua bunga betina/hermaprodit berkembang menjadi buah yang masak (Lampiran 2).

(35)

Viabilitas Polen

Bunga jantan mulai terbuka ujung mahkotanya antara pukul 06.00-07.00 mekar penuh terjadi antara pukul 07.00-08.00. Antera bunga jantan pecah kurang lebih satu jam setelah mekar. Saat antera pecah, polen berjatuhan di sekitar mahkota. Waktu pengambilan polen berpengaruh terhadap persentase polen berkecambah (Tabel 3).

Tabel 3. Persentase Polen Berkecambah pada Berbagai Waktu Pengambilan Sampel

Perlakuan Polen Berkecambah (%)

07.00 19.303 abc 08.00 29.007 a 09.00 24.010 ab 10.00 14.973 abcd 11.00 6.493 cd 12.00 9.660 bcd 13.00 11.100 bcd 14.00 10.733 bcd 15.00 8.233 bcd 16.00 1.110 d 17.00 0.000 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antara perlakuan tersebut, dengan uji DMRT, α=5%.

Polen yang diambil pada pukul 07.00 memiliki daya berkecambah 19,303%, pukul 08.00 memiliki viabilitas yang paling tinggi, yakni mencapai 29,007%, pukul 09.00 sebesar 24,010% , pukul 10.00 sebesar 14,973% dan terus menurun hingga 0% saat pukul 17.00. Ketika waktu bertambah siang, viabilitas polen memiliki kecenderungan menurun. Darjanto dan Satifah (1990) menyatakan bahwa penurunan jumlah polen yang berkecambah dapat disebabkan karena suhu yang lebih tinggi akan banyak menyebabkan terjadinya penguapan air dan polen akan mengering sehingga mati. Secara umum tabung polen dianggap normal apabila memiliki panjang lebih dari atau sama dengan diameter polen (Gambar 7).

(36)

Gambar 7. Polen Jarak Pagar: A: belum berkecambah, B: mulai berkecambah, C: sudah berkecambah (pembesaran 400 x ).

Masa Reseptif Stigma

Serangga yang hinggap saat bunga mekar seperti lebah, kupu-kupu, semut, dan kumbang banyak yang hinggap saat bunga mekar (Gambar 8). Saat masih pagi, secara visual jumlah nektar yang dihasilkan belum terlalu banyak. Mendekati pukul 09.00, jumlah nektar yang dihasilkan banyak, hingga pukul 10.00. Mendekati pukul 12.00, nektar di dasar bunga telah mengering. Hasil pengamatan terhadap permukaan stigma pada pukul 08.00, terlihat tidak rata, tetapi terdapat tonjolan-tonjolan.

Melihat keadaan bunga betina dan hermaprodit jarak pagar selama antesis, maka diduga masa reseptif stigma bunga betina dan hermaprodit diperkirakan terjadi antara pukul 08.00-10.00 (Tabel 4), yang ditunjukkan dengan bunga yang telah mekar sempurna, bagian dasar bunga mengeluarkan nektar, sehingga mengundang sejumlah serangga untuk hinggap, bertepatan dengan viabilitas polen yang maksimum. Maka diduga penyerbukan yang terjadi pada selang waktu tersebut mempunyai peluang keberhasilan yang besar. Serangga secara tidak langsung telah menjadi media perantara dalam proses penyerbukan. Pada saat bunga mekar, jika stigma mengalami penyerbukan akan mengalami perubahan warna menjadi hitam pada 1 HSA. Tetapi stigma yang tidak mengalami penyerbukan akan tetap segar hingga 2 HSA dan memasuki 3 HSA umumnya stigma mulai layu.

(37)

Gambar 8. Serangga Penyerbuk Bunga Jarak Pagar. Tabel 4. Fenologi Individu Bunga Jarak Pagar

Hari ke- Waktu Bunga Jantan Bunga Betina 1 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00-17.00

Ujung kuncup mulai membuka Bunga mekar sempurna Antera pecah, serbuk sari berjatuhan di sekitar mahkota yang terdapat bulu-bulu halus berwarna putih

Nektar muncul di dasar bunga disertai aroma khas jarak tetapi tidak sekuat pada bunga betina. Banyak didatangi semut Mahkota mulai layu, dan terlihat garis memanjang.

Warna antera mulai pudar, mahkota layu

Mahkota layu, warna mahkota pudar

Mahkota layu, warna mahkota pudar

Kuncup menutup

Ujung kuncup mulai membuka Bunga mekar sempurna

Nektar terlihat di dasar bunga disertai aroma khas jarak. Tonjolan muncul di permukaan stigma. Serangga seperti semut, kupu dan lebah mulai berdatangan Nektar tidak sebanyak pada jam 09.00 aroma khas jarak dan tonjolan di permukaan stigma masih ada. Banyak dihinggapi serangga Nektar mengering, aroma masih ada, mahkota mulai layu, terlihat garis pada mahkota, stigma segar berwarna hijau

Aroma tidak sekuat sebelumnya, mahkota layu, sesekali masih didatangi serangga

Aroma sudah tidak ada, mahkota layu, warna pudar, kelopak berwarna hijau tua, stigma segar berwarna hijau

2 06.00-08.00

09.00-17.00

Antera berwarna coklat/kehitaman, mahkota layu berwarna kuning kusam, tangkai bunga hijau kecoklatan

Keseluruhan bunga layu dan mulai mengering

Mahkota layu berwarna kuning kecoklatan, stigma segar berwarna hijau, kelopak berwarna hijau tua Mahkota kuning kecoklatan, layu, stigma terlihat berwarna hijau segar, kelopak berwarna hijau tua

(38)

Penentuan Masak Fisiologis

Kulit buah jarak saat masih muda berwarna hijau gelap. Semakin lama kulit buah menjadi hijau kekuningan, hingga berganti menjadi kuning. Saat buah berumur 37 HSA masih berwarna hijau, dengan ukuran buah satu dengan yang lain masih belum seragam ada yang sudah terlihat besar ada yang kecil, kulit masih keras. Buah berumur 42 HSA berwarna hijau, sedikit lebih tua, kulit masih keras, ukuran sudah relatif sama antara satu dengan yang lain. Buah berumur 47 HSA kulitnya berwarna hijau kekuningan, kekerasan buah sedikit berkurang. Buah berumur 52 HSA kulitnya berwarna kuning, tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan saat buah berumur 57 HSA kulitnya kuning kehitaman atau hitam dan lembek, ada juga yang telah mengering (Gambar 9). Saat umur 37 HSA biji masih didominasi warna putih, saat umur 42 HSA bagian tengah biji sebagian besar masih berwarna putih walupun sudah mulai terlihat warna kecoklatan di ujung-ujungnya, 47 HSA biji berwarna coklat pada bagian tengah, sedangkan kedua ujungnya sudah berwarna hitam, 52 HSA biji berwarna hitam mengkilat dan saat umur 57 HSA biji berwarna hitam kusam (Gambar 10). Jumlah biji bisa diduga dari bentuk luar buah. Pengamatan tolok ukur viabilitas dan vigor menunjukkan bahwa tingkat kemasakan mempengaruhi DB, PTM, dan KCT

(Tabel 5/Lampiran 3).

Gambar 9. Buah Jarak Pagar pada Berbagai Tingkat Kemasakan

(39)

T K t o b m b t m H f Gamba Tabel. 5. V K TK (HSA) 37 42 47 H 52 57 K Keterangan: • Angk beda n • TK: t daya b Berd tercapai mul oleh daya b benih (KCT) menurun. B berwarna ku tangan, dan menunjukka Hasil peneli fisiologis bu 37 HSA ar 10. Warna Viabilitas d Kemasakan Warna Buah Hijau Hijau Hijau Kekuning Kuning Kuning Kecoklatan/hita ka yang diikuti nyata antara pe ingkat kemasa berkecambah, dasarkan dat lai umur 52-berkecambah berada pad erat kering uning atau ke biji sudah an bahwa a itian di Keb uah jarak pa 42 HSA a Biji Jarak P dan Vigor B h PaneK.A (% 46.35 43.1 gan 41.35 40.98 am 35.33 oleh huruf yan erlakuan terseb akan, HSA: har PTM: potensi a penelitian -57 HSA. Ka h (DB), vig da kondisi m mencapai m ecoklatan, k berwarna hi akumulasi c bun Percob gar tercapai 47 HSA Pagar pada B Benih Jarak A en %) BK (g 5 a 21.13 2 ab 26.11 5 b 32.28 8 b 49.27 3 c 64.55 ng sama pada k but, dengan uji

ri setelah antes tumbuh maksi

ini diduga arena pada s gor yang dit maksimum, d maksimum p kulit buah mu itam. Pening adangan ma aan Asemba pada umur 52 HSA Berbagai Tin k Pagar pa g) (%) DB a 0 a b 29 b c 56 c d 88 d e 85 d kolom yang sa DMRT α = 5% sis, KA: kadar

mum, KCT: kec masak fisiol saat ini viabi tunjukkan ol dan kadar ai pada 57 HS udah dibuka gkatan berat akanan mas agus menun 50 HSA. D 57 HSA ngkat Kemas ada Berbaga PTM (%) 0 a 32 b 56 c 90 d 85 d ama menunjukk %. r air, BK: berat cepatan tumbu logis buah j ilitas yang d leh kecepata ir setelah pa A. Pada saa a dengan me t kering pad sih terus be njukkan bah Diduga perbe sakan ai Tingkat KCT (%KN/Etmal 0 a 2.15 b 4.51 c 7.07 d 6.56 d kan tidak ada t kering, DB: uh jarak pagar ditunjukkan an tumbuh anen mulai at itu buah nggunakan da 57 HSA erlangsung. hwa masak edaan umur

(40)

buah saat masak fisiologis di Kebun Percobaan Pakuwon dan Kebun Percobaan Asembagus disebabkan karena perbedaan lokasi atau tempat dan iklim.

Kadar Air (KA) Panen

Hasil penetapan kadar air (KA) panen benih jarak menunjukkan kadar air yang masih tinggi, yaitu berkisar antara 46.35% pada 37 HSA sampai 35.33% pada 57 HSA. Di lapang ada kalanya benih yang telah mencapai masak fisiologis belum bisa dipanen karena kadar airnya terlalu tinggi. Saat umur 42-52 HSA biji memasuki akhir fase akumulasi cadangan makanan dimana kadar air sudah mulai menurun, tetapi berat kering masih bertambah (Kermode, 1990). Pada fase ini benih sudah mendekati masak fisiologis. Saat usia 57 HSA kadar air biji sudah menurun sehingga berat kering meningkat. Diduga pada fase tersebut benih sudah lewat masak fisiologis, dan masuk pada fase pemasakan

Berat Kering (BK) Benih

Pada pengukuran berat kering benih jarak pagar pada lima tingkat kemasakan, benih yang dipanen pada 37 HSA, memiliki berat kering (BK) yang yang paling rendah, yaitu 21,14 g, hingga 57 HSA BK benih mencapai 64,55 g. Pada saat itu DB benih maksimum, KCT maksimum, walaupun fakta di lapang

menunjukkan KCT saat 57 HSA sedikit di bawah 52 HSA, akan tetapi tidak

berbeda nyata. Dengan demikian saat dipanen pada 57 HSA diduga benih mencapai tahap masak fisiologis, karena pada titik itu benih memiliki berat kering maksimum.

Berat kering benih terus meningkat mulai dari pembuahan hingga masak. Pada benih kacang tanah, selama berlangsungnya pengisian benih, kebutuhan hara bagi benih dilengkapi melalui translokasi dari bagian vegetatif dan kulit polong, dan ketika benih mencapai stadium masak fisiologis aliran hara kepada benih akan terhenti (Pranoto, dkk, 1990). Berat kering benih dapat dijadikan sebagai tolok ukur bahan cadangan yang ada dalam benih. Benih yang sudah masak memiliki cadangan makanan yang cukup yang akan digunakan sebagai sumber energi dalam melakukan perkecambahan. Pertambahan berat kering benih terjadi antara

(41)

masak morfologi dengan masak fisiologi. Hingga akhirnya ketika mencapai masak fisiologis benih telah memiliki berat kering yang maksimum.

Daya berkecambah (DB)

Melihat salah satu tolok ukur tercapainya masak fisiologis yakni daya berkecambah (viabilitas) maka diduga pemanenan yang dilakukan pada 52 dan 57 HSA adalah tepat pada fase masak fisiologis. Karena pada fase ini benih jarak pagar memiliki daya berkecambah maksimum. Menurut Adikarsih dan Hartono (2006), buah jarak pagar yang dipanen pada saat buah berwarna kuning memiliki DB 91%, buah berwarna kuning kehitaman memiliki DB 86%. Pemanenan pada 52 dan 57 HSA menunjukkan daya berkecambahnya tidak berbeda nyata. Benih jarak pagar yang dipanen pada umur 37, 42 dan 47 HSA belum mencapai DB yang diharapkan untuk dijadikan benih. Diduga saat itu benih belum mampu melakukan metabolisme dengan sempurna sebab cadangan makanan yang dimiliki belum cukup. Sutopo (1990) menyatakan bahwa benih yang dipanen sebelum masak fisiologisnya tercapai maka tidak mempunyai viabilitas yang tinggi, bahkan tidak berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup, dan pembentukan embrio belum sempurna. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Benih yang belum masak memiliki kemampuan untuk berkecambah, tetapi vigornya rendah dan bibit yang dihasilkan lebih pendek dan lemah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vigor benih maksimum didapat dari benih yang dipanen saat bobot kering maksimum, atau masak fisiologis (Delouche, 1983). Pada Tabel 5, benih yang dipanen saat berumur 52 HSA memiliki PTM yang paling besar, meskipun tidak berbeda nyata dengan benih yang dipanen saat berumur 57 HSA. Artinya pada 52 dan 57 HSA benih secara keseluruhan telah memiliki kemampuan berkecambah yang tinggi. Berbeda halnya dengan benih yang dipanen umur 37 HSA yang tidak memiliki potensi tumbuh. Karena pada saat itu, benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup yang dapat digunakan sebagai sumber energi dalam melakukan perkecambahan. Pada umur 42 dan 47 HSA potensi tumbuhnya masih rendah yaitu 32% dan 56%.

(42)

Kecepatan tumbuh (KCT)

Tabel 5 menunjukkan bahwa benih yang dipanen pada 37 HSA memiliki kecepatan tumbuh (KCT) 0 % KN/etmal. Hal ini diduga benih belum memiliki

cukup energi yang tersimpan dalam cadangan makanan. Sehingga benih tidak mampu untuk berkecambah. Kecambah normal mulai terlihat antara hari ke 8-14 setelah semai. Kecepatan tumbuh tertinggi dimiliki oleh benih yang dipanen pada 52 HSA sebesar 7,07 % KN/Etmal, walaupun tidak berbeda nyata dengan benih yang dipanen pada 57 HSA yaitu sebesar 6,56 % KN/etmal. Benih yang dipanen pada 52 dan 57 HSA memiliki vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemasakan yang lain.

Benih vigor menunjukkan nilai KCT yang tinggi, artinya benih dapat

berkecambah dalam waktu yang relatif singkat. Benih yang kurang vigor akan berkecambah normal untuk jangka waktu yang lebih lama. Kecepatan tumbuh dapat dijadikan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Oleh karena itu, kecepatan tumbuh dapat dijadikan sebagai tolok ukur vigor awal yang menunjukkan vigor maksimum pada saat benih mencapai masak fisiologi (Sadjad dkk,1999).

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jarak pagar adalah tanaman monosius tetapi kadang ditemui tanaman andromonosius (dalam satu pohon ditemui bunga jantan dan hermaprodit). Perkembangan kuncup bunga memerlukan waktu 16-21 hari, diikuti dengan periode bunga mekar sekitar 14-21 hari. Dalam satu malai periode bunga jantan mekar mencapai 21 hari, sedangkan bunga betina dan hermaprodit hanya 7 hari. Dalam satu hari bunga jantan mekar lebih awal sekitar pukul 07.00-08.00, sedangkan bunga betina sekitar pukul 08.00-09.00. Rasio jumlah bunga betina/hermaprodit dengan bunga jantan sebesar 1:12 dan berkorelasi dengan jumlah buah yang dihasilkan tiap malai.

Masa reseptif stigma jarak pagar selama bulan April-Juni terjadi antara pukul 08.00-10.00, ditandai oleh mekarnya mahkota secara penuh, pada permukaan stigma terdapat tonjolan, dan produksi nektar pada dasar bunga relatif banyak. Viabilitas polen sangat pendek, selama pukul 07.00-10.00.

Benih mencapai masak fisiologis 52-57 HSA, pada saat DB (88%), PTM (90%) dan KCT (7,07 % KN/etmal) maksimum dan kadar air sudah mulai turun,

yang merupakan saat panen yang tepat untuk benih.

Saran

Pengamatan fenologi pembungaan perlu dilakukan pada provenan potensial, daerah sentra pertanaman yang lain, serta waktu/musim yang lain.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adikarsih, R., dan J. Hartono. 2007. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu benih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 143-148.

Copeland, L. O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgress Publ. Co. Minnesota. 368 p.

Darjanto dan Satifah. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Buatan. Penerbit PT. Gramedia Jakarta. 156 hal. Delouche, J. C. 1983. Seed Maturation.Reference on Seed Operation for

Workshop and Secondary Food Crop Seed. Missisipi, pp: 1-2.

Ferry, Y. 2006. Menghitung Perkiraan Produksi Jarak Pagar. Infotek Jarak Pagar Vol 1. No 5. Mei.

Hariyadi. 2005. Budidaya Tanaman Jarak (Jatropha curcas Linn.) Sebagai Bahan Alternatif Biofuel. Makalah dalam Fokus Grup Diskusi (FGD)

Pemanfaatan Lahan Kritis di Daerah untuk Penyediaan Bahan Baku Biofuel Sebagai Sumber Energi Alternatif Pada Deputi Bidang

Pengembangan SISTEKNAS. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Tanggal 14-15 September 2005. 6 hal.

Hartati, Rr. S. 2006. Persentase Bunga Betina Sebagai Salah Satu Faktor Penentu Produksi Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas). Infotek Jarak Pagar Vol 1. No 5. Mei.

Hartono, J. dan Y. P. Wanita. 2007. Pengaruh kemasakan buah terhadap kadar minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 177-180.

Hasnam. 2006. Biologi Bunga Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Infotek Jarak Pagar. 1(4):13.

Hasnam. 2007. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor: Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 7-16.

(45)

Heller, J. 1996. Physisc Nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and used undertilized and neglected crops 1. Institut of Plant Genetic and Crop Plant Research . Gatersleben/IPGRI., Rome.p 10.

Kermode, A. R. 1990. Regulatory mechanism involved in the transition from seed development to germination. Critical Rev. plant Sci. 9(2) : 155-195. Mahmud, Z. 2006a. Anda bertanya? Kami menjawab!. Infotek Jarak Pagar. 1(5): 20

Mahmud, Z. 2006b. Euforia Jarak Pagar Seharusnya Mengikuti Kaedah Budidaya. Infotek Jarak Pagar Vol 1. No 1. Januari.

Mahmud, Z., Rivaie, A., dan Allorerung, D. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 35 hal.

Pranoto, H. S., W. Q. Mugnisjah dan E. Murniati. 1990. Biologi Benih.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 138 hal.

Pranowo, D. , Saefudin, Maman, H. 2006. Sekilas Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon. Makalah Pelatihan Pengembangan Budidaya Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. 9 hal.

Raju, A. J. S, and V. Ezradanam. 1992. Pollination ecology and fruiting behaviour in a monoecious species, Jatropha curcas. L (Euphorbiaceae).Current Science vol 83 (11): 1395-1398.

Romli, M., B. Hariyono dan M. Machfud. 2007. Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 30-35.

Rumini, W. 2006. Hama Jarak Pagar. Infotek Jarak Pagar Vol 1. No 5. Januari. Sadjad, S. 1983. Dari Benih Kepada Benih. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. 144

hal.

Sadjad, S., E. Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih Dari Komparatif ke Simulatif. PT Grasindo. Jakarta.

(46)

Saefudin dan C. Tresniawati. 2007. Pengaruh panjang san diameter stek terhadap pertumbuhan bibit jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 248-251.

Salisburry, F. B, dan C. W. Ross. 1987. Fisisologi Tumbuhan. Terjemahan jilid 3. ITB. Bandung. 182 hal.

Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 223 hal. Widodo, W. D.1989. Pembungaan, Pembentukan Buah dan Pemasakan Buah.

Tesis. Jurusan Budidaya Pertanian IPB. Bogor 75 hal.

Wills, R. B. H., W. B. Mc Glasson, D. Graham, T. H. Lee and E. G. Hall. 1989 Postharvest: an Introduction to The Physiological Handling of Fruit and Vegetables. Ann Book, Van Nastrand Reinhold. Nem York. 161 p.

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Bunga Jarak Pagar:  A: Fase 1, B: Fase 2, C: Fase 3, D:
Gambar 2. Kuncup Bunga Jarak Pagar: A. Saat muncul  B. 3 hari setelah muncul   C. 14 hari setelah muncul
Gambar 3. Bunga Mekar Pertama.
Gambar 5. Skema Malai Bunga Jarak Pagar :  1: mekar ke-1, 2: mekar ke-2, 3:
+6

Referensi

Dokumen terkait

Peran generasi milenial pada tahap perencanaan kegiatan pengelolaan sampah plastik program Program Kemitraan Masayarakat (PKM) dari Unit Pelaksana Teknis (UPT)

bahwa terdapat perbedaan kualitas laba yang signifikan antara sebelum dan sesudah adopsi IFRS ke dalam PSAK pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Kata Kunci

Reboundnya indeks pada perdagangan kemarin belum cukup kuat untuk melanjutkan kenaikan ditengah sentiment negative kawasan yang belum usai.. Secara teknikal,

Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian tersebut terdapat proses penyusutan terhadap arsip vital, namun pengelolaan arsip vital di Dinas Kependudukan dan

Adanya inovasi baru di desa Gempol mengenai pertanian organik ini dimulai dari sosialisasi pada kelompok tani yang sudah merubah pola pikir untuk mengubah tekstur tanah

penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah karyawan yang berjumlah 95 orang dengan sempel 75 orang karyawan diambil dengan teknik simple random

[r]

Masih banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut diantaranya tidak sesuainya Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 dalam pasal 7