EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG AKTIF YANG
DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP PENURUNAN
RESIDU HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan
Oleh
SRI WAHYUNI
A131208009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
ii
EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG AKTIF YANG DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP PENURUNAN RESIDU
HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
TESIS Oleh SRI WAHYUNI
A131208009
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing
Komisi Pembimbing
Nama Tandan Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP. NIP. 19631123 198703 2 002
……….. ………..
Pembimbing II Dr.rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si, M.Si. NIP. 19740813 200003 1 001
……….. ...
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal………… 2014 Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana UNS
Dr. Prabang Setyono, M.Si NIP. 197205241999031002
iii
EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG AKTIF YANG DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP PENURUNAN RESIDU
HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN
TESIS Oleh SRI WAHYUNI
A131208009
Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal Oktober 2014
Tim Penguji:
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dr. Prabang Setyono, M.Si. NIP. 19720524 199903 1 002
………
Sekretaris Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si NIP. 19610302 1987031 002
………..
Anggota Penguji
Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP. NIP. 19631123 198703 2 002
Dr.rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si, M.Si. NIP. 19740813 200003 1 001 ………. ……….. Mengetahui: Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan
Prof. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. Prabang Setyono, M.Si. NIP 19610717 198601 1 001 NIP. 197205241999031002
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “EFEKTIVITAS PELAPISAN UREA DENGAN ARANG
AKTIF YANG DIPERKAYA MIKROBA INDEGENUS TERHADAP
PENURUNAN RESIDU HEKSAKLOROBENZEN DAN ENDRIN ” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sangsi, baik Tesis beserta gelar magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,
Sri Wahyuni A131208009
v
MOTTO
“IMPIAN TIDAK AKAN TERWUJUD DENGAN SENDIRINYA,
KAMU HARUS BANGUN…BANGUN…DAN BANGUN…
UNTUK BERUPAYA MEWUJUDKANNYA.”
SETIAP PEKERJAAN DAPAT DISELESAIKAN DENGAN
MUDAH BILA DIKERJAKAN DENGAN HATI YANG TULUS
DAN SUNGGUH-SUNGGUH.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang-Nya, karunia-Nya untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini guna memenuhi persyaratan mencapai Derajat Magister pada Program Studi Ilmu Lingkungan. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyelesaian tesis ini banyak memperoleh motivasi, bimbingan, arahan serta saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti studi S2 Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan.
2. Dr. Prabang Setyono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, M.P., selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis ini yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan nasihat dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr.rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang memberikan ide-ide, motivasi, arahan yang berharga dalam penyelesaian tulisan tesis ini.
5. Kepada Prof. Tutik, pak Narto, Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Program Studi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi.
6. Dr. Prihasto Setyanto, M.Sc., selaku Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian yang telah memberikan pada penulis untuk ikut serta dalam penelitian APBN 2013 dan menggunakan fasilitas laboratorium maupun lapang.
7. Triyani Dewi, SP., M.Si, Ir. Muyadi, Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si., E.S. Harsanti, SP.M.Sc., yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi sehingga terselesaikannya tulisan ini.
8. Santoso, Sarwoto, B.Sc., Slamet Riyanto, Wasidin, Kundono yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian lapang.
vii
9. Aji M Tohir, SP., Eman Sulaeman, SP., Cahyadi, Sudiyono, Ariswandi, Anik Hidayah, Wahyu Purbalisa, yang telah membantu di laboratorium serta memberi semangat pada penulis.
10. Ibunda Siti Fatimah (Alm) yang telah memberikan doa restu untuk mengikuti program studi S2 dan saudara-saudaraku tercinta Indratin, Supriyanto, Sri Nurwati, Sudewi, Isti Panca Isnaeni, Ahmad Setiyarsi, Ahmad Sutiyarso yang telah memberikan do’a, motivasi pada penulis hingga terselesainya tulisan ini.
11. Yang tersayang suamiku Karsono, SP., putra putriku Aji Laksono, Dita Rizqi Lupitasari, Ihsan Muhamad Iqbal atas do’a, pengertian, kesabaran, motivasi, kesetiaan, pengorbanan yang tak ternilai harganya hingga dapat terselesaikan pendidikan S2 di UNS.
12. Sahabatku Komarudin, Mbak Novi, Mbak Inna, Mas Yusdhi, Mas Danang dan rekan-rekan seperjuangan S2 Program Studi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2012 atas motivasi, kebersamaan, dan do’a yang tulus pada penulis.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dibidang yang sama, dan kami menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna /masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan masukan dari pembaca sangat kami harapkan.
Surakarta, Oktober 2014
Penulis
Sri Wahyuni NIM A131208009
viii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ………..
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS……….. PERNYATAAN OROSINALITAS DAN PUBLIKASI……….. MOTTO……… KATA PENGANTAR………..…… DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR……….... DAFTAR LAMPIRAN………...…….. DAFTAR SINGKATAN………... ABSTRAK………..………... ABSTRACT……….. ii iii iv v vi viii x xi xii xiv xv xvi BAB I. PENDAHULUAN .……….. A. Latar Belakang ..…..……….…………... B. Rumusan Masalah………. C. Tujuan Penelitian……….……. D. Manfaat Penelitian ..………..……. 1 1 8 8 9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………..………..…….
A. Pangan dan Peningkatan Produksi Padi...………
B. Penggunaan Pestisida………...
C. Pencemaran Pestisida …..……….…………...
D. Dampak Penggunaan Insektisida……….
E. Penyehatan Lingkungan………..
F. Mekanisme Degradasi Arang Aktif………...
G. Kerangka Pikir Penelitian……….………
10 10 10 11 13 14 20 21 commit to user
ix
BAB III. METODE PENELITIAN……...………...
A. Tempat dan Waktu……….………...
B. Bahan dan Alat………….……….……….
C. Jenis Penelitian………..…….………..……….
D. Teknik Pengumpulan Data…..………..……….
E. Variabel/Parameter yang Diamati………..……...
F. Analisa Laboratorium……….………...……
G. Analisa Populasi Mikroba……….
H. Pengolahan Data….……….………..………
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….
A. Karakteristik Tanah………...
B. Karakteristik Biochar dan Arang Aktif………..………... C. Populasi Mikroba Awal Tanah Karawang……..……….. D. Populasi Mikroba Tanah Setelah Perlakuan…………..………
E. Residu Insektisida……….
F. Pengamatan Agronomi………...
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN………..…….. BAB VI. DAFTAR PUSTAKA………...…..……... LAMPIRAN……….. 22 22 22 23 24 25 26 34 34 35 35 39 40 41 50 62 66 67 71 commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Residu Organoklorin dan Organofosfat pada Contoh Air, Tanah dan
Tanaman Padi di Daerah Jawa Barat. ……….………...
2. Pestisida Penyebab Kanker………....
3. Hasil Analisa Tanah Awal Karawang, 2013……….. 4. Hasil Analisa Tanah Akhir/Panen, 2013...………..…….. 5. Kualitas Biochar dan Arang Aktif Tempurung Kelapa dan Tongkol….... 6. Populasi Mikroorganisme Sampel Awal Tanah Karawang, 2013………. 7. Populasi Mikroorganisme Sampel Tanah Awal, 17, 50, 80, 90 HST …… 8. Populasi Bacillus subtilis 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan.. 9. Populasi Bacillus cereus 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan.. 10. Populasi Achoromobacter 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan . 11. Populasi Catenococcus 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan….. 12. Populasi Heliotrik 17, 50, 80, 90 HST pada Berbagai Perlakuan………. 13. Residu Insektisida Heksaklorobenzen dan Endrin pada Biochar, Arang
Aktif, dan Air untuk Pengairan……….. 14. Residu Insektisida dalam Sampel Tanah Awal Secara Komposit Asal
Karawang……… 15. Residu Heksaklorobenzen dalam Air pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST….. 16. Residu Heksaklorobenzen dalam Tanah pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST.
17.Residu Endrin dalam Air pada (1, 17, 35, 50, 80,90) HST……… 18. Hasil Analisa Residu Insektisida Endrin di Tanah, Tahun 2013……. ….. 19. Hasil Analisa Residu Insektisida Heksaklorobenzen dan Endrin pada
Beras, Tahun 2013………. 20. Penurunan Residu Heksaklorobenzen pada Berbagai Perlakuan……. …. 21. Penurunan Residu Endrin pada berbagai Perlakuan………..
22.Komponen Hasil Padi Saat Panen………..
12 14 36 37 40 41 42 43 46 47 48 49 51 52 53 55 56 57 60 61 62 64 commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Senyawa Heksaklorobenzen…….………….……….
2. Struktur Pestisida Endrin………..
3. Tungku Pembuatan Arang………
4. Tungku Pembuatan Arang Aktif……….
5. Mikroba Konsorsia……….……….
6. Alat Granulator ………..………
7. Urea Berlapis Arang Aktif yang Diperkaya Mikroba Konsorsia ...…… 8. Populasi Mikroba pada (Awal, 17, 50, 80, 90) HST ………. 9. Populasi Bacillus subtilis pada (17, 50, 80, 90) HST ……… 10.Populasi Bacillus cereus pada (17, 50, 80, 90) HST……….. 11. Populasi Achoromobacter (17, 50, 80, 90) HST……… 12. Populasi Catenococcus (17, 50, 80, 90) HST ……… 13. Populasi Heliotrik (17, 50, 80, 90) HST ………
14. Pengambilan Contoh Air ………
15. Penurunan Heksaklorobenzen di Air……….. 16. Penurunan Heksaklorobenzen di Tanah………. 17. Penurunan Endrin di Air pada Berbagai Perlakuan…….……….. 18. Penurunan Endrin di Tanah pada Berbagai Perlakuan…….………….. 19. Residu Heksaklorobenzen dan Endrin Pada Beras ……….…..…. 20. Tinggi Tanaman Pada Berbagai Perlakuan………. 21. Jumlah Anakan Pada Berbagai Perlakuan………
22. Berat 1000 Butir……… 6 7 32 32 33 33 34 43 45 46 47 48 50 52 54 55 57 59 61 63 64 65 commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kriteria Penilaian Hasil Analisa Tanah ……….……….. 2. Standar kualitas karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995……….
3. Detektor………..
4. pH Tanah, DO, O2 pada Berbagai Perlakuan dan Pertumbuhan Tanaman Padi……….……….
5. Segitiga Tekstur USDA ………....………
6. Identifikasi Filogenetik Berdasarkan Analisa Sequensing 16S rDNA …. 7. Deret Standart Heksaklorobenzen dan Endrin…….………. 8. Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Air………. 9. Analisa Sidik Ragam Sampel HCB di Tanah……… 10.Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Air………. 11.Analisa Sidik Ragam Sampel Endrin di Tanah……… 12.Hasil Korelasi/ Hubungan Antar Parameter………. 13.Kromatogram Sampel Taanah Saat Panen………. 14.Kromatogram Standar Heksaklorobenzen dan Endrin………. 15.Suhu Tanah Pagi dan Siang Hari pada Berbagai Perlakuan……….
16.Data Recovery………...
17.Data Limit Deteksi………
18.Gambar Alat-Alat Penelitian………..
19.Tata Letak Penelitian……….
20.Pelaksanaan Penelitian Lapang……….
21.Biodata Mahasiswa……… 72 73 75 77 78 79 80 82 84 86 88 96 97 98 99 100 101 102 105 105 108 commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Uraian
AATJ arang aktif tongkol jagung AATK arang aktif tempurung kelapa ANOVA Analysis of Variance
BPS Badan Pusat Statistik
BTJ biochar tempurung tongkol jagung BTK biochar tempurung kelapa
CEC cation exchangable capacity
cfu coloni formers unit ECD electron capture detector
FAO Food and Agriculture Organization
GC Gas Chromatography
Ha Hektar
HCB Hexachlorobenzene
KB Kejenuhan Baha
KTK Kapasitas Tukar Kation
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia me milliekuiivalen
ml milliliter
MPN Most Probable Number
OPT Organisme Pengganggu Tanaman
P3HH Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan PAN Pesticide Action Network
PHT Pengendalian Hama Terpadu POPs Persistant Organic Poluttans
PP Peraturan Pemerintah
PPI Pusat Perizinan dan Investasi
xiv
ppm part per million
PUSARPEDAL Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan
RAK Rancangan Acak Kelompok
SAS Statistical Analysis System
SEM Scaning Electron Microscopy
SNI Standar Nasional Indonesia
t ton
UAATJ urea berlapis arang aktif tongkol jagung
UAATJM urea berlapis arang aktif tongkol jagung yang diperkaya mikroba UAATK urea berlapis arang aktif tempurung kelapa
UAATKM urea berlapis arang aktif tempurung kelapa yang diperkaya mikroba UBTJ urea berlapis biochar tongkol jagung
UBTJM urea berlapis biochar tongkol jagung yang diperkaya mikroba UBTK urea berlapis biochar tempurung kelapa
UBTKM urea berlapis biochar tempurung kelapa yang diperkaya mikroba
xv
Sri Wahyuni. NIM A131208009. 2014. EFEKTIFITAS UREA YANG DILAPISI ARANG AKTIF DIPERKAYA DENGAN MIKROBA INDEGENUS DALAM MENURUNKAN HESAKLOROBENZEN DAN ENDRIN. Tesis. Pembimbing I: Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP. Pembimbing II: Dr. rer.nat Atmanto Heru Wibowo, S.Si, M.Si. Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK
Residu heksaklorobenzen dan endrin masih ditemukan di lapangan, padahal senyawa ini sudah tidak digunakan lagi oleh petani dan dilarang oleh pemerintah. Residu ini dapat tinggal lama di dalam tanah dan sulit untuk tergradasi. Dengan pengayaan mikroba diharapkan dapat mempercepat degradasi residu pestisida. Mikroba-mikroba tersebut adalah Bacillus substillis, Heliothrix oregonensis, Catenococcus thiocycli, dan
Achoromobacter sp yang diperoleh dari penelitian pendahuluan hasil isolasi tanah idegenus
di Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong. Tanah untuk media tanam berasal dari Desa Cilamaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Penelitian dilaksanakan di lapang dengan menggunakan lysimeter di Kebun Percobaan Jakenan pada bulan Juli 2013 sampai Desember 2013. Penelitian ini menggunakan urea berlapis arang aktif dan biocar yang diperkaya mikroba indegenus dengan rancangan acak kelompok (RAK) diulang tiga kali. Tanaman yang digunakan adalah padi. Analisa residu insektisida dilakukan di laboratorium Balingtan di Bogor dengan kromatografi gas, dengan metode SNI 06-6991.1-2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pelapisan urea dengan arang aktif yang diperkaya mikroba dalam menurunkan residu heksaklorobenzen dan
endrin. Hasil penelitian urea berlapis arang aktif dari tempurung kelapa yang diperkaya
dengan mikroba pada lahan sawah dapat menurunkan residu pestisida heksaklorobenzen dan endrin masing-masing sebesar 33,1% dan 33,6%. Ada hubungan antara penurunan heksaklorobenzen dan endrin terhadap populasi mikroba (p=0,001), pH tanah (p=0,05), kandungan C (p=0,05), dan oksigen terlarut (p=0,05). Penelitian ini menunjukkan penurunan heksaklorobenzen pada tanah dipengaruhi oleh peningkatan populasi mikroba pada umur 17 HST (r= 0.384*), 50 HST (r= 0,541*), 80 HST (r=0,538*), 90 HST (r= -0,537*). Hal ini diduga peran mikroba pendegradasi yang efektif karena arang aktif disukai sebagai rumahnya. Pengayaan dengan mikroba indegenus mampu meningkatkan efektivitas urea yang dilapisi biochar dan urea yang dilapisi arang aktif tempurung kelapa terhadap penurunan heksaklorobenzen dan endrin.
Kata Kunci: Arang aktif, mikroba, penurunan residu, lahan sawah
xvi ABSTRACT
Hexachlorobenzene (HCB) and endrin residues are still remain in the land field these
compounds are no longer used by farmers and have been banned by the government. This residue can stay in the soil longer and persistant. Microbial enrichment is expected to accelerate the degradation of pesticide residues. Microbes stretcher are Bacillus substillis,
Heliothrix oregonensis, Catenococcus thiocycli, and Achoromobacter sp obtained from the
preliminary research results from soil isolation of idegenus in LIPI Cibinong Microbiology Laboratory. Soil for the planting medium obtained from the village of Karawang, Regency Cilamaya Wetan, Cilamaya District. The experiment was conducted
in the field by using lysimeter at the Experiment Jakenan station from July 2013 to December 2013. The objective of the research is to obtain technology of activated carbon-coated urea and biochar which enriched microbial indegenus. The experiment was used randomized block design (RAK) with 3 replications. Plant used are rice. Insecticide residue analysis was carried out in the laboratory in Bogor Balingtan using gas chromatography (GC), with the SNI method 06-6991.1-2004. The purpose of this study was to determine the effectiveness of urea coating enriched with activated carbon in reducing microbial residues hexachlorobenzene and endrin. Results of research urea coated activated carbon from coconut shell are enriched with microbes on paddy field can lower pesticide residues of hexachlorobenzene and endrin respectively to 33.1% and 33.6%. There is a relationship between the decline and hexachlorobenzene and endrin against microbial population (p = 0.001), soil pH (p = 0.05), the content of C (p = 0.05), and dissolved oxygen (p = 0.05). This study showed a decrease hexachlorobenzene residue on soil microbial populations that are affected by the increase in the age of 7 DAP ( r = -0384 *), 50 DAP ( r = -0.541 * ), 80 DAP ( r = -0.538 * ), 90 DAP ( r = -0.537 * ). This is presumably due to the role of microbes degrading effective as activated carbon as the preferred home. Enrichment with microbial indegenus can improve the effectiveness of urea coating biochar and urea coating activated carbon coconut shell to decrease
hexachlorobenzene and endrin.
Keywords: Activated carbon, microbes, decrease residue, paddy field
xvii
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia semakin lama semakin meningkat, Sensus jumlah penduduk Indonesia Desember 2012 mencapai 259 juta jiwa, sehingga kebutuhan akan panganpun semakin meningkat, (BPS, 2012). Pada tahun 1970-an perdebatan ketahanan pangan pada suatu negara mampu menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh penduduknya. Tahun 1980, fokus kebijakkan tidak hanya lingkup nasional, namun pada tingkat rumah tangga, bahkan sampai individu (Suryana, 2008). Akhir-akhir ini ketahanan pangan dihadapkan pada permasalahan lingkungan yang mendapat perhatian serius, antara lain: perubahan iklim, dan pencemaran bahan beracun berbahaya di lahan pertanian seperti bahan agrokimia (pestisida). Inovasi teknologi menjadi prioritas dalam upaya mitigasi kerusakan lingkungan melalui kajian ekologis, dan dengan mempertimbangkan peningkatan tuntutan konsumen terhadap keamanan produk pertanian yang sehat dan higienis.
Penggunaan pestisida didalam pengelolaan lahan pertanian telah
mengakibatkan peningkatan pencemaran lingkungan oleh bahan kimia buatan manusia. Bahan kimia sering digunakan sebagai pemberantas organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang merupakan kendala utama dari budidaya tanaman pangan yang dihadapi petani hingga kini. Menghadapi ancaman serangan OPT, petani dan pengusaha pertanian selalu berusaha melakukan pengendalian OPT dengan berbagai teknik yang dianggap efektif. Pengendalian OPT dilakukan melalui cara fisik, mekanik, budidaya, biologi, ataupun dengan cara kimia (penggunaan pestisida). Penggunaan pestisida dalam prakteknya pasti meninggalkan polutan baik itu di tanah, air, maupun produknya.
Diantara sumber polutan-polutan tersebut, salah satunya adalah polutan organik seperti organoklorin. Organoklorin merupakan polutan yang bersifat persisten dan dapat terbioakumulasi dikompartemen lingkungan yang bersifat toksik terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Organoklorin tidak reaktif, stabil, dengan kelarutan yang sangat tinggi didalam lemak, dengan memiliki kemampuan terdegradasi yang rendah (Ebichon dalam Soemirat, 2005). Organoklorin termasuk
banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Organoklorin yang bersifat persistent dapat digolongkan dalam senyawa persistant organic poluttans (POPs) yang mempunyai karakteristik sulit terdegradasi dan kelarutannya yang tinggi dalam lemak, serta dapat terakumulasi dalam jaringan hewan yang prosesnya disebut
biokonsentrasi. Hal yang sama disampaikan Ramadhani dan Oginawati (2009),
organoklorin tergolong sebagai senyawa Persistent Organic Pollutants (POPs) yaitu senyawa kimia yang persisten di lingkungan, dapat mengalami bioakumulasi di rantai makanan, dan memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan pertanian. Hasil pemantauan senyawa POPs antara lain: aldrin, endrin, heksaklorobenzen dan lain-lain oleh Pusarpedal (2013), mengatakan masih terdeteksi senyawa POPs di lingkungan pertanian serta perkebunan, maka perlu adanya pencegahan dan pengendalian dalam pemakaian senyawa POPs yang sudah dilarang penggunaannya.
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Berkat pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.
Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu
tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat.
Penggunaan pestisida mempunyai kontribusi paling besar terhadap peningkatan produksi pertanian sejak tahun 1970. Jumlah pestisida yang beredar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2006 terdaftar sebanyak 1336 formulasi, 2008 jumlah pestisida yang beredar sebanyak 1702 formulasi, 2010 sebanyak 2048 formulasi, 2011 sebanyak 2247, 2013 sebanyak 2810 formulasi atau rata-rata terjadi kenaikan jumlah formulasi sebanyak 9% per tahun menurut Pusat Perizinan dan Investasi (PPI, 2006; PPI, 2008; PPI, 2010; PPI, 2011; PPI, 2013). Insektisida menduduki peringkat formulasi terbanyak (887 merek dagang), disusul kemudian herbisida (656 merek dagang) dan fungisida (387 merek dagang) (PPI, 2011).
Berdasarkan data PPI (2006) dan PPI tahun 2008-2013 menggambarkan penggunaan pestisida semakin intensif dan cenderung tidak terkontrol. Penggunaan pestisida yang tidak terkontrol berakibat agroekologi pertanian dan kesehatan manusia sebagai konsumen menjadi terabaikan. Pengendalian hama sebelum tahun 1997 program pengendalian hama terpadu (PHT), lebih banyak mengandalkan pestisida jenis organoklorin yang memiliki toksisitas tinggi dan persistensi lama dalam tanah sehingga berpotensi mencemari lingkungan.
Teknologi urea berlapis arang aktif adalah teknologi baru untuk mengurangi pencemaran lingkungan pertanian dari bahan residu senyawa POPs. Untuk itu teknologi ini perlu dilakukan pengkajian supaya diperoleh hasil yang bermanfaat
untuk menanggulangi pencemaran. Urea (NH2 CONH2) adalah pupuk kimia yang
mengandung kadar N tinggi yaitu 46%. Unsur N merupakan zat hara yang sangat diperlukan oleh tanaman (Pusri, 2013). Urea mempunyai sifat yang higroskopis dan mudah menguap, maka perlu adanya pelapisan supaya pemanfaatan pupuk N bisa terserap maksimal oleh tanaman. Urea berlapis arang aktif maupun biochar, dapat meningkatkan efektivitas penyerapan oleh tanaman karena sifatnya slow release dan arang aktif maupun biochar dapat berfungsi untuk menurunkan residu pestisida di
dalam tanah maupun air.
Hasil penelitian Ardiwinata et al., (2009) menunjukkan bahwa dengan
Arang aktif adalah alkali lemah yang mempunyai kemampuan menyerap air dan menahan udara, sedangkan arang aktif yang mengandung abu tinggi merupakan alkali kuat (pH: 9-10) dan mempunyai luas permukaan yang besar (Ogawa, 1994). Arang aktif yang dicampurkan ke dalam asam atau ke dalam tanah dengan akumulasi garam, maka tanah akan ternetralisir dan mendekati netral dan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, akan tetapi jika jumlah arang aktif terlalu banyak (1500
g/m2) maka tanah akan menjadi alkali yang dapat merusak pertumbuhan tanaman
pangan. Pada tanah netral sampai alkali seperti tanah abu vulkanik dan batu kapur (limestone), arang aktif tidak mempengaruhi nilai pH (Ogawa, 1994). Persistent organic pollutants (POPs) adalah senyawa organik yang tahan terhadap fotolitik, degradasi biologis maupun kimia. POPs biasanya mengandung senyawa halogen dan mempunyai sifat kelarutan rendah di dalam air, dan kelarutan yang tinggi di dalam lipid. POPs diketahui tahan lama berada di lingkungan dan mempunyai efek jangka panjang terhadap sistem imun, hormon, dan reproduksi manusia. Pestisida jenis organoklorin adalah identik dengan POPs, karena terdapat gugus halogen pada senyawanya. Jenis organoklorin tersebut adalah aldrin, heksaklorobenzen, chlordane, mirex, dieldrin, toxaphene, DDT, dioxin, endrin, furans, heptaklor dan PCBs. UNEP (United Nations Environment Programe) menaruh prioritas besar pada 12 jenis POPs tersebut untuk diidentifikasi keberadaannya di lingkungan. Hasil penelitian UNESCO (1991) menunjukkan bahwa hampir di semua sampel tanah, air, dan tanaman terdeteksi kandungan residu organoklorin seperti aldrin, dieldrin, DDT, heptaklor dan lindan. Berdasarkan klasifikasi kelas bahaya menurut WHO, disulfoton, Famphur, mevinphos, aldicarb termasuk dalam kategori I (extremely hazardous), sedangkan toxaphene, chlordane, DDT, heptaklor dan lindan termasuk kategori II (highly hazardous). DDT, lindan termasuk moderate hazardous.
Wahyuni, et al. (2012), urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba Bacillus aryabattai mampu menurunkan residu aldrin, dieldrin, heptaklor dan DDT lebih dari 50%. Setiap mikroorganisme mempunyai respons yang berbeda terhadap faktor lingkungan (suhu, pH, salinitas dan sebagainya). Suhu, tinggi rendahnya suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat tumbuh dalam rentang
suhu minus 5oC sampai 80oC, tetapi bagaimanapun juga setiap species mempunyai
terhadap panas. Bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhannya, yaitu:
1. Psikrofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0oC sampai 20oC. Suhu
optimumnya sekitar 15oC.
2. Mesofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 20oC sampai 45oC.
Bakteri mesofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Mempunyai suhu pertumbuhan optimum 20-30oC.
b. Mempunyai suhu pertumbuhan optimum 35-40oC.
3. Termofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 35oC atau lebih.
Bakteri ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok:
a. Fakultatif termofil adalah organisme yang dapat tumbuh pada suhu 37oC.
b. Obligat termofil adalah organisme yang dapat tumbuh diatas suhu 50oC.
Derajat keasaman (pH), pengaruh pH terhadap pertumbuhan tidak kalah pentingnya dari pengaruh temperatur. Ada pH minimum, pH optimum, dan pH maksimum. Rentang pH bagi pertumbuhan bakteri antara 4 - 9 dengan pH optimum 6,5-7,5. Jamur lebih menyukai pH asam, rentang pH pertumbuhan jamur dari 1 - 9 dan pH optimumnya 4 - 6. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik atau turun, bergantung kepada komposisi medium yang diuraikan. Bila ingin pH konstan selam pertumbuhan harus diberikan larutan penyangga atau buffer yang sesuai dengan media dan jenis mikroorganisme.
Arang aktif yang diperkaya mikroba konsorsia cenderung menurunkan residu lindan dan aldrin lebih tinggi daripada arang aktif tanpa diperkaya mikroba konsorsia lebih dari 50% pada tanaman sawi (Harsanti et al., 2013). Penggunaan arang aktif dilahan sawah dapat meningkatkan jumlah bakteri di dalam tanah terutama disekitar akar tanaman. Hasil penelitian Wahyuni et al., 2010 menunjukkan bahwa dengan adanya arang aktif dapat meningkatkan populasi bakteri Azospirrillum sp; Bacillus sp; Chromobacterium, sp; Pseudomonas, sp., ini berarti arang aktif dapat menjadi media pertumbuhan mikroba dengan baik. Harsanti et al., 2010 mengatakan bahwa penggunaan urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba konsorsia mampu menurunkan residu pestisida POPs pada tanah, 74-86% dan air 15-86%.
Hexachlrobenzene (HCB) C6Cl6 adalah padatan kristal putih yang memiliki
organik yang berbeda. Heksaklorobenzen merupakan karsinogen hewan dan dianggap sebagai penyebab kanker pada manusia. Heksaklorobenzen itu dilarang digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1966. Bahan ini telah diklasifikasikan oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) sebagai Kelompok 2B karsinogen (kemungkinan karsinogenik pada manusia). Data carcinogenicity hewan heksaklorobenzena menunjukkan peningkatan insiden hati, ginjal (tumor tubulus ginjal) dan kanker tiroid. Paparan kronis pada manusia telah terbukti menimbulkan penyakit hati (porfiria cutanea tarda), lesi kulit dengan perubahan warna, ulserasi, fotosensitivitas, efek tiroid, efek tulang dan hilangnya rambut. HCB sangat beracun untuk organisme air. Hal ini dapat menyebabkan efek merugikan jangka panjang dalam lingkungan air. Oleh karena itu, rilis ke saluran air harus dihindari karena persisten di lingkungan. Investigasi ekologi telah menemukan bahwa biomagnifikasi dalam rantai makanan tidak terjadi. HCB memiliki waktu paruh di tanah antara 3 dan 6 tahun. Risiko bioakumulasi dalam spesies air yang tinggi. Struktur senyawa heksaklorobenzen disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Senyawa Heksaklorobenzen (http://en.wikipedia.org/wiki/Heksaklorobenzen)
Endrin (C12H8Cl6O) adalah salah satu insektisida organoklorin yang telah
digunakan sejak tahun 1950-an untuk mengendalikan hama-hama pertanian terutama hama padi, tebu, jagung, dan tanaman lainnya. Residu endrin dalam tanah berasal dari aplikasi langsung ke tanah dan tanaman. Endrin dapat dipegang (retensi), diangkut, atau terdegradasi dalam tanah tergantung banyak faktor. Retensi terbesar terjadi didalam tanah dengan kandungan bahan organik tinggi. Senyawa ini diperdagangkan dengan nama: Nendrin, OMS 197 dan Aldrin epoxide (IUPAC, 2011). Struktur pestisida endrin disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Pestisida Endrin
Endrin merupakan racun akut yang mempengaruhi sistem saraf pada manusia. Endrin cenderung terakumulasi dalam jaringan lemak organisme, terutama mereka yang tinggal di dalam air. Sementara beberapa perkiraan menunjukkan waktu paruhnya dalam tanah lebih dari 10 tahun. Makanan terkontaminasi dengan endrin menyebabkan beberapa kelompok keracunan di seluruh dunia, terutama yang mempengaruhi anak-anak sangat beracun untuk organisme air, yaitu ikan, invertebrata air, dan fitoplankton. Endrin di tanah sulit untuk terdegradasi, untuk itu perlu adanya teknologi untuk menanggulangi pencemaran tersebut. Adapun salah satu cara untuk menurunkan cemaran Pestisida dengan menggunakan biochar maupun arang aktif.
Biochar adalah bahan yang dihasilkan dari bahan organik di bawah suhu tinggi dan kondisi oksigen yang rendah. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian ilmiah telah difokuskan pada efeknya pada amandemen tanah dan restorasi ekologi. Proses pirolitik mengubah asam biomassa menjadi komponen bio-minyak dan alkalinitas diwariskan oleh biochar padat. Arang aktif tongkol jagung dan tempurung kelapa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan arang sekam padi maupun tandan kosong kelapa sawit karena arang aktif dari tempurung kelapa maupun tongkol
jagung mempunyai kwalitas daya serap I2 masing-masing 901,1 mg/g dan 887,1
mg/g sedangkan standar SNI 06-3730-1995 nimimum daya serap I2 adalah 750 mg/g,
sehingga arang aktif tempurung kelapa dan tongkol jagung diatas standar SNI. (Ardiwinata, 2009).
Teknologi pengayaan arang aktif dengan mikroba diduga mampu meningkatkan kemampuan mendegradasi pestisida sehingga konsentrasi residu POPs menjadi turun. Menurut Wahyuni et al., (2011), Bacillus aryabatthai mempunyai kemampuan menurunkan residu insektisida POPs (aldrin, dieldrin, DDT, dan
heptaklor) lebih dari 50% di dalam tanah, sedangkan penelitian sebelumnya telah ditemukan mikroba konsorsia pendegradasi POPs pada konsentrasi POPs 5 ppm - 20 ppm (di dalamnya terdapat Bacillus, sp) dengan kemampuan mendegradasi residu pestisida POPs di laboratorium selama 20 hari > 50% (91,06-100%). Hasil penelitian Balingtan 2010 menunjukkan bahwa penggunaan urea berlapis arang aktif yang diperkaya mikroba konsorsia mampu menurunkan residu pestisida POPs dilahan sayuran dalam tanah, air dan tanaman 74 – 86 % ; 15-86%; dan tanaman di bawah Batas Maksimum Residu yang ditentukan (Harsanti et al., 2010).
Menurut Harrad (2010), senyawa POPs ada 12 antara lain aldrin, heksaklorobenzen, chlordane, mirex, dieldrin, toxaphene, DDT, dioxin, endrin, furans, heptaklor dan PCBs, namun yang digunakan di bidang pertanian hanya sekitar 8 jenis bahan aktif. Penggunaan urea berlapis arang aktif yang diperkaya dengan mikroba pendegradasi senyawa POPs telah dilakukan pada tahun sebelumnya pada skala rumah kaca dan lapang namun masih terbatas pada aldrin, dieldrin, heptaklor, dan DDT. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian serupa untuk bahan aktif senyawa POPs lainnya (heksaklorobenzen, dan endrin). Teknologi remediasi (arang aktif, bioremediasi, dan kombinasinya) merupakan upaya penurunan tingkat cemaran residu insektisida POPs pada lahan pertanian dan untuk meminimalisir dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan hidup sekitarnya.
B.Rumusan Masalah
1. Apakah pelapisan urea dengan biochar dan arang aktif mampu menurunkan residu
heksaklorobenzen dan endrin?
2. Apakah jenis biochar dan arang aktif mempengaruhi efektivitas urea dalam
menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin?
3. Apakah pengayaan dengan mikroba konsorsia indegenus pendegradasi senyawa
POPs mampu meningkatkan efektivitas urea coating biochar dan arang aktif?
C.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan pelapisan urea dengan biochar dan arang aktif dalam
menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin.
2. Mengetahui jenis biochar dan arang aktif yang mampu mempengaruhi efektivitas
urea dalam menurunkan residu heksaklorobenzen dan endrin. commit to user
3. Mengetahui pengayaan dengan mikroba konsorsia indegenus pendegradasi senyawa POPs mampu meningkatkan efektivitas urea coating biochar dan arang aktif.
D.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Pengalaman dan masukan tentang penanggulangan lahan sawah yang tercemar heksaklorobenzene dan endrin.
b. Referensi untuk evaluasi penanggulangan lahan sawah yang tercemar
heksaklorobenzene dan endrin.
c. Ketersediaan informasi tentang teknologi urea berlapis arang aktif yang
diperkaya dengan mikroba untuk menurunkan residu pestisida. 2. Manfaat praktis
a. Masukan bagi penentu kebijakan untuk memberikan informasi tentang
penanggulangan lahan sawah tercemar pestisida.
b. Dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk perbaikan kwalitas lahan
sawah.
10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Pangan dan Peningkatan Produksi
Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, oleh sebab itu beras merupakan komoditas yang strategis dalam sistem perekonomian nasional, usaha tani padi telah memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan 25-35% (Nurmanaf, 2006). Tersedianya pangan yang cukup bagi rumah tangga baik jumlah maupun mutunya seperti dalam PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan pangan. Untuk mendorong produksi pangan yang optimal sekaligus mengendalikan laju impor di bidang pangan, pemerintah memberikan kesempatan kepada petani untuk dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani dan keluarganya dan mendukung ketahanan pangan secara Nasional (Prihatin, 2012). Pemerintah dalam meningkatkan produksi untuk pemenuhan pangan, telah melakukan berbagai upaya antara lain ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi. Salah satu program intensifikasi adalah memasukkan input dalam usaha tani antara lain; penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Dalam peningkatan produksi tanaman, tidak lepas dari penggunaan pestisida.
B.Penggunaan Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititikberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang (Faizal, 2010). Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Keunggulan penggunaan pestisida antara lain:
1. Mencegah dan membunuh hama secara cepat.
3. Memberantas dan mencegah yang merusak tanaman maupun hasil pertanian lainnya.
4. Dapat diperoleh secara cepat dan bisa dalam jumlah yang banyak.
5. Aplikasinya mudah, cepat, dan efektif sehingga mengurangi jumlah tenaga kerja.
Kelemahan penggunaan pestisida antara lain:
1. Meningkatnya populasi jasad pengganggu tanaman (timbulnya ketahanan hama
dan penyakit). Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan tetapi dalam kenyataannya, sering meningkatkan populasi jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak penggunaan pestisida.
2. Membunuh musuh alami.
3. Dapat meracuni manusia.
4. Mencemari lingkungan baik tanah, air, produk, maupun udara.
5. Merusak keseimbangan ekologi.
C.Pencemaran Pestisida
Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.
Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Karena sifatnya yang beracun dan persisten di lingkungan, maka
Residu insektisida yang ditemukan di daerah Jawa Barat terdiri dari golongan organoklorin (lindan, endrin, heptaklor, aldrin, DDT, dan endosulfan) dan golongan organofosfat (klorpirifos, diazinon, paration, malation dan fenitrotion). Residu pestisida tersebut ditemukan di daerah Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Sumedang, Majalengka, Tasikmalaya, Ciamis dan Kuningan. Residu pestisida ditemukan pada contoh air, tanah maupun tanaman padi, hal ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Residu Organoklorin dan Organofosfat pada Contoh Air, Tanah dan Tanaman Padi di Daerah Jawa Barat.
No. Kabupaten Organoklorin Organofosfat
Air (ml/L) Tanah (mg/kg) Beras (mg/kg) Air (ml/L) Tanah (mg/kg) Beras (mg/kg) 1 Bogor - - - - 2 Sukabumi 0,0088 0,0253 0,0016 0,0082 0,0046 - 3 Cianjur 0,0033 0,0108 - 0,0030 - - 4 Bandung 0,0048 0,0215 0,0015 0,0037 0,0127 - 5 Garut 0,0047 0,0108 0,0012 0,0042 0,0038 - 6 Tasikmalaya 0,0044 0,0311 0,0026 - 0,0022 - 7 Ciamis 0,0027 0,0067 0,0013 - 0,0024 - 8 Kuningan 0,0030 0,0268 0,0010 0,0024 - 0,0045 9 Cirebon 0,0048 0,0327 0,0013 0,0019 0,0044 0,0022 10 Majalengka 0,0106 0,0286 0,0022 0,0022 - - 11 Sumedang 0,0065 0,0254 0,0019 0,0015 - - 12 Indramayu 0,0049 0,0155 - 0,0027 - - 13 Subang 0,0043 0,0279 0,0012 0,0017 - 0,0028 14 Purwakarta - - - - 15 Karawang 0,0044 0,0175 0,0028 0,0016 - 0,0061 16 Bekasi - - - - Jawa Barat 0,0672 0,2806 0,0186 0,0331 0,0301 0,0156
Sumber: Ardiwinata et al, 2008.
Penyebab timbulnya pencemaran pestisida pada umumnya terjadi karena ketidak tepatan dalam menentukan jenis pestisida, dosis dan cara penggunaan pestisida. Menurut (Ardiwinata et al., 2007), penggunaan pestisida secara tepat guna meliputi:
1. Tepat jenis yaitu disesuakan jenis pestisida yang digunakan dengan jenis
organisme pengganggu tumbuhannya, misalnya untuk mengendalikan serangga menggunakan insektisida, mengendalikan cendawan menggunakan fungisida, mengendalikan gulma menggunakan herbisida.
2. Tepat dosis yaitu banyaknya pestisida yang diaplikasikan persatuan luas atau berat
atau volume sasaran disesuaikan dengan rekomendasi yang ditetapkan, misalnya kg/hektar.
3. Tepat cara yaitu disesuaikan antara bentuk formulasi pestisida dan alat aplikasi
yang digunakan, misalnya penyemprotan, perendaman, penaburan, pengolesan.
4. Tepat sasaran yaitu disesuaikan dengan jenis komoditi tanaman serta jenis dan
cara hidup organisme pengganggu tumbuhan yang akan diaplikasi pestisida.
5. Tepat waktu yaitu pada waktu populasi organisme pengganggu tumbuhan telah
mencapai ambang pengendalian dan sebagian besar dalam stadium peka, keadaan cuaca memenuhi syarat.
6. Tepat tempat yaitu disesuaikan dengan keadaan tempat yang akan diaplikasi
pestisida, misalnya lahan kering, lahan berair, rawa, gudang.
D.Dampak Penggunaan Insektisida
Insektisida sebagai salah satu komponen dalam pengendalian hama telah memberi sumbangan yang nyata dalam pembangunan pertanian. Namun kenyataan menunjukkan bahwa insektisida juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, dan pencemaran lingkungan. Salah satu dampak dari penggunaan pestisida adalah tertinggalnya pestisida di komoditas pertanian dan di lingkungan atau yang lebih dikenal dengan istilah residu pestisida. Menurut Winarno (1987) bahwa bahan pangan yang tercemar pestisida dicurigai menyebabkan leukimia, aplasticanemia, alergi dan asma. Selain itu, dampak negatif pestisida dapat terjadi pada hewan/ ternak/ ikan/katak, timbulnya resistensi/resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami/ serangga berguna, pencemaran air dan tanah (Mustaqim dan Ma’aruf,
volume yang digunakan, 60% dari herbisida, 90% dari fungisida dan 30% dari semua insektisida mempunyai potensi sebagai karsinogen; EPA menganggap bahwa tidak ada aras aman untuk karsinogen (Short, 1994). Jenis pestisida yang berpotensi menimbulkan kanker Tabel 2.
Tabel 2. Pestisida Penyebab Kanker
No. Nama pestisida No. Nama pestisida
1. Alaklor 16. Laktofen 2. Amitrol 17. Lindan 3. Asetoklor 18. Maneb 4. Asiforfen 19. Mankozeb 5. Baygon 20. O-fenilfenol 6. Benomil 21. Permetrin 7. DDE 22. Pronamid 8. DDT 23. Propargit 9. ETU 24. Prosimidon 10. Folfet 25. Sipermetrin 11. Haloksifop-metil 26. Siprokonazol 12. Heksaklorobenzen 27. Telon II 13. Isoprodion 28. Terazol 14. Kaptan 29. TPTH 15. Klorotalonil 30. Trifluralin Sumber: PAN (1994). E.Penyehatan Lingkungan
Salah satu cara untuk menyehatkan lingkungan yang sudah tercemar dengan pestisida adalah dengan mengaplikasikan biochar/arang aktif dalam tanah maupun perairan.
1. Biochar
Biochar adalah bahan padat yang diperoleh dari karbonisasi dari biomassa (Pari et al., 2012). Biochar merupakan substansi arang kayu yang berpori (porous), sering juga disebut charcoal atau agri-char. Karena berasal dari makhluk hidup kita
mikroba tanah misalnya bakteri yang membantu dalam perombakan unsur hara agar unsur hara tersebut dapat di serap oleh tenaman, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak mengganggu keseimbangan karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman. Biochar memiliki nilai penyerapan karbon yang cukup. Dalam proses pembuatannya, sekitar 50% dari karbon yang ada dalam bahan dasar akan terkandung dalam biochar, dekomposisi biologi biasanya kurang dari 20% setelah 5-10 tahun, sedangkan pada pembakaran hanya 3% karbon yang tertinggal. Dua hal utama potensi biochar untuk bidang pertanian adalah afinitasnya yang tinggi terhadap unsur hara dan persistensinya. Biochar lebih persisten dalam tanah, sehingga semua manfaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat berjalan lebih lama dibanding bahan organik lain yang biasa diberikan. Persistensi yang lama menjadikan biochar pilihan utama bagi mengurangi dampak perubahan iklim. Walau dapat menjadi sumber energi alternatif, manfaat biochar jauh lebih besar jika dibenamkan ke dalam tanah dalam mewujudkan pertanian ramah lingkungan.
Penambahan biochar ke tanah meningkatkan ketersediaan kation utama dan posfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah (KTK) yang pada akhirnya meningkatkan hasil. Tingginya ketersediaan hara bagi tanaman merupakan hasil dari bertambahnya nutrisi secara langsung dari biochar, meningkatnya retensi hara, dan perubahan dinamika mikroba tanah. Keuntungan jangka panjangnya bagi ketersediaan hara berhubungan dengan stabilisasi karbon organik yang lebih tinggi seiring dengan pembebasan hara yang lebih lambat dibanding bahan organik yang biasa digunakan. Peran biochar terhadap peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh jumlah yang ditambahkan. Pemberian sebesar 0,4 sampai 8 t C/ha dilaporkan dapat meningkatan produktivitas secara nyata antara 20 - 220%. Setiap tahunnya limbah kehutanan, perkebunan, pertanian dan peternakan yang mengandung karbon mencapai ratusan juta ton dan sering menjadi masalah dalam hal pembuangannya. Limbah jenis ini merupakan bahan sangat potensial diubah menjadi biochar dalam berbagai tingkat teknologi produksi. Sebagai gambaran sederhana, dari 50 juta ton produksi gabah tiap tahunnya ikut dihasilkan sekitar 60 juta ton
Penambahan biochar kedalam tanah pada beberapa penelitian memperlihatkan berbagai macam keuntungan dalam kaitan memeperbaiki kualitas tanah, seperti:
a. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
b. Menurunkan kemasaman tanah
c. Meningkatkan struktur tanah
d. Meningkatkan daya ikat air (water holding capacity)
e. Meningkatkan efesiensi pemupukan
f. Meningkatkan respirasi mikroba tanah
g. Meningkatkan biomassa mikroba tanah
h. Menstimulasi simbiosis fiksasi nitrogen pada legum
2. Arang Aktif
Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diaktivasi sampai suhu 900oC
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-1000 kali terhadap berat arang aktif sehingga karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri. Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, sehingga mempunyai daya serap iod tinggi. Arang aktif dapat dibuat dari limbah pertanian yang melimpah yaitu sekam padi atau
tempurung kelapa, atau limbah pertanian lainnya melalui proses pemanasan 500oC
selama 5 jam dan aktivasi pada tungku listrik dengan suhu 900oC selama 60 menit.
Potensi tersebut dapat dikembangkan untuk kepentingan pertanian. Keunggulan arang aktif adalah dapat mengikat pencemar residu pestisida (organoklorin) berkisar antara 0,0023 – 0,2290 ppm, slow release, menghemat pupuk urea 30-40%, mengurangi kehilangan urea, baik dari penguapan dan pencucian, mempercepat degradasi pestisida oleh mikroba. Selain itu arang aktif sebagai pelapis urea dapat berfungsi sebagai penjerat pestisida dan rumah mikroba yang akan membantu proses degradasi pestisida saat di dalam tanah. Teknologi ini menjadi alternatif bagi petani dalam memilih pupuk urea dan bermafaat bagi lahan tercemar.
3. Degradasi Residu Pestisida
Proses degradasi merupakan proses terjadinya peruraian pestisida setelah digunakan dapat terjadi sebagai akibat adanya; mikroba, reaksi kimia, dan sinar matahari. Prosesnya dapat terjadi setiap saat dari hitungan jam, hari, sampai tahunan bergantung pada kondisi lingkungan dan sifat-sifat kimia pestisida (Manuaba, 2009). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa strain bakteri yang diisolasi dari tanah mampu mendegradasi senyawa pestisida dan menggunakan pestisida sebagai sumber karbon dan memiliki gen metabolisme dalam plasmidnya (Indratin, 2013). Bakteri yang tetap bertahan hidup di lingkungan yang mengandung pestisida merupakan ekspresi bakteri yang mampu hidup dan dapat mendegradasi pestisida (Wahyuni, 2012). Secara alami, mikroba tertentu mampu menyesuaikan hidup pada tanah mengandung pestisida. Perkembangan populasi bakteri tanah adalah ciri dinamika kehidupan di tanah. Terjadinya populasi bakteri pada tanah yang mengandung pestisida mencirikan adanya proses degradasi terhadap pestisida. Pendegradasian dapat terjadi melalui proses mineralisasi, secara utuh hasilnya dimanfaatkan langsung oleh sel-sel mikroba. Untuk mengenali alur degradasi atau biokonversi, beberapa hal seperti pengenalan karakter metabolisme mikroba, dan spesifitas enzim terhadap substrat residu pestisida dapat menjadi acuan dalam upaya menghilangkan cemaran pestisida di tanah (Rahmansyah & Sulistinah, 2009). Proses degradasi oleh mikroba ini akan mengalami peningkatan bila temperatur, pH tanah cocok untuk pertumbuhan mikroba, cukup oksigen, dan fertilitas tanahnya cukup baik (Manuaba, 2009). Asupan sarana produksi berupa pupuk kimia ke dalam tanah pertanian juga akan memberikan pola tersendiri dalam menstimulasi mikroba fungsional yang ada di dalam tanah (Rahmansyah & Sulistinah, 2009). Pestisida dikatakan persisten (persistent) jika dapat bertahan pada bidang sasaran atau pada lingkungan dalam jangka waktu yang relatif lama sesudah diaplikasikan. Dengan kata lain, pestisida yang persisten tidak mudah diuraikan oleh alam (Yuantari, 2009). Pestisida tertentu memiliki ikatan kimia yang sulit didegradasi yang disebut dengan unsur yang rekalsitran, dan ini berpotensi menjadi bahan pencemar. Keragaman diversitas bakteri pada genera Alcaligenes, Flavobacterium, Pseudomonas dan Rhodococcus mampu mendegradasi pestisida yang terdiri dari unsur rekalsitran.
Pestisida sebagai komponen asing di lingkungan tanah menimbulkan instabilitas terhadap aktivitas enzim. Fosfatase dan esterase sebagai enzim hidrolisa yang dihasilkan mikroba tanah dapat memutus susunan kimia pestisida yang memiliki susunan rantai labil pada karbamat (Rahmansyah & Sulistinah, 2009).
Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi atau mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan tekanan abiotik. Bioremediasi adalah proses pembersihan perusakan atau pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air). Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain, seperti fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air, kimia tanah dan juga teknik. Mikroorganisme yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur, yeast, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.
a. Kecepatan degradasi pestisida dipengaruhi terutama oleh:
1) Struktur kimia suatu senyawa toksikan faktor utama yang menentukan kecepatan degradasi. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida yaitu: semakin panjang rantai karbon alifatik semakin mudah mengalami degradasi, ketidakjenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi, jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat memengaruhi degradasi, posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida.
2) Kondisi lingkungan juga meliputi: tipe tanah, jumlah bahan organik tanah, suhu, lamanya tanah tersebut ditanami, curah hujan, pH tanah.
b. Mikroorganisme pendegradasi pestisida
Anthrobacter sp., Pseudomonas sp., dan Azotobacter sp. merupakan mikroorganisme aerobik atau fakultatif pada kondisi anaerob dapat mendegradasi klorobenzena. Pseudomonas fluorescens tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobik. Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes dalam medium ekstrak kedelai trypticase dapat mendegradasi DDT menjadi dua sampai delapan metabolit. Tujuh metabolit bersal dari bakteri aerob yaitu Bacillus. Metabolit yang hampir sama berasal dari reaksi anaerob E. coli dan E. aerogenes namun kurang dari empat metabolit berasal dari reaksi aerob dari organisme lain. Secara umum jalur metabolis pendegradasian DDT (1,1,1-triehloro-2,2-bis (p-chlorophenyl)ethane) adalah DDT > DDD > DDMU > DDMS > DDNU > (DDOH) > DDA > DBP or DDT > DDE.
Peran lain mikroba dalam bidang pertanian antara lain dalam teknologi kompos bioaktif dan dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman (biofertilizer). Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoslulotik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. Teknologi kompos bioaktif ini menggunakan mikroba biodekomposer yang mampu mempercepat proses pengomposan dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos, dan ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikkroba akan berperan untuk mengendalikan organisme.
c. Contoh proses degradasi pestisida
Proses degradasi residu pestisida dengan memanfaatkan enzim tidak mudah, dalam penanganan limbah pestisida secara enzimatis, sistem yang dikembangkan harus melalui tahap pengkajian yang teliti sehingga tidak diperoleh hasil yang tidak diharapkan. Tidak semua jenis pestisida dapat dihidrolisis dengan menggunakan satu jenis biokatalis enzim. Namun, proses ini bergantung jenis pestisida, jenis mikroba, dan media pembiakan tempat berkembangnya bakteri tersebut sebelum dapat digunakan. Harus ditentukan dulu jenis pestisidanya, jenis mikroba yang tumbuh pada lahan pertanian yang akan didegradasi dengan enzim. Untuk menentukan enzim penghidrolisis pestisida pada lahan pertanian, yang perlu dilakukan adalah dengan
hidup pada lahan pertanian tersebut. Bakteri yang didapat, kemudian dibiakkan dalam media yang mengadung pestisida tertentu. Tujuannya supaya bakteri ini bisa tahan terhadap zat beracun ini. Dalam media ini mikroba kemudian menghasilkan enzim kasar yang akan dimurnikan dan selanjutnya diamobilisasi untuk menghidrolisi jenis pestisida herbisida fenilkarbamat, maka jenis yang digunakan adalah jenis enzim yang dihasilkan oleh mikroba dari genus Arthrobacter (Arthrobacter sp). Caranya dengan membiakkan mikroba ini dalam medium diklorofenosiastet terlebih dahulu. Setelah proses ini, enzim baru bisa dipakai untuk menghidrolisi herbisida jenis fenol terklorinasi. Demikian juga untuk jenis pestisida fenil karbamat digunakan jenis mikroba dari jenis genus Pseudomonas. Mikroba ini dibiakkan dalam dalam herbisida fenilkarbamat dan akhirnya dapat digunakan untuk menghidrolisis beberapa pestisida golongan fenil seperti karbamat dan asilanilida. Setelah enzim ini jadi maka bisa digunakan dalam lahan pertanian. Bila berbentuk pelet enzim bisa ditaburkan di atas lahan pertanian. Tapi bila berbentuk cair maka enzim dapat dicampurkan di dalam larutan penyaring, untuk menghidrolisis air yang mengandung pestisida pada lahan pertanian yang bersama dengan proses penyaringan air. Enzim mempunyai keunggulan dalam mendegradasi pestisida, karena biokatalis ini bisa digunakan dalam suhu ruang dan pH netral. Reaksi enzimatis tidak memerlukan bahan kimia konvensional sehingga ramah lingkungan. Bahan kimia biasa untuk mendegradasi kadang berbahaya karena menghasilkan efek samping. Keuntungan lain reaksi enzimatis, pada saat degradasi tidak terpengaruh oleh toksisitas limbah yang ada dibanding dengan cara biologis menggunakan tanaman air. Enzim juga mampu menghasilkan reaksi yang bersih yang tidak berefek samping lantaran memunyai kekhususan pada struktur molekul pembentuknya.
F. Mekanisme Degradasi Arang Aktif
Rongga arang aktif sangat disukai oleh mikroba (bakteri tanah pendegradasi dan bakteri pengikat nitrogen) sebagai tempat tinggal (rumah), sehingga populasi mikroba di dalam rongga meningkat karena terdapat nutrient C yang berasal dari residu pestisida. Apabila residu pestisida masuk atau terperangkap di dalam rongga arang aktif, maka residu pestisida tersebut akan didegradasi oleh mikroba
konsentrasi residu pestisida di tanah dapat ditekan, maka konsentrasi residu pada produk pertanian akan dapat diminimalisir.
G. Kerangka Pikir Penelitian
Menurunkan residu insektisida
Heksaklorobenzen
Endrin
Mengurangi pencemaran lingkungan
Biochar/Arang
Arang Aktif
Pemanfaatan limbah pertanian
Tempurung kelapa
Tongkol jagung
22
BAB III. METODE PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di lapang yaitu di Kebun Percobaan Jakenan. Tanah untuk penelitian diambil dari Desa Cilamaya Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang karena daerah ini merupakan sentra padi dan merupakan salah satu lumbung pangan Nasional. Preparasi dan analisa residu heksaklorobenzen dan endrin dilaksanakan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia Laladon Bogor, karakterisasi tanah, di lakukan di Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, serta seleksi isolat dilakukan di Laboratorium mikrobiologi LIPI Cibinong. Waktu pelaksanaan mulai bulan Juli 2013 hingga Desember 2013.
B.Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan penelitian meliputi limbah pertanian, bahan kimia dan bahan pendukung yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan penelitian di laboratorium dan lapang. Limbah pertanian yang digunakan untuk membuat biochar dan arang aktif adalah tempurung kelapa (Cocos nucifera) dan tongkol jagung (Zea mayz). Tempurung kelapa dikumpulkan dari pasar Darmaga Bogor dan tongkol jagung dari Jakenan Pati. Bahan kimia yang diperlukan untuk kegiatan analisa residu insektisida heksaklorobenzen dan endrin, yaitu: aseton grade for analysis, n-heksan grade for analysis, diklorometan grade for analysis, natrium sulfat anhidrat, kalium hidroksida, cellite 545, asetonitril, petroleum eter, florisil, bahan standar insektisida POPs (heksaklorobenzen “Merck” dengan kemurnian 99,5% dan endrin “Merck” dengan kemurnian 98,9%).
Bahan lapang yang digunakan adalah bibit padi Ciherang umur 21 hari, urea prill, urea berlapis biochar, urea berlapis arang aktif, urea berlapis biochar yang diperkaya dengan mikroba, urea berlapis arang aktif yang diperkaya dengan mikroba, SP-36 dan KCl. Mikroba pendegradasi senyawa POPs berasal dari hasil penelitian pendahuluan yaitu hasil isolasi dari tanah indegenus yang akan digunakan untuk media tanam yang berasal dari Karawang. Mikroba yang digunakan untuk memperkaya adalah mikroba konsorsia hasil isolasi dari tanah indegenus hasil
penelitian (Balingtan, 2013), yaitu Achoromobacter sp, Catenococcus thiocycli, Heliothrix oregonensis, Bacillus cereus, Bacillus subtilis.
2. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah pH meter, thermometer, botol semprot, rol meter, kromatografi gas Varian 450 GC yang dilengkapi dengan detector electron capture detector (ECD) dan kolom VF-1701 pesticides untuk mendeteksi residu insektisida heksaklorobenzen dan endrin. Alat Soxhlet digunakan untuk mengekstrak tanah dan beras. Sedangkan untuk mengektrak analit dalam air digunakan corong pemisah. Pengrotari evaporator (Buchi R-114) digunakan untuk menguapkan pelarut hasil ekstraksi, sedangkan untuk memurnikan contoh dari pengganggu komponen analisa digunakan panjang kolom kromatografi fasa diam alumina/silikat. Alat-alat gelas seperti gelas ukur, gelas piala, labu ukur, corong pisah, labu bundar dan pipet. Tungku aktivasi arang aktif digunakan untuk
mengaktivasi arang tempurung kelapa dan tongkol jagung.
C.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental/lapang dengan menggunakan Lysimeter untuk mengetahui efektivitas pengaruh urea berlapis biochar yang diperkaya mikroba dalam penurunan residu heksaklorobenzen dan endrin. Pelapisan urea dengan arang aktif dilakukan dengan cara granulasi dengan perbandingan (berat/berat) urea : arang aktif. Cara pencampuran untuk 800g urea dan 200g arang aktif; 1) masukkan urea dalam granulasi, 2) masukkan ¼ bagian arang aktif dalam alat granulasi yang telah diberi urea lalu alat granulasi diputar, 3) semprot urea yang diberi arang aktif dengan molases sebanyak 15 ml secara suspensi/kabut sambil diputar, 4) masukkan ¼ bagian arang aktif sambil diputar-putar dan semprot pakai molases 15 ml, 5) masukkan lagi ¼ bagian arang aktif sambil diputar-putar semprot molases 20 ml, 6) setelah terjadi pelapisan urea arang aktif dengan baik lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering diambil. Teknik pengkayaan arang aktif dengan bakteri pendegradasi dilakukan setelah perlakuan pelapisan urea dengan arang aktif dengan cara menyemprotkan suspensi
bakteri ke permukaan arang aktif sebanyak 40 ml mikroba konsorsia 109 dalam 1 kg
berlapis biochar dan arang aktif yang diperkaya bakteri pendegradasi sebagai materi utama. Mikroba pendegradasi merupakan mikroba konsorsia terseleksi pada percobaan laboratorium/pendahuluan hasil penelitian (Dewi et al., 2013).
Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 250 kg/ha SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha sesuai dengan dosis rekomendasi setempat. Waktu pemupukan; SP-36 diberikan 1 kali yaitu 1 (satu) hari sebelum tanam, Urea diberikan 1 kali: tanaman umur 15 hari setelah tanam (HST), KCl diberikan 2 kali: tanaman umur 15 HST dan 30 HST. Tanaman yang digunakan adalah padi varietas Ciherang dengan umur bibit 21 hari dengan jarak tanam 20 x 20 cm, penelitian lapang ini disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Rancangan ini terdiri atas 9 perlakuan dan diulang 3 kali, adapun perlakuannya sebagai berikut:
1. Urea pril (R1)
2. Urea berlapis AA tempurung kelapa (R2)
3. Urea berlapis AA tongkol jagung (R3)
4. Urea berlapis AA tempurung kelapa diperkaya mikroba konsorsia (R4)
5. Urea berlapis AA tongkol jagung diperkaya mikroba konsorsia (R5)
6. Urea berlapis biochar tempurung kelapa (R6)
7. Urea berlapis biochar tongkol jagung (R7)
8. Urea berlapis biochar tempurung kelapa diperkaya mikroba konsorsia (R8)
9. Urea prill berlapis biochar tongkol jagung diperkaya mikroba konsorsia (R9)
D.Teknik Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian lapang meliputi:
1. Persiapan
Persiapan meliputi pemasangan Lysimeter ukuran 1 x 1 meter, pengisian tanah dalam Lysimeter masing-masing sebanyak 600 kg tanah yang sudah dikering anginkan, tanah diairi selama 7 hari (kapasitas lapang), aplikasi pestisida, tanah diinkubasi selama 24 jam (air dalam kondisi jenuh), tanah diratakan, persemaian, pupuk ditimbang untuk masing-masing plot sesuai dengan dosis, dan papan nama dipasang.