10
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEMILIK ANJING
DENGAN PEMELIHARAAN ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH RABIES
DI KELURAHAN TARATARA KECAMATAN TOMOHON BARAT
Vera A. Mongdong* Jimmy Posangi** Odi R. Pinontoan*** * Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi
**Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
***Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah rabies. Penyakit Rabies merupakan penyakit fatal dengan Case Fatality Rate (CFR) 100%. Penduduk di Kelurahan Tara tara yang mayoritas adalah suku Minahasa memiliki kegemaran untuk memelihara anjing sehingga besar kemungkinan untuk mendapat gigitan dari anjing yang dipeliharanya atau gigitan dari anjing yang dibiarkan bebas berkeliaran. Dengan situasi masyarakat yang demikian maka lalu lintas anjing sangat sulit diawasi sehingga memiliki risiko tertular rabies dari anjing yang menderita rabies. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis factor internal (pengetahuan,sikap) dan eksternal (sumber informasi, anjuran petugas kesehatan dan anjuran tokoh masyarakat ) pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies di Kelurahan Taratara Kecamatan Tomohon Barat.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode analitik menggunakan desain cross sectional. Data primer diambil dari 96 responden dengan wawancara langsung. Data sekunder diambil dari dari dokumen maupun arsip yang berada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Dinas Kesehatan dan Sosial Kota Tomohon, Puskesmas Taratara, Dinas Peternakan, dan Kantor Kelurahan.Variabel independen yaitu pengetahuan, sikap, sumber informasi, anjuran petugas kesehatan dan anjuran tokoh masyarakat, variabel dependen yaitu pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies. Data dianalisis secara deskriptif melalui perhitungan statistic uji chi square dengan signifikansi ρ<0,05 menggunakan bantuan program komputer SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies (ρ 0,000), terdapat hubungan antara sikap dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies (ρ 0,000), terdapat hubungan faktor sumber informasi dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies (ρ 0,000), terdapat hubungan faktor anjuran tenaga kesehatan dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies (ρ 0,000), demikian juga terdapat hubungan faktor anjuran tokoh masyarakat dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies (ρ 0,007).
Kesimpulan dalam penelitian ini ialah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap, faktor sumber informasi, anjuran tenaga kesehatan, anjuran tokoh masyarakat, dengan pemeliharaan anjing yang dilakukan oleh masyarakat dalam upaya mencegah terjadinya penyakit rabies. Disarankan perlunya upaya promosi kesehatan dan sosialisasi atau penyuluhan secara terus menerus kepada masyarakat tentang penyakit rabies dan pencegahannya dan kepada masyarakat dan bagi masyarakat Kelurahan Taratara Agar selalu menambah pengetahuan mengenai penyakit rabies dan cara pencegahannya serta merubah sikap dan perilaku dengan melakukan tindakan pencegahan penyakit rabies melalui cara pemeliharaan yang baik dan benar.
ABSTRACT
One of the infectious diseases that still an issue around the world, including in Indonesia, is rabies. Rabies is a fatal disease with 100% Case Fatality Rate (CFR). Majority of residents in Taratara village are Minahasan people who have a favor for raising a dog so it is likely to get a bite from a dog that was raised or from a dog that was left free to roam. With that kind of situation, the dog traffic will be very difficult to control so it will increase the risk of acquiring rabies from a dog suffering from rabies. The purpose of this study was to analyze the internal factors (knowledge, attitudes) and external (resources, advocacy of health workers and community leaders’ suggestion) of the dog owners with the raising of dogs in an effort to prevent rabies in the Taratara village West Tomohon sub district.
The type of this study was the analytical method using cross sectional design. Primary data were taken from 96 respondents by direct interview. Secondary data were taken from the
11
document archives of the North Sulawesi Provincial Health Office, Department of Health and Social of Tomohon City, Taratara Community Health Center, Department of Animal Husbandry, and the Village Office. Independent variables were knowledge, attitudes, resources, advocacy of health workers and community leaders’ suggestion while dependent variable was the raising of dogs in an effort to prevent rabies. Data were analyzed descriptively by using chi square test with significance value (ρ <0.05) using the SPSS computer program.
Results showed that there was a significant association between knowledge and raising of dogs in an effort to prevent rabies (ρ 0,000), there was a significant association between attitudes and the raising of dogs in an effort to prevent rabies (ρ 0,000), there was a significant association between resources and the raising of dogs in an effort to prevent rabies (ρ 0,000), there was a significant association between advocacy of health workers and the raising of dogs in an effort to prevent rabies (ρ 0.000), and there was a significant association between community leaders’ suggestion and the raising of dogs in an effort to prevent rabies (ρ 0.007).
Conclusion of this study is that there was a significant relationship between knowledge, attitudes, resources, advocacy of health workers, community leaders’ suggestion and the raising of dogs in an effort to prevent rabies. Suggestion that can be given is the need for health promotion efforts and constant outreach or extension to the public about rabies and its prevention and for the people of the Taratara village is to always increase knowledge about rabies and its prevention as well as changing attitudes and behaviors by conducting preventive measures of rabies through the good and right way of raising dogs.
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah rabies. Penyakit Rabies merupakan penyakit fatal dengan angka kematian sebesar 100% atau Case Fatality Rate (CFR) 100%. World Health organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 55.000 ribu orang pertahun meninggal karena penyakit rabies dan 95 % jumlah itu berasal dari Asia dan Afrika. Sebagian besar dari korban yaitu sekitar 40% terdiri dari anak anak usia di bawah 15 tahun. Penyebaran rabies ini disebabkan gigitan anjing yang terkena rabies. Kematian umumnya disebabkan oleh karena tidak adanya perlakuan atau kurangnya perlakuan yang baik (Post Exposure Treatment) dari korban yang terkena rabies (WHO,2013)
Penyakit rabies merupakan salah satu penyakit yang menjadi prioritas secara nasional dimana jumlah kasus gigitan hewan
penular rabies secara nasional masih cukup tinggi setiap tahunnya. Di Indonesia kasus rabies pertama kali dilaporkan di Jawa Barat tahun 1889 pada anjing dan pada manusia di tahun 1894, setelah itu rabies mulai menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia (Buletin Penyakit Zoonosis, 2013). Di
Indonesia kasus rabies pertama kali
dilaporkan di Jawa Barat tahun 1889 pada anjing dan pada manusia di tahun 1894, setelah itu rabies mulai menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia( Buletin Penyakit Zoonosis, 2013). Secara nasional propinsi yang belum terbebas dari penyakit rabies adalah urutan pertama oleh Bali dengan kasus gigitan HPR sebanyak 37.066 kasus dengan kematian 1 kasus pada manusia, urutan kedua Riau dengan kasus gigitan HPR sebanyak 5106 kasus dengan kematian sebanyak 12 kasus, urutan ketiga NTT sebanyak 5067 kasus dengan kematian 6 kasus, Sumatera Utara sebanyak 3037
12
kasus dengan kematian sebanyak 8 kasus dan Sulawesi utara dengan kasus gigitan HPR sebanyak 2729 kasus dengan kematian pada manusia sebanyak 30 kasus (Kemenkes RI, 2014).Kota Tomohon merupakan salah satu kota/kabupaten di Sulawesi utara yang menempati posisi 6 terbanyak kasus gigitan HPR. Berdasarkan laporan dari dinas kesehatan dan social kota Tomohon dimana tahun 2015 kasus gigitan HPR sebanyak 256 dan yang di beri VAR sebanyak 72 orang. Hasil pengamatan penulis di Kelurahan Tara Tara dijumpai banyak anjing berkeliaran secara bebas. Penduduk di Kelurahan Tara tara yang mayoritas adalah suku Minahasa memiliki kegemaran untuk memelihara anjing sehingga besar kemungkinan untuk
mendapat gigitan dari anjing yang
dipeliharanya atau gigitan dari anjing yang
dibiarkan bebas berkeliaran. Dengan situasi masyarakat yang demikian maka lalu lintas
anjing sangat sulit diawasi sehingga
memiliki risiko tertular rabies dari anjing yang menderita rabies.
METODE
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian analitik menggunakan desain
cross sectional. Penelitian dilaksanakan di kelurahan Tara Tara pada bulan Desember 2015 sampai bulan Maret 2016.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilik anjing di Kelurahan Tara Tara yang berjumlah 221 Keluarga. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Besar sampel dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan rumus
(Lemeshow,1998) NZ²a/2 P(1-P) n = (N-1)d² + Z²a/2 P(1-P) 221 x 1,96 x 0,25(1-0,25) n = (221-1)0,005²+1,96x0,25(1-0,25) 81,21755 n = 0,9175 n = 88 n = 88 + (10%x88)
n = 96 orang sebagai responden Keterangan :
n = Perkiraan besar sampel
Z²a/2 = Standar deviasi normal 1,96 untuk α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95 %) P = Proporsi untuk sifat tertentu yang terjadi pada individu ditentukan 25% N = Besar populasi
13
Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling).Metode dan pengumpulan data
meliputi data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung pada responden oleh peneliti dan mengacu pada variabel yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari dokumen atau arsip yang ada di dinas kesehatan propinsi Sulawesi utara, dinas
kesehatan kota tomohon, Puskesmas
Taratara, Dinas peternakan dan kantor kelurahan. Analisis data yang dilakukan
dengan menggunakan program komputer, untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas (Pengetahuan, sikap, sumber
informasi, anjuran petugas kesehatan dan anjuran tokoh masyarakat) dengan variabel terikat (pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies) sehingga akan diketahui variabel mana yang mempunyai hubungan yang signifikan secara statistik. Analisis
yang digunakan adalah uji Chi Square
dengan nilai p < 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan antara pengetahuan dengan pemeliharaan anjing dalam mencegah rabies
Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dari total 96 responden yang dilakukan penelitian terdapat 32 responden (69,9%) yang pemeliharaan anjingnya kurang baik juga memiliki pengetahuan yang kurang baik, dan dari
hasil analisis bivariat dengan chi square
diperoleh nilai p sebesar 0,000 (α<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan responden dengan
pemeliharaan anjing dalam upaya
pemcegahan kejadian rabies. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moningka dkk (2013) yang mendapatkan
bahwa pengetahuan masyarakat
berhubungan terhadap pemeliharaan anjing yang juga berhubungan langsung dengan pencegahan rabies dari masyarakat.
Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, pengetahuan dapat menjadikan seseorang mampu melakukan perubahan
perilaku termasuk perubahan dari yang tidak baik menjadi baik. Untuk itu perlu adanya upaya pemberian pengetahuan uang terus
menerus kepada masyarakat ataupun
pemelihara anjing sehingga dapat menambah pengetahuan mereka dan menimbulkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan anjing yang benar dalam upaya mencegah rabies. Upaya masyarakat dalam mencegah rabies kadang belum dapat langsung di lihat karena sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi kadang ditafsirkan terlebih dahulu dalam perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003) Hubungan antara sikap dengan pemeliharaan anjing dalam mencegah rabies
Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dari total 96 responden yang dilakukan penelitian terdapat 36 responden (78,3%) yang pemeliharaan anjingnya kurang baik juga memiliki sikap yang kurang baik, dan dari hasil analisis bivariat dengan chi square diperoleh nilai p sebesar 0,000 (α<0,05), sehingga dapat
14
disimpulkan bahwa ada hubungan sikap responden dengan pemeliharaan anjing dalam upaya pemcegahan kejadian rabies. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Hontong (2012) yang menyatakan ada hubungan antara sikap responden dengan tindakan pencegahan rabies.Pendapat yang berbeda dengan
penelitian ini dikemukakan oleh Moningka dkk (2013) bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara sikap dengan
pemeliharaan anjing dalam pencegahan rabies. Hubungan antara sikap dan tindakan pencegahan rabies yang dilakukan oleh
masyarakat sangat berkaitan dengan
pengetahuan yang diperoleh masyarakat, juga informasi yang diperoleh. . Sikap responden yang baik tidak selalu tampak dalam perilaku yang baik pula yang dapat menghindarkan responden dari kejadian penyakit.
Terjadinya kasus rabies bukan karena dipengaruhi oleh sikap saja namun dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan tindakan. Pentingnya pemberian pengetahuan yang
berkesinambungan sehubungan dengan
bahaya penyakit rabies kepada pemelihara
anjing dan masyarakat agar dapat
menimbulkan kesadaran mereka sehingga masyarakat dapat merubah sikap mereka dalam melakukan pemeliharaan anjing dalam upaya untuk mencegah rabies. Keyakinan masyarakat terhadap terjadinya kasus rabies yang ditularkan lewat gigitan hewan penyebab rabies dipengaruhi oleh karakter individu dalam melakukan evaluasi. Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (Notoadmojdo, 2003).
Hubungan sumber informasi dengan pemeliharaan anjing dengan pencegahan rabies.
Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dari total 96 responden yang dilakukan penelitian terdapat 32 responden (71,7%) yang pemeliharaan anjingnya kurang baik juga mendapatkan sumber informasi yang kurang baik, dan dari
hasil analisis bivariat dengan chi square
diperoleh nilai p sebesar 0,000 (α<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sumber informasi responden dengan pemeliharaan anjing dalam upaya pencegahan kejadian rabies. Hal yang sama
didapatkan dari hasil penelitian
Tahulending, dkk (2014) dimana terdapat hubungan yang bermakna antara sumber informasi dengan tindakan pencegahan rabies.
Perubahan perilaku harus disertai sumber informasi yang jelas dan diberikan dengan intensif karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup sehat,cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit rabies , dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan
menimbulkan kesadaran mereka, dan
akhirnya menyebabkan orang berperilaku
sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
Hubungan anjuran tenaga kesehatan dengan pemeliharaan anjing dengan pencegahan rabies.
Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dari total 96 responden yang dilakukan penelitian terdapat 32
15
responden (69,6%) yang pemeliharaan anjingnya kurang baik juga mendapatkan anjuran tenaga kesehatan yang kurang baik, dan dari hasil analisis bivariat dengan chi square diperoleh nilai p sebesar 0,000 (α<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan anjuran tenaga kesehatan responden dengan pemeliharaan anjing dalam upaya pemcegahan kejadian rabies.Hasil penelitian oleh Tahulending dkk
(2015) dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peranan petugas kesehatan dengan pencegahan rabies.
Anjuran petugas masyarakat terhadap pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies tergantung dari cara penerimaan setiap orang, dimana dalam menerima anjuran dari petugas kesehatan setiap orang mempunyai kesadaran dan persepsi yang
berbeda beda sehingga menimbulkan
perbedaan dalam pemeliharaaan anjing. Perubahan perilaku dari yang tidak baik menjadi baik dapat dipengaruhi oleh berbagai hal termasuk dari informasi yang jelas dan diberikan oleh pihak yang lebih tahu dan kompeten.
Informasi ini dapat diberikan oleh petugas kesehatan dimana petugas kesehatan mengetahui dengan jelas bagaimana cara
pencegahan penyakit rabies karena
seseorang yang berkompeten dalam
bidangnya dapat memberikan sugesti kepada oranglain dan akan lebih mudah di terima, dapat menimbulkan rasa percaya bahwa apa yang di informasikan itu benar karena sesuai dengan bidangnya sehingga pendapatnya dapat di terima dimana pendapat yang diberikan itu mengandung unsur unsur yang baik. Anjuran petugas kesehatan adalah
suatu upaya baik moril dan materiil yang di lakukan oleh tenaga kesehatan yang mampu
mempengaruhi masyarakat dan
menggerakkan prilaku positif terhadap kesehatan (Sarwono,2003).
Hubungan anjuran tokoh masyarakat dengan pemeliharaan anjing dengan pencegahan rabies.
Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dari total 96 responden yang dilakukan penelitian terdapat 16 responden (34,8%) yang pemeliharaan anjingnya kurang baik juga mendapatkan anjuran tokoh masyarakat yang kurang baik, dan dari hasil analisis bivariat dengan chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,003 (α<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan anjuran tokoh masyarakat responden dengan pemeliharaan anjing dalam upaya pencegahan kejadian rabies. Penelitian yang dilakukan Sudarshan (2012)
mengenai Rural Rabies Prevention Project
mendapati peran tokoh masyarakat pada
berbagai kegiatan tingkat masyarakat
dilakukan termasuk peran tokoh masyarakat
pada sikap dan praktek masyarakat
mengenai pencegahan dan pengendalian manusia dan hewan rabies.
Sebagai salah satu aspek budaya tokoh masayarakat sangat berperan dalam
kehidupan masyarakat dan dapat
mengambil peran strategis dalam hal pencegahan penyakit rabies dengan terus melakukan sosialisasi mengenai pencegahan penyakit rabies dalam masyarakat. Dimana anjuran dapat dilakukan dalam pertemuan-pertemuan atau kegiatan bermasyarakat.
16
Daftar PustakaSudarshan, M.K (2013).Rural Rabies
Prevention Project - A ‘One Health’ Experiment in India: An Overview, International Journal of TROPICAL
DISEASE & Health,
2013www.sciencedomain.org, diakses 2 Mei 2016.
Sarwono, S. 2004. Sosiologi Kesehatan,
Beberapa Konsep Beserta
Aplikasinya, Cetakan 3, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. World Health Organization (WHO). (2013).
Media Center Rabies Strategis For The Control And Elimination of Rabies in Asia. Report of WHO interregional Consultation Geneva Switzerland: 1-19, diakses 2 Mei 2016.
Kementrian Kesehatan RI, (2014) Data
Rabies Nasional. Subdit
Pengendalian Zoonosis Direktorat PPBL, Ditjen PP & PL.
Moningka, F., 2013. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Pemilik Anjing Dengan Tindakan Pencegahan Rabies di Wilayah Kerja Puskesmas
Ongkau Kabupaten Minahasa
Selatan. Skripsi. Program Pasca
Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Samratulangi
Manado http://ejournal.
unsrat.ac.id/index.php/jikmu/article di akses 1 Mei 2016.
Notoatmodjo,S. 2003. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Tahulending J.M.F, G.D Kandow, B. Ratag
(2015) Faktor faktor yang
berhubungan dengan tindakan
pencegahan penyakit rabies di
kelurahan makawidey kecamatan
aertembaga kota Bitung. Jurnal
Jikmu Vol.5 no.2
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jikmu /article diakses 1 Mei 2016.
Sarwono, S. 2004. Sosiologi Kesehatan,
Beberapa Konsep Beserta
Aplikasinya, Cetakan 3, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarshan, M.K (2013).Rural Rabies
Prevention Project - A ‘One Health’ Experiment in India: An Overview, International Journal of TROPICAL
DISEASE & Health,
2013www.sciencedomain.org, diakses 2 Mei 2016.