• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam proses komunikasi adanya penggunaan suatu media yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam proses komunikasi adanya penggunaan suatu media yang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Massa

2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa

Didalam proses komunikasi adanya penggunaan suatu media yang menghubungkan antara si komunikator dengan si komunikan untuk lebih memudahkan terjadinya proses pengiriman pesan. Baik itu pesan yang disampaikan secara langsung seperti yang terdapat dalam komunikasi massa, seperti yang telah dikemukkan oleh para ahli komunikasi bahwa Komunikasi Massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara tepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik).1

Media adalah alat perantara. Media yang dimaksud disini adalah media massa yang artinya adalah alat-alat perantara yang digunakan untuk menyampaikan isi pernyataan kepada banyak orang. Pentingnya peranan media dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar,

1 Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal 75

(2)

radio, dan televisi misalnya, dianggap sebagai media yang efisien dalam mencapai komunikan yang jumlahnya amat banyak.

Salah satu perubahan teknologi baru itu menyebabkan dipertanyakannya kembali definisi komunikasi itu sendiri. Definisi komunikasi massa sebelumnya sudah cukup jelas. Komunikasi massa bisa didefinisikan dalam tiga ciri:2

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. Karena komunikan bersifat heterogen, yang berarti antara pembaca, pendengar, pemirsa atau penonton yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, kebudayaan, ideologi, hobi, pengalaman, cita-cita, dan sebagainya.

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. Karena ditujukan kepada khalayak umum, bukan khusus, dan mengenai kepentingan umum.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

2 Werner J. Severin & James W. Tankard, Jr, 2009, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, Terapan di

(3)

2.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Sebelumnya telah dibahas tentang pengertian komunikasi massa melalui definisi komunikasi massa yang dikemukkan oleh beberapa ahli ilmu komunikasi. Melalui definisi itu pula kita dapat mengetahui karakteristik komunikasi massa yang diantaranya:3

1. Komunikator terlembagakan

Bahwa komunikasi massa itu pasti menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik. Karena bentuknya yang melembaga maka gerak media massa juga tidak bebas karena diatur oleh kebijakan lembaganya dan pemerintah.

2. Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan kepada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, dan tidak mengenal batas geografis dan kultural.

3. Bentuk kegiatan melalui media massa bersifat umum, dalam arti perseorangan atau pribadi.

4. Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara tepat dan mampu menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak terbatas baik secara geografis maupun kultural.

(4)

5. Penyampaian pesan melalui media massa cenderung berjalan satu arah. Umpan balik / feedback dari khalayak berlangsung secara tertunda atau delay

feedback.

6. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisasi.

7. Penyampaian pesan melalui media massa dilakukan secara berkala.

8. Isi pesan yang disampaikan melalui media massa mencakup berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, dan keamanan, baik yang bersifat informatif, edukatif maupun hiburan.

9. Media massa mengutamakan unsur dari pada hubungan. 10. Media massa menimbulkan keserempakan.

11. Kemampuan respon alat indera terbatas.

2.1.3 Proses Komunikasi Massa

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.4

a. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan symbol (lambang) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah

(5)

bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat kabar, telepon, teleteks, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.4 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interperter, encoder. Komunikasi massa men-decode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi adanya persetujuan dan efek-efek hiburan. Komunikasi massa menginterpretasikan hal-hal yang di decode sehingga dapat mengambil kebijakan terhadap efek. Menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati kehidupan.

(6)

Komunikasi massa juga meng-encode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada anggota masyarakat. Peluang ini dimungkinkan karena komunikasi massa mempunyai kemampuan memperluas pandangan dalam jarak yang hampir tidak terbatas, dan dapat melipat gandakan suara dan kata-kata secara luas.

Pendapat Schramm pada dasarnya tidak berbeda dengan pendapat Harld D Laswell yang menyebutkan fungsi-fungsi komunikasi massa sebagai berikut :5

1. Surveillance of the environment

Fungsinya sebagai pengamat lingkungan, yang oleh Scrhamm disebut sebagai decoder yang menjalankan fungsi the wathcer.

2. Correlation of the parts ofciety in responding to the environmment

Fungsinya menghubungkan bagian-bagian masyarakat agar sesuai dengan lingkungan. Scrhamm menanamkan fungsi ini sebagai penerjemah yang melakukan fungsi the forum.

3. Transmission of the social heritage from one generation to the next

Fungsinya adalah sebagai penerus atau pewaris sosial dari satu grasi ke generasi selanjutnya. Schramm menanamkan fungsi ini sebagai encoder yang menjalankan fungsi teacher.

5 Riswandi, Opcit. Hal 10

(7)

Laswell tidak memberikan rincian lanjut mengenai fungsi-fungsi yang ia kemukakan itu, sehingga terbuka kesempatan berbagai spekulasi itu sebagai berikut:6

1. Surveillance

Menunjukan pada fungsi pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik dalam maupun diluar masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut handing of news.

2. Correlation

Meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam memberikan reaksi terhadap kejadian-kejadian. Bagi sebagian, fungsi ini di identifikasikan sebagai fungsi editorial dan propaganda.

3. Entertainment

Menuju pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang di maksudkan untuk memberikan hiburan tanpa mengharapkan dampak-dampak tertentu.

Fungsi-fungsi itu sebenarnya serupa dengan fungsi-fungsi komunikasi pada umumnya. Fungsi-fungsi ini telah ada lama sebelum komunikasi massa lahir. Dalam setiap masyarakat termasuk masyarakat primitif, dapat ditemukan adanya para

6 Riswandi, Ibid. Hal 11 - 12

(8)

pengamat lingkungan, guru, penghibur serta acara-acara menghubungkan informasi sehingga suatu masyarakat tetap berfungsi.

2.2 Televisi

Televisi adalah sebuah pengalaman yang kita terima begitu saja. Kendati demikian, televisi juga merupakan sesuatu yang membentuk cara berfikir kita tentang dunia. Televisi merupakan aktivitas industri dan sebentuk teknologi. Pandangan ini lebih tertarik pada kontrol sosial (dan kekuasaan) para perusahaan-perusahaan televisi, pada globalisasi, pada implikasi perubahan teknologi terhadap masyarakat (dan audiens). Televisi pada hakikatnya adalah sebuah fenomena kultural, sekaligus medium dimana sepenggal aktivitas budaya menjamah kita di dalam rumah.7

7 Graeme Burton, 2000, Membincangkan Televisi: “Apa Itu Kajian Televisi?”, Yogyakarta: Jalasutra, hal

2

Di Indonesia sendiri perkembangan televisi dimulai pada tahun 1962 saat Televisi Republik Indonesia (TVRI) menayangkan langsung upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1962. Televisi menjadi media yang paling berpengaruh dalam membentuk sikap masyarakat karena adanya unsur bahasa verbal dan visual dalam rangka penyampaian suatu pesan, informasi, ilmu, dan hiburan.

(9)

Banyak pakar memberikan pendapat tentang fungsi televisi bagi kehidupan masyarakat, namun dari banyaknya pendapat tersebut dapat disimpulkan tentang fungsi televisi, yaitu:8

1. Sebagai media informasi 2. Sebagai media pendidikan 3. Sebagai media hiburan, dan 4. Sebagai media promosi

Televisi sebagai media massa mempunyai banyak kelebihan dalam penyampaian pesan dibandingkan media massa lainnya, karena pesan yang disampaikan melalui gambar dan suara secara bersamaan dan hidup, sangat cepat dan dapat menjangkau ruang yang sangat luas.

2.2.1 Karakteristik Televisi

Ditinjau dari stimulasi alat indera, dalam radio siaran, surat kabar, dan majalah hanya satu alat indera yang mendapat stimulus. Radio siaran dengan indera pendengaran, surat kabar dan majalah dengan indera penglihatan.

Dalam bukunya komunikasi massa, Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si menjelaskan tiga dari karakteristik televisi, yaitu:9

8 Elvinaro Ardianto, 2007, Komunikasi Massa, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, Hal 137 9 Elvinaro Ardianto, Ibid, Hal 137-139

(10)

1. Audiovisual

Televisi memiliki kelebihan, yaitu dapat didengar dan dapat dilihat (audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting dari pada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. Betapa sangat tidak menariknya jika acara televisi hanya terlihat gambar saja tanpa suara, atau suara tanpa gambar.

2. Berfikir dalam Gambar

Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran siaran televisi adalah pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berfikir dalam gambar (think in picture).

Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berfikir dalam gambar. Pertama, adalah visualisasi, yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses visualisasi, pengarah acara harus berusaha menunjukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikannya sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna. Objek tersebut bisa manusia, benda, kegiatan dan lain sebagainnya.

(11)

Kedua, adalah penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai

gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.

3. Pengoperasian Lebih Kompleks

Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan suatu acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembawa berita saja dapat melibatkan 10 orang. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemandu gambar, dua atau tiga orang juru kamera, juru video, juru audio, juru rias dan lain-lain. Apalagi bila menyangkut acara drama musik yang lokasinya diluar studio, tentu lebih banyak lagi melibatkan orang atau sering juga disebut kerabat kerja televisi (crew).

Peralatan yang digunakan pun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit, harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Dengan demikian, media televisi lebih mahal dari pada surat kabar, majalah dan radio siaran. Pada dasarnya media televisi mempunyai peranan pokok yaitu memberikan informasi atau pesan yang mengandung unsur pendidikan, penerangan, hiburan dan promosi. Dengan tugas dan peranan yang harus diemban diiringi dengan tumbuhnya kompetisi dari sekian banyak jumlah stasiun televisi, maka merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pihak yang berkecimpung pada media penyiaran.

(12)

Upaya meraih perhatian khalayak sebanyak mungkin tentunya juga menjadikan medan perang bagi para kompetitor untuk menyajikan program-program siarannya semenarik mungkin. Dengan adanya warna baru di dunia pertelevisian Indonesia ini, maka masyarakat sebagai konsumen media ini mempunyai banyak pilihan untuk mengakses informasi yang akan didapatnya dengan memilih channel favorit mereka. Adanya televisi swasta ini jelas didorong oleh adanya pelaku dibidang ini yang tidak semata hanya sebagai penyelenggara siaran namun berlandaskan pada landasan bisnis. Kapitalisme industri televisi Indonesia memang sangat berpengaruh besar pada sajian tayangan yang diberikan kepada khalayak.

2.3 Program Televisi

2.3.1 Pengertian Program Televisi

Program atau acara televisi adalah faktor yang membuat penonton tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun televisi tersebut. Program dapat disamakan dengan produk atau barang atau pelayanan yang dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, program adalah produk yang dibutuhkan penonton sehingga mereka dapat mengikutinya.

(13)

2.3.2 Jenis Program Televisi

Televisi banyak menyajikan jenis program tayangan yang jumlahnya besar dan beragam. Pada dasarnya apa saja yang bisa dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program tersebut menarik dan disukai oleh penonton, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun televisi dituntut untuk memiliki kreatifitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai acara yang menarik.

Jenis program tayangan televisi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu program informasi dan program hiburan.10

1. Program Informasi

Yang dimaksud dengan program informasi adalah, segala jenis siaran yang bertujuan untuk memberikan tambahan informasi.

Program informasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Hard News: segala informasi penting dan menarik yang harus segara disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang segera untuk diketahui oleh khalayak.

(14)

b. Soft News: segala informasi penting dan menarik namun sifatnya mendalam

(indeep) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan. Misalnya current affair, magazine, talk show, documentary.

2. Program Hiburan

Yang dimaksud dengan program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur penonton dalam bentuk musik, lagu, cerita dan permainan. Program yang masuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik, permaianan (games).

a. Drama: pertunjukan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa orang (tokoh) yang diperankan oleh pemain (artis) yang melibatkan konflik serta emosi.

b. Musik: program yang dapat ditampilkan dalam dua format yaitu video klip ataupun konser. Program musik ini sangat ditentukan oleh kemampuan artis untuk menarik penontonnya. Baik itu dari segi kualitas suara maupun penampilan artis tersebut.

c. Permainan (games): bentuk permainan yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu atau kelompok yang saling bersaing unruk mendapatkan sesuatu.

(15)

Daya tarik televisi yang sangat luar biasa juga menimbulkan pengaruh yang sangat kuat akan dampak dari sebuah televisi. Kekuatan untuk membentuk opini masyarakat secara global dan cepat akan menciptakan efek-efek yang luar-biasa yang mampu mengubah dan mempengaruhi perilaku pemirsanya harus diimbangi dengan lahirnya kebijakan maupun etika dalam mengatur media ini agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2.4 Khalayak

2.4.1 Pengertian Khalayak

Khalayak bisa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audience, atau komunikan. Khalayak adalah salah satu aktor dari proses komunikasi, karena itu unsur khalayak tidak boleh diabaikan, sebab berhasil atau tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak. Suatu kegiatan komunikasi yang diboikot oleh khalayak sudah pasti komunikasi akan gagal dalam mencapai tujuan.

Khalayak adalah sekumpulan orang yang terorganisir dalam tempat dan waktu tertentu, dimana masing-masing secara sukarela datang kesuatu tempat karena memiliki perhatian yang sama serta tujuan yang kurang lebih sama pula, yakni ingin memperoleh hiburan.11

11 Hafied Cangara, Opcit, Hal. 157

(16)

Dengan demikian pada masa sekarang ini, konsep khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang terbentuk sebagai akibat atau hasil dari kegiatan komunikasi yang dilakukan yang jumlahnya besar, tersebar secara luas, banyak diantaranya yang tidak mengenal satu dengan yang lainnya, dan juga heterogen (beragam) dalam hal ciri-ciri sosial ekonomi dan geografisnya.

2.4.2 Karakteristik Khalayak

1. Khalayak sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, dan pemirsa

Kumpulan inilah yang disebut sebagai audiens dalam bentuk yang paling dikenal dan menjadi perhatian seluruh penelitian media. Fokusnya adalah pada jumlah total orang yang dapat dijangkau oleh satuan isi media tertentu dan jumlah orang dalam karakteristik demografi tertentu yang penting bagi pengirim.12

2. Khalayak sebagai massa

Massa seringkali sangat besar, lebih besar dari kebanyakan kelompok, kerumunan atau publik. Para anggota massa tersebar luas dan biasanya tidak saling mengenal satu sama lain. Massa kurang memiliki kesadaran diri dan identitas diri, serta tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisir untuk mencapai tujuan tertentu. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah dan berada dalam batas

12 Riswandi, Opcit, 163-165

(17)

wilayah yang selalu berubah pula. Ia tidak bertindak untuk dirinya sendiri, tetapi “disetir” untuk melakukan suatu tindakan.

Audiens sebagai massa lebih menekankan pada ukurannya yang besar, heterogenitas, penyebaran, dan anonimitas serta lemahnya organisasi sosial dan komposisi yang selalu berubah dengan cepat dan tidak konsisten. Massa tidak memiliki keberadaan/eksistensi yang berlanjut kecuali dalam pikiran mereka yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi orang-orang sebanyak mungkin.

3. Khalayak sebagai pasar

Audiens sebagai pasar muncul sebagai akibat perkembangan ekonomi. Produk media merupakan komoditi atau jasa yang ditawarkan untuk dijual kepada sekumpulan konsumen tertentu yang potensial, bersaing dengan produk media lainnya. Audiens sebagai pasar berarti sekumpulan calon konsumen dengan profil sosial ekonomi yang diketahui yang merupakan sasaran suatu medium atau pesan.

Konsep audiens sebagai pasar ini mirip dengan audiens sebagai massa. Dalam arti jumlahnya besar. Yang perlu diperhatikan adalah soal selera dalam kaitannya dengan produk media yang akan menjadi minat mereka. Audiens dipandang memiliki signifikasi rangkap bagi media, sebagai perangkat calon konsumen produk dan sebagai audiens jenis iklan tertentu. Yang merupakan sumber pendapatan media yang penting.

(18)

2.4.3 Jenis-jenis Khalayak

1. Kelompok atau publik

Istilah ini muncul sejalan dengan pengelompokkan sosial yang ada (misalnya komunitas, keanggotaan minoritas politis, religious atau etnis) dan dengan karakteristik sosial bersama dari tempat, kelas sosial, politik, budaya, dan sebagainya.

2. Kelompok Kepuasan

Audiens dalam pengertian ini terbentuk atas dasar tujuan atau kebutuhan individu tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan dengan, misalnya isu politik atau sosial. Tipe audiens ini, yang didasarkan pada kebutuhan atau tujuan tertentu, juga homogen dilihat dari segi komposisinya, aktif dalam mengungkapkan permintaan yang membentuk penawaran, dan juga selektif. Akan tetapi tipe audiens ini bukanlah kelompok sosial, melainkan kumpulan dari individu-individu yang terwujud dalam perilaku konsumen.

3. Kelompok penggemar atau budaya cita rasa

Tipe audiens ini terdiri dari kelompok penggemar atau pengikut pengarang, kepribadian, gaya tetapi tidak memiliki suatu definisi atau kategori sosial yang jelas. Komposisinya akan berubah sepanjang waktu, meskipun beberapa audiens seperti

(19)

itu mungkin juga stabil. Eksistensinya seluruhnya tergantung pada isi yang ditawarkan dan bila isi ini berubah, audiensi pasti bubar atau memperbarui diri.

4. Audiens medium

Ada banyak contoh saluran audiens medium, dan loyalitas pada saluran juga didorong oleh media karena alasan komersial. Apakah terbentuk secara spontan atau oleh manipulasi, loyalitas seperti itu dapat memberi beberapa karakteristik publik atau kelompok sosial pada jenis audiens ini seperti stabilitas, batas-batas, dan kesadaran identitas.

Akan tetapi, bagi kebanyakan media yang berorientasi komersial, audiens jenis ini lebih mirip dengan kumpulan atau pasar. Anggotanya umumnya adalah pelanggan produk media yang dibicarakan atau produk lain yang diiklankan oleh media tersebut.

Persaingan media penyiaran pada dasarnya adalah persaingan merebut perhatian audien dan untuk dapat merebut perhatian audien, maka pengelola stasiun penyiaran harus memahami siapa audien mereka dan apa kebutuhan mereka. Dalam era persaingan dewasa ini, setiap media penyiaran harus memiliki strategi yang jelas dalam merebut audien. Strategi merebut audien adalah sama saja dengan strategi pemasaran (marketing) dalam arti yang luas.

(20)

2.5 Eksistensi

Eksistensi manusia adalah suatu proses yang dinamis, suatu “menjadi” atau “mengada.” Ini sesuai dengan kata eksistensi itu sendiri, yakni existere, yang artinya “keluar dari,” “melampaui” atau “mengatasi” dirinya sendiri. Jadi, eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada dalam dirinya. Oleh sebab itu, arti istilah eksistensi analog dengan “kata kerja”, bukan “kata benda”.13

Eksistensi adalah pemberian makna. Hal ini sesuai dengan hakikat kesadaran manusia itu sendiri sebagai intensionalitas, yang selalu mengarah keluar dirinya dan melampaui dirinya (transendensi). Manusia tidak bersifat imanen (terkurung dalam dirinya sendiri), melainkan transenden (keluar atau melampaui dirinya sendiri). Namun, berkat transendensinya itulah manusia menjadi manusia. Manusia tidak pernah puas dengan lingkungan yang sudah ada yang diberikan alam pada dirinya. Realitas yang semula objektif, lalu diberi makna subjektif, sesuai dengan kebutuhannya. Realitas yang semula liar dan tak terkendali, menjadi dunia yang bisa dijinakkan dan dikendalikan. Realitas yang semula mungkin menyakitkan dan tidak menyenangkan, diupayakan untuk menjadi dunia yang menyehatkan dan menyenangkan.14

13 Zainal Abidin, 2007, Analisis Eksistensial, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hal. 16 14 Zaianal Abidin, Ibid. hal. 16

(21)

Eksistensi adalah ada-dalam-dunia (in-der-welt-sein). Manusia tidak hidup sendiri dan berada dalam diri sendiri, melainkan berada dalam dunianya. Manusia adalah ada-dalam-dunia. Ada-dalam-dunia memiliki pengertian yang hampir sama dengan lebenswelt-nya Husserl. Ada-dalam-dunia adalah struktur dasar mengadanya manusia. Kata sambung dalam kalimat itu menunjukkan bahwa mengadanya manusia tidak bisa lepas dari (dan tidak dapat terealisasi tanpa) dunianya.15

Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari kata Latin ex yang berarti keluar dan sister yang berarti berdiri. Jadi, eksisensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut

dasein. Da berarti disana sein, berarti berada. Berada bagi manusia selalu berarti

disana, di tempat. Tidak mungkin ada manusia yang tidak bertempat. Bertempat berarti terlibat dalam alam jasmani, bersatu dengan alam jasmani. Akan tetapi, bertempat bagi manusia tidaklah sama dengan bertempat bagi batu atau pohon. Manusia selalu sadar akan tempatnya. Dia sadar bahwa ia menempati. Ini berarti suatu kesibukan, kegiatan, melibatkan diri. Dengan demikian, manusia sadar akan dirinya sendiri. Jadi, dengan keluar dari dirinya sendiri manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi.16

15 Zainal Abidin, Ibid. hal. 17

(22)

Cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksikan dirinya dalam alam jasmani sebagai satu susunan. Karena manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.

Eksistensi mempunyai arti yang berbeda dalam pemikiran filsafati dulu dan sekarang. Dalam filsafat abad pertengahan dan sesudahnya, eksistensi berarti adanya (that it is), dan dibedakan dari esensi (essential) yang berarti hakikat. Dalam filsafat Skolastik, misalnya, kalau ditanya: apakah esensi manusia, maka dijawab:

rasionalitas. Ini berarti bahwa rasionalitas atau akal budilah yang membuat manusia

itu sendiri sebagai manusia. Sedangkan eksistensi dirumuskan sebagai apa yang membuat sesuatu itu ada secara nyata.17

Tiap eksistensi memiliki cirinya yang khas. Eksistensi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu eksistensi estetis, eksistensi etis, dan eksistensi religius.

2.5.1 Tahap-Tahap Eksistensi

18

1. Eksistensi Estetis

17 Ostina Panjaitan, 1992, Manusia sebagai Eksistensi, Jakarta: Yayasan Sumber Agung, hal. 13 18 Ostina Panjaitan, Ibid. hal 32-34

(23)

Dalam tahap estetis, yang dipentingkan adalah kenikmatan hidup, seolah-olah hal itu dapat membahagiakan manusia. Tapi sesungguhnya, manusia dengan eksistensi estetis, batinnya kosong dan hidupnya menjenuhkan. Sifat hakiki eksistensi estetis ditandai peremehan norma-norma moral yang telah ditetapkan. Yang ada hanya keinginan menikmati seluruh pengalaman emosi dan nafsu. Manusia dengan eksistensi estetis memang mengejar hal-hal yang tak terbatas. Ia selalu terbuka bagi segala pengalaman emosi dan nafsu, dan membenci segala batasan yang memaksanya untuk memilih.

2. Eksistensi Etis

Dalam tahap eksistensi etis, manusia menerima norma-norma moral dan kewajiban-kewajiban; menerima peranan yang menentukan dari suara hati dan dengan demikian memberikan bentuk dan konsistensi pada kehidupan. Perpindahan dari eksistensi estetis ke eksistensi etis ini digambarkan seperti orang yang meninggalkan nafsu-nafsu seksual yang bersifat sementara dan masuk ke dalam status perkawinan dengan menerima segala kewajibannya. Sebab perkawinan adalah suatu institusi etis, suatu ungkapan dari kaidah-kaidah universal. Dalam tahap ini orang berpendapat bahwa apa yang sungguh-sungguh membahagiakan hidup ialah cita-cita yang luhur mengenai hidup.

(24)

3. Eksistensi Religius

Perbedaan antara eksistensi etis dengan eksistensi religius adalah dimana orang langsung berusaha mencapai kebahagiaan dengan berkomunikasi langsung dengan Sang pencipta melalui ibadah.

2.6 Alay

Alay secara harfiah berasal dari kata “a” dan “Lay” yang merupakan akronim dari Anak Layangan, yang notabene-nya dekil (berkulit hitam kepanasan) dan berambut pirang matahari (rambut merah karena kepanasan). Alay muncul pada tahun 2000-an yang pada awalnya dianggap sebagai pola hidup remaja kelas menengah ke bawah yang mengenakan dandanan trendy ala artis namun seadanya lengkap dengan gadget dan asesorisnya untuk sekedar mejeng dan gaya-gayaan. 19

• Menggunakan kata-kata dan ejaan yang tidak jelas atau tidak sesuai dengan EYD. Contoh yang biasa ditemui adalah kiriman SMS yang susah untuk dibaca karena gabungan antara karakter khusus, angka dan alphabet yang Namun seiring dengan perkembangan dunia maya, definisi alay dalam dunia

cyber pun berubah dalam arti yang sebenarnya. Beberapa forum dan komunitas cyber

mengkategorikan seorang alay seperti dibawah ini:

19 Opcit, Ayu Shinta, Hal. 13

(25)

disingkat-singkat serta huruf kapital yang tidak beraturan kemudian digabung menjadi satu.

• Menggunakan “Nickname” yang susah dibaca, tidak berani, malu, atau dengan sengaja mengganti nama asli pemberian orang tua dengan nama baru atau nama lain seperti “GiGhI GoNdRonK” untuk misalnya nama aslinya adalah “Ginanjar.”

2.7 Gaya Hidup Alay

Sesuai dengan namanya, gaya hidup yang disebut dengan alay adalah gaya hidup yang merupakan pilihan yang diambil oleh seseorang sesekali dalam hidupnya. Mereka yang bergaya hidup seperti ini lebih menonjolkan diri dengan eksistansi di dunianya. Gaya bahasa lisan maupun tulisan yang “nyeleneh” mungkin memang sengaja dijadikan identitas dalam komunitas anak gaul yang disebut-sebut “alay” ini. Mereka yang dianggap sebagai alay kemungkinan besar tidak mengerti dengan sebutan ini pada waktu itu. Karena alay bisa jadi sebuah hinaan atau ejekan dari remaja-remaja dari kalangan atas yang membenci gaya sok trendy remaja-remaja kalangan menengah ke bawah yang ikut-ikutan berdandan ala hi-class dengan perlengkapan, make up, accessories, dan busana yang murah namun ala hi-class (seperti artist group band) yang didapat dipasar lokal biasa. 20

20 Ayu Shinta, Ibid. hal. 14-15

(26)

2.8 Tingkatan Alay Menurut Gaya Tulisannya

Alay dibagi menjadi 4 tingakatan yaitu:21

1. Alay Pemula (Alay Beginner)

Alay tahapan pemula adalah alay-alay yang baru mencoba-coba untuk menjadi alay. Biasanya adalah para ABG-ABG labil yang masuk tahapan ini. Alay seperti ini adalah alay-alay yang sok imut atau mereka-mereka yang mulai menambahkan atau mengganti beberapa huruf yang wajar menjadi huruf yang agak ribet dan ruwet. Contoh: “SeNank dech haTi Saiia.. taDi PaGi diAnteRin aMa PaCal duNd.. tapi biNund jUGa, tUmBen yaCh PacAL akU SaiiAnK Mao AnTeL??.” Biasanya, dalam tahap ini seorang alay belum benar-benar menjadi alay. Mereka baru dalam tahap mencoba-coba untuk menjadi seorang alay.

2. Alay Menengah (Alay Intermediet)

Alay menengah tidak jauh berbeda dengan alay pemula. Bedanya, pada tahapan ini biasannya para alay mulai menggunakan tambahan huuf-huruf disuatu kata yang lebih ekstrim dan makin ribet dibaca. Dan dalam tahapan ini, biasanya para alay juga sudah menetapkan dan mamantapkan pilihan hidup mereka untuk menjadi seorang alay (lebay). Contoh: “hErANdtH juJJa… koGh, caiiA gUgh iCa

21 Ayu Shinta, Ibid. hal 17-20

(27)

nGwerJaintH SoaL mTemaTikHa yUaaCh..? kaTa PaCald, aaiiOO sEmaNgaDth bELaJard.. bIaL pInTerd..”

3. Alay Tingkat Atas (High Level of Alay)

Alay tingkat atas biasanya selalu menggunakan bahasa-bahasa seperti sebelumnya, dengan juga menggabungkan angka untuk mengganti beberapa huruf. Contoh: “DucH gW4 SaiianK b6t s4Ma Lo.. 7anGan Tin69aLin aKyu ya B3ibh..” Alay seperti ini berpotensi untuk masuk tahapan keempat, tahapan yang paling diidam-idamkan oleh para alay. Dan merupakan kasta tertinggi dalam strata alay ini.

4. Raja dari Segala Raja Alay (King of Alay)

Inilah raja dari segala raja alay. Alay yang selalu diagung-agungkan oleh para alay. Alay yang selalu menjadi panutan. Alay yang merupakan pemimpin tertinggi dari para alay. Alay tahap ini merupakan alay sejati, yang presentase ke-alay-annya sudah tidak diragukan lagi. Mereka-mereka yang termasuk dalam alay tahap ini biasanya telah menemukan jati dirinya sebagai alay sejati. Alay tahap ini dalam sehari-hari selalu menggunakan bahasa alay kebanggaannya, dan malah mulai menambahkan tanda seru untuk menggantikan huruf “i”. Contoh: “hEraNdth S4iiA m4 bH5a aLLa!! Ii4NK an3H bIn nGaCo, Pi mAsEEch bNya6h aJj4 i!aNk M4K3.. P4Ke IIaNK NoRMaLd Jja dUmMzz…

Referensi

Dokumen terkait

Peran guru sebagai motivator dalam pembiasaan literasi siswa pada aspek membaca dan menulis telah dilakukan dengan baik, hal ini terbukti pada hasil observasi seperti

Status Informasi Formal Informasi yang Dikuasai.. Fazhari Irvansyah Sinaga irvansyah_sinaga@apps.ipb.ac.id Permohonan soft copy berkas ijazah dan transkrip nilai.. 300 8 Juli 2020

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Rokhmah yang menunjukkan mayoritas ODHA memiliki sikap yang positif terhadap HIV/AIDS dan

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak

Pustakawan dan Guru Pustakawan Perpustakaan Sekolah harus dapat memahami secara baik apa yang menjadi tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan pada Sekolah Dasar, Sekolah

Dalam kerangka ini, maka pertanyaan yang mengmuka adalah kondisi seperti apa yang 

Iman kita akan goyah bukan karena kita sedang berjalan sendiri, berada ditengah gelap, atau perjalanan yang merasa tidak disertai TUHAN; tetapi saat kita tahu TUHAN

Sama seperti media massa, media online juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk opini publik.. Melihat cara kerja media tentang persoalan