• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong percepatan arus informasi saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan. perkembangan media dan kemudahan akses yang kian pesat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pendorong percepatan arus informasi saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan. perkembangan media dan kemudahan akses yang kian pesat."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa ini membawa pertukaran serta arus informasi menjadi semakin cepat. Kebutuhan akan kemudahan akses informasi serta bertukar informasi menjadi faktor pendorong percepatan arus informasi saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan media dan kemudahan akses yang kian pesat.

Perkembangan teknologi yang pesat membawa arus informasi seakan mudah untuk diakses dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Telepon merupakan alat komunikasi yang diciptakan oleh Alexander Graham Bell ini menjadi penemuan mutakhir pada pertengahan abad 19 hingga sekarang. Perkembangan yang pesat dari teknologi telepon, membuat berbagai kemudahan dalam genggaman dengan diciptakannya handphone (telepon genggam). Dimana telepon awalnya memiliki fungsi yang sederhana hanya untuk berinteraksi melalui audio, berkembang dengan menggunakan teks (SMS) dan gambar (MMS) bahkan dalam smartphone (telepon pintar) kini memunculkan berbagai aplikasi dalam gadget tersebut untuk dapat digunakan sebagai media berinteraksi. Sehingga dapat menyebarluaskan informasi secara mudah dan aktual. Selain itu verifikasi akan suatu informasi pun akan lebih mendapatkan respon yang cepat (fast respond).

(2)

Kebutuhan akan akses informasi serta verifikasi dari suatu informasi seakan tidak dapat dielakkan lagi. Khususnya transparansi dan akses informasi kepada sebuah institusi atau lembaga. Ketika suatu informasi tidak mendapatkan verifikasi atau kebenaran akan sumbernya, informasi ini akan menjadi liar dan berdampak kepada institusi ini sendiri (Bovee & Arens, 1986:560). Berdasarkan hal itulah, diperlukan adanya media penghubung antara perusahaan/ institusi dengan masyarakat atau publik luas. Melalui jurnalnya Christine Willi menyebutkan bahwa masyarakat atau customers tidak hanya teliti terhadap suatu informasi, tetapi juga ingin mengaksesnya dengan cepat. “Customers are no longer looking for thorough information but want to access it quickly.” (Muhlenbeck & Skibicki, dalam Willi, et al, 2013: 104).

Call center (Pusat Kontak) atau disebut juga contact center, merupakan media penghubung tersebut. Pada mulanya call center hanya menggunakan agen dan telepon, tetapi pada zaman modern kali ini call center menggunakan media interaksi yang jauh lebih luas meliputi telepon, e-mail, interaksi online, asistensi layanan personal, dan kolaborasi (Martin & Andy, 2006: 3).

Lebih jauh diungkapkan bahwa call center tercipta, karena adanya kesempatan untuk meningkatkan efisiensi para pemberi informasi dalam satu jalur proses. (Heny, 2013:4). Artinya call center merupakan jaringan komunikasi yang dibuat sedemikian rupa dengan memberikan satu akses informasi pada kelompok-kelompok kerja.

(3)

Perkembangan call center di seluruh dunia mengarah pada pentingnya membangun loyalitas, konsumen yang menguntungkan, serta konsumen yang dapat menyokong perusahaan (Martin & Andy, 2006: 3). Maka oleh itu call center memiliki target yang penting dalam menjalin hubungan komunikasi yang baik dan menguntungkan dari perusahaan kepada khalayak. Hal ini terlihat pada call center juga melayani customers (pelanggan) disamping consumers (konsumen), meliputi klien bisnis, pegawai, dan agen lapangan (Martin & Andy, 2006: 3).

Di Indonesia kehadiran dari call center sendiri tidak hanya sebagai fasilitas penunjang komunikasi dan aksesbilitas bagi perusahaan kepada konsumen. Namun, juga lebih pada pelaksanaan program Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Grace Heny dalam bukunya Government Call Center menyebutkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan:

―Yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negera dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pleyanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.‖ (Heny, 2013: 4)

Apabila merujuk pada UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik maka perlu adanya pemfasilitasan kepada publik akan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan peraturan dalam perundangan-undangan, hal ini berlaku bagi setiap warga negara.

(4)

Pemenuhan fasilitas pelayanan publik ini salah satunya berupa keterbukaan informasi publik. Karenanya, call center dianggap sebagai salah satu jembatan sebuah badan publik dengan penelepon (masyarakat) dalam rangka memberikan informasi dan mengumpulkan pendapat atau pun input dari masyarakat sendiri (Heny, 2013: 6). Hal tersebut turut berkaitan pula dengan esensi dari UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP. Dikutip dari buku Grace Heny inti dalam tujuan KIP ialah:

―Warganegara berhak untuk mengetahui apa dan kenapa serta latar belakang suatu keputusan diambil; Pemberdayaan masyarakat dalam proses pengembalian kebijakan publik; Mendorong pengembangan ilmu pengetahuan untuk mencerdaskan masyarakat luas; Meningkatkan kualitas informasi di lingkungan badan publik.‖ (Heny, 2013: 6)

Hal ini dalam keadaaan di lapangan cukup menjadi nyata dilaksanakan seiring bersesuaian dengan inisiatif Program Open Government Indonesia (OGI) yakni adanya Partisipasi Masyarakat (OpenGovIndonesia, Video, 2014). Dalam kegiatan tersebut masyarakat tidak hanya menjadi objek dalam KIP serta Pelayanan Publik, tetapi juga dapat menjadi subjek untuk lebih partisipatif serta memberikan masukan atau kritikan sehingga memunculkan kolaborasi.

Mengutip dalam artikel dari website resmi OGI yang dimaksud dengan masyarakat yang lebih partisipatif maka akan mewujudkan kolaborasi yakni:

“Dengan adanya gerakan bersama ini, pelayanan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi, diharapkan dapat menjadi lebih baik.

(5)

Akuntabilitas anggaran, yang notabene berasal dari uang rakyat, juga diupayakan agar menjadi lebih jelas

pertanggungjawabannya.‖ (OpenGov,

http://opengovindonesia.org/inisiatif-ogi/, akses 15 Desember 2014).

Melihat pada hal tersebut, institusi dan lembaga-lembaga pemerintahan sudah memberikan akses yang luas kepada masyarakat untuk turut berkolaborasi dalam menentukan dan mengkritisi kebijakan, keputusan, dan program yang diusulkan. Merujuk dengan partisipasi masyarakat maka media komunikasi diperlukan memiliki akses yang mudah untuk digunakan oleh masyarakat sebagai penghubung kepada institusi terkait. Pada organisasi pemerintahan, call center berperan sebagai pemberi informasi untuk mendukung transparansi dan otomatis mendukung penerapan good corporate governance (Heny, 2013:7-8). Terkait dengan hal itu, call center tentu menjadi saluran komunikasi yang wajib bagi setiap institusi pemerintah.

Pada 28 Oktober 2013 lalu dengan mengambil momentum Sumpah Pemuda, Bank Indonesia membangun dan merintis call center miliknya. Call center ini kemudian bernama BICARA 500-131 yang merupakan singkatan dari Bank Indonesia Call & Interaction.

Sebagai bentuk pelayanan publik melalui akses informasi, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BICARA 500-131 (2013), BICARA 500-131 memiliki dua pelayanan berupa Visitors Center & Call Center. Pada Visitors Center BICARA 500-131 memberikan layanan kepada para pengujung (visitors) yang membutuhkan informasi,

(6)

konsultasi, dan company visit kepada Bank Indonesia. Untuk Call Center BICARA 500-131 telah menggunakan berbagai media komunikasi untuk menjadi media penghubung layanan kepada masyarakat, adapun media yang digunakan ialah telepon, e-mail, fax, media sosial, surat, dan lain sebagainya.

Selama keberlangsungannya menjalankan tugas sebagai contact center milik institusi independen negara yang bertugas untuk menjalankan kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan, BICARA 500-131 menjadi garda terdepan komunikasi dua arah Bank Indonesia. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan BICARA 500-131 (2013):

(7)

Gambar 1.1 Data Rata-Rata Solved Case pesan yang masuk dalam call center BICARA 500-131

Sebagai salah satu institusi dan sekaligus lembaga independen milik negara, Bank Indonesia merupakan bank sentral Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bank Indonesia memiliki tujuan tunggal yakni yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai bank sentral, per Desember 2013 Bank Indonesia memiliki tiga pilar tugas yakni menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta menjaga stabilitas sistem keuangan. Pada

266

132

63

Solved Case

Biru

Telepon

Kuning

Kunjungan

Hijau

Email

(8)

pilar tugasnya yang kedua yakni mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, berdasarkan artikel yang tercantum dalam website resmi milik Bank Indonesia.

―Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.‖ (Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/fungsi-bi/tujuan/Contents/Pilar2.aspx, akses 16 Desember 2014).

Hal tersebut diimplementasikan salah satunya dengan peluncuran Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia, bersama tiga bank BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI (Siaran Pers Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_165814.aspx, akses 25 Maret 2015).

Selain sebagai implementasi pelaksanaan pilar kedua tugas Bank Indonesia. Hal ini beriringan dengan pelaksanaan Less Cash Society (komunitas atau masyarakat pengguna non tunai) oleh Bank Indonesia yang bertujuan untuk mendorong sekaligus menarik masyarakat Indonesia mulai berangsur-angsur bertransaksi menggunakan uang elektronik (E-Money). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gubernur BI, Agus D. W. Martowardojo.

(9)

―GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya.‖ (Siaran Pers Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_165814.aspx, akses 25 Maret 2015). Selain itu, hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan bahawa kehadiran uang elektronik akan memangkas biaya percetakan dan biaya peredaran uang rupiah (Bisnis Indonesia, 14 Agustus 2014). Serta terdapat beberapa kelebihan lain dari adanya kehadiran penggunaan teknologi bisnis ini yakni sisi kepraktisan dalam transaksi sehingga efisien dan cepat serta mengurangi penggunaan uang receh dalam kembalian transaksi toko ritel.

Tercatat dalam Bisnis Indonesia (14 Agustus 2014) menyatakan frekuensi pemakaian e-money sejak Januari-Juni 2014 mencapai 82 juta transaksi dengan nominal sebesar Rp 1,58 trilliun. Maka oleh itu Bank Indonesia aktif melakukan sosialisasi penggunaan e-money melalui peluncuran GNNT sebagai tindakan untuk menciptakan adanya efisiensi ekonomi negara Indonesia. Karena sebagai negara dengan geografi yang luas dan jumlah penduduk yang besar, transaksi pembayaran berbasis elektronik memiliki potensi yang cukup besar untuk dilakukan. (Siaran Pers Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_165814.aspx, akses 25 Maret 2015).

Selama adanya kehadiran dari uang elektronik atau e-money, berbagai tanggapan dari masyarakat bermunculan melihat kemajuan

(10)

teknologi dari bidang ekonomi tersebut. Tanggapan-tanggapan tersebut muncul baik melalui tulisan artikel blog (www.kompasiana.com) atau hasil penelitian dari masyarakat yang terkait e-money.

Pada sisi hasil penelitian, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cahaya Agung Purnama (Skripsi, 2012: vii) terkait persepsi masyarakat pengguna e-toll card, kartu e-money sebagai alat bayar di jalan tol. Menunjukkan hasil, pada sisi kemanfaatan dan persepsi kemudahan kegunaan teknologi ini menjadi faktor paling penting yang mempengaruhi minat beli konsumen untuk membeli produk e-toll card. Dengan koefisien determinasi (adjusted R) sebesar 0,816 atau 81,6% artinya model koefisien determinasi sudah cukup bagus.

Pada sisi opini masyarakat terkait penggunaan e-money salah satunya adalah tulisan milik Hendra Wardhana dengan judul ―2 Tahun Memakai Uang Elektronik: Mudah, Untung, Namun Belum Optimal‖ yang ditayangkan pada 8 November 2014. Dalam tulisannya Hendra menunjukkan pengalamannya selama menggunakan kartu e-money dalam bertransaksi sehari-hari, selain itu Hendra memaparkan sejumlah fakta terkait manfaat dan kemudahan dari e-money sendiri.

―Uang elektronik mendorong terciptanya sistem pembayaran yang mudah dan efisien serta memenuhi prinsip perlindungan konsumen. Selain meminimalkan kemungkinan penipuan dan peredaran uang palsu, membayar dengan uang elektronik juga relatif cepat. Karena tidak selalu memerlukan otorisasi, pembayaranan dengan uang elektronik bisa berlangsung hanya

dalam 10 detik.‖ (Wardhana,

(11)

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/11/08/2-tahun- memakai-uang-elektronik-mudah-untung-namun-belum-optimal-685289.html, akses 27 Maret 2015).

Namun, Hendra juga memaparkan kritiknya terkait pelaksanaan program e-money tersebut yang menurutnya belum optimal dari sisi sosialisasinya dimana masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa uang elektronik mirip dengan cara transaksi AMPK (kartu kredit atau debit), selain itu masyarakat masih memandang uang tunai atau fisik lebih efisien digunakan.

―...persoalan yang menghambat uang elektronik adalah ketidaktahuan masyarakat tentang uang elektronik. Banyak yang menganggap uang elektronik sama dengan kartu kredit dan kartu ATM yang secara langsung membebani rekening. Masyarakat masih beranggapan untuk memakai uang elektronik seseorang harus memiliki tabungan dalam jumlah tertentu. Kesan bahwa uang elektronik identik dengan kalangan menengah ke atas harus dikikis dengan sosialisasi terus menerus.” (Wardhana, http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/11/08/2-tahun- memakai-uang-elektronik-mudah-untung-namun-belum-optimal-685289.html, akses 27 Maret 2015).

Menurut fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, program e-money memiliki banyak kelebihan, tetapi belum maksimal selain karena fasilitas juga sosialisasi yang tidak seluruh masyarakat tahu. Hal ini pun diperkuat dengan diperlukannya dukungan berupa regulasi terhadap e-money serta pemwujudan dari less cash society. Diungkapkan oleh Deputi Direktur BI Puji Atmoko.

―...perlu ada dukungan dari regulasi. Saat ini, Indonesia memang sudah memiliki UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Namun, Puji berpendapat dari aspek regulasi masih terdapat beberapa hal yang perlu diatur lebih lanjut.‖ (Asri,

(12)

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51484a1f5d0d7/menak ar-kesiapan-indonesia-menuju-iless-cash-society-i, diakses 27 Maret 2014).

Tentunya, hal ini menunjukkan perlu adanya pemaksimalan dari beberapa sisi akan hadirnya program baru tersebut. Masyarakat tentunya akan aktif mencari informasi dan meneliti regulasi dari pelaksanaan program e-money yang dilihat memiliki banyak kelebihan bagi ekonomi negara.

Sehingga untuk mencari informasi dan berkonsultasi terkait program e-money, sejumlah pertanyaan ataupun konsultasi terkait teknis, regulasi, ataupun permasalahan e-money dari masyarakat ditujukan kepada Bank Indonesia berkaitan dengan hal tersebut. Melalui telepon yang disalurkan melalui call center BICARA 500-131. Konteksnya adalah melihat bagaimana kecenderungan isi pesan masyarakat akan program e-money melihat dari pesan yang disampaikan dalam call center BICARA 500-131. Tentunya konsep ini merujuk pada kecenderungan isi pesan masyarakat, program e-money, dan kesiapan dari call center BICARA 500-131 menanggapi hal tersebut.

Penelitian komunikasi untuk call center menjadi penting dilakukan mengingat komunikasi interaktif yang terjadi didalamnya, terutama dalam analisis terkait pesan komunikasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha Wicaksono Prakoso (2009) melakukan penelitian terkait dengan call center 147 milik PT. Telkom Indonesia yang melihat pada ―One Stop Service for Customers‖ dalam penelitian ini ditemukan call

(13)

center sebagai sumber (sender) meramu pesan yang akan disampaikan yakni layanan purna jual (after sales service), untuk disampaikan kepada palanggan Telkom di wilayah Jawa Tengah & DIY (receiver), setelahnya pelanggan yang telah menerima pesan tersebut akan memberikan tanggapan (feedback), tanggapan tersebut bisa berupa rasa kepuasan terhadap produk dan jasa dari Telkom atau bisa saja masukan kepada Telkom yakni berupa komplain.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka guna membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul Komunikasi Interaktif Bank Indonesia dan Masyarakat Melalui Call Center BICARA 500-131 Tentang E-Money (Analisis Isi Pesan Telepon dalam Call Center BICARA [Bank Indonesia Call & Interaction] 500-131 Periode Juni 2014 - Agustus 2014 Terkait Kecenderungan Isi Pesan Masyarakat Terhadap E-Money dan Respon Call Center BICARA).

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan, yakni:

1. Sejauh mana kecenderungan isi pesan telepon yang masuk dalam call center BICARA 500-131 Periode Juni 2014- Agustus 2014 terkait isi pesan masyarakat terhadap program e-money?

(14)

2. Sejauh mana respon dari Bank Indonesia dalam menanggapi isi pesan publik berkenaan dengan e-money yang masuk melalui call center BICARA 500-131 periode Juni 2014- Agustus 2014?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memetakan kecenderungan isi pesan telepon yang masuk dalam call center BICARA 500-131 Periode Juni 2014- Agustus 2014 terkait isi pesan masyarakat terhadap program e-money.

2. Memetakan respon dari Bank Indonesia dalam menanggapi isi pesan publik berkenaan dengan e-money yang masuk melalui call center BICARA 500-131 periode Juni 2014- Agustus 2014.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, antara lain adalah: 1. Manfaat Historis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna memperkaya kajian ilmu komunikasi, khususnya dalam membahas kecenderungan dari isi pesan yang masuk dalam Call Center BICARA 500-131 dalam tinjauan isi pesan masyarakat terhadap program e-money dan respon dari call center BICARA.

(15)

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan deskripsi tentang kecenderungan dari isi pesan yang masuk dalam Call Center BICARA 500-131 dalam tinjauan isi pesan masyarakat terhadap program e-money dan respon dari call center BICARA terhadap isi pesan masyarakat tersebut.

b. Guna dijadikan pertimbangan bagi pihak pengelola call center mengukur kecenderungan isi pesan masyarakat akan suatu isu dan tata cara mengelolanya untuk tidak menjadi negatif, khususnya pada program e-money yang telah disosialisasikan oleh Bank Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka

1. Call Center sebagai Media Komunikasi Dua Arah

Pada dasarnya call center merupakan media komunikasi yang menjadi penghubung komunikasi dua arah, sehingga memunculkan adanya timbal balik. Disini khususnya pada media, merupakan salah satu elemen yang ada di dalam komunikasi. Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesepahaman (kesamaan pikiran).

Dalam konsep ini media merupakan call center dimana merupakan saluran penghubung pesan yang terintegrasi menjadi satu (pusat) dan merupakan penghubung secara eksternal dan internal institusi. Berasal dari gabungan dua kata, yakni call yang berarti menghubungi, kunjungan,

(16)

memanggil melalui sarana ataupun media tertentu untuk mendapatkan tanggapan. Sedangkan center merupakan pusat atau titik tengah. Dapat diklonkusikan secara sempit dan sederhana bahwa call center merupakan “The contact center includes a monitoring system which records customer communications and a customer experience analyzing unit which reviews the customers communications.” (McCalmont et al., Patent, 2004: 1).

Dapat diartikan bahwa call center atau contact center merupakan salah satu bagian sistem monitoring yang merekam komunikasi customers (pelanggan) dan unit yang menganalisis pengalaman pelanggan yang mana meninjau pengalaman tersebut melalui komunikasi yang dilakukan.

Call center pada dasarnya adalah jalur beberapa media komunikasi yang diintegrasikan dalam satu proses. Senada dengan hal tersebut diungkapkan oleh Grace Heny dalam bukunya Government Call Center (2013:4) call center tercipta, karena adanya kesempatan untuk meningkatkan efisiensi para pemberi informasi dalam satu jalur proses, kemudahan berinteraksi dan jaringan komunikasi personal yang disatukan dalam kelompok kerja dengan satu akses.

Secara umum call center diidentifikasikan sebagai jalur komunikasi yang tersedia sebagai bentuk pelayanan dalam bentuk call (telepon) sebagai penyalur keluhan, pertanyaan, ataupun informasi. Menurut Dell (dalam Oktarina, 2006) call center atau jasa pelayanan adalah suatu kemampuan organisasi atau perusahaan untuk secara konstan

(17)

dan konsisten memberikan apa yang diinginkan pelanggan. Artinya, call center secara jelas merupakan suatu bentuk pelayanan yang disediakan oleh organisasi dan bekerja atau beroperasi secara terus-menerus dalam melayani kebutuhan customers (pelanggan).

Ada pengertian lain terkait call center ini, dimana call center merupakan jembatan penyalur informasi (berupa line telepon) yang dibutuhkan oleh pelanggan (Koole dan Avishai, dalam Fitri et al., 2013). Hal ini terkait dengan bentuk pelayanan call center yang merupakan bentuk komunikasi dua arah yang terjadi secara langsung, sehingga menimbulkan timbal balik (feedback) dalam real time. Walau secara konvensional call center lebih dikenal sering menggunakan line telepon sebagai bentuk media komunikasinya, tetapi pada zaman modern kali ini call center menggunakan media interaksi yang jauh lebih luas meliputi telepon, e-mail, interaksi online, asistensi layanan personal, dan kolaborasi. (Martin & Andy, 2006: 3). Adapun media lain yang digunakan sebagai platform media komunikasi dalam call center dapat berupa SMS, text chat dan yang saat ini sedang ‗in‘ adalah sosial media yaitu terutama Twitter dan Facebook (Heny, 2013:7).

Dapat diketahui pula bahwa call center menjadi bagian pendukung bagi perusahaan untuk menjaga hubungan dengan masyarakat atau customers dari perusahaan. Baik pemberian solusi dari masalah atas pesan yang disampaikan atau menarik customers baru.

(18)

“Call center providers had distinct goals their inbound and outbound operations. Inbound operations focused mainly on resolving customers’ product or service issues. Conversely, organizations used outbound call center services (i.e., telemarketing) to attract new customers.” (Downing, 2011: 409) Joe Downing menjelaskan pula dalam jurnalnya bahwa tugas call center paling dasar adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh customers atau masyarakat atau memberikan solusi atas permasalahan teknis yang dihadapi customers. ―Call center agents’ job duties have expanded from their traditional role of providing customers with product information or solving customers’ technical problems to generating revenue from callers.” (Downing, 2011: 410).

Dijelaskan lebih lanjut mengenai keberadaan call center, dimana adalah keberadaan satu media penyampaian informasi yang terbuka, mudah diakses, berlangsung dua arah, serta menjadi tulang punggung dalam menjembatani institusi dengan masyarakat. (Heny, 2013: 6).

Terkait dari penjelasan yang disebutkan sebelumnya, dalam fungsinya di sebuah organisasi atau institusi keberadaan call center justru sangat cocok untuk menjembatani sebuah badan publik dengan penelepon (masyarakat) dalam rangka memberikan informasi dan mengumpulkan pendapat ataupun input dari masyarakat sendiri (Heny, 2013: 6-7). Maka dapat digarisbawahi bahwa call center mampu menjadi domain bagi institusi ataupun perusahaan untuk mengumpulkan informasi dan opini dari masyarakat dalam rangka untuk dianalisis dan dikaji kembali yang

(19)

kemudian menjadi bahan pertimbangan strategi komunikasi eksternal perusahaan.

2. Telepon sebagai Teknologi Media Komunikasi Interaktif

Pada komunikasi, teknologi merupakan perkembangan instrumen yang membawa tindakan penyampaian pesan untuk dalam waktu yang pendek ataupun dalam skala ruang yang besar dapat tersampaikan kepada komunikannya. Dapat diterangkan kembali oleh McLuhan:

“All communication technology extends the human senses of touching, smelling, tasting, and (especially) hearing and seeing. Such extensions allow an individual to reach out in space and time, and thus obtain information that would not otherwise be available.” (dalam Rogers 1986:2).

Oleh karena itu, teknologi komunikasi terjadi karena adanya kebutuhan untuk mengefisiensi penyampaian pesan dan memperpendek jarak komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan. Selain itu teknologi komunikasi menjadi alat memperluas dalam fungsi panca indera baik perasa, sentuhan, bau, terutama bagi pendengaran dan penglihatan.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, secara luas teknologi komunikasi tidak hanya berhubung pada instrumen hardware (perangkat keras) saja tetapi juga pada tindakan dan proses yang merupakan pertukuran informasi antara komunikator dan komunikan. Rogers mengemukakan, ―Communication technology is the hardware equipment, organizational structures, and social values by which

(20)

individuals collect, process, and exchange information with other individuals.” (Rogers, 1986: 26- 30).

Dalam sejarah perkembangan teknologi komunikasi di seluruh dunia, dapat dibagi menjadi empat era. Secara kronologis era-era tersebut adalah Tulisan; Cetak; Telekomunikasi; dan Komunikasi Interaktif.

Secara khususnya pada era teknologi Telekomunikasi, beberapa penemuan seperti telegraf dan telepon merupakan teknologi interaktif dari individu kepada individu lain. Salah satu penemuan yang memberikan perubahan besar pada masa ini ialah telekomunikasi elektrik, telegraf yang muncul pada 24 Mei, 1844. Dimana telegraf dapat menjadi alat komunikasi yang cepat dan penting untuk ditujukan pada penerima pesan pada masa itu. Selanjutnya, telegraf menjadi awal pada penemuan telepon yang dikembangkan sebagai teknologi komunikasi dua arah yang menggunakan rambatan audio yang saling terhubung.

Pada masa ini media tidak lagi menjadi pusat di dalam komunikasi. Namun telah berkembangnya teknologi, membuat media memunculkan komunikasi dua arah, yakni konsumen media turut menjadi pusat dalam informasi.

―Today, all of the mass communication media are becoming electronic (including newspapers and book printing), and this convergence of modes is upsetting the three-way division of communication regulatory structures that had evolved in the United States” (Pool, dalam Rogers, 1986: 31).

(21)

Perubahan teknologi komunikasi pada era ini tidak hanya terjadi pada instrumen yang digunakan sebagai komunikasi, tetapi juga terjadi untuk regulasi baik hak cipta, sistem pemerintahan, kepemilikan media, dan juga akses terbuka segala pihak untuk menggunakan media.

Pada era ini tersebar luas aktivitas dari teknologi komunikasi baru, seperti sosial media, email, text chat, hingga teleconference. Bahkan persebaran ini mencakup penyatuan dan integrasi dari berbagai institusi media komunikasi sebagai dampak hadirnya teknologi komunikasi baru seperti penyatuan dan integrasi dari institusi media pribadi (koran, stasiun televisi, stasiun radio, majalah, dan perusahaan film).

Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi yang lebih maju dan tanpa batas. Hal ini ditunjukkan dengan teknologi komunikasi Telepon yang semulanya sederhana dengan sambungan kabel dari satu ke rumah lain hingga menjadi mobile phone (telepon genggam) yang menggunakan sinyal melalui satelit. Sehingga tentunya hal tersebut memberikan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaanya. Terlebih lagi saat ini telepon genggam menjadi perangkat keras (hardware) yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari –hari dibandingkan teknologi komunikasi lain. ―Moreover mobile phones already outnumber other information delivery devices such as televisions and laptop and desktop computers by more than 3 to 1.” (Park & Salvendy, 2012: 597).

(22)

Teknologi komunikasi, menuntut untuk keaktifan dari penggunanya dalam mencari dan memilih informasi yang dibutuhkannya. Sehingga tentunya ini mengubah kebiasaan dari individu dalam keterlibatannya untuk menggunakan teknologi komunikasi baru. Seperti individu dapat mengabarkan akan suatu peristiwa atau kejadian langsung dari tempat dan dapat menyebarluaskannnya dengan teknologi komunikasi yang dimilikinya, baik menggunakan smartphone dan terhubung melalui media sosial. Bersesuaian dengan hal tersebut maka persepsi yang menyebutkan audiens media bersifat pasif saat ini tidak lagi ada.

In particular the new generation of customers who grew up with digital technology have a very different approach to the use of technological devices and to the whole process of gathering information (P. Hogenkamp dalam Willi, et al, 2013: 104).

Dijelaskan bahwa masyarakat informasi kini menggunakan teknologi informasi atau komunikasi dengan pendekatan yang berbeda. Mereka menggunakan teknologi informasi untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Teknologi komunikasi selain sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi dan bertukar informasi, tetapi juga dikembangkan untuk menciptakan teknologi komunikasi yang interaktif. Komunikasi interaktif yang dimaksud disini ialah setiap individu mampu berkomunikasi secara interaktif (mudah, efisien, dan efektif) secara kapan saja dan dimana saja

(23)

dengan menggunakan media-media tertentu seperti telepon, email, fax, smartphone dan lain sebagainya.

Hal ini mewujudkan perubahan dalam gaya dan cara berkomunikasi melalui teknologi komunikasi tersebut. Rogers (1986: 4-5) menjelaskan perbedaan-perbedaan yang terjadi setelah adanya teknologi komunikasi, komunikasi ini kemudian disebut dengan komunikasi interaktif:

a. Semua sistem komunikasi memiliki komunikasi interaktif, seperti komunikasi dua orang, face to face atau dua arah. Interaktif merupakan kemampuan dari teknologi komunikasi yang baru (dimana biasanya melibatkan penggunakan komputer) dimana masing-masing individu dapat saling mengikuti pembicaraan. Lebih jauh dijelaskan: the new media can potentially reach many more individuals than if they were just face-to-face, although their interactivity make them more like interpersonal interaction. (Rogers, 1986: 4). Dimana tampak bahwa new media dapat menjadi teknologi komunikasi yang bersifat massif, tetapi memiliki fitur berupa saluran interpersonal. Interaktif menjadi perbedaan mendasar dari adanya teknologi komunikasi yang menginginkan adanya efektivitas komunikasi dan kepuasan dari pengguna untuk berinteraksi atau bertukar pesan komunikasi. Komunikasi

(24)

interaktif saat ini juga tidak hanya terbatas dalam penggunaan komunikasi melalui komputer, tetapi juga penggunaan teknologi komunikasi lain seperti telepon, fax, smartphone dan sebagainya, dimana juga sering disebut komunikasi many to many.

b. Media baru dapat menjadi demassified, dimana penerima pesan bersifat pribadi yang dapat ditukar dengan tiap-tiap individu meski dalam khalayak besar. Pengertian dari demassified disini merupakan kebalikan dari media massa, kontrol sistem komunikasi massa biasanya berasal dari produsen pesan kepada konsumen media (massifikasi) (Wiryanto, 2004: 22). Sedang demassified hanya orang-orang atau individu yang terlibat komunikasi saja.

c. Teknologi komunikasi baru juga asynchronous, artinya memiliki kemampuan untuk mengirimkan atau mendapatkan pesan secara terus menerus pada waktu yang tepat kepada individu, meskipun penerima tidak berada di tempat. Contoh secara mudah adalah e-mail ataupun notifikasi media sosial akan kita dapatkan saat kita log in menuju akun miliki kita, baik di rumah atau berada di kampus atau juga pemakaian answering machine pesawat telepon.

(25)

Mengutip kembali dari Everett M. Rogers (1986: 21) karakteristik-karakteristik dari komunikasi interaktif apabila dibandingkan dengan jenis komunikasi lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sifat Saluran Komunikasi Komunikasi Antarpribadi Komunikasi Interaktif Komunikasi Media Massa Arus Informasi One to few Many to many One to many Sumber Khalayak Individu Peserta komunikasi Interaktif Organisasi media Segmentasi Khalayak Tinggi (demassifikasi) Tinggi (demassifikasi) Rendah (massifikasi) Tingkat

Interaktif Tinggi Tinggi Rendah

Arus Balik Cepat Bisa cepat, bisa

tunda Cepat/ Tunda

Asynchronicity Rendah Tinggi untuk

Media Baru Rendah/ Tinggi Emosi Sosial vs.

Task- Related content

Tinggi Emosional-

Sosial Rendah Rendah

Non- Verbal Sulit Bisa untuk Media

Baru

Media Visual bisa, Media Audio tidak Kontrol Arus Informasi Oleh peserta komunikasi Peserta komunikasi Kontrol khalayak kecil Kebebasan

Pribadi Rendah Biasanya rendah Tinggi

Sumber: Everett M. Rogers. Communication Technology, The New Media In Society. New York: The Free Press. 1986.

Gambar 1.2 Perbandingan jenis-jenis komunikasi.

3. Pesan Salah Satu Elemen Pembentuk Komunikasi

Sebagai salah satu elemen pembentuk komunikasi, pesan tidak dapat dipisahkan dari peranannya sebagai bentuk inti (main core) dari komunikasi. Maka pesan atau message merupakan salah satu bagian

(26)

umum dari proses komunikasi yakni pengiriman dan penerimaan pesan. Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. (Mulyana, 2010: 70). Keterangan lain yang memiliki kesamaan dengan definisi pesan sebelumnya, yakni pesan merupakan keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh komunikator (Widjaja, 2008:14).

Pada Elemen komunikasi pesan mempunyai tiga unsur diantaranya ialah: (1) makna yang terbentuk oleh setiap orang; (2) simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna; (3) bentuk organisasi pesan-pesan itu (Liliweri, 1994: 13). Oleh karena itu, pesan merupakan bentuk simbol yang diungkapkan menjadi terbagi dua yakni verbal maupun nonverbal. Secara mudahnya setiap makhluk hidup saling berkomunikasi menggunakan bahasa percakapan sebagai media komunikasi, ucapan atau percakapan ini merupakan bentuk dari komunikasi verbal, bahasa verbal lain yang dapat digunakan bisa berupa tulisan. Bahasa nonverbal juga merupakan bentuk dari media komunikasi yang bisa dilakukan, ada banyak hal yang digunakan dalam bahasa nonverbal ini yakni dapat berupa isyarat tangan, tubuh, tatapan mata, atau bahkan senyuman. Tidak hanya menggunakan anggota tubuh untuk melakukan komunikasi nonverbal, baik patung, lukisan, dan musik juga termasuk di dalam bahasa nonverbal dalam mengungkapkan gagasan, seni, dan perasaan.

(27)

Pada makna, pesan memungkinkan untuk berbagi pemikiran, ide, dan persepsi dengan orang lain atau dengan komunikan. Makna merupakan hasil yang diterima oleh masing-masing pelaku komunikasi dalam mengartikan sebuah pesan yang didapatkan. Maka makna tentunya merupakan hasil pemikiran yang hanya dimiliki oleh masing-masing individu. Berlo (dalam Liliweri, 1994:13) mengungkapkan bahwa yang dipindahkan dalam komunikasi adalah pesan ―bukan‖ makna, karena makna ada pada setiap orang yang terlibat dalam komunikasi.

Hal ini berkaitan karena sikap yang juga menjadi penentu pemaknaan sebuah pesan. Pemaknaan pesan orang tua kepada anak untuk segera menikah tentunya berbeda dengan pemaknaan pesan yang didapatkan apabila itu disampaikan oleh teman. Maka pemaknaan suatu pesan sangat bergantung pada sikap seseorang (kognisi, afeksi, maupun konasi) (Liliweri, 1994: 13).

Secara mudah elemen dalam pesan dapat digambarkan sebagai berikut (Vardiansyah, 2004: 24):

(28)

Pesan Bentuk Pesan Lambang Komunikasi Nonverbal Suara, Mim ik, Gerak-Gerik Verbal Bahasa Lisan Bahasa Tulisan Makna Pesan Denotatif Konotatif Penyajian Pesan Cara Penyajian Struktur Penyajian

Gambar 1.3 Elemen-elemen pesan

Sebagai tindak lanjut dari pemaknaan tersebut maka pesan disesuaikan dengan bentuk organisasi penyampaiannya. Organisasi yang dimaksud ialah oleh siapa dan bagaimana pesan tersebut tersampaikan dan diterima oleh komunikan dengan baik. Bentuk organisasi pesan dilihat dari jumlah pelaku komunikasi yang terlibat dalam proses penyampaian tersebut anttara lain: komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok (kecil), komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. (Mulyana, 2010: 78).

Pesan sebagai bentuk dari yang dari simbol-simbol yang disampaikan kepada komunikan, akan kembali diterjemahkan oleh masing-masing pelaku komunikasi, proses penerjemahan ini disebut dengan decoding. Sedang proses dalam pengalihan pikiran, perasaan menjadi simbol-simbol yang akan dikomunikasikan disebut dengan

(29)

encoding. Dalam proses bertukar pesan, baik komunikator dan komunikan akan melewati kedua proses tersebut untuk menciptakan sebuah interaksi.

Pada setiap proses komunikasi secara umum kedua hal ini tidak dirasakan atau bahkan tampak secara langsung, karena proses berlangsung dengan cepat. Namun, secara alamiah komunikasi terbentuk dalam decoding dan encoding. Secara pengertian decoding merupakan proses internal dari seseorang penerima dalam memberikan makna terhadap pesan yang dikirimkan sumber (apakah pikiran, perasaan dari pengirim pesan itu). (Liliweri, 1994: 14).

Sedang pada proses encoding dijelaskan merupakan suatu kegiatan interpersonal seseorang untuk memlih dan merancang suatu bentuk perilaku secara verbal (yang sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis) maupun nonverbal dalam menciptakan suatu pesan. (Liliweri, 1994: 14).

Selain itu bentuk pesan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yakni informatif, persuasif, dan coersif (Widjaja, 2008:14). Secara umum ketiga sifat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Informatif yakni suatu pesan dapat berisi informasi-informasi serta keterangan yang kemudian ditangkap maknanya sebagai penjelasan oleh komunikan.

(30)

b. Persuasif dimana pesan yang disampaikan dimaksudkan untuk mendorong ataupun mengajak komunikasi untuk merubah baik dari sisi kognitif, afektif, dan konasi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator.

c. Coersif pesan yang disampaikan memiliki maksud dan makna yang bersifat menekan dan memaksa, sehingga komunikan dengan terpaksa atau tertekan melakukan yang disampaikan oleh komunikator.

4. Uang Elektronik (E-Money) dalam Penggunaannya di Masyarakat

Uang elektronik atau e-money mungkin masih terdengar awan atau belum terlalu populeer di kalangan masyarakat Indonesia. Selain dikarenakan fasilitasnya yang masih terbatas dan belum menyebar secara merata juga diakibatkan kurang pemerataan sosialisasi akan keberadaan penggunaan teknologi ini.

Uang elektronik sendiri sejatinya bukan merupakan barang baru, karena telah diimplementasikan keberadaannya sejak tahun 2007 silam. Namun, pengenaan dengan regulasi pelaksanaan dan pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) baru dimulai beberapa tahun setelahnya.

Uang elektronik atau e-money diatur tersendiri keberadaannya dalam PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Dalam

(31)

dokumen Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Uang Elektronik yang dikeluarkan Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia (2012) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan uang elektronik atau e-money memiliki unsur-unsur sebagai berikut (PBI No. 11/12/PBI/2009 Pasal 1 angka 3):

a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit;

b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip;

c. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan d. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan

dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

Menurut definisinya berdasarkan publikasi dari Bank for International Settlement (BIS) (dalam Bahri, 2010). Mendefinikasikan, ―e-money sebagai stored value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s posession.‖ Dapat diartikan e-money merupakan sejumlah alat pembayaran yang tersimpan dalam nominal

(32)

tertentu dan disimpan di dalam perangkat elektronik yang dapat digunakan oleh pengguna sesuai kebutuhan.

Menurut Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M. B. A tentang e-money, menyebutkan bahwa:

―Uang elektronik yang dimaksud adalah alat pembayaran elektronik yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan pendebitan rekening di bank, dan nilai uan tersebut dimasukkan menjadi nilai uang dalam media uang elektronik yang dinyatakan dalam satuan Rupiah yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cara mengurangi secara langsung nilai uang pada media uang elektronik tersebut.‖ (Rivai et. al, 2001: 1367)

Menurut pengertian lain secara singkat uang elektronik (e-money) adalah uang yang digunakan dalam transaksi internet dengan cara elektronik (Purnama, 2012: 1).

Dapat diartikan bahwa e-money merupakan alat pembayaran yang sama dengan uang secara nilainya, tetapi menggunakan fasilitas teknologi tertentu dalam penggunaannya. Adapun fasilitas teknologi yang digunakan melibatkan penggunaan jaringan internet dan penyimpanan uang berbasis digital (server dan chip). Namun, penyimpanan ini tidak bersifat seperti simpanan tabungan, melainkan sebagai ―dompet‖ digital yang dapat digunakan kapan dan dimana saja.

Adapun tata cara yang digunakan untuk penyetoran uang dalam pengisian perangkat e-money yang biasanya berbentuk kartu,

(33)

dilakukan pada penerbit, berupa Bank atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang menerbitkan uang elektronik (PBI No. 11/12/PBI/2009 Pasal 1 ayat 7).

5. Komunikasi Sirkuler sebagai Model Komunikasi Interaktif

Oleh Osgood dan Schramm menjelaskan dalam model komunikasi sirkuler bahwa komunikasi yang terjadi dapat berproses secara dinamis dan sirkuler. Pada model ini menunjukkan bagaimana kedua pelaku komunikasi dapat bergantian menjadi komunikan ataupun komunikator. Pada bagan berikut menampilkan bagaimana komunikasi sirkuler terjadi.

Gambar 1.4 Model Komunikasi Sirkuler Osgood & Schramm

Model tersebut dapat menunjukkan bagaimana suatu proses komunikasi interaktif dapat dilakukan oleh masing-masing pelaku. Proses komunikasi sirkuler dapat dijelaskan sebagai berikut (Utama, Skripsi 2013: 12):

(34)

1) Pesan yang dibentuk (encoding) oleh komunikator disalurkan kepada komunikan.

2) Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan diartikan (decoding) yang kemudian akan diinterpretasikan. Pada waktu ini apabila komunikan memiliki respon atau feedback yang akan diberikan, pihak komunikan akan berubah menjadi komunikator.

3) Pihak sebelumnya komunikator akan berubah menjadi komunikan dan bertindak sama dengan pihak komunikan sebelumnya. Apabila terdapat feedback kembali maka pesan akan dibentuk dan disampaikan kembali.

Proses tersebut menunjukkan bagaimana komunikasi sirkuler berlangsung terus-menerus dan dapat bersifat interaktif karena kedua pelaku dapat menyampaikan pesan (encoding), mengartikan (decoding), dan menginterpretasikan pesan kemudian melakukan kembali dengan bertukar peran dari kedua pelaku.

Hal ini respon dapat berfungsi sebagai peneguh untuk memperkuat apa yang disetujui atau menolak dan mencari sumber komunikasi lain. (Aptitasari, Skripsi 2013: 14). Maka hal tersebut berlaku dalam kegiatan komunikasi interaktif yang dilakukan oleh call center BICARA 500-131 kepada masyarakat dengan langsung memberikan respon atas pesan yang disampaikan masyarakat dan

(35)

masyarakat dapat kembali melakukan timbal balik atas respon yang diberikan. Sehingga terdapat perputaran komunikasi yang dinamis dana terus menerus dalam kegiatan tersebut.

6. Analisis Isi dalam Teknik Penelitian Kuantitatif Komunikasi

Analisis isi adalah salah satu teknik analisis dalam penelitian yang digunakan untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) serta data yang sahih dengan memperhatikan konteksnya (Krippendorf, 1991: 15). Pengertian ini didukung oleh pendapat Bagong Suyanto dan Sutinah bahwa:

―Metode analisis isi adalah merupakan suatu teknik yang tersistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih‖ (dalam Cahyaningsih, Skripsi, 2012: 37)

Definisi mengenai analisis ini juga disampaikan oleh Berelson dan Kerlinger sebagai metode untuk mempelajari komunikasi secara sistematik dan objektif. Metode ini juga merupakan metode yang digunakan terhadap pesan yang tampak dan dianalisis secara kuantitatif (Dominick, et al., 2002: 135). Berdasarkan uraian definisi mengenai analisis isi di atas, dapat dikatakan bahwa analisis isi pada dasarnya adalah teknik analisis sistematis, dimana teknik ini digunakan untuk mempelajari, menganalisis, serta mengolah konteks pesan dalam suatu media. Teknik analisis isi juga diidentifikasikan untuk

(36)

mengobservasi adanya perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang telah dipilih. (Langit, Skripsi, 2013: 27)

Analisis isi pada dasarnya digunakan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan sebuah informasi. Dalam hal ini, kencenderungan mengarah pada bagaimana tren, pola, serta perbedaan. Analisis isi mengarah pada keterangan dari konten atau pesan komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang. Hal tersebut sesuai dengan Model yang dikemukakan oleh Harold Lasswell (De Vito, dalam Liliweri, 1994: 23) dimana dalam ilmu komunikasi model Lasswell sangat populer dan dimodifikasi ke dalam semua bentuk komunikasi:

Komponen Komunikasi Ruang Lingkup Penelitian

Siapa Analisis Kontrol

Mengatakan Apa Analisis Isi

Melalui Saluran Apa Analisis Media

Kepada Siapa Analisis Khalayak

Dengan Efek Apa Analisis Efek

(37)

Hal ini diperjelas Rachmat Kriyantoro melalui beberapa prinsip analisis isi (Kriyantoro, 2010), antara lain adalah:

a. Prinsip sistematik

Prinsip ini menyatakan bahwa isi yang ada pada media harus dianalisis dan diperlakukan dengan prosedur yang sama, dimana peneliti tidak diperbolehkan untuk menganalisis hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian saja, melainkan isi keseluruhan dari pesan yang telah ditetapkan. Peneliti juga harus menetapkan kategori pada data penelitian dan menetapkan apa saja data yang akan diriset atau diteliti.

b. Prinsip objektif

Prnisip objektif adalah prinsip dimana hasil analisis data akan tergantung pada riset dan bukan pada peneliti yang melakukan riset. Ketika riset atau data dianalisis oleh peneliti lain, maka hasil kesimpulan yang dihasilkan akan sama.

c. Prinsip kuantitatif

Prinsip ini merujuk pada pencatatan nilai dan frekuensi guna menggambarkan jenis isi yang didefinisikan atau ditemukan. d. Prinsip isi yang nyata

Prinsip ini mengarah pada beberapa hal pada objek yang diriset, salah satunya terkait isi yang terlihat (tersurat), dan bukan pada makna yang dirasakan peneliti (tersirat). Dengan kata lain, isi pada

(38)

data yang diriset didasarkan pada apa yang tampak secara nyata bukan pada apa yang dirasakan.

Menurut Wimmer dan Dominick, setidaknya ada lima manfaat dari penggunaan analisis isi, yakni:

a. Menggambarkan isi komunikasi

Dimana merepresentasikan kecenderungan pesan atau isi komunikasi yang diteliti.

b. Menguji tentang karakteristik pesan.

Adalah adanya usaha untuk menghubungkan karakteristik tertentu dari komunikator dengan karakteristik pesan yang dihasilkan.

1) Membandingkan isi media dengan dunia nyata

Banyak penelitian analisis isi digunakan untuk menguji apa yang ada di media dengan situasi aktual yang ada di kehidupan nyata.

2) Memperkirakan gambaran kelompok tertentu di masyarakat

Sejumlah penelitian analisis isi memfokuskan dan mengungkap gambaran media mengenai kelompok minoritas tertentu.

3) Mendukung studi efek media massa.

Sebagian penelitian analisis isi digunakan sebagai sarana untuk memulai penelitian efek media massa yang

(39)

bertujuan untuk menemukan pesan-pesan yang disampaikan media massa memiliki hubungan pengaruh terhadap pada pengguna media berat (media heavy user). Berdasarkan penjelasan di atas, analisis isi digunakan untuk mengetahui kecenderungan isi pesan telepon dalam call center BICARA 500-131 periode Juni 2014 –Agustus 2014 dalam komunikasi interaktif dan isi pesan masyarakat terhadap program e-money. Mengingat, banyak masyarakat belum mengetahui mengenai program baru ini dan belum memahami secara penuh baik teknis dan regulasi terkait e-money. Di pihak lain, konsep program e-money dibutuhkan dalam rangka menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian regional, efisiensi penggunaan uang fisik, dan efekstivitas dalam transaksi.

Selanjutnya, pengkategorian dilakukan peneliti guna membatasi analisis isi dalam kecenderungan isi pesan yang masuk di call center terhadap konsep isi pesan akan program e-money masyarakat Indonesia. Layaknya konsep isi pesan akan program e-money masyarakat Indonesia, isi ataupun konten dari pesan yang masuk di call center akan dikaitkan dan dianalisis dengan bagaimana program e-money dimaknakan di Indonesia. Bagaimana isi atau konten dari pesan yang masuk ke dalam call center bertujuan untuk menyampaikan keluhan, kritik, pertanyaan, saran, atau konsultasi terkait dengan program e-money. Kemudian konsep isi pesan masyarakat dibenturkan dengan information needs terkait bentuk informasi-informasi yang dibutuhkan terkait program e-money, hal ini

(40)

diperkuat dengan frekuensi pertanyaan dari sumber yang sama untuk mengukur tingkat inteaktivitas komunikasi serta bentuk respon dari Bank Indonesia sebagai tanggapan akan pesan yang diberikan oleh masyarakat. F. Kerangka Pemikiran

Dari rumusan masalah dan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mempermudah alur penelitian ini maka dapat dilihat bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

(41)

Gambar 1.6 Bagan Kerangka Pemikiran

G. Definisi Konseptual

Soehartyono mendefinisikan definisi konseptual sebagai definisi yang menjelaskan konsep dengan kata-kata/ istilah/ sinonimnya yang dianggap mudah dipahami pembaca (Langit, Skripsi, 2013: 32). Pada penelitian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan isi pesan telepon dan e-mail yang masuk pada call center BICARA 500-131. Maka dapat ditemui definisi-definisi secara konseptual menyangkut hal berikut: Analisis isi crosstabs bentuk-bentuk isi pesan masyarakat dan

respon call center Bank Indonesia: 1. Frequencies of Messages 2. Issues Descriptions 3. Informations Needs 4. Informations Types 5. Responds

Pesan masuk masyarakat terkait dengan uang elektronik

KESIMPULAN

(Kecenderungan bentuk-bentuk komunikasi interaktif pada call center BICARA dalam isi pesan telepon yang masuk dalam BICARA 500-131 terhadap program e-money Bank Indonesia)

Respon Bank Indonesia terkait dengan uang elektronik

(42)

1. Komunikasi Interaktif

Komunikasi interaktif yang dimaksud disini ialah setiap individu mampu berkomunikasi secara interaktif (mudah, efisien, dan efektif) secara kapan saja dan dimana saja dengan menggunakan media-media tertentu seperti telepon, email, fax, smartphone dan lain sebagainya. (Yuliana, Jurnal Akuntasi & Keuangan, Vol. 2 No. 1, Mei 2000: 43).

Komunikasi interaktif menunjukkan bentuk model komunikasi sirkuler yakni komunikasi yang terjadi dapat berproses secara dinamis dan terus-menerus. Pada model ini menunjukkan bagaimana kedua pelaku komunikasi dapat bergantian menjadi komunikan ataupun komunikator. (Utama, Skripsi 2013: 12)

2. Pesan

Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. (Mulyana, 2010: 70). Dalam komunikasi pesan mempunyai tiga unsur diantaranya ialah: (1) makna yang terbentuk oleh setiap orang; (2) simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna; (3) bentuk organisasi pesan-pesan itu (Liliweri, 1994: 13). Untuk itu pesan merupakan bentuk simbol yang diungkapkan menjadi terbagi dua yakni verbal maupun nonverbal. Makna merupakan hasil

(43)

yang diterima oleh masing-masing pelaku komunikasi dalam mengartikan sebuah pesan yang didapatkan. Maka makna tentunya merupakan hasil pemikiran yang hanya dimiliki oleh masing-masing individu. Berlo (dalam Liliweri, 1994:13) 3. E-Money

Dapat diartikan bahwa e-money merupakan alat pembayaran yang sama dengan uang secara nilainya, tetapi menggunakan fasilitas teknologi elektronik tertentu dalam penggunaannya.. Dalam pengertiannya secara luas dan singkat uang elektronik (e-money) adalah uang yang digunakan dalam transaksi internet dengan cara elektronik (Purnama, 2012: 1). Program ini merupakan suatu peristiwa atau fenomena isu di masyarakat.

H. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan turunan dari konsep abstrak yang diubah menjadi konkret sehingga dapat untuk diteliti. Secara sederhana aspek-aspek operasionalisasi dalam penelitian analisis isi adalah hal yang dapat diukur secara kuantitatif.

Oleh Eriyanto (dalam Langit, 2013: 33) menjelaskan definisi operasional merupakan seperangkata prosedur yang menggambarkan usaha atau aktivitas peneliti untuk secara empiris menjaba apa yang

(44)

digambarkan dalm konsep. Maka aspek operasional dari penelitian ini, antara lain:

a. Information Type

Berisi jenis Informasi yang dibutuhkan oleh stakeholder masuk kedalam kriteria sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik no.14 tahun 2008 (KIP Jateng, 2008:5-6). Adapun ini dibedakan menjadi berikut:

1) Berkala

Yakni berupa informasi yang diberikan adalah informasi yang berkaitan dengan Bank Indonesia; informasi mengenai kegiatan dan kinerja Bank Indonesia; informasi mengenai laporan keuangan; dan/ atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dimana minimal 6 (enam) bulan sekali harus dilakukan.

2) Setiap Saat

Informasi yang diberikan meliputi: Daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; Hasil keputusan Bank Indonesia dan pertimbangannya; Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Bank Indonesia; Perjanjian Bank

(45)

Indonesia dengan pihak ketiga; Informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; Prosedur kerja pegawai Bank Indonesia yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/ atau laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Respond

Merupakan bentuk jawaban-jawaban atau respon dari Bank Indonesia untuk menanggapi pesan yang diberikan oleh masyarakat (komunikator). Hal ini dapat mengukur komunikasi interaktif Bank Indonesia dari sisi call center BICARA 500-131. Hal tersebut terbagi atas berikut:

1) Penjelasan Umum

Respon yang diberikan BICARA berupa informasi ataupun penjelasan yang bersifat umum terkait e-money yang dibutuhkan oleh masyarakat secara langsung.

2) Ekstensi Telepon

Sebagai tindakan respon dari BICARA apabila pertanyaan atau pesan masyarakat yang disampaikan berkaitan langsung dengan satuan kerja lain. Maka pihak BICARA akan melakukan ekstensi telepon (sambungan telepon) dengan satuan kerja lain yang memiliki kepentingan terhadap pesan yang disampaikan. Namun, ekstensi

(46)

telepon hanya bersifat menyambungkan dengan pihak satuan kerja lain apabila BICARA tidak memungkinkan untuk menjawab ataupun memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara langsung.

3) Tindakan Pejabat Terkait

Ini adalah berupa penjelasan informasi ataupun data yang dibutuhkan masyarakat terkait dengan e-money melalui ekstensi telepon dengan satuan kerja lain yang disambungkan oleh BICARA. Sehingga dalam penyelesaian informasi dan data yang diperlukan oleh masyarakat ini diselesaikan oleh pihak satuan kerja lain di luar BICARA, dimana apabila BICARA tidak memungkinkan untuk memberikan informasi atau jawaban yang dibutuhkan secara langsung.

4) Saran

Yakni pemberian saran-saran persuasif yang dapat dilakukan oleh masyarakat oleh BICARA mengenai pesan yang disampaikan. Baik berupa konfirmasi langsung terhadap petugas, pengiriman e-mail dan sebagainya. c. Frequency of Message

Dimana mengukur tingkat pesan yang masuk dari narasumber yang sama dari jumlah telepon yang dikirimkan kepada BICARA 500-131. Hal ini bertujuan untuk mencari tingkat

(47)

penggalian informasi dari narasumber. Hal ini diukur melalui frekuensi Kota Narasumber, Kategori Narasumber, dan Nomor Telepon Narasumber.

d. Information Need

Berisi permintaan informasi yang dibutuhkan masyarakat masuk dalam kategori tertentu yang ditentukan oleh BICARA 500-131. Adapun dibedakan menjadi berikut:

1) Informasi Umum

Berupa kebutuhan khalayak luas untuk informasi terkait seputar Bank Indonesia. Baik seputar organisasi perusahaan, laporan berkala, Peraturan Bank Indonesia dan lain sebagainya.

2) Data Statistik

Berupa bentuk informasi yang berisi kuantitatif disertai dengan grafik yang merepresentasikan hal tertentu dan menjadi bahan jawaban yang dimiliki oleh Bank Indonesia. 3) Pengaduan

Merupakan pengajuan pengaduan yang diberikan masyarakat kepada Bank Indonesia selaku pengawas sistem pembayaran Indonesia.

(48)

e. Issue Description

Berupa pengukuran dari deskripsi permasalahan yang disampaikan masyarakat melalui pesan telepon. Maka secara pengukuran pesan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Pertanyaan

Yakni pertanyaan yang disampaikan seputar e-money kepada Bank Indonesia. Sehingga dari sini isi pertanyaan yang didapatkan dapat mengukur kecenderungan pemahaman masyarakat.

2) Keluhan

Terkait program e-money dari masyarakat kepada Bank Indonesia baik secara teknis, regulasi, ataupun kasus-kasus lain yang berkaitan dengan program tersebut.

3) Konsultasi

Merupakan sikap dari masyarakat untuk menerima informasi, saran, dan penerangan lain yang bersifat membangun terkait program e-money dari Bank Indonesia. 4) Ekstensi Telepon

Berupa permintaan pesan dari masyarakat untuk disambungkan dengan satuan kerja lain yang berada di dalam Bank Indonesia melalui ekstensi sambungan komunikasi telepon

(49)

5) Permohonan Bantuan

Berbeda dengan pertanyaan, pesan informasi masyarakat melalui pesan telepon ini lebih mengarah terhadap permohonan bantuan tertentu untuk ditindaklanjuti ataupun informasi e-money lain yang bersifat khusus.

I. Kategorisasi

Kategorisasi dimaknai sebagai penggolongan ataupun pengklasifikasian variabel ke dalam beberapa kategori tertentu agar mudah dianalisis oleh peneliti. Kategorisasi ini dikatakan sebagai pembatasan— ukuran—agar memudahkan peneliti untuk menganalisis data yang diperoleh secara lebih efektif. Selain itu, adanya validasi metode dan hasil dari analisis isi yang dilakukan peneliti juga akan tergantung pada kategori yang disusun.

Pengkategorisasian harus dilakukan secara relevan dengan tujuan penelitian. Kategorisasi harus bersifat fungsional dan mampu menjawab hipotesa penelitian. Selanjutnya, kategorisasi juga harus dapat dikendalikan oleh peneliti. Kategori yang digunakan menurut R. Holsti harus mencerminkan tujuan penelitian yang lengkap, terperinci, independen, dan eksklusif secara timbal balik. Dengan demikian, batasan kategorisasi yang dapat dirumuskan peneliti dalam penelitian ini, antara lain adalah meliputi:

(50)

a. Isi Pesan

Isi pesan dilihat pada topik pesan yang disampaikan dan tujuan dari pesan tersebut disampaikan kepada call center baik melalui telepon.

b. Frekuensi Pesan

Melihat pada tingkat pesan yang masuk dari narasumber yang sama. Serta konfirmasi kembali melalui jumlah pesan yang dikirimkan baik melalui telepon.

c. Komunikasi Interaktif

Melihat pada bentuk-bentuk pesan komunikasi interaktif yang terjadi melalui telepon antara masyarakat dengan call center. Khususnya melihat pada deksripsi masalah yang disampaikan dan respon yang diberikan kepada customers.

J. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskripti kuantitatif. Penelitian deskriptif dimana peneliti dapat membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif (Nazir, 1998: 64). Untuk data deskriptif kemudian akan diperkuat dengan analisis secara data statistik baik dalam bentuk persentase, tabulasi silang, dan grafik. Penelitian yang bersifat deksriptif kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan isi pesan telepon yang

(51)

masuk dalam call center BICARA 500-131 untuk mengukur kecenderungan isi pesan masyarakat terhadap program e-money.

2. Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan adalah analisis isi. Teknik ini digunakan untuk menganalisis konten ataupun isi dari komunikasi. Teknik ini juga digunakan karena sebagian besar data berasal dari data-data yang bersifat dokumentatif. Selanjutnya, subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pesan ataupun isi yang tersurat dalam komunikasi. Sebelum melakukan penelitian terhadap data, penelitian ini membatasi diri dalam kategorisasi dan urutan yang telah dipilih secara jelas. Hal ini dikarenakan untuk menghindari perbedaan pandangan dengan orang/peneliti lain, dengan asumsi agar mencapai validitas dimana ketika peneliti lain dengan alat ukur yang sama akan mendapatkan hasil pengukuran yang kurang lebih sama. (Cahyaningsih, 2012: 54).

Penerapan dari metode analisis isi adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan permasalahan penelitian sejauh mana kecenderungan isi pesan telepon yang masuk dana komunikasi interaktif dalam call center BICARA 500-131 Periode Juni 2014- Agustus 2014 terkait isi pesan masyarakat terhadap program e-money.

(52)

b. Melakukan sampling terhadap sumber data yang telah dipilih. Sampel dalam penelitian ini yakni pesan telepon yang masuk dalam call center BICARA 500-131 dalam rentang waktu Juni- Agustus 2014 terkait E-Money (Uang Elektronik) .

c. Pengoder I (peneliti) membuat kategori-kategori untuk pengkodingan berdasarkan pada unit analisis penelitian yang telah ditentukan. Kategori dibagi menjadi tiga, yakni berdasarkan Isi Pesan, Frekuensi Pesan, dan Sikap dalam Pesan.

d. Pengoder I melakukan pengkodingan dari data yang telah dipilih, kemudian untuk dikelompokkan ke dalam masing-masing kategorisasi yang telah dibuat.

e. Membuat lembar kerja koding bagi Pengoder II dan melakukan briefing terkait dengan pengkodingan pada masing-masing kategori yang telah ditentukan Pengoder I sebelumnya.

f. Berdasarkan hasil kesamaan koding antara Pengoding I dan Pengoding II dari lembar kerja yang diberikan. Peneliti melakukan analisis Uji Reliabilitas Data untuk menentukan kehandalan pada kategori-kategori yang telah dibuat.

g. Pengujian data dengan uji tabel silang (crosstabs) indikator satu dengan indikator lain untuk menemukan ada tidaknya kecenderungan komunikasi interaktif pada isi pesan yang masuk dalam call center BICARA 500-131.

Gambar

Gambar 1.1 Data Rata-Rata Solved Case pesan yang masuk  dalam call center BICARA 500-131
Gambar 1.2 Perbandingan jenis-jenis komunikasi.
Gambar 1.3 Elemen-elemen pesan
Gambar 1.4 Model Komunikasi Sirkuler Osgood & Schramm
+2

Referensi

Dokumen terkait

• Pengukuran kompleksitas untuk bahasa secara keseluruhan, BNF dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak tindakan dasar yang dibutuhkan dalam tugas tertentu, dan

Manfaat yang diharapkan untuk mahasiswa dapat memberikan informasi terkait dengan kadar hemoglobin pada mahasiswa DIII Analis Kesehatan semester 4 Sekolah Tinggi

Umumnya manifestasi panas bumi yang terdapat di lokasi panas bumi terdiri dari beberapa sumber mata air panas, dan terkadang debit air panas dengan temperatur

PENERAPAN BAHAN AJAR BERBASIS POTENSI LOKAL PANTAI SEGER PULAU LOMBOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LITERASI LINGKUNGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia

Hasil analisis data dan pembahasan disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving pada pembelajaran remediasi dapat meningkatkan

DAFTAR PERINGKAT PESERTA YANG MEMENUHI NILAI AMBANG BATAS. UNTUK

Dari kedua varian struktur tersebut, maka dapat diformulasikan bahwa klausa Indikatif : Deklaratif BB memiliki struktur yang terdiri atas unsur wajib (obligatory) yaitu subjek

4.1.1 Penguasaan Simple Present Tense Siswa Kelas VII SMP NU Assalam Nalumsari Jepara Tahun Ajaran 2009/2010 sebelum diajar dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran