P
OKOK
-P
OKOK
P
ERATURAN
P
INJAMANDAN
H
IBAH
L
UAR
N
EGERI
:
P
OKOK
-P
OKOK
P
ERATURAN
P
INJAMANDAN
H
IBAH
L
UAR
N
EGERI
:
SEBAGAIPANDUANDALAM
PERENCANAAN,PELAKSANAANDANPEMANTAUAN
PROYEK-PROYEKPHLN
SEBAGAIPANDUANDALAM
PERENCANAAN,PELAKSANAANDANPEMANTAUAN
PROYEK-PROYEKPHLN
Disusun Oleh :
BAPPENAS
D
IREKTORAT
P
ENDANAAN
Disusun Oleh :
L
UAR
N
EGERI
B
ILATERAL
BAPPENAS
TIM PENYUSUN
TIM PERUMUSCeppie K. Sumadilaga (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Ria Widati (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral)
Lusiana Murty (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Kurniawan Ariadi (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Indrajit Kartorejo (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Deti Kusmalawati (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) M. Rifki Akbari (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral)
KELOMPOK DISKUSI
R. M. Dewo Broto J. P. (Biro Hukum)
Sarah Sadiqa (Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik)
Ratna Sri Mawarti (Direktorat Perdagangan Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional) Tuti Riati (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral)
Arief Christiono (Direktorat Hukum dan HAM)
Priyanto Rohmattulah (Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan Pembangunan)
TENAGA AHLI
Hadiansyah Taufik Firman Herzal
KATA PENGANTAR
Pinjaman luar negeri sampai saat ini masih merupakan salah satu sumber pembiayaan yang cukup penting dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dilain pihak, kemampuan Kementerian/ Lembaga maupun pemerintah daerah di tingkat pelaksanaan pinjaman luar negeri dalam bentuk proyek masih belum optimal. Hal tersebut tercermin dari masih rendahnya tingkat penyerapan (disbursement) dari berbagai proyek pinjaman luar negeri.
Belum optimalnya pelaksanaan pinjaman luar negeri tersebut apabila ditelusuri lebih lanjut akan bermuara pada tahap persiapan yang kurang memadai. Tahap persiapan menjadi satu tahap yang penting dan kritis mengingat di tahap tersebut sesungguhnya formulasi suatu proyek pinjaman luar negeri dimulai, termasuk didalamnya adalah disain dan rencana pelaksanaan dari proyek tersebut.
Kekurang-memadaian tersebut dapat dicermati sebagai kurangnya atau minimnya informasi yang terkait dengan ‘rules of the game’ pinjaman luar negeri yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan. Sampai Nopember 2006, peraturan perundang-undangan yang pernah diterbitkan terkait dengan masalah pinjaman luar negeri sejumlah ± 42 buah, baik dalam bentuk Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Presiden (Perpres) maupun Peraturan Menteri. Sehingga pemahaman para pelaku mulai dari tingkat perencana sampai dengan tingkat pelaksana menjadi kurang lengkap dan kurang komprehensif.
Kajian yang dilakukan oleh Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ini dilakukan sebagai upaya untuk menghasilkan suatu pedoman yang dapat
KATA PENGANTAR
atau kurang terintegrasinya informasi yang terkait dengan masalah penyusunan proyek pinjaman/hibah luar negeri. Selain itu, pedoman ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung pelaksanaan Country
Borrowing Strategyyang saat ini masih dalam tahap finalisasi.
Pedoman yang disusun memuat berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, maupun Keputusan Menteri, serta bagaimana relevansi peraturan perundang-undangan tersebut di setiap tahapan proyek.
Penulisan kajian ini dilakukan melalui studi pustaka serta serangkaian diskusi dengan beberapa pihak yang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang terkait dengan masalah pinjaman/hibah luar negeri.
Dalam pelaksanaan kajian ini, masih banyak ditemukan permasalahan yang berada di tingkat pengaturan, sehingga pada tahap pelaksanaannya seringkali ditemukan berbagai kesulitan untuk menerapkan peraturan perundang-undangan secara pasti dan jelas. Terlepas dari permasalahan tersebut, kajian yang menghasilkan pedoman ini paling tidak dapat dijadikan
sebagai referensi bagi Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah
Daerah/BUMN dalam menyiapkan proyek pinjaman/hibah luar negeri. Akhirnya, Tim Perumus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta dan memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan kajian ini. Tim perumus berharap hasil kajian ini dapat memberikan
sumbangan bagi upaya perbaikan kualitas perencanaan proyek
pinjaman/hibah luar negeri.
Jakarta, Desember 2006
Tim Perumus
DAFTAR ISI
Kata Pengantar... i
Daftar Isi ...iii
Daftar Gambar ...vii
Daftar Tabel... viii
Daftar Box... ix
Daftar Singkatan...x Bab I Pendahuluan ...I-1 1.1 Latar Belakang...I-1
1.1.1 Peraturan yang berlaku mengenai Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri ...I-2 1.1.2 Country Borrowing Strategy...I-3 Bab II Perencanaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri... II-5 2.1 Arah Kebijakan... II-6
2.2 Penyusunan atau Perumusan Usulan Kegiatan/Proyek yang Akan
Dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri... II-8 2.2.1 Prioritas ... II-8 2.2.2 Pola Persyaratan ... II-10 2.2.3 Bentuk dan Skema Pinjaman dan Hibah Luar Negeri... II-13 2.2.4 Tata Cara Pengusulan ... II-16
2.2.4.1 Tahap Penyusunan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) ... II-17
DAFTAR ISI
iv
2.2.4.2 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM)... II-18
2.2.4.2.1 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah
Kementrian Negara/Lembaga... II-21
2.2.4.2.2 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah
Pemerintah Daerah... II-24
2.2.4.2.3 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah
Badan Usaha Milik Negara ... II-26
2.2.4.2.4 Penilaian Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek
dan Hibah ... II-27 2.2.4.3 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN)... II-29 2.2.4.3.1 Pengajuan Usulan Pinjaman Program... II-31
2.2.4.3.2 Sinkronisasi Kegiatan Dengan Program Calon
PHLN dan Penyusunan Rencana Kegiatan
Rinci... II-31
2.2.4.3.3 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerusan
Pinjaman kepada Pemerintah Daerah ... II-32
2.2.4.3.4 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerushibahan
Kepada Pemerintah Daerah ... II-33
2.2.4.3.5 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerusan
Pinjaman Kepada BUMN ... II-35
2.2.4.3.6 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerushibahan
atau Penyertaan Modal Negara kepada BUMN II-36 2.2.4.3.7 Penilaian Kesiapan Kegiatan ... II-37
2.2.4.4 Ketentuan Khusus Pengajuan Usulan Pinjaman dan/ atau Hibah Luar Negeri dalam Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri (DRPPHLN) ... II-39 2.2.4.4.1 Pengajuan Usulan Alokasi Fasilitas Kredit
Ekspor (FKE) dan/atau Pinjaman Komersial ... II-39 2.2.4.4.2 Hibah Luar Negeri yang Bersifat Khusus ... II-40 2.2.4.5 Tahap Penyusunan Daftar Kegiatan... II-41
2.3 Perundingan dan Penandatanganan Perjanjian Pinjaman dan
Hibah Luar Negeri... II-42 BAB III Pelaksanaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri ...III-45 3.1 Penatausahaan...III-47 3.2 Penarikan Pinjaman atau Hibah ...III-52
3.2.1 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan
Pembukaan L/C...III-52 3.2.2. Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Cara
Pembayaran Langsung ...III-54 3.2.3 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Cara
Pembiayaan Pendahuluan...III-55 3.2.4 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan
Rekening Khusus ...III-57 3.3 Pembayaran Pinjaman ...III-59 3.4 Penerusan Pinjaman dan Penerusan Hibah ...III-59 3.4.1 Penerusan Pinjaman kepada Daerah ...III-60 3.4.2 Penerusan Hibah kepada Daerah ...III-65
3.4.3 Penerusan Pinjaman dan Penyertaan Modal Negara
Kepada BUMN...III-68 3.5 Mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa ...III-69 3.6 Perpajakan ...III-73 BAB IV Pemantauan dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah Luar Negeri...IV-77 4.1 Pemantauan ...IV-79 4.2 Evaluasi ...IV-83 4.3 Transparansi dan Akuntabilitas...IV-85 BAB IV Penutup... V-89 Daftar Pustaka ...91 Lampiran ...95
DAFTAR GAMBAR
Gbr 1.1 Siklus Proyek... I-3 Gbr 2.1 Tahapan Penyusunan RKPLN... II-18 Gbr 2.2 Tahapan Penyusunan DRPHLN-JM ... II-21 Gbr 2.3 Tahapan Penyusunan DRPPHLN ... II-30 Gbr 2.4 Tahapan Penyusunan NPPLN/NPHLN... II-44 Gbr 4.1 Tahapan Pemantauan dan Evaluasi PHLN ... IV-87
DAFTAR TABEL
DAFTAR BOX
Box 3.1 Masalah Rendahnya Daya Serap Pinjaman Luar Negeri ... III-50 Box 3.2 Kriteria Kesiapan Proyek...III-51
DAFTAR SINGKATAN
AAPBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APD Aplikasi Penarikan Dana
B
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
BUMN Badan Usaha Milik Negara
BUN Bendahara Umum Negara
C
CBS Country Borrowing Strategy
D
DAU Dana Alokasi Umum
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
DPA-SKPD Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DRPHLN-JM Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka
Menengah
DRPPHLN Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
DSCR Debt Service Coverage Ratio
E
EKUIN Ekonomi, Keuangan dan Industri
F
FGD Focus Group Discussion
K
KPBJ Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
L
L/C Letter of Credit
N
NPH Naskah Perjanjian Hibah
NPHLN Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri
NPPH Naskah Perjanjian Penerusan Hibah
NPPLN Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri
NPPP Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman
O
ODA Official Development Assistance
OECD Organization for Economic Cooperation and Development
P
P3 Perjanjian Penerusan Pinjaman
PDB Produk Domestik Bruto
PHLN Pinjaman/Hibah Luar Negeri
PIU Project Implementation Unit
PMU Project Management Unit
PPA Pejabat Pembuat Anggaran
PPHLN Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri
PPLN/PHLN Pemberi Pinjaman Luar Negeri/ Pemberi Hibah Luar Negeri
PPN Pajak Pertambahan Nilai
R
RK Rekening Khusus
RKP Rencana Kerja Pemerintah
RKPLN Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri
RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPK-PHLN Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
S
SA-PSK Satuan Anggaran Per Satuan Kegiatan
SBI Suku Bunga Indonesia
SKP Surat Kuasa Pembebanan
SLA Subsidiary Loan Agreement
SP3 Surat Permintaan Pembiayaan Pendahuluan
SPA Sub Project Appraisal
SPM Surat Perintah Membayar
SPM-PP Surat Perintah Membayar-Pembiayaan Pendahuluan
SPM-RK Surat Perintah Membayar-Rekening Khusus
SPMP Surat Perintah Membayar Pengesahan
SPP-SKP Surat Permintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan
T
TP4DLN Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-Proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) yang diupayakan pemerintah
merupakan salah satu bentuk penerimaan dari luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. PHLN diperlukan karena sumber-sumber dalam negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh investasi pemerintah yang diperlukan.
Selanjutnya, sumber dana luar negeri adalah sebagai pelengkap dengan syarat lunak, tidak memberatkan dan tanpa ikatan politik, digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan yang produktif dan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat, serta peranannya harus dikurangi secara bertahap.
Sumber dana luar negeri saat ini masih diperlukan karena merupakan sumber pendanaan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan yang tidak menarik bagi sektor swasta seperti pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan prasarana di lokasi yang kurang menarik dari perspektif investasi swasta.
Pendayagunaan dan pengendalian dana bantuan luar negeri mutlak diperlukan untuk menjaga stabilitas struktur pembiayaan pembangunan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bantuan luar negeri tersebut meliputi: project design, pelaksanaan proyek hingga evaluasi hasil pelaksanaan proyek. Disamping itu, perlu pula meningkatkan project
ownershipsehingga proyek tersebut akan tepat sasaran dan tepat kebutuhan.
1.1.1 Peraturan yang Berlaku mengenai Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Dari identifikasi yang telah dilakukan, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah pinjaman/hibah luar negeri dalam kurun waktu sebelum tahun 1966 hingga tahun 2006. Peraturan perundang-undangan tersebut disusun dalam bentuk Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.
Namun permasalahan yang cenderung dihadapi adalah pada tingkat
implementasi peraturan perundang-undangan tersebut. Bahkan yang
nampaknya juga agak terabaikan adalah masalah validitas dan konsistensi substansi dari masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam kajian ini, Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan (TPRK) dan Focus
Group Discussion (FGD) berusaha untuk melakukan tinjauan bagaimana
penerapan dari peraturan perundang-undangan yang masih berlaku dengan menggunakan project cycle sebagai wahana untuk melakukan tinjauan tersebut (lihat gambar 1.1).
Gambar 1. 1 Siklus Proyek
1.1.2 Country Borrowing Strategy
Dalam kaitannya dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan pinjaman/hibah luar negeri, serta untuk menjaga keseimbangan fiskal, khususnya terhadap sumber pembiayaan luar negeri, Pemerintah dalam waktu dekat ini akan menerbitkan Country Borrowing Strategy (CBS), sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Peristilahan yang digunakan dalam Peraturan Pemerintah tersebut adalah Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) yang akan ditetapkan oleh Presiden. Selain itu, dalam tatanan internasional adanya Paris Declaration on Aid Effectiveness;
EVALUASI
IMPLEMENTASI
BAB II
PERENCANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
NEGOSIASI DAN PERSETUJUAN PERENCANAAN SIKLUS PROYEK PERSIAPAN BAB III
PELAKSANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI 1
2
3 4
2005 dan Rome Declaration on Harmonization; 2003, perlu menjadi pertimbangan dalam proses pengadaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
BAB II
PERENCANAAN PINJAMAN DAN HIBAH
LUAR NEGERI
Perencanaan pinjaman dan hibah luar negeri meliputi rangkaian kegiatan atau proses yang diawali dari penetapan rencana kebutuhan pinjaman dan hibah luar negeri secara makro, penyusunan atau perumusan usulan kegiatan atau proyek yang akan dibiayai dengan pinjaman dan hibah luar negeri, pengusulan kegiatan atau proyek kepada pihak pemberi pinjaman atau hibah dan negosiasi naskah perjanjian pinjaman atau hibah luar negeri.
Rujukan peraturan-peraturan yang digunakan pada bab ini:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; - Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah
Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
- Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri;
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
2.1 Arah Kebijakan
Rujukan1: - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003; pasal 12 ayat 3
beserta penjelasannya.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004; pasal 38 ayat 1,2 dan 4.
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003; pasal 4 beserta penjelasannya.
- Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 6 ayat 1 dan 2.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 5 ayat 2, pasal 33.
Rencana kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan suatu rencana yang memuat kebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri. Hal ini
meliputi rencana besaran pinjaman tahunan dan prioritas bidang
pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Dalam penetapan rencana ini diperhatikan beberapa arahan kebijakan mengenai besaran pinjaman luar negeri pemerintah, pengelolaan dan defisit APBN serta mengenai pengadaan pinjaman luar negeri.
Arahan kebijakan mengenai besaran pinjaman luar negeri pemerintah, defisit APBN, dan pengadaan pinjaman luar negeri tertuang dalam peraturan perundangan di bawah ini:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian
Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
a. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
b. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor
PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003, defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari produk domestik bruto (PDB) dan pinjaman dibatasi maksimal 60% dari PDB. Pinjaman yang dimaksud dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut meliputi pinjaman pemerintah yang bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN. Kemudian utang/hibah tersebut dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD. Tata cara untuk pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
Sementara itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006, Presiden menetapkan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN)
selama lima tahun yang disusun sesuai dengan prioritas bidang
pembangunan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri berdasarkan usulan Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Penyusunan RKPLN dan prioritas bidang pembangunan tersebut dilakukan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006, dalam perencanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman/hibah luar negeri terdapat beberapa dokumen yang perlu disusun/diadakan. Dokumen-dokumen tersebut adalah:
1) Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN).
2) Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka
Menengah (DRPHLN-JM).
3) Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
(DRPPHLN).
4) Daftar Kegiatan.
5) Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
(RPK-PHLN)1.
2.2 Penyusunan atau Perumusan Usulan Kegiatan/Proyek yang Akan Dibiayai Dengan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
2.2.1 Prioritas
Rujukan: - Country Borrowing Strategy2.
Kebijakan mengenai prioritas bidang pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri tertuang dalam Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar 2. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dilaksanakan setelah ditandatanganinya Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri. Uraian mengenai dokumen ini disampaikan pada bagian Perundingan dan Penandatanganan Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.
Negeri Pemerintah yang juga merupakan Strategi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Country Borrowing Strategy).
Bidang-bidang yang menjadi prioritas untuk dibiayai pinjaman luar negeri adalah:
a. Penanggulangan kemiskinan;
b. Peningkatan kualitas dan akses pada pendidikan dan pelayanan
kesehatan;
c. Percepatan pembangunan infrastruktur;
d. Revitalisasi pertanian;
e. Peningkatan kapasitas pertahanan dan keamanan.
Bidang-bidang prioritas tersebut disusun berdasarkan prioritas Pemerintah Indonesia yang merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM). Dalam pelaksanaannya, prioritas-prioritas tersebut perlu
dipertemukan dengan prioritas dan kebijakan pemberi pinjaman/hibah luar negeri. Tidak semua pemberi pinjaman/hibah luar negeri mempunyai kesamaan prioritas dengan Pemerintah Indonesia dalam pembiayaan pinjaman/hibah. Ketidaksamaan prioritas tersebut mempengaruhi ruang
gerak Pemerintah Indonesia dalam upaya mencari sumber-sumber
pembiayaan luar negeri1.
Kriteria kegiatan yang dapat dibiayai oleh pinjaman luar negeri diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006.
4.Sebagian besar pemberi pinjaman/hibah luar negeri mempunyai strategi khusus dalam pemberian pinjaman/hibah luar negeri kepada Indonesia. Strategi tersebut disusun bersama dengan Pemerintah Indonesia berdasarkan kebijakan pemberi pinjaman/hibah luar negeri dan kebijakan Pemerintah Indonesia. Strategi tersebut antara lain memuat bidang-bidang prioritas yang akan atau dapat dibiayai pinjaman/hibah luar negeri dari pemberi pinjaman/hibah luar negeri yang bersangkutan..
2.2.2 Pola Persyaratan
Rujukan1: - Lampiran Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984;
angka 5.
Persyaratan atau terms and conditions pinjaman merupakan komponen yang sangat penting dalam perencanaan pinjaman luar negeri karena persyaratan pinjaman dan besarnya jumlah pinjaman yang menentukan seberapa besar beban pinjaman luar negeri.
Ketentuan mengenai pola persyaratan pinjaman terdapat pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri. Dalam Instruksi Presiden ini aturan mengenai
terms and conditions pinjaman lunak dan perencanaan kredit ekspor luar
negeri adalah:
Ø Bila terdapat penawaran dana untuk proyek pembangunan dalam
bentuk kredit ekspor luar negeri atau campuran antara dana lunak dan kredit ekspor luar negeri, maka:
a. Apabila proyek pembangunan tersebut termasuk dalam Daftar Proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan Kredit Ekspor yang telah ditetapkan pemerintah setiap tahun anggaran
maka yang bersangkutan dipersilahkan mengikuti tender
internasional.
b. Apabila proyek pembangunan tersebut tidak termasuk dalam Daftar Proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan kredit ekspor, maka:
i. Tawaran proyek tersebut ditolak untuk mendapatkan
pembiayaan dalam bentuk kredit ekspor luar negeri atau campuran kredit ekspor luar negeri dan dana lunak.
i. Proyek pembangunan tersebut dapat dibiayai bila negara donor
menyediakan dana lunak sepenuhnya bagi proyek
pembangunan tersebut dan Pemerintah Indonesia memang mengusahakan dana lunak untuk proyek pembangunan tersebut, sepanjang memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut: a) Jangka waktu pengembalian
termasuk tenggang waktu : 25 tahun atau lebih;
b) Tenggang waktu : 7 tahun atau lebih;
c) Bunga Pinjaman : 3,5 % atau kurang.
Beberapa bagian dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 khususnya yang mengatur mengenai tata cara perencanaan dan pengusulan proyek-proyek yang dibiayai kredit ekspor menjadi tidak berlaku lagi dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya. Akan tetapi ketentuan mengenai persyaratan pinjaman dan proses pengadaan yang terkait dengan persyaratan pinjaman tersebut tetap berlaku karena belum adanya peraturan lain yang mengatur mengenai persyaratan pinjaman1.
Dalam praktiknya, tidak semua pinjaman lunak yang diterima Pemerintah Indonesia persyaratannya sama atau lebih lunak daripada ketentuan Instruksi
Presiden Nomor 8/1984 tersebut di atas2. Pada tahun 1999 Pemerintah
Indonesia menerima pinjaman dari Denmark yang persyaratannya berbeda dengan ketentuan Instruksi Presiden Nomor 8/1984. Hal tersebut berdasarkan persetujuan Presiden yang disampaikan melalui surat Menteri Sekretaris Negara nomor B-14/M.Sesneg/1/1999 tanggal 6 Januari 1999 kepada Menteri
6. Ketentuan mengenai mekanisme pengadaan proyek-proyek yang dibiayai dana/pinjaman lunak dan kredit ekspor diatur juga dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7. Yang dimaksud dengan lebih lunak adalah bunga pinjaman lebih rendah, tenggang waktu dan jangka waktu pengembalian pinjaman lebih lama atau panjang.
Negara Koordinator Bidang EKUIN, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan.
Surat Menteri Sekretaris Negara tersebut merupakan tanggapan atas surat Menteri Keuangan Nomor S-568/MK.03/1998 tanggal 9 November 1998 kepada Presiden RI. Melalui surat tersebut Menteri Keuangan melaporkan bahwa berdasarkan kenyataan selama ini Pemerintah Indonesia memperoleh sejumlah penawaran pinjaman dari negara lain yang terms and conditions-nya sedikit berbeda dengan ketentuan Instruksi Presiden No 8 Tahun 1984 sebagai misal dari Pemerintah Denmark, yaitu:
a. Jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu: 17 tahun;
b. Tenggang waktu : 7 tahun;
c. Bunga pinjaman : 2,25% per tahun;
d. Kandungan grant element : 42,3%.;
e. Biaya manajemen : 0,375%;
f. Biaya komitmen : 0,25%.
Menteri Sekretaris Negara melalui surat nomor B-14/M.Sesneg/1/1999 tanggal 6 Januari 1999 menyampaikan bahwa sesuai dengan petunjuk Presiden, pinjaman lunak diluar ketentuan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 dapat dimanfaatkan tawarannya dengan catatan penggunaannya terbatas bagi proyek-proyek yang layak untuk dibiayai. Kebijakan ini dapat dipahami bahwa Pemerintah secara tidak langsung menggunakan indikator grant
element untuk menilai atau mengategorikan terms and conditions suatu
pinjaman termasuk pinjaman lunak atau tidak. Sejak diterimanya pinjaman Denmark ini, pemerintah mulai menerima pinjaman luar negeri yang persyaratannya tidak sama dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 sepanjang kandungan grant element-nya termasuk kategori pinjaman lunak
menurut ketentuan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)1.
2.2.3 Bentuk dan Skema Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Rujukan2: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 1
nomor 4, 7, 14 sampai dengan 21, pasal 4 dan pasal 5. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 1 nomor 11 sampai dengan nomor 18, dan pasal 2 sampai dengan pasal 4.
Bentuk dan skema pinjaman dan hibah luar negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006. Bentuk dan skema pinjaman dan hibah luar negeri sangat penting untuk dipahami karena hal tersebut menjadi salah satu faktor berpengaruh pada saat perencanaan atau penyiapan usulan kegiatan. Bentuk dan skema tersebut juga mencerminkan persyaratan atau terms and
conditionspinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 dan Peraturan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006, yang dimaksud dengan:
a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam
bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
8. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Arrangement on Officially Supported Export Credits, TD/PG(2004)12/REV.
b. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
Bentuk dan skema untuk pinjaman dan hibah luar negeri adalah:
a. Pinjaman dan hibah luar negeri yang dapat diterima adalah yang
bersumber dari Negara asing; Lembaga Multilateral; Lembaga keuangan dan Lembaga non keuangan asing; dan Lembaga Keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia.
b. Pinjaman Luar Negeri dapat berbentuk Pinjaman Program dan/atau
Pinjaman Proyek.
c. Pinjaman Luar Negeri terdiri atas Pinjaman lunak, Fasilitas Kredit
Ekspor, Pinjaman Komersial dan Pinjaman Campuran.
d. Pinjaman Bilateral adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari
pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga keuangan dan/atau lembaga non keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman.
e. Pinjaman Multilateral adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari
lembaga multilateral
f. Pinjaman Program adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang
dapat dirupiahkan dan digunakan untuk pembiayaan APBN.
g. Pinjaman Proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan tertentu.
h. Pinjaman Lunak adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official
Development Assistance (ODA) Loan atau Concessional Loan, yang berasal
dari suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial
i. bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah (grant element) sekurang-kurangnya 35% (tigapuluh lima per seratus).
j. Fasilitas Kredit Ekspor adalah pinjaman komersial yang diberikan oleh
lembaga keuangan atau lembaga non-keuangan di negara pengekspor yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit ekspor.
k. Pinjaman Komersial adalah pinjaman luar negeri Pemerintah yang
diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di pasar dan tanpa adanya penjaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor.
l. Pinjaman Campuran adalah kombinasi antara dua unsur atau lebih yang
terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman komersial.
m. Hibah Luar Negeri terdiri atas Bantuan teknik, Bantuan proyek, Kerjasama teknik, dan Kerjasama Keuangan.
n. Hibah Luar Negeri dapat digunakan untuk:
i. Menunjang peningkatan fungsi pemerintahan;
ii. Menunjang penyediaan layanan dasar umum;
iii. Menunjang peningkatan kemampuan sumber daya manusia; iv. Membantu penyiapan rancangan kegiatan pembangunan;
v. Mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup, dan
budaya;
vi. Mendukung pengembangan riset dan teknologi; vii. Bantuan kemanusiaan.
2.2.4 Tata Cara Pengusulan
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 5.
Selain hal-hal yang menyangkut substansi pinjaman dan kegiatan, hal lain yang terkait dengan penyusunan atau perumusan usulan kegiatan atau proyek adalah prosedur atau tata cara perencanaannya. Ketentuan mengenai tata cara perencanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman dan/atau hibah luar negeri
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor
PER.005/M.PPN/06/2006.
Proses pengusulan tersebut pada pokoknya terdiri atas 2 (dua) tahapan. Yang pertama adalah pengusulan internal Pemerintah Indonesia, dan yang kedua adalah pengusulan kegiatan dari Pemerintah Indonesia kepada pihak pemberi pinjaman/hibah luar negeri. Dalam penyiapan usulan kegiatan penting pula diperhatikan adanya kriteria umum dan kriteria khusus selain itu juga perlu diperhatikan lembaga yang mengusulkan atau yang akan menjadi pelaksana kegiatan serta bentuk atau skema pinjaman/hibah yang diusulkan untuk pembiayaan kegiatan tersebut.
Penyusunan untuk pengusulan pinjaman dan hibah luar negeri ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap, antara lain:
a. Tahap penyusunan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN);
b. Tahap penyusunan Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Jangka Menengah (DRPHLN-JM);
2.2.4.1 Tahap Penyusunan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN)
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 6
beserta penjelasan.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 6 dan pasal 7.
Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) adalah dokumen perencanaan yang memuat kebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri meliputi rencana besaran pinjaman tahunan dan prioritas bidang pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri.
Ketentuan-ketentuan pokok dalam tahapan penyusunan RKPLN, adalah sebagai berikut:
a. RKPLN disusun paling lambat 3 bulan setelah Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) ditetapkan.
b. RKPLN berlaku sesuai dengan periode RPJM dan dapat disempurnakan
setiap tahun sesuai dengan perkembangan perekonomian nasional.
c. Rancangan RKPLN disusun oleh Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan dengan mengacu pada kerangka ekonomi makro sebagaimana tercantum dalam RPJM dan kapasitas penyerapan pinjaman luar negeri.
d. Rancangan RKPLN disampaikan kepada Presiden untuk mendapat
penetapan.
e. Dalam penyusunan RKPLN, Presiden dapat meminta pertimbangan
Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia dapat memberikan
Gambar 2. 1 Tahapan Penyusunan RKPLN
Dalam penyusunan RKPLN, Menteri Keuangan harus memperhatikan pokok-pokok manajemen pinjaman yang baik, seperti penargetan pinjaman (debt targeting), kemampuan membayar kembali (repayment capacity), pengurangan risiko (risk mitigation), dan kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability), serta memperhatikan ketentuan mengenai pembatasan jumlah
kumulatif pinjaman dan jumlah kumulatif defisit APBN.
2.2.4.2 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM)
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 7 dan
pasal 10.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 8, pasal 12, pasal 13 dan pasal 17 ayat 1.
Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM), adalah daftar rencana kegiatan pembangunan Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri untuk periode 5 (lima) tahun.
12. Lihat lampiran 1 nomor 12 dan 43
RKPLN d isusun pa ling lambat 3 b ulan setelah R PJM
Presiden Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional Menteri Keuangan
RENCANA KEBUTUHAN PINJAMAN LUAR NEGERI
(RKPLN)
Rancangan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH (RPJM)
Ketentuan-ketentuan pokok dalam tahap penyusunan DRPHLN-JM adalah sebagai berikut:
a. DRPHLN-JM disusun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
dengan berpedoman pada RKPLN dan RPJM.
b. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan DRPHLN-JM
paling lambat 6 (enam) bulan setelah RPJM ditetapkan.
c. Masa berlaku DRPHLN-JM sesuai dengan masa berlaku RPJM.
d. DRPHLN-JM dapat diperbaharui dan disempurnakan setiap tahun
sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan perekonomian nasional.
Berdasarkan rencana penyusunan DRPHLN-JM yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN mengajukan usulan kegiatan untuk dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri Kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kriteria umum yang harus dipenuhi oleh Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN dalam mengajukan usulan kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah luar negeri1, adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan sesuai dengan arahan dan sasaran RPJM;
13. Khusus untuk pinjaman luar negeri, sesuai dengan borrowing strategy, dalam rangka optimalisasi manfaat dari pinjaman luar negeri, maka kegiatan yang akan diusulkan untuk dibiayai dengan pinjaman luar negeri mengacu pada kriteria kegiatan sebagai berikut:
a. Kegiatan untuk menyediakan fasilitas publik yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kementerian/lembaga badan usaha milik negara/daerah, dan badan hukum milik negara;
b. Pemerintah tidak mempunyai kapasitas yang memadai baik kapasitas penyediaan pembiayaan maupun kapasitas teknis untuk melaksanakan kegiatan tersebut;
c. Kegiatan tersebut masih memiliki ketergantungan barang dan jasa serta teknologi yang belum dihasilkan oleh industri dalam negeri atau belum cukup tersedia di dalam negeri;
d. Kegiatan yang mempunyai kemudahan dalam penyerapan pinjaman dan secara teknis mudah untuk dilaksanakan;
e.Kegiatan yang mempunyai rentang manfaat yang luas dan dapat menjadi model atau rujukan untuk replikasi dan pengembangan.
b. Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional;
c. Kegiatan harus mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan;
d. Kegiatan yang secara teknis dan pembiayaan lebih efisien untuk dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri; dan
e. Hasil kegiatan dapat dioperasikan oleh sumberdaya dalam negeri dan
dapat diperluas untuk kegiatan lainnya.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh Kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN dalam mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai oleh pinjaman proyek dan hibah luar negeri, adalah sebagai berikut: a. Daftar Isian Pengusulan Kegiatan;
b. Kerangka Acuan Kerja; dan
c. Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan.
Usulan kegiatan yang akan diajukan ditandatangani oleh:
a. Menteri untuk usulan yang berasal dari Kementerian Negara;
b. Pimpinan lembaga untuk usulan yang berasal dari lembaga;
c. Gubernur/Bupati/Walikota untuk usulan yang berasal dari Pemerintah
Daerah; dan
d. Direksi untuk usulan yang berasal dari BUMN.
Usulan kegiatan setelah ditandatangani disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Untuk kriteria dan persyaratan khusus masing-masing instansi dibahas di subbab berikut.
Gambar 2. 1 Tahapan Penyusunan DRPHLN-JM
2.2.4.2.1 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Kementerian Negara/Lembaga
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006, pasal 8
ayat 1 dan pasal 10.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 14 dan pasal 17 ayat 2 dan 5.
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Kementerian Negara/Lembaga, adalah sebagai berikut:
a. Usulan kegiatan yang berasal dari Kementerian Negara/Lembaga berupa
kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Kementerian Negara/Lembaga tersebut.
14. Lihat lampiran 1 nomor 12, 13, 44 dan 45. DRPHLN-JM Persetujuan Men. BUMN DRPHL N-JM disu sun p aling lamb a t 6 bulan setelah R PJM
Presiden Menteri PPN Menkeu K/L Pemda BUMN
RKPLN Usulan Pemda Usulan BUMN RPJM Persetujuan DPRD Persetujuan DPRD&PemDa Persetujuan Men. BUMN& BUMN Penilaian Usulan Kegiatan Usulan K/L Kegiatan K/L Kegiatan Pemda Kegiatan BUMN Rancangan DRPHLN-JM
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran tugas pokok dan
fungsi Kementerian Negara/Lembaga
b. Kementerian Negara/Lembaga dapat mengusulkan kegiatan untuk
Pemerintah Daerah, berupa usulan kegiatan yang sebagian atau seluruhnya akan diterushibahkan.
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan merupakan urusan Pemerintah Daerah, dengan
prioritas untuk Pemerintah Daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah;
ii. Kegiatan memberi manfaat langsung bagi masyarakat suatu
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat pada Pemerintah Daerah lain;
iii. Untuk kegiatan yang hanya memberikan manfaat langsung
bagi masyarakat di daerah penerima penerushibahan,
Pemerintah Daerah harus ikut menanggung sebagian biaya pelaksanaan kegiatan;
iv. Kegiatan pendukung merupakan kewajiban Pemerintah
Daerah; dan
v. Kegiatan dalam bidang tugas Kementerian Negara/Lembaga
pengusul.
Ø Persyaratan khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Surat persetujuan Pemerintah Daerah calon penerima
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan digunakan untuk memperluas dan meningkatkan
pelayanan yang disediakan BUMN;
ii. BUMN tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk
mencapai sasaran program, yang dinilai berdasarkan laporan keuangan BUMN;
iii. Kegiatan dalam bidang tugas Kementerian Negara/Lembaga
pengusul.
Ø Persyaratan khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Surat persetujuan Direksi BUMN dan surat persetujuan
Menteri yang bertanggung jawab dibidang pembinaan BUMN.
b. Kementerian Negara/Lembaga dapat menginisiasi kegiatan untuk
Pemerintah Daerah, berupa usulan kegiatan yang sebagian atau seluruhnya akan diteruspinjamkan, yang selanjutnya akan diusulkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan investasi untuk prasarana dan/atau sarana yang
menghasilkan penerimaan pada APBD Pemerintah Daerah yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
ii. Kegiatan merupakan urusan Pemerintah Daerah;
iii. Kegiatan memberikan manfaat langsung bagi pelayanan
masyarakat daerah setempat;
iv. Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan fiskal untuk
memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman;
v. Kegiatan dilaksanakan oleh lebih dari satu pemerintah daerah; dan
vi. Kegiatan dalam bidang tugas Kementerian Negara/Lembaga pengusul.
2.2.4.2.2 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Pemerintah Daerah
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 8
ayat 2 dan pasal 10.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 15 dan pasal 17 ayat 3 dan 5.
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut:
a. Usulan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman luar negeri untuk
penerusan pinjaman.
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
vi. Kegiatan investasi untuk prasarana dan/atau sarana yang
menghasilkan penerimaan pada APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
vii. Kegiatan merupakan urusan Pemerintah Daerah;
viii.Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan sejalan dengan program RPJM;
ix. Kegiatan memberikan manfaat langsung bagi pelayanan
masyarakat daerah setempat; dan
x. Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan fiskal untuk
memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman. 15. Lihat lampiran 1 nomor 12,14 dan 46.
Ø Persyaratan khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Surat persetujuan DPRD yang bersangkutan.
a. Usulan kegiatan yang dibiayai dari penerusan pinjaman dan diinisiasi
oleh Kementerian Negara /Lembaga.
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan investasi untuk prasarana dan/atau sarana yang
menghasilkan penerimaan pada APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
ii. Kegiatan merupakan urusan Pemerintah Daerah;
iii. Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran program yang
merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan sejalan dengan program RPJM;
iv. Kegiatan memberikan manfaat langsung bagi pelayanan
masyarakat daerah setempat; dan
v. Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan fiskal untuk
memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman.
Ø Persyaratan khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Surat persetujuan DPRD yang bersangkutan.
b. Usulan kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri untuk
penerushibahan.
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan untuk menunjang peningkatan fungsi pemerintahan;
ii. Kegiatan untuk memberikan layanan dasar umum; dan
2.2.4.2.3 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Badan Usaha Milik Negara
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 8
ayat 3 dan pasal 10.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 16 dan pasal 17 ayat 4 dan 5.
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Badan Usaha Milik Negara, adalah sebagai berikut:
a. Usulan kegiatan yang berasal dari BUMN hanya merupakan usulan
kegiatan yang dibiayai dari penerusan pinjaman luar negeri melalui Pemerintah.
Ø Kriteria khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Kegiatan investasi untuk memperluas dan meningkatkan
pelayanan serta meningkatkan penerimaan BUMN;
ii. BUMN mempunyai proyeksi kemampuan keuangan untuk
memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman, yang dinilai berdasarkan laporan keuangan BUMN.
Ø Persyaratan khusus untuk kegiatan ini adalah:
i. Surat persetujuan Menteri yang bertanggungjawab di bidang
pembinaan BUMN.
2.2.4.2.4 Penilaian Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 9
ayat 1 dan 2 dan pasal 10.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 18 sampai dengan pasal 22.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian atas usulan kegiatan yang berasal dari Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN. Penilaian usulan kegiatan ini meliputi, sebagai berikut: a. Penilaian administrasi
Penilaian administrasi dilakukan atas dasar kelengkapan dokumen administrasi.
b. Penilaian teknis
Penilaian teknis dilakukan setelah usulan kegiatan memenuhi syarat kelengkapan dokumen administrasi. Dalam melakukan penilaian teknis, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dapat berkoordinasi dengan instansi pengusul dan instansi lain yang terkait dengan kegiatan tersebut.
Penilaian teknis atas usulan kegiatan mencakup aspek-aspek:
i. Kesesuaian usulan kegiatan dengan sasaran program RPJM;
ii. Kelayakan Teknis;
iii. Kelayakan Ekonomi; iv. Kelayakan Finansial untuk:
a) Usulan kegiatan yang diusulkan Kementerian Negara/Lembaga
untuk BUMN.
b) Usulan kegiatan yang diusulkan Pemerintah Daerah yang dibiayai pinjaman luar negeri atau penerusan pinjaman luar negeri dan iniasi oleh Kementerian negara/lembaga.
c) Usulan kegiatan yang diusulkan oleh BUMN.
ii. Kemampuan pelaksanaan instansi pelaksana.
a. Penilaian pendanaan.
Penilaian pendanaan dilakukan setelah usulan kegiatan memenuhi syarat kelengkapan dokumen administrasi dan penilaian teknis. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian pendanaan melalui sinkronisasi pendanaan yang dapat dilakukan bersama Kementerian Keuangan dan instansi lain yang terkait dengan kegiatan tersebut.
Sinkronisasi pendanaan untuk penilaian pendanaan ini, meliputi aspek:
i. Keselarasan dengan RKPLN;
ii. Ketersebaran kegiatan antar wilayah yang dibiayai dari pinjaman
dan/atau hibah luar negeri;
iii. Keterkaitan dengan kegiatan lain dari instansi pengusul;
iv. Keselarasan dengan kegiatan yang terkait secara langsung dari instansi lain;
v. Kinerja atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman
dan/atau hibah luar negeri yang sedang berjalan pada instansi pengusul; dan
vi. Kemampuan penyediaan dana pendamping.
Berdasarkan hasil penilaian ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
mencantumkan kegiatan dalam DRPHLN-JM. Setelah itu, Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan DRPHLN-JM kepada Menteri Keuangan dan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan
Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN yang usulan kegiatannya tercantum
dalam DRPHLN-JM dan calon PPLN/PHLN. DPRHLN-JM juga
diinformasikan kepada masyarakat.
2.2.4.3 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN)
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 9
ayat 3 dan pasal 10.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 9,pasal 11, pasal 31 ayat 1 dan 4, dan pasal 32 ayat 1,3 dan 5.
Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN), adalah daftar rencana kegiatan pembangunan prioritas yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Daftar ini berisi rencana kegiatan Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang tercantum dalam DRPHLN-JM dan telah memiliki indikasi sumber pendanaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Ketentuan-ketentuan pokok dalam penyusunan DRPPHLN, adalah sebagai berikut:
a. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyusun DRPPHLN
dengan berpedoman pada RKPLN dan DRPHLN-JM.
b. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan DRPPHLN
paling lambat bulan Nopember setiap tahun.
c. Kegiatan yang telah tercantum dalam DRPPHLN selama 2 (dua) tahun
berturut-turut dan tidak mendapat komitmen pendanaan dari calon PPLN/PHLN, tidak dicantumkan dalam DRPPHLN tahun berikutnya.
Dalam tahap ini yang dapat masuk ke DRPPHLN setelah melalui penilaian adalah:
a. Usulan kebijakan pemerintah di bidang tertentu yang akan didukung
dengan pinjaman program.
b. Usulan Kegiatan yang tercantum dalam DRPHLN-JM yang telah
disepakati sesuai dengan program calon PPLN/PHLN dan telah ditingkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatannya oleh instansi pengusul.
c. Usulan kegiatan oleh Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan
lembaga untuk alokasi Fasilitas Kredit Ekspor dan/atau Pinjaman Komersial.
d. Usulan kegiatan oleh Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan
Lembaga yang dibiayai dari Hibah Luar Negeri yang bersifat Khusus.
Gambar 2. 1 Tahapan Penyusunan DRPPHLN
Calon
PPHLN Menteri PPN Menkeu K/L Pemda BUMN
Koordinasi Lending Program Kegiatan Pemda/ BUMN Kegiatan K/L Usulan FKE/PK Kebutuhan Pinjaman Program Kesepakatan Permintaan Informasi Keuangan Pemda/ BUMN Informasi kemampuan Keuangan Pemda/ BUMN Penilaian Usulan Kegiatan Penilaian Kesiapan Pertemuan berkala Sinkronisasi DRPHLN-JM Kegiat an BUMN Kegiat an K/L Usulan FKE/PK DRPPHLN
Penyusunan Rencana Kegiatan Rinci Rencana Kebijakan Pemerintah yang akan didukung Pinjaman Program
2.2.4.3.1 Pengajuan Usulan Pinjaman Program
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 13.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 11.
Berdasarkan kebutuhan Pinjaman Program yang disusun oleh Menteri
Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan
koordinasi dengan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan
Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN untuk mengusulkan kebijakan pemerintah di bidang tertentu yang akan didukung dengan Pinjaman Program.
Setelah disepakati bersama Rencana kebijakan Pemerintah yang akan didukung dengan Pinjaman Program dapat dicantumkan dalam DRPPHLN.
2.2.4.3.2 Sinkronisasi Kegiatan Dengan Program Calon PPLN/PHLN dan Penyusunan Rencana Kegiatan Rinci
Rujukan2: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 23 dan pasal 24
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melaksanakan pertemuan berkala dengan calon PPLN/PHLN dengan melibatkan Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, dan instansi terkait lainnya, dengan maksud untuk melakukan sinkronisasi dan menghasilkan kesepakatan mengenai kegiatan dalam DRPHLN-JM yang sesuai dengan program calon PPLN/PHLN. Berdasarkan hasil kesepakatan ini, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional melakukan koordinasi dengan instansi pengusul untuk
meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan.
19. Lihat lampiran 1 nomor 18 dan 49. 20. Lihat lampiran 1 nomor 50.
Dalam rangka meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan,
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan
penyusunan rencana kegiatan rinci dengan instansi pengusul dan/atau pelaksana kegiatan. Penyusunan rencana kegiatan rinci ini dilakukan oleh instansi pengusul dan/atau pelaksana kegiatan dan disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Penyusunan rencana kegiatan rinci dimaksudkan untuk melakukan
persiapan rancangan kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran kegiatan. Rencana kegiatan rinci tersebut meliputi jenis kegiatan, lokasi, rencana alokasi anggaran, satuan kerja, organisasi pelaksanaan, dan jadwal pelaksanaan, serta mekanisme pengadaan barang dan jasa, termasuk penyempurnaan studi kelayakan.
2.2.4.3.3 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerusan Pinjaman kepada Pemerintah Daerah
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 25.
Dalam rangka meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan yang akan diteruspinjamkan dari pinjaman luar negeri yang diinisiasi oleh Kementerian Negara/Lembaga, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut:
a. Meminta informasi kepada Menteri Keuangan tentang indikasi
kemampuan keuangan Pemerintah Daerah.
b. Melakukan penilaian penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah,
yang meliputi:
i. Penerusan pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan investasi
prasarana dan/atau sarana yang menghasilkan penerimaan pada
APBD Pemerintah Daerah penerima penerusan pinjaman yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
ii. Untuk kegiatan yang dibiayai dari penerusan pinjaman dan
diinisiasi oleh Kementerian Negara/Lembaga, penerusan pinjaman dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional dan Pemerintah Daerah tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk mencapai target sasaran program tersebut;
iii. Adanya persetujuan dari Kepala Daerah dan DPRD pada
Pemerintah Daerah calon penerima penerusan pinjaman;
iv. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan;
v. Kemampuan Pemerintah Daerah menyediakan dana pendamping;
dan
vi. Kelayakan rencana keuangan pinjaman yang diusulkan.
Atas dasar indikasi dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah.
2.2.4.3.4 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerushibahan kepada Pemerintah Daerah
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 26.
Dalam rangka meningkatkan kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian negara/lembaga untuk Pemerintah Daerah
yang akan diterushibahkan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut:
a. Melakukan konfirmasi dengan Pemerintah Daerah, yang meliputi
kesiapan menjadi pelaksana kegiatan dan kesediaan memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan.
b. Meminta informasi indikasi kemampuan keuangan Pemerintah Daerah
kepada Menteri Keuangan.
c. Melakukan penilaian penerushibahan kepada Pemerintah Daerah, yang
meliputi :
i. Penerushibahan digunakan untuk membiayai kegiatan Pemerintah
Daerah dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional;
ii. Pemerintah Daerah penerima penerushibahan merupakan daerah
sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; iii. Pemerintah Daerah tidak mempunyai kemampuan keuangan yang
memadai untuk mencapai target sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional, berdasarkan penilaian atas indikasi kemampuan keuangan Pemerintah Daerah;
iv. Adanya persetujuan dari Kepala Daerah;
v. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan;
dan
vi. Adanya pernyataan kesediaan Pemerintah Daerah untuk
menyediakan sebagian biaya pelaksanaan kegiatan, yang ditentukan berdasarkan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan indikasi, konfirmasi, dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerushibahan dengan Pemerintah Daerah.
2.2.4.3.5 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerusan Pinjaman kepada BUMN
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 27.
Dalam rangka meningkatkan kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk usulan kegiatan dari BUMN yang akan diteruspinjamkan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut:
a. Meminta informasi kepada Menteri Keuangan mengenai indikasi
kemampuan keuangan BUMN untuk mengembalikan kewajiban penerusan pinjaman.
b. Melakukan penilaian penerusan pinjaman kepada BUMN, yang
meliputi:
i. Penerusan pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan dalam
rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional;
ii. Penerusan pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan yang
akan memperluas dan meningkatkan pelayanan serta meningkatkan penerimaan BUMN;
iii. BUMN penerima penerusan pinjaman mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman; dan iv. Adanya persetujuan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pembinaan BUMN.
Berdasarkan indikasi dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerusan pinjaman kepada BUMN.
2.2.4.3.6 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerushibahan atau Penyertaan Modal Negara kepada BUMN
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 28.
Dalam rangka meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan untuk kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga untuk BUMN yang akan menjadi penerushibahan atau penyertaan modal negara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut:
a. Melakukan konfirmasi dengan BUMN meliputi kesiapan menjadi
pelaksana kegiatan dan kesediaan memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan.
b. Meminta informasi indikasi kemampuan keuangan BUMN kepada
Menteri Keuangan.
c. Melakukan penilaian penerushibahan atau penyertaan modal negara
kepada BUMN, yang meliputi:
i. Penerushibahan atau penyertaan modal negara digunakan untuk
membiayai kegiatan dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional;
ii. Penerushibahan atau penyertaan modal negara digunakan untuk
memperluas dan meningkatkan pelayanan dan sumber daya BUMN;
iii. BUMN penerima penerushibahan atau penyertaan modal negara tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk melaksanakan kegiatan dalam pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; dan
iv. Adanya persetujuan dari Direksi BUMN dan Menteri yang bertanggung jawab dibidang pembinaan BUMN.
Berdasarkan konfirmasi, indikasi, dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerushibahan atau penyertaan modal negara dengan BUMN.
2.2.4.3.7 Penilaian Kesiapan Kegiatan
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 29 dan pasal 30.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian kesiapan atas rencana pelaksanaan kegiatan. Kriteria penilaian kesiapan pelaksanaan kegiatan meliputi:
a. Telah disusun rencana kegiatan rinci;
b. Telah disusun indikator kinerja pelaksanaan kegiatan untuk keperluan
monitoring dan evaluasi;
c. Telah ada pernyataan kesediaan dari Pemerintah Daerah/BUMN untuk
menyiapkan dana pelaksanaan kegiatan yang menjadi kewajiban
Pemerintah Daerah/BUMN yang bersangkutan, termasuk dana
pendamping, sesuai dengan rencana jadwal pelaksanaan;
d. Telah dialokasikan dana pendamping untuk tahun pertama pelaksanaan
kegiatan yang disiapkan dalam Rencana Kerja Kementerian
Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN;
e. Telah ada rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali,
termasuk ketersediaan dana yang diperlukan dalam Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN;
f. Telah disusun rancangan pembentukan Unit Manajemen Proyek dan Unit Pelaksana Proyek; dan
g. Telah disusun rencana pengelolaan kegiatan.
Berdasarkan penilaian di atas dan penilaian atas kinerja kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang sedang berjalan pada instansi pengusul dan/atau pelaksana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mencantumkan kegiatan yang telah memenuhi kriteria kesiapan ke dalam DRPPHLN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan DRPPHLN kepada Menteri Keuangan; Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN yang usulan kegiatannya tercantum dalam DRPPHLN; dan calon PPHLN.
Berdasarkan kegiatan yang tercantum dalam DRPPHLN, Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN, melakukan penyempurnaan persiapan pelaksanaan kegiatan.
Pemerintah Daerah/BUMN yang mempunyai rencana kegiatan yang tercantum dalam DRPPHLN harus melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan untuk penyusunan rancangan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (NPPP) dan/atau Naskah Perjanjian Penerushibahan Luar Negeri (NPPH) untuk kegiatan tersebut.
2.2.4.4 Ketentuan Khusus Pengajuan Usulan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dalam Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN)
2.2.4.4.1 Pengajuan Usulan Alokasi Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) dan/atau Pinjaman Komersial
Rujukan1: - Lampiran Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984;
angka 6.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 31.
Berdasarkan kegiatan yang tercantum dalam DRPHLN-JM, Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usulan alokasi FKE dan/atau Pinjaman Komersial kepada Menteri untuk:
a. Kegiatan yang menjadi tugas pokok Kementerian Negara/Lembaga;
Syarat untuk Kementerian Negara/Lembaga dalam mengajukan usulan ini, adalah:
Ø FKE dan/atau Pinjaman Komersial yang digunakan oleh
Kementerian Negara/Lembaga, hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang menurut sifatnya kegiatan tersebut tidak dapat dibiayai melalui Pinjaman Lunak maupun Hibah.
b. Kegiatan BUMN yang pembinaannya dalam bidang tugas Kementerian
Negara/Lembaga pengusul dengan persetujuan Direksi BUMN dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pembinaan BUMN.
Syarat untuk BUMN dalam mengajukan usulan ini, adalah:
Ø FKE dan/atau Pinjaman Komersial yang digunakan oleh BUMN
hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi yang
dapat menghasilkan penerimaan secara langsung kepada BUMN yang bersangkutan dan/atau kegiatan tersebut tidak dapat dibiayai melalui Pinjaman Lunak maupun Hibah serta mendukung keberhasilan program prioritas pembangunan nasional.
Berdasarkan usulan Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga tentang alokasi FKE dan/atau Pinjaman Komersial ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian kesiapan kegiatan untuk dimasukkan dalam DRPPHLN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan Daftar
Kegiatan yang akan dibiayai dari FKE dan/atau Pinjaman Komersial, kepada Menteri Keuangan untuk mendapat penetapan alokasi FKE dan/atau alokasi Pinjaman Komersial.
Langkah-langkah untuk membiayai proyek pembangunan dengan Kredit
Ekspor Luar Negeri ini hanya dapat dimulai oleh Kementerian
Negara/Lembaga/BUMN setelah memperoleh penetapan alokasi kredit ekspor/pinjaman komersial1.
2.2.4.4.2 Hibah Luar Negeri yang Bersifat Khusus
Rujukan2: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 32.
Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri yang bersifat khusus
27. Sampai saat buku ini dicetak, ketentuan rinci yang mengatur mengenai pelaksanaan fasilitas kredit ekspor masih disusun. Karenanya rujukan peraturan penggunaan Fasilitas Kredit Ekspor masih menggunakan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1984.