• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Kelapa

Minyak kelapa yang dikenal dengan minyak kalentik dan dulu banyak digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan dipasaran. Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu minyak kelapa komersial yang telah di Refined, Deodorized, Bleached (RBD) dan minyak kelapa murni. Minyak kelapa komersial terbuat dari kopra (daging kelapa yang dijemur dibawah sinar matahari). Sesuai kondisinya, bahan ini relatif kotor dan mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil akhirnya. Bahan asing ini biasa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran lainnya. Minyak kelapa murni dibuat dari buah kelapa segar diproses dengan pemanasan sekitar 60-700C sehingga menghasilkan minyak yang jernih. Kualitas minyak kelapa sangat dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan baku serta proses pembuatan (Gani, et al., 2005). Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan Analisis (dalam 100 g) Buah muda Buah setengah muda Buah tua

Kalori (kal) 68,0 180,0 359,0 Protein (g) 1,0 4,0 3,4 Lemak (g) 0,9 13,09 34,7 Karbohidart (g) 14,0 10,0 14,0 Kalsium (mg) 17,0 8,0 21,0 Fosfor (mg) 30,0 35,0 21,0 Besi (mg) 1,0 1,3 2,0 Vitamin A (IU) 0,0 10,0 0,0 Thiamin (mg) 0,0 0,5 0,1 Asam askorbat (mg) 4,0 4,0 2,0 Air (g) 83,3 70,0 46,9

(2)

7

2.2 Virgin Coconut Oil

Virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa murni adalah minyak kelapa

yang diperoleh dari kelapa yang sudah tua tanpa pemanasan tinggi, tanpa bahan kimia apapun, diproses dengan cara sederhana sehingga diperoleh minyak kelapa murni yang berkulitas tinggi. Keunggulan dari minyak ini menurut SNI adalah bau kelapa segar, tidak tengik, rasa normal, khas kelapa dan tidak berwarna. Minyak kelapa murni merupakan bentuk olahan daging kelapa yang baru-baru ini banyak diproduksi orang. Di beberapa daerah, VCO lebih terkenal dengan nama minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni (Setiaji dan Prayugo, 2006).

2.3 Komposisi Asam Lemak VCO

VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah penimbunan di dalam tubuh. Di samping itu ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006).

Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam laurat. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat. Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Komposisi kandungan asam lemak VCO dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

(3)

8

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak VCO

Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tidak Jenuh

Asam Lemak Jumlah ( % ) Asam Lemak Jumlah (%) Asam Kaproat 0,0 – 0,8 Asam Palmitoleat 0,0 – 1,3 Asam Kaprilat 5,5 – 9,5 Asam Oleat 5,8 – 8,0 Asam Kaprat 4,5 – 9,5 Asam Linoleat 1,5 – 2,5 Asam Laurat 44,0 – 52,0 Asam Miristat 13,0 – 19,0 Asam Palmitat 7,5 – 10,5 Asam Stearat 1,0 – 3,0 Asam Arachidat 0,0 – 0,4 (Gani, et al., 2005)

2.4 Teknologi Pengolahan VCO

VCO dapat dibuat dengan banyak metode. Beberapa metode tersebut adalah metode fermentasi, pemanasan bertahap, sentrifuse dan pancingan.

a. Fermentasi

Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter aceti pada pembuatan nata decoco. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedangkan contoh kapang adalah Rhizopus oryzae pada pembuatan tempe. Kapang ini mempunyai kemampuan menghasilkan enzim protease dan lipase yang dapat menghidrolisis minyak dengan didukung oleh kadar air yang tinggi (Bawalan, 2011).

Ekstraksi secara fermentasi dilakukan dengan cara kelapa parut dicampur dengan air lalu diperas. Santan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan didiamkan selama 1 jam sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu krim santan pada bagian atas dan air pada bagian bawah. Kemudian krim santan difermentasi

(4)

9

dengan menambah ragi tempe dengan perbandingan 5:1 (5 bagian krim santan dan 1 bagian ragi tempe). Fermentasi selesai ditandai dengan terbentuknya 3 lapisan yaitu lapisan minyak paling atas, lapisan tengah berupa protein dan lapisan paling bawah berupa air. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan kertas saring (Cahyono dan Untari, 2009; Setiaji dan Prayugo, 2006).

Proses fermentasi dalam pembuatan minyak kelapa murni atau virgin

coconut oil (VCO) yaitu mikroba dari ragi tempe dalam emulsi menghasilkan

enzim, antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-rantai peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi molekul-molekul sederhana dan akhirnya menjadi peptida-peptida dan asam amino yang tidak berperan lagi sebagai emulgator dalam santan kelapa sehingga antara minyak dan air memisah. Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa dengan adanya aktivitas mikroba tersebut dihasilkan asam sehingga akan menurunkan pH. Pada pH tertentu akan dicapai titik isoeletrik dari protein. Protein akan menggumpal sehingga mudah dipisahkan dari minyak (Cahyono dan Untari, 2009).

b. Pemanasan Bertahap

Cara pembuatan dengan metode ini sama dengan cara pembuatan dengan cara tradisional, yang berbeda terletak pada suhu pemanasan. Dimana, pada pemanasan bertahap suhu yang digunakan sekitar 60 - 75⁰ C. Bila suhu mendekati angka 75⁰ C matikan api dan bila suhu mendekati angka 60⁰C nyalakan lagi api. Pada tahap awal, kelapa diparut, lalu dibuat santan. Krim yang diperoleh dipisahkan dari air, kemudian dipanaskan sampai terbentuk minyak dan blondo. Kemudian lakukan penyaringan (Sutarmi dan Rozaline, 2005).

(5)

10 c. Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan cara pembuatan VCO dengan cara mekanik. Cara pembuatan santan sama dengan yang di atas. Masukkan krim santan kedalam alat sentrifuse. Kemudian nyalakan alat sentrifuse lalu atur pada kecepatan putaran 20.000 rpm dan waktu pada angka 15 menit. Ambil tabung dimana di dalam tabung terbentuk 3 lapisan. Ambil bagian VCO dengan menggunakan pipet tetes (Darmoyuwono, 2006; Setiaji dan Prayugo, 2006).

e. Pancingan

Cara pembuatan santan sama dengan cara diatas. Diamkan santan sampai terbentuk krim dan air. Krim tersebut dicampur dengan minyak pancingan dengan perbandingan 1:3 sambil terus diaduk hingga rata, lalu diamkan 7 – 8 jam sampai terbentuk minyak, blondo dan air. Ambil VCO dengan sendok. (Darmoyuwono, 2006; Sutarmi dan Rozaline, 2005).

2.5 Mutu VCO

VCO mutunya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: kadar air, angka asam, berat jenis.

2.5.1 Kadar air

Kadar air adalah jumlah (dalam %) bahan yang menguap pada pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu. Jika dalam minyak terdapat air maka akan mengakibatkan reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak. Reaksi hidrolisis akan menyebabkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan rasa dan bau tengik pada minyak. Penentuan kadar air dengan cara memanaskan

(6)

11

sampel dalam oven T=1050C selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Standar kadar air menurut SNI maksimal 0,2%.

Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar air =Berat awal − berat akhirBerat sampel x 100%

2.5.2 Bilangan asam

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Untuk penetapan bilangan asam dapat dilakukan dengan cara ditimbang 5 gram minyak atau lemak ke dalam erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 95%, kemudian dipanaskan dalam penangas air. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan menggunakan indikator fenolftalein sampai tepat terlihat warna merah muda (Ketaren, 2005).

Bilangan asam dihitung dengan rumus:

Angka Asam =ml KOH x N KOH x MR KOH Berat Sampel

Keterangan:

ml = jumlah ml KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH BM KOH = 56,1

(7)

12

2.5.3 Berat jenis

Berat jenis adalah suatu besaran yang menyatakan perbandingan antara massa (g) dengan volume (ml) (Bangun, 2013). Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. Standar APCC (Asian Pacific Coconut Community) berat jenis yaitu sebesar 0,915 - 0,920. Berat jenis dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat Jenis =(Berat piknometer + minyak) − (berat piknometer)Volume piknometer

2.6 Manfaat VCO

VCO memiliki metabolisme yang berbeda dengan minyak lain. Oleh karena itu minyak kelapa murni bersifat protektif terhadap resiko penyakit jantung koroner (PJK), bersifat menghambat virus, mencegah diabetes dan meningkatkan kualitas air susu ibu.

a. Melindungi Jantung

Minyak kelapa yang termasuk MCT, di dalam mulut dan lambung akan mudah terhidrolisis menjadi asam lemak rantai pendek dan sedang, tidak bersifat atherogenik, karena dengan cepat dicerna dan diserap melalui vena porta ke hati dan segera dioksidasi menjadi energi. Minyak kelapa sangat mudah dicerna dan diserap dan cepat dimetabolisir dihati, tidak berada dalam sirkulasi darah. Jadi minyak kelapa hampir tidak ada diubah menjadi lemak didalam tubuh dan tidak menaikkan trigliserida darah, tidak menyebabkan endapan jaringan lemak pada arteri. Sebaliknya minyak kelapa akan meningkatkan kolesterol yang baik yakni high density lipoprotein (HDL), tidak menaikkan kolesterol jahat LDL, sehingga

(8)

13

rasio LDL/HDL menurun, mengarah kepada yang menguntungkan dan berarti dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner (Gopala, et al., 2010; Silalahi dan Nurbaya, 2011).

b. Antimikroba dan Antivirus

Sifat antimikroba dari minyak kelapa terutama tergantung pada adanya monogliserida, dan asam lemak bebas. Monogliserida aktif sebagai antimikroba tetapi digliserida dan trigliserida tidak. Asam lemak yang paling aktif adalah asam laurat dibandingkan dengan asam lemak miristat dan kaprilat. Monolaurin mencairkan dan merusak struktur lapisan selaput lipida pada virus dan lipida pada dinding sel bakteri. Monolaurin memperlihatkan efek membunuh virus dengan merusak DNA dan RNA virus yang dilapisi oleh lipida. Monolaurin mampu menghambat virus herpes, influenza (Lieberman, et al., 2006; Wang dan Johnson, 1992).

c. Mencegah Diabetes

Diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan kadar glukosa atau gula darah melebihi kadar normal. Hormon insulin diproduksi oleh kelenjar pankreas untuk memasukkan glukosa ke dalam sel untuk dioksidasi menjadi energi atau bahan bakar. Asam lemak rantai sedang (MCT) dari minyak kelapa cepat sampai dihati dan masuk kedalam sel tanpa bantuan insulin, kemudian diproses menjadi energi. Asam lemak dari minyak kelapa juga mengikutkan sebagian lemak dari tubuh untuk dioksidasi menjadi energi sehingga laju metabolisme dipercepat dan mengurangi deposit lemak tubuh, mengurangi berat badan akhirnya menurunkan resiko diabetes. Dengan demikian minyak kelapa

(9)

14

dapat mencegah diabetes tipe 1 (merangsang produksi insulin) (Gupta, et al., 2010).

d. Meningkatkan Kualitas Air Susu Ibu

Air susu ibu (ASI) biasanya mengandung asam laurat yang rendah sekitar 6%. Ibu yang menyusui mengonsumsi minyak kelapa dapat menaikkan asam laurat sampai tiga kali lipat dan kaprat dua kali lipat di dalam ASI. Asam lemak rantai sedang di dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap walaupun sistem pencernaan bayi yang belum sempurna. Asam lemak rantai sedang di dalam minyak kelapa mudah digunakan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang baik, meningkatkan berat bayi yang dilahirkan dengan berat badan yang rendah. Pertambahan berat badan yang lebih cepat bukan karena penimbunan lemak tetapi pertumbuhan fisik (Hegde, 2006).

2.7 Sediaan VCO

2.7.1 VCO dalam bentuk kapsul lunak

Beberapa produsen VCO memang sudah ada yang menjual produknya dalam bentuk kapsul lunak (softcapsule). Secara teknis VCO memang bisa dikemas dalam bentuk softcapsule. Sebenarnya tujuan utama mengemas suatu produk dengan softcapsule supaya bahan aktifnya lebih mudah diserap ke dalam tubuh karena berbentuk larutan, suspensi, atau emulsi jika dibandingkan dengan sediaan lain dalam bentuk puyer, tablet, kaplet maupun kapsul. Namun, untuk produk yang sudah dalam bentuk cairan seperti VCO, tujuan utama ini tidak tercapai karena mengemasnya dalam bentuk softcapsule justru akan memperlambat penyerapannya didalam tubuh karena tubuh memerlukan waktu

(10)

15

ekstra untuk menghancurkan kemasan softcapsule sebelum cairan VCO diserap ke dalam tubuh. Kelemahan lainnya adalah harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan bentuk cairannya karena produsen harus mengeluarkan investasi tambahan untuk pembelian bahan, peralatan, serta pembayaran royalti dan lisensi paten teknologi pembuatan softcapsule. Meskipun demikian, kemasan VCO dalam bentuk softcapsule juga masih memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk cairan, yaitu sebagai berikut:

• Lebih praktis, mudah dibawa ke mana-mana terutama bagi mereka yang sangat aktif beraktivitas dan bepergian.

• Lebih tahan lama dalam penyimpanan karena terbungkus rapat dalam kapsul sehingga terhindar dari cahaya dan oksidasi.

• Lebih cocok bagi mereka yang tidak menyukai rasa dan bau minyak kelapa.

• Tidak mudah dipasulkan.

Sediaan yang ada di pasaran yaitu: Cosvoil (PT. Cocos Coconut), Laurico (PT. Palmanaturasanatco) (Subroto, 2006).

2.7.2 VCO dalam bentuk larutan

Virgin Coconut Oil (VCO) telah banyak diproduksi dan beredar dipasaran

dalam bentuk sediaan sirup, namun sediaan yang ada memberikan aroma yang tidak baik dan rasa yang tidak enak. Sediaan yang ada dipasaran yaitu: camBIL (PT. Olah Ragam kokonat), VCO SM (CV. Rumah Obat Alami), AVCOL (PT. Ikot Alfisalam VCO), Naturecon (PT. Kasendra), Extravo 234 (UD. Taman Tirta Sehat) (Subroto, 2006).

(11)

16

2.8 Emulsi

2.8.1 Pengertian emulsi

Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang terdiri atas sedikitnya dua fase cair taktercampurkan, salah satunya terdispersi sebagai globul (fase terdispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinu); emulsi distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi (Friberg, 1997; Martin, et al., 2011; Rohman, et al., 2012).

2.8.2 Jenis emulsi

Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam 4 golongan, yaitu emulsi m/a, emulsi a/m, emulsi m/a/m dan emulsi a/m/a (Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Martin, 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006). a. Emulsi jenis m/a

Jika fase minyak didispersikan sebagai globul dalam fase kontinu berair, sistem tersebut dikatatan sebagai emulsi minyak dalam (m/a).

b. Emulsi jenis a/m

Jika fase minyak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikatakan sebagai emulsi air dalam minyak (a/m).

c. Emulsi jenis m/a/m d.Emulsi jenis a/m/a

(12)

17

a m m a a m a m a m

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.1 Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m

(Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).

Menentukan jenis emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode pewarnaan, pengenceran, konduktivitas listrik dan fluoresensi.

a. Metode pewarnaan

Jenis emulsi ditentukan dengan penambahan zat warna yang larut dalam air, seperti metilen biru dapat diteteskan pada permukaan emulsi. Jika air merupakan fase eksternal (m/a), bahan pewarna akan terlarut dan berdifusi merata dalam air. Jika emulsi bertipe a/m, partikel-partikel bahan pewarna akan menggumpal pada permukaan (Martin, et al., 2011).

b. Metode pengenceran fase

Jika emulsi tercampur bebas dengan air, emulsi bertipe m/a, sedangkan bila tidak, jenis emulsi adalah emulsi a/m (Martin, et al., 2011).

c. Metode konduktivitas listrik

Uji ini menggunakan sepasang elektroda yang dihubungkan ke sumber listrik eksternal dan dicelupkan dalam emulsi. Jika fase eksternalnya air, arus listrik akan mengalir dalam emulsi dan dapat menggerakkan jarum voltmeter atau menyebabkan lampu dalam sirkuit menyala. Jika fase kontinunya minyak, emulsi tersebut tidak akan membawa arus (Martin, et al., 2011).

(13)

18 d. Metode fluoresensi

Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman et al., 1994).

2.8.3 Tujuan emulsi

Tujuan emulsi adalah untuk membuat suatu sediaan yang stabil dan rata dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, untuk pemberian obat yang mempunyai rasa lebih enak, serta memudahkan absorpsi obat (Ansel, 1989).

2.8.4 Teori emulsifikasi

Beberapa teori emulsifikasi berikut menjelaskan bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling bercampur:

a. Adsorpsi Monomolekuler

Surfaktan, atau amfifil, mengurangi tegangan antarmuka karena adsorpsinya pada antarmuka minyak-air membentuk selaput monomolekuler. Tetesan terdispersi dilapisi oleh suatu lapisan tunggal koheren yang membantu mencegah penggabungan antara dua tetesan ketika satu sama lain mendekat. Idealnya, lapisan selaput tersebut bersifat fleksibel sehingga mampu membentuk kembali dengan cepat jika pecah atau terganggu (Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).

Pada praktiknya, sekarang ini kombinasi bahan pengemulsi lebih sering digunakan daripada pengemulsi zat tunggal dalam pembuatan emulsi. Pada tahun 1940, Schulman dan Cockbain untuk pertama kalinya mengetahui perlunya pengemulsi hidrofilik terutama dalam fase air dan bahan hidrofobik dalam fase

(14)

19

minyak untuk membentuk suatu selaput kompleks pada antarmuka. Tiga campuran bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air digambarkan pada Gambar 2.2. Kombinasi natrium setil sulfat dan kolesterol menyebabkan terbentuknya suatu selaput kompleks Gambar 2.2a, yang menghasilkan emulsi yang sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk selaput yang terkondensasi atau tersusun rapat Gambar 2.2b, dan karenanya, kombinasi keduanya menghasilkan emulsi yang tidak baik. Pada Gambar 2.2c, setil alkohol dan natrium oleat menghasilkan selaput yang tersusun rapat, tetapi kompleksasinya terabaikan sehingga juga menghasilkan suatu emulsi yang buruk (Martin, et al., 2011).

Gambar 2.2 Gambaran kombinasi bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air

(15)

20

Atlas – ICI menganjurkan untuk mengkombinasi Tween yang hidrofilik dengan Span yang lipofilik, dengan memvariasikan perbandingannya untuk menghasilkan emulsi m/a atau a/m yang diinginkan. Boyd dkk membahas penggabungan molekular Tween 40 dan Span 80 dalam menstabilkan emulsi. Pada Gambar 2.3, bagian hidrokarbon molekul Span 80 (Sorbitan monoleat) berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala sorbitan yang besar pada molekul Span mencegah ekor-ekor hidrokarbon bergabung rapat dalam fase minyak. Ketika Tween 40 (polioksietilen sorbitan monopalmitat) ditambahkan, senyawa ini mengarah pada antarmuka dengan ekor hidrokarbonnya berada dalam fase minyak, sedangkan sisa rantainya, bersama dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Rantai hidrokarbon molekul Tween 40 teramati berada dalam globul minyak diantara rantai-rantai Span 80, dan orientasi ini menghasilkan tarik-menarik van der Waals yang efektif. Dengan cara ini , selaput antarmuka diperkuat dan stabilitas emulsi m/a ditingkatkan terhadap penggabungan partikel (Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).

Gambar 2.3 Skema tetesan minyak dalam emulsi minyak-air, menunjukkan

(16)

21

Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat bahan pengemulsi. Karakteristik ini disebut sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB). Pada kenyataannya, apakah suatu surfaktan merupakan suatu pengemulsi, bahan pembasah, detergen, atau bahan pelarut dapat diperkirakan dari harga HLB (Martin, et al., 2011).

b. Adsorpsi Multimolekuler

Koloid ini dapat dianggap sebagai aktif permukaan karena tampak pada antarmuka minyak-air. Namun, koloid ini berbeda dari bahan aktif permukaan sintetis, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan antarmuka yang berarti dan zat ini membentuk suatu lapisan multimolekuler dan bukan lapisan monomolekuler pada antarmuka. Kerja koloid ini sebagai bahan pengemulsi terutama disebabkan oleh efek yang kedua karena selaput yang terbentuk kuat dan mencegah penggabungan. Suatu efek pembantu yang meningkatkan stabilitas adalah peningkatkan viskositas medium dispersi yang signifikan. Karena bahan pengemulsi yang membentuk multilapisan di sekitar tetesan selalu hidrofilik, bahan pengemulsi tersebut cenderung menyebakan pembentukan emulsi m/a (Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).

c. Adsorpsi Partikel Padat

Partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi hingga derajat tertentu oleh minyak dan air dapat bekerja sebagai bahan pengemulsi. Hal ini disebabkan partikel padat tersebut menghasilkan suatu selaput partikulat di sekitar tetesan terdispersi sehingga mencegah penggabungan. Serbuk yang lebih mudah dibasahi dengan air membentuk emulsi m/a, sedangkan yang lebih mudah dibasahi dengan minyak membentuk emulsi a/m (Martin, et al., 2011).

(17)

22

2.8.5 Penggunaan emulsi

Berdasarkan penggunaannya, emulsi dibagi dalam 2 golongan, yaitu emulsi untuk pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar.

a. Emulsi untuk pemakaian dalam

Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi per oral dan injeksi intravena. Suatu emulsi o/w merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk cairan-cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispers mempunyai fase yang tidak enak. Senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin, diabsorpsi lebih sempurna jika diemulsikan daripada jika diberikan per oral dalam suatu larutan berminyak. Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu cara untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa menerima obat-obat yang diberikan secara oral (Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).

b. Emulsi untuk pemakaian luar

Emulsifikasi banyak digunakan dalam pembuatan produk obat dan kosmetik untuk penggunaan luar, khususnya pada losion dan krim dermatologi dan kosmetik karena produk yang diinginkan adalah produk yang mudah menyebar dan benar-benar menutupi area yang dioleskan. Produk tersebut kini dapat diformulasi menjadi produk yang dapat dibersihkan dengan air dan tidak menimbulkan noda (Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).

2.8.6 Pembuatan emulsi

Emulsi dapat dibuat dengan beberapa metode, yaitu metode gom kering, gom basah dan metode botol.

(18)

23 a. Metode Gom Kering

Metode ini juga dikenal sebagai metode 4:2:1 karena untuk tiap 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom ditambahkan untuk membuat emulsi utama atau emulsi awal. Dalam metode ini gom atau zat pengemulsi m/a lainnya dihaluskan dengan minyak dalam mortir porselen dengan sempurna sampai seluruhnya bercampur. Sesudah minyak dan gom dicampur, dua bagian air kemudian ditambahkan sekaligus, dan campuran tersebut digerus dengan segera dan dengan cepat serta terus-menerus sampai emulsi utama terbentuk berwarna putih krim. Umumnya dibutuhkan waktu 3 menit pencampuran untuk menghasilkan emulsi utama seperti itu. Bahan formulatif cair lainnya yang larut dalam fase luar kemudian bisa ditambahkan ke emulsi utama tersebut dengan pengadukan. Zat padat seperti pengawet, penstabil, zat warna, dan bahan pemberi rasa biasanya dilarutkan dalam air dengan volume yang sesuai dan ditambahkan sebagai larutan ke emulsi utama tersebut. Ketimbang menggunakan mortir dan stamper, ahli farmasi umumnya dapat membuat emulsi yang baik sekali dengan menggunakan metode gom kering dan mikser atau blender listrik (Ansel, 1989). b. Metode Gom Basah

Mucilago gom dibuat dengan menghaluskan gom arab dengan air dua kali beratnya dalam suatu mortir. Minyaknya kemudian ditambahkan sebagian dengan perlahan-lahan dan campuran tersebut diaduk sampai minyaknya teremulsi. Campuran tersebut haruslah kental selama proses itu, penambahan air bisa ditambahkan dan diaduk ke dalam campuran tersebut sebelum bagian minyak berikutnya ditambahkan. Sesudah semua minyak ditambahkan, campuran diaduk selama beberapa menit untuk memastikan kerataannya. Bahan formulatif lainnya

(19)

24

ditambahkan dan emulsi tersebut dipindahkan ke gelas ukur untuk mencukupkan volumenya dengan air (Ansel, 1989).

c. Metode Botol

Metode ini digunakan untuk membuat emulsi dari minyak-minyak menguap dan mempunyai viskositas rendah. Caranya, serbuk gom arab dimasukkan ke dalam suatu botol kering, ditambahkan dua bagian air kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup. Suatu volume air yang sama dengan minyak kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus mengocok campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air telah ditambahkan, emulsi utama yang terbentuk bisa diencerkan sampai mencapai volume yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain dalam air (Ansel, 1989).

2.8.7 Zat Pengemulsi

Pemilihan zat pengemulsi sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembuatan suatu emulsi yang stabil. Agar berguna dalam preparat farmasi, zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu, diantaranya harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya, tidak mengganggu stabilitas dari zat terapeutik, tidak toksik dalam jumlah yang digunakan, serta mempunyai bau, rasa, dan warna yang lemah (Ansel, 1989; Gennaro, 1990).

Zat pengemulsi dapat digolongkan berdasarkan sumber sebagai berikut: a. Golongan karbohidrat, seperti gom, tragakan, agar, dan pektin. Bahan-bahan ini

koloid hidrofilik yang membentuk selaput multimolekul di sekeliling tetesan-tetesan minyak yang terdispersi dalam emulsi m/a.

(20)

25

b. Golongan protein, seperti gelatin, kuning telur, dan kasein. Zat-zat ini menghasilkan emulsi m/a.

c. Golongan alkohol, seperti stearil alkohol, setil alkohol, gliseril monostearat, kolesterol, dan turunan kolesterol. Bahan-bahan ini digunakan terutama sebagai zat pengental dan penstabil untuk emulsi m/a dari lotio dan salep tertentu yang digunakan sebagai obat luar.

d. Golongan surfaktan (sintetik), bisa yang bersifat anionik, kationik, dan nonionik yang diadsorpsi pada antarmuka minyak-air untuk membentuk selaput monomolekul dan mengurangi tegangan antarmuka.

e. Golongan zat padat terbagi halus, seperti bentonit, magnesium hidroksida, dan alumunium hidroksid yang diadsorpsi pada antarmuka antara dua fase cair taktercampurkan dan membentuk suatu selaput partikel disekitar globul terdispersi (Ansel, 1989; Martin, et al., 2011).

2.8.7.1 Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26 dan rumus strukturnya pada Gambar 2.3.

(21)

26

Pada suhu 25ºC, Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 secara luas digunakan dalam produk kosmetik dan makanan. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai: zat pendispersi, emulgator, dan peningkat kelarutan, pensuspensi dan pembasah (Rowe, et al., 2009).

2.8.7.2 Gom arab

Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di Sudan dan Senegal. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula. Gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum berkisar 4,5 – 5,0. Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Rowe, et al., 2009).

2.8.8 Sistem HLB

Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi. Suatu metode telah dipikirkan di mana zat pengemulsi

(22)

27

dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan hidrofil-lipofil atau HLBnya. Dengan metode ini tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut. Walaupun angka tersebut telah ditentukan sampai kira-kira 40, kisaran lazimnya antara 1 dan 20. Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan lebih lipofilik. Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air dalam minyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air (Kulshreshtha, et al., 2010). Contoh-contoh dari beberapa harga HLB yang ditetapkan untuk beberapa surfaktan pilihan terlihat dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Aktivitas dan harga HLB surfaktan

Aktivitas HLB

Antibusa 1 sampai 3

Pengemulsi (a/m) 3 sampai 6

Zat pembasah 7 sampai 9

Pengemulsi (m/a) 8 sampai 18

Pelarut 15 sampai 20

Detergen 13 sampai 15

(Kulshreshtha, et al., 2010).

2.8.9 Ketidakstabilan emulsi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi secara fisika diantaranya, pengkriman (creaming), pemecahan (breaking) dan inversi. a. Pengkriman

Pengkriman (creaming) adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih banyak daripada lapisan yang lain dibandingkan keadaan emulsi awal.

(23)

Faktor-28

faktor yang penting dalam pengkriman suatu emulsi dihubungkan oleh hukum stokes (Martin, et al., 2011).

Analisa terhadap persamaan tersebut menunjukkan bahwa jika densitas fase terdispersi lebih kecil dari fase kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi m/a, kecepatan sedimentasi menjadi negatif, yaitu terjadi pengkriman ke atas. Jika fase internal lebih berat daripada fase eksternal, globul akan mengendap. Ini merupakan suatu fenomena yang biasa terjadi pada emulsi a/m, yaitu fase internal cair, memiliki densitas lebih besar daripada fase kontinu (minyak). Efek ini dapat disebut sebagai pengkriman ke arah bawah. Semakin besar perbedaan densitas kedua fase, semakin besar globul minyak, dan semakin berkurang kekentalan fase eksternal, semakin tinggi kecepatan pengkriman (Martin, et al., 2011).

b. Pemecahan

Pengkriman harus dianggap berbeda dengan pemecahan (breaking) karena pengkriman merupakan suatu proses reversible, sedangkan pemecahan adalah proses irreversible. Jika emulsi pecah, pencampuran sederhana tidak dapat mensuspensikan globul kembali dalam bentuk emulsi yang stabil karena selaput yang melapisi partikel telah rusak dan minyak cenderung menyatu (Martin, et al., 2011).

c. Inversi

Inversi adalah peristiwa berubahnya jenis emulsi dari m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Suatu emulsi o/w yang distabilkan dengan natrium stearat dapat diubah menjadi w/o dengan menambahkan kalsium klorida untuk membentuk kalsium stearat. Inversi bisa juga dihasilkan dengan mengubah perbandingan volume fase (Martin, et al., 2011).

(24)

29

2.9 Emulsi Minyak

2.9.1 Emulsi minyak kelapa murni

Penelitian yang dilakukan oleh Syukri, et. al., (2008), menggunakan emulgator Span 80 (20%, 15%, 10%) dan Tween 40 0,1% diperoleh emulsi yang kurang stabil. Volume pemisahan fase pada suhu kamar, suhu 400C dan sentrifugasi selama 4 minggu penyimpanan semakin tinggi sedangkan viskositas menurun perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya umur sediaan. Perbedaan konsentrasi Span 80 (20%, 15%, 10%) pada Tween 40 0,1% sebagai emulgator berpengaruh pada stabilitas fisik emulsi minyak kelapa murni.

2.9.2 Emulsi minyak buah merah

Penelitian yang dilakukan oleh Murtiningrum, et. al., (2013), menggunakan CMC, gum arabic, Tween 20 dan Tween 80 dalam pembuatan emulsi minyak buah merah. Penggunaan Tween 20 (0,45%), Tween 80 (0,45%), dan CMC (0,25%) dapat membentuk emulsi minyak buah merah yang stabil selama lima hari. Konsentrasi pengemulsi berpengaruh terhadap rasio minyak dan air untuk menghasilkan kekentalan dan daya alir emulsi minyak buah merah yang baik. CMC menghasilkan kestabilan emulsi minyak buah merah terbaik dengan nilai viskositas tertingi, persentase pemisahan emulsi terendah dan stabil selama penyimpanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Febrina, et al., (2007), menggunakan gom arab (10%, 12,5% dan 15%) dalam sediaan emulsi minyak buah merah. Ketiga formula emulsi minyak buah merah dengan variasi jumlah gom arab masing-masing 10, 12,5 dan 15% relatif stabil selama penyimpanan. Formula dengan gom

(25)

30

arab 15% merupakan formula yang paling stabil berdasarkan uji stabilitas. Stabilitas fisik yang diuji terhadap beberapa minyak dapat dilihat dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Stabilitas fisik emulsi Minyak

Bahan (%) Stabilitas Fisik Hasil Literatur

Tween 40 0,1% dalam Span 60 20%, 15%, 10%

(emulsi minyak kelapa murni)

Pemisahan fase pada suhu kamar

Volume pemisahan semakin tinggi selama

4 minggu penyimpanan (a) Pemisahan fase dengan sentrifuse Volume pemisahan semakin tinggi selama

4 minggu penyimpanan

Viskositas Viskositas menurun

selama 4 minggu penyimpanan

CMC 0,25% Tween 20 0,45% Tween 80 0,45% (emulsi minyak buah merah)

Pemisahan fase Volume pemisahan

CMC lebih kecil dibanding Tween 20 dan Tween 80 selama 5 hari penyimpanan

(b) Viskositas Viskositas CMC lebih

tingggi dibanding Tween 20 dan Tween 80 selama 5 hari penyimpanan

Gom arab 10% Gom arab 12,5% Gom arab 15% (emulsi minyak buah merah)

Pemisahan fase Volume pemisahan

fase semakin kecil dengan penambahan konsentrasi gom arab pada penyimpanan 56 hari

(c)

Viskositas Viskositas semakin

besar dengan penambahan

konsentrasi gom arab pada penyimpanan 56 hari

Pengamatan mikroskopik

Ukuran partikel semakin kecil dengan penambahan gom arab pada penyimpanan 56 hari Keterangan: a : (Syukri, et al., 2008) b : (Murtiningrum, et al., 2013) c : (Febrina, et al., 2007)

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Gambar 2.2 Gambaran kombinasi bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air  suatu emulsi
Gambar 2.3  Skema tetesan minyak dalam emulsi minyak-air, menunjukkan   orientasi molekul Tween dan Span pada antarmukanya
Gambar 2.3 Rumus bangun Tween 80 (Rowe, et al., 2009)
+3

Referensi

Dokumen terkait

serta dapat menghasilkan produk perusahaan yang bermutu dan sesuai keinginan konsumen.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dan pengaruh

Gastritis dapat terjadi pada orang yang mempunyai pola makan yang tidak baik dan tidak teratur serta mengkonsumsi jenis makanan yang dapat merangsang produksi

Prestasi terlihat juga dari keikut sertaan siswa MTs Negeri Tulungagung,berdasarkan prestasi yang telah dicapai siswa kelas VIII MTs Negeri Tulungagung dalam bidang studi

Kredit bank untuk UMKM tahun 2017 telah memenuhi jumlah pembiayaan yang ditetapkan oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 yaitu paling rendah 20 persen dari

Struktur adalah tipe data bentukan yang menyimpan lebih dari satu variabel Struktur adalah tipe data bentukan yang menyimpan lebih dari satu variabel bertipe sama

1) Arti penarikan garis keturunan darah menurut garis laki-laki (patrilinela) yang selama ini merupakan nilai sosiologis yang ada pada masyarakat arab. 2) Adanya

yang bagus menjadi prasyarat fundamental bagi keberhasilan reaksi PCR secara keseluruhan. Sen­ sitivitas PCR merupakan fungsi dari jumlah siklus dan kadar serta integritas dari

Penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam staatsblad nomor 129 berbeda dengan aturan yang sebelumnya, karena mengatur tentang pengangkatan anak dari golongan