• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI GURU MATEMATIKA TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI GURU MATEMATIKA TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SKRIPSI

Oleh: Imam Khairudin

NIM D74212073

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

▸ Baca selengkapnya: contoh anjab dan abk guru sd

(2)

ii

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Progam Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: Imam Khairudin

NIM D74212073

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

viii

PERSEPSI GURU MATEMATIKA

TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh: IMAM KHAIRUDIN

ABSTRAK

Setiap guru mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap ABK. Ada sebagian guru yang tidak peduli lagi terhadap prestasi, perilaku, dan permasalahan ABK, namun ada pula guru yang membantu dengan memberikan pendekatan-pendekatan terhadap ABK. Disamping itu, keberhasilan belajar ABK juga dipengaruhi oleh sikap guru. Sikap yang positif terhadap ABK dapat meningkatkan minat belajar menjadi lebih maksimal. Sedangkan sikap yang negatif terhadap ABK dapat menurunkan minat belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang persepsi dan sikap guru terhadap ABK dalam pembelajaran matematika.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah 2 guru matematika dengan melibatkan 5 siswa ABK kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya tahun ajaran 2016/2017. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, angket dan wawancara.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) persepsi guru matematika terhadap ABK dalam pembelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 29 Surabaya adalah baik (67,69%) yaitu, [a] guru tidak boleh membeda-bedakan antara ABK dengan siswa biasa, [b] guru mampu memberikan perhatian secara lebih/khusus pada ABK, [c] guru mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman pada ABK, [d] guru dapat memberikan tambahan waktu untuk ABK yang merasa kesulitan dalam pembelajaran. (2) sikap guru matematika terhadap ABK dalam pembelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 29 Surabaya adalah baik (78,68%) yaitu, [a] guru bersikap ramah pada ABK [b] guru bersikap sabar dalam menjelaskan materi pada ABK, [c] guru berusaha membimbing ABK untuk membuat kelompok ketika berdiskusi, [d] guru berusaha membantu ABK yang kesulitan dalam mengerjakan soal diskusi.

(8)

xi

HALAMAN SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

HALAMAN MOTTO. ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Persepsi Guru ... 7

1. Pengertian Persepsi ... 7

2. Komponen Persepsi ... 8

3. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi ... 9

4. Syarat Terjadinya Persepsi ... 9

B. Kajian Tentang Sikap Guru ... 10

1. Pengertian Sikap ... 10

(9)

xii

C. Kajian Tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 15

D. Pembelajaran Matematika ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 24

D. Teknik Pengumpulan Data ... 24

1. Observasi ... 24

2. Kuesioner atau Angket ... 25

3. Wawancara ... 25

4. Dokumentasi ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

1. Lembar Observasi Sikap Guru ... 26

2. Lembar Kuesioner atau Angket ... 28

a. Persepsi Guru ... 28

b. Sikap Guru ... 30

3. Lembar Pedoman Wawancara ... 33

4. Dokumentasi Foto... 34

F. Teknik Analisis Data ... 34

1. Validasi Instrumen Penelitian ... 35

2. Analisis Lembar Observasi Sikap Guru ... 36

3. Analisis Angket ... 38

a. Persepsi Guru ... 38

b. Sikap Guru ... 39

4. Analisis Pedoman Wawancara ... 40

G. Prosedur Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 43

1. Validasi Instrumen Penelitian ... 44

a. Validasi Lembar Observasi Sikap Guru terhadap ABK ... 45

b. Validasi Lembar Angket Persepsi Guru terhadap ABK ... 56

(10)

xiii

2. Deskripsi Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran

Matematika ... 49

a. Subjek G1 ... 49

b. Subjek G2 ... 53

3. Deskripsi Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 57

a. Subjek G1 ... 57

b. Subjek G2 ... 65

B. Analisis Data ... 84

1. Analisis Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 73

a. Subjek G1 ... 73

b. Subjek G2 ... 79

2. Analisis Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 87

a. Subjek G1 ... 87

b. Subjek G2 ... 89

BAB V PEMBAHASAN A. Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 91

B. Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 92

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(11)

xiv

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 23

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Observasi Sikap Guru ... 27

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Angket Persepsi Guru ... 29

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Angket Sikap Guru ... 31

Tabel 3.5 Alur Instrumen Penelitian ... 34

Tabel 3.6 Kriteria Pengkategorian Kevalidan Instrumen Penelitian ... 36

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Kepraktisan Istrumen Penelitian ... 36

Tabel 3.8 Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Observasi Sikap Guru ... 37

Tabel 3.9 Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Persepsi Guru ... 38

Tabel 3.10 Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Sikap Guru ... 40

Tabel 4.1 Daftar Nama Subjek Penelitian ... 43

Tabel 4.2 Daftar Nama Siswa ABK ... 43

Tabel 4.3 Daftar Nama Validator ... 44

Tabel 4.4 Validitas Lembar Observasi Sikap Guru ... 45

Tabel 4.5 Validitas Lembar Angket Persepsi Guru ... 46

Tabel 4.6 Validitas Lembar Angket Sikap Guru ... 47

Tabel 4.7 Validitas Lembar Pedoman Wawancara Persepsi Guru ... 48

Tabel 4.8 Data Angket Persepsi Guru (G1) ... 49

Tabel 4.9 Data Angket Persepsi Guru (G2) ... 54

Tabel 4.10 Data Observasi Sikap Guru (G1) ... 58

Tabel 4.11 Data Angket Sikap Guru (G1) ... 61

Tabel 4.12 Data Observasi Sikap Guru (G2) ... 65

(12)

xv

Gambar 3.1 Langkah-langkah Analisis Data Menurut Miles dan huberman .... 40

Gambar 4.1 Data Angket Persepsi G1 Butir Pernyataan 1-3 ... 73

Gambar 4.2 Data Angket Persepsi G1 Butir Pernyataan 5-7 ... 76

Gambar 4.3 Data Angket Persepsi G1 Butir Pernyataan 13-14 ... 77

Gambar 4.4 Data Angket Persepsi G2 Butir Pernyataan 1-3 ... 79

Gambar 4.5 Data Angket Persepsi G2 Butir Pernyataan 5-7 ... 82

(13)

xvi

Lampiran 1 Lembar Observasi Sikap Guru ... 99

Lampiran 2 Lembar Validasi I Observasi Sikap Guru ... 103

Lampiran 3 Lembar Validasi II Observasi Sikap Guru ... 105

Lampiran 4 Lembar Angket Persepsi guru ... 107

Lampiran 5 Lembar Validasi I Angket Persepsi Guru ... 113

Lampiran 6 Lembar Validasi II Angket Persepsi Guru ... 115

Lampiran 7 Lembar Angket Sikap Guru ... 117

Lampiran 8 Lembar Validasi I Angket Sikap Guru ... 121

Lampiran 9 Lembar Validasi II Angket Sikap Guru ... 123

Lampiran 10 Lembar Pedoman Wawancara ... 125

Lampiran 11 Lembar Validasi I Pedoman Wawancara ... 127

Lampiran 12 Lembar Validasi II Pedoman Wawancara ... 129

Lampiran 13 Transkip Wawancara Subjek Guru 1 ... 131

Lampiran 14 Transkip Wawancara Subjek Guru 2 ... 135

Lampiran 15 Dokumentasi ... 139

Lampiran 16 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 140

Lampiran 17 Surat Izin Penelitian ... 147

Lampiran 18 Surat Balasan Penelitian ... 148

Lampiran 19 Surat Tugas Dosen ... 149

Lampiran 20 Lembar Konsultasi ... 150

(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan anak berkebutuhan khusus bukan menjadi hal yang baru bagi masyarakat dalam beberapa dekade terakhir ini. Menurut World Health Organization, diperkirakan terdapat sekitar 7-10% dari total populasi anak di seluruh dunia yang termasuk anak berkebutuhan khusus. Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007 menunjukkan bahwa terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar 8,3 juta jiwa di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus.1

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki kekurangan karena mempunyai cacat fisik, mental, maupun sosial. ABK memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal lainnya dalam segala aspek kehidupan. Begitu pula dalam hal pendidikan, mereka juga memiliki hak untuk bersekolah guna mendapatkan pengajaran dan pendidikan. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada ABK untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, maka akan membantu mereka dalam membentuk kepribadian yang terdidik, mandiri, dan terampil. Hak atas pendidikan bagi ABK ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan

bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,

emosional, mental, dan sosial”.2

Selain itu terdapat berbagai ayat al-Qur’an yang bernuansa inklusi. Nilai religius yang dapat digali pada ayat Allah di dalam

al-qur’an yang menyatakan bahwa Allah swt menyatakan semua

makhluk itu sama. Diantara ayat yang dapat dijadikan pedoman yaitu:

1

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010.

2

(15)

(٤)

ِن َﺳ ْﺣَأ ﻲ ِﻓ َنﺎَﺳ ْﻧِْﻹا ﺎَﻧْﻘَﻠَﺧ ْدَﻘَﻟ

Artinya: “..Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin ayat 4)”.3

Negara juga menjamin hak-hak ABK untuk bersekolah di sekolah reguler. Hal ini tertuang pada pasal 31 ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Setiap warga Negara berhak

mendapat pendidikan”. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sebagai institusi yang bertanggung jawab meregulasi pendidikan mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif sebagai solusi atas terjadinya diskriminasi bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus agar mampu mengenyam pendidikan yang layak.4

Di Indonesia, pendidikan khusus dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pada satuan pendidikan akademis (sekolah luar biasa) dan pada sekolah reguler (program pendidikan inklusif). Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk ABK, sekolah inklusi memberikan pelayanan yang berbeda dengan sekolah-sekolah khusus lainnya.

Sekolah inklusi adalah sekolah yang melaksanakan pendidikan inklusif yang secara realistis menganggap setiap anak memiliki kecepatan pembelajaran berbeda.5 Jadi, terdapat siswa yang mampu mencapai target bahkan melebihi namun terdapat pula siswa yang berada di bawah target yang ingin dicapai. Hal ini dianggap normal, karena setiap anak memiliki kemampuan dan hambatan yang berbeda. Dalam hal itu, terdapat beberapa faktor pendukung yang harus dimiliki oleh sekolah inklusif yang semua faktor ini harus dioptimalkan misalnya program, kurikulum, pendekatan, metode, dan yang lebih penting adalah pelaksana pendidikan itu sendiri yaitu guru.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

3

Departemen Agama RI,Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya(Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2006), hlm. 519 dan 597

4 Undang-undang Permendiknas (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) Nomor 70

Tahun 2009 disertai penjelasan, tt.

(16)

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.6 Guru merupakan salah satu tokoh penting dalam praktek inklusi di sekolah, karena guru berinteraksi secara langsung dengan para siswa, baik siswa yang berkebutuhan khusus, maupun siswa non berkebutuhan khusus. Setiap guru diharapkan mampu menghadapi permasalahan-permasalahan yang menimbulkan ketidakselarasan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Kesulitan-kesulitan yang terjadi diantaranya dikarenakan kurangnya komunikasi antara ABK dengan guru maupun siswa dengan siswa. Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam penyampaian materi kepada siswa, maka guru harus memahami kebutuhan tiap siswanya, agar pembelajaran berjalan dengan baik dan tidak ada kesenjangan antara mereka yang normal dan ABK. Kesiapan mental guru dan siswa mutlak diperlukan agar terjalin hubungan yang baik dalam pembelajaran matematika di kelas inklusi.

Adapun hal lain, pada saat proses belajar mengajar berlangsung biasanya guru hanya terfokus perhatiannya pada anak regular. Guru mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap ABK. Ada sebagian guru yang tidak peduli lagi terhadap prestasi, perilaku, dan permasalahan ABK, namun ada pula guru yang membantu anak dengan memberikan pendekatan-pendekatan, seperti mendekati anak, kemudian menanyakan apa yang menyebabkan anak melakukan perilaku yang tidak baik ketika proses pembelajaran.7

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Steven Elliott yang berjudul “The Effect of Teacher’s Attitude Toward Inclusion On The Practice and Success Levels of Children With and Without Disabilities in Physical Education” melaporkan adanya hubungan antara sikap guru terhadap kelas inklusi dan efektivitas pengajaran. Sikap guru yang positif di kelas inklusi untuk anak berkebutuhan khusus menghasilkan anak-anak yang belajar lebih maksimal sesuai dengan tingkat keberhasilan mereka.8

6Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

(17)

Sedangkan dari hasil studi yang dilakukan olehMarino dan Miller pada akhir 1990 an, diketahui bahwa sikap guru terhadap masuknya ABK dalam sistem pendidikan itu dapat disimpulkan sebagai berikut: studi yang mencakup 364 guru, menunjukkan beberapa temuan penting yaitu sebanyak 1.72% guru percaya bahwa masuknya akan gagal karena keberatan dari guru pendidikan umum. Sebanyak 2.75% dari mereka berpendapat bahwa guru pendidikan umum tidak mempunyai alat atau pengalaman pendidikan yang diperlukan untuk mengatasi dengan khusus kebutuhan siswa. Sebanyak 3.67% dari mereka mempertahankan bahwa guru pendidikan umum lebih suka mengirim kebutuhan khusus siswa ke kelas pendidikan khusus dari pada mengandalkan bantuan guru inklusi di kelas mereka. Namun demikian, Sebanyak 51% berpendapat bahwa guru pendidikan umum yang bertanggung jawab untuk kebutuhan khusus siswa dalam kelas mereka.9 Berdasarkan permasalahan di atas, maka dengan dasar inilah yang mendorong peneliti mencoba mengadakan penelitian dengan judul: “Persepsi Guru Matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam PembelajaranMatematika.”

(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya?

2. Bagaimana sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui persepsi guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya.

2. Untuk mengetahui sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Pengetahuan atau hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut:

a)

Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya tentang persepsi dan sikap terhadap ABK dalam pembelajaran matematika.

b)

Manfaat praktis

1.

Bagi guru yang mengajar ABK

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru yang mengajar ABK untuk selalu meningkatkan profesionalitasnya pada saat mengajar sehingga dapat meningkatkan minat belajar ABK.

2.

Bagi orang tua yang memiliki ABK

(19)

3.

Bagi Kepala Sekolah Reguler Lainnya

Diharapkan kepala sekolah dapat memberikan pengajaran berupa kegiatan serta pelatihan kepada guru-guru agar dapat membentuk sikap dan perilaku yang baik terhadap ABK.

E. Batasan Masalah

Dari permasalahan di atas, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1.

Penelitian ini hanya ditujukan pada guru matematika dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yaitu Slow Respon dan Tuna daksa di kelas VIII-F dan VIII-H SMPN 29 Surabaya.

2.

Penelitian ini membahas pembelajaran matematika tentang pemahaman konsep bilangan.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam memahami judul penelitian di atas, maka peneliti perlu membuat definisi operasional sebagai berikut:

1. Persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang diperoleh.

2. Sikap adalah suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal (objek) sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan.

3. Guru Matematika dalam penelitian ini adalah guru umum yang mengajar matematika pada siswa ABK.

4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 5. Pembelajaran Matematika merupakan suatu proses komunikasi

(20)

7

A. Kajian Tentang Persepsi Guru 1. Pengertian Persepsi

Secara etimologis, persepsi atau perception berasal dari bahasa latin perceptio dari kata percipere, yang artinya menerima atau mengambil.10 Menurut Bimo Walgito persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.11Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan tentang pengertian persepsi, diantaranya sebagai berikut:12 1) Persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan. 2) Persepsi adalah proses seseorang, pengetahuan beberapa

hal melalui panca inderanya.

Slameto menjelaskan bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya melalui indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan penciuman.13

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan sebuah proses tanggapan atau penerimaan suatu informasi berupa stimulus yang diterima melalui indera, kemudian menimbulkan reaksi terhadap hal tersebut melalui interpretasi sehingga menghasilkan pendapat maupun tingkah laku. Persepsi dalam penelitian ini adalah tanggapan guru matematika terhadap Anak

10Alex Sobur.Psikologi Umum.(Bandung: Pustaka Setia. 2003).hlm 45

11Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum.(Yogyakarta:Andi Offset 2010).hlm 99 12Tim Penyusun Kamus, Pusat Bimbingan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia , ( Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hlm. 75

13

(21)

Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di Sekolah SMPN 29 Surabaya.

Berikut adalah persepsi guru terhadap peserta didik menurut Monica D Giffing, diantaranya sebagai berikut:14 1. Guru mempunyai pemahaman yang luas tentang

pendidikan/sekolah.

2. Guru mempunyai kemampuan untuk membuat suasana kelas menjadi aman dan nyaman bagi semua peserta didik. 3. Guru mampu mengenali setiap karakteristik yang dimiliki

oleh semua peserta didik.

4. Guru mempunyai keterampilan dalam mengajar semua peserta didik tanpa terkecuali.

2. Komponen Persepsi

Alex Sobur menjelaskan terdapat tiga komponen utama proses pembentukan persepsi, diantaranya sebagai berikut:15

a. Seleksi.

Penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi.

b. Interpretasi

Proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

c. Pembulatan

Penarikan kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima. Persepsi yang diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang terdiri

14Giffing, Monica D., "Perceptions of Agriculture Teachers Toward Including Students with Disabilities" (2009).All Graduate Theses and Dissertations.Hlm. 302

(22)

dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi (pembentukan kesan).

3. Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi

Wirawan menjelaskan bahwa terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:16 a. Perhatian

Seluruh rangsang yang ada disekitar kita, tidak dapat kita tangkap sekaligus, tetapi harus difokuskan pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi.

b. Set

Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set juga akan menyebabkan perbedaan persepsi.

c. Kebutuhan

Kebutuhan sesaat maupun menetap dalam diri individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi yang berbeda pula bagi tiap-tiap individu.

d. Sistem Nilai

Sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat juga berpengaruh terhadap persepsi seseorang.

e. Ciri Kepribadian

Pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda.

4. Syarat Terjadinya Persepsi

Bimo Walgito menjelaskan bahwa ada beberapa syarat sebelum individu mengadakan persepsi, diantaranya sebagai berikut:

a. Objek

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar

16

(23)

individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besarstimulusdatang dari luar individu.

b. Reseptor

Reseptor merupakan alat untuk menerimastimulus. Di samping itu pula harus ada syaraf sensorik sebagai alat untuk meneruskanstimulusyang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. c. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatanatau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

B. Kajian Tentang Sikap 1. Pengertian Sikap

Sikap manusia bukanlah yang melekat sejak lahir, tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Asrori mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek.17 Sikap sendiri tidak identik dengan respon dalam bentuk perilaku dan tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati di lingkungan sekitar. Kecenderungan sikap dapat berbentuk penerimaan maupun penolakan terhadap suatu objek tertentu.

Menurut ahli yang terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian, La Pierre menjelaskan bahwa sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi social atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulussosial yang telah terkondisikan.18

17M.Asrori. op. cit. hlm 45 18

(24)

Sarwono mengemukakan bahwa sikap merupakan proses evaluasi yang sifatnya internal dan subjektif yang berlangsung dalam diri seseorang dan tidak dapat diamati secara langsung.19Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Thurstone juga berpendapat bahwa sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka terhadap obyek psikologi.20

Dari definisi sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal (objek) sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial. Sedangkan sikap guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan.

Menurut Zakiah Daradjat guru itu harus lebih memperhatikan sikap pada saat mengajar, diantaranya sebagai berikut:21

1. Mencintai jabatannya sebagai guru. 2. Bersikap adil terhadap peserta didik. 3. Berlaku sabar, ikhlas, dan tenang. 4. Guru harus berwibawa.

5. Menunjukkan ekspresi gembira. 6. Guru harus bisa bersikap manusiawi.

7. Bekerja sama dengan guru-guru lain dan masyarakat. 8. Memahami peserta didik.

19Sarlito W. Sarwono.Psikologi sosial. (Jakarta: Salemba Humanika,2009).hlm 79 20Abu Hamadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm.163. 21

(25)

2. Komponen Sikap

Sarwono, dkk mengemukakan bahwa sikap adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan perilaku. Adapun penjelasan masing-masing komponen sebagai berikut:22

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisikan kepercayaan mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap. Apabila kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut perasaan seseorang terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen Perilaku atau Konaktif

Komponen konaktif menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan seseorang dalam berperilaku terhadap objek sikap. Komponen konaktif adalah bentuk perilaku yang tidak dapat hanya dilihat saja tetapi juga meliputi pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.

3. Faktor-Faktor Pembentuk Sikap

Saifuddin Azwar menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya sebagai berikut:23

a. Pengalaman Pribadi

Penghayatan yang kuat akan apa yang telah kita alami dapat menjadi dasar dalam pembentukan sikap. Pengalaman pribadi yang melibatkan emosional dan penghayatan yang mendalam akan memudahkan terbentuknya sikap.

22Ibid. 23

(26)

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain merupakan salah satu komponen sosial yang mempengaruhi sikap. Seseorang cenderung memiliki sikap yang searah dengan orang lain yang dianggap penting, yaitu seseorang dapat meniru sikap dari orang yang dianggap penting.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana seseorang tinggal akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap begitu juga dengan lingkungan yang juga sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadiaan seseorang.

d. Media masa

Media masa sebagai sarana komunikasi membawa sugesti-sugesti yang dapat mengarahkan pendapat seseorang. Apabila sugesti tersebut cukup kuat, akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Melalui lembaga pendidikan dan lembaga agama seseorang diajarkan mengenai moral. Lembaga pendidikan dan lembaga agama meletakan dasar pada diri seseorang untuk menentukan kepercayaan seseorang. Sehingga kepercayaan tersebut yang akan membentuk sikap seseorang.

f. Pengaruh faktor emosional

Sikap bukan hanya dibentuk oleh kebudayaan yang ada dalam suatu lingkungan tetapi juga emosi yang ada pada diri seseorang. Sikap yang muncul pada seseorang dapat berupa sikap yang didasari oleh emosi.

4. Sikap Guru terhadap Peserta Didik

Berikut adalah sikap guru terhadap peserta didik menurut Rugaiyah dan Atiek Sismiati, diantaranya sebagai berikut:24

a. Guru melaksanakan tugas secara profesional yaitu mendidik, mengarahkan, melatih, menilai, membimbing, mengajar dan mengevaluasi hasil belajar.

24

(27)

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak dan kewajiban sebagai individu dan warga sekolah.

c. Guru memahami perbedaan karakteristik setiap individu dan memberikan layanan pembelajaran sesuai hal peserta didik.

d. Guru mencari informasi mengenai peserta didik untuk menunjang proses pembelajaran.

e. Guru membuat suasana kelas menjadi nyaman, dan menyenangkan.

f. Guru menjalin hubungan peserta didik dengan penuh kasih sayang dan menjauhkan dari tindakan kekerasan.

g. Guru berusaha mencegah setiap gangguan negatif yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik.

h. Guru mengerahkan segenap kemampuan profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan seluruh kemampuan pribadinya, serta kreatifitas peserta didik.

i. Guru selalu menjunjung harga diri dan tidak merendahkan peserta didik.

j. Guru bertindak dan memahami peserta didik secara adil.

C. Kajian Tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.25Aqila Smart menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.26 Sedangkan menurut Heward, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau

25Miftakhul Jannah & Ira Darmawanti,Tumbuh Kembang Anak Usia Dini & Deteksi Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus,(Surabaya: Insight Indonesia, 2004) hlm.15

26

(28)

fisik. Bisa jadi, ABK justru memiliki kemampuan melebihi siswa pada umumnya, misalnya anak yang berbakat atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Anak dengan karakteristik semacam ini memerlukan penanganan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.

Anak berkebutuhan khusus memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya. Keunikan tersebut menjadikan mereka berbeda dari anak-anak normal pada umumnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilikinya, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya karena memiliki hambatan belajar yang diakibatkan oleh adanya hambatan perkembangan persepsi, hambatan perkembangan fisik, hambatan perkembangan perilaku dan hambatan perkembangan inteligensi/kecerdasan. Bahkan sebagian dari ABK ada pula yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, ABK memerlukan bentuk layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan potensi mereka.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Klasifikasi anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua bagian, yaitu berkebutuhan khusus temporer dan berkebutuhan khusus permanen.27Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang bersifat temporer/ sementara adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor eksternal. Sedangkan ABK yang bersifat permanen adalah anak yang mengalami hambatan belajar yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan. Ketika berkebutuhan khusus temporer tidak dapat ditangani dengan baik maka akan

27

(29)

menjadi berkebutuhan khusus permanen. Berdasarkan kemampuan intelektualnya, ABK dapat dikelompokkan menjadi dua kategori antara lain:28

1. Anak berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata.

2. Anak berkelainan yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata.

Secara garis besar, yang tergolong Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan jenis kebutuhannya sebagaimana menurut gagasan Hallahan dan Kauffman, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Hadiyanto, yaitu:29

a) Tuna Netra (anak dengan gangguan penglihatan)

Tuna netra adalah gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun mereka telah diberi pertolongan alat bantu khusus mereka masih tetap mendapat pendidikan khusus.

Ciri-ciri tuna netra:

Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dengan ciri-ciri berikut :

1. Tidak mampu melihat.

2. Tidak mampu mengenali pada jarak 6 meter. 3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata. 4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan. 5. Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di

sekitarnya.

6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering.

7. Peradangan hebat pada kedua bola mata.

8. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, antara lain: mata bergoyang-goyang terus.

b) Tuna Rungu (anak dengan gangguan pendengaran)

Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang menghambat proses informasi bahasa melalui

28Bambang Dibyo Wiyono,Pendidikan Inklusif (Bunga Rampai Pemikiran Educational for All), Jurnal pendidikan Univ. Negeri Malang, 2011

(30)

pendengaran, dengan maupun tanpa alat pengeras, bersifat permanen maupun sementara, yang mengganggu proses pembelajaran anak.

Ciri-ciri tuna rungu: 1. Tidak mampu dengar.

2. Terlambat perkembangan bahasa.

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. 4. Kurang tanggap bila diajak bicara.

5. Ucapan kata tidak jelas. 6. Kualitas suara aneh/monoton.

7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. 8. Banyak perhatian terhadap getaran.

9. Keluar nanah dari kedua telinga. 10. Terdapat kelainan organis telinga

c) Tuna Daksa (anak dengan kelainan fisik)

Merupakan gangguan fisik yang berkaitan dengan tulang, otot, sendi dan sistem persarafan, sehingga memerlukan pelayanan khusus.

Ciri-ciri tuna daksa:

1. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.

2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur atau tidak terkendali).

3. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap atau tidak sempurna dari biasa.

4. Terdapat cacat pada alat gerak.

5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam. 6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan

menunjukkan sikap tubuh tidak normal.

d) Anak yang berbakat atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

(31)

kepemimpinan, seni, dan psikomotor. Seorang anak dapat dikatakan berbakat apabila ia memiliki kemampuan yang di atas rata-rata, memiliki komitmen terhadap tugas yang tinggi dan juga kreatif.

e) Tuna Grahita (anak dengan retardasi mental)

Tuna Grahita adalah kondisi kelainan/keterbelakangan mental, (retardasi mental) atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu, yang disebabkan oleh fungsi-fungsi kognitif yang sangat lemah. Adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda.

Ciri-ciri tuna grahita:

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.

2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia. 3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat.

4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong).

5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali).

6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

f) Anak lamban belajar (slow learner)

g) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan belajar karena ada gangguan persepsi. Ada tiga bentuk kesulitan belajar anak, (Attention Deficit Disorder (ADD)/Gangguan konsentrasi, Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)/ Gangguan hiperaktif, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/ Hitung, Dysphasia/Bicara,Dyspraxia/Motorik).

h) Tuna Laras (anak dengan gangguan emosi dan perilaku)

(32)

gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak.

Ciri-ciri anak gangguan bicara:

1. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain. 2. Tidak lancar dalam bicara.

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. 4. Suara parau.

5. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu.

6. Dapat atau tidak disertai ketidaklengkapan organ bicara atau sumbing.

j) Autis

Autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak sesuai terhadap rangsangan sensoris.

Ciri-ciri anak autis:

1. Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi. 2. Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti

orang lain (bahasa planet).

3. Menolak atau menghindar untuk bertatap mata. 4. Tidak menoleh bila dipanggil.

D. Pembelajaran Matematika

(33)

konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya.30

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pendidikan dalam ruang lingkup sekolah. Suherman mendefinisikan “Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan”.31

Proses pembelajaran adalah berjalannya suatu pembelajaran dalam suatu kelas agar siswa belajar dengan menggunakan model pembelajaran terbimbing.32 Suatu proses pembelajaran bertujuan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan fisik maupun psikis ke dalam tiga ranah. Sehingga pembelajaran yang berlangsung akan lebih bermakna. Tidak hanya sebatas pengetahuannya saja, namun lebih pada pengamalan ilmu dan keterampilan menciptakan sesuatu sebagai hasil pemahaman ilmu tertentu. Secara tidak langsung proses pembelajaran dipengaruhi oleh perencanaan yang baik yang dapat kita lihat dari rencana pelaksanaan.

Sedangkan dalam hubungannya dengan dengan pembelajaran matematika, Suherman mengemukakan bahwa: “Pembelajaran matematika adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi atau membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip tersebut terbangun

dengan sendirinya”.33

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam upaya untuk membantu siswa dalam mengonstruksi atau membangun prinsip dan konsep matematika. Pembangunan prinsip dan konsep tersebut lebih diutamakan dibangun sendiri oleh siswa sedangkan guru hanya sebagai “jembatan” dalam rangka memahami

30Hamzah,Model Pembelajaran(Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2007), hlm 126-132 31Erman Suherman,Strategi pembelajaran matematika kontemporer, (Jakarta:JICA, 2006),

hlm.11

32Suismanto, dkk. Panduan Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan 1.(Yogyakarta:

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2013).hlm. 14

(34)

konsep dan prinsip tersebut. Karena dengan dibangunnya prinsip dan konsep diharapkan siswa mengalami perubahan sikap dan pola pikirnya sehingga dengan bekal tersebut siswa akan terbiasa menggunakannya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

Pembelajaran matematika sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran matematika yang dimaksud meliputi tahap perencanaan pembelajaran, tahap pelaksanaan pembelajaran, dan tahap evaluasi suatu tugas pekerjaan selama proses pembelajaran.

1.

Tahap Perencanaan

Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran yang meliputi identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Perencanaan pembelajaran tersebut harus disusun secara lengkap dan sistematis sehingga pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.

2.

Tahap Pelaksanaan Pembelajaran

(35)

3.

Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

(36)

23 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Nana Syaodih mengungkapkan, penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari perspektif partisipan (orang yang diambil datanya).35 Hal ini juga sesuai dengan yang dijelaskan oleh Lexy J. Moleong bahwa penelitian penelitian deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti sikap, persepsi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata ataupun bahasa pada suatu konteks khusus yang

alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.36

Dalam hal ini, peneliti berupaya menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan, yaitu menganalisis bagaimana persepsi dan sikap guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 29 yang bertempat di Jl. Prof. Dr. Moestopo No. 4 Pacarkeling, Surabaya. Adapun waktu dan kegiatan penelitian sebagaimana dipaparkan peneliti dalam Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Waktu Pelaksanaan Penelitian

No. Hari/Tanggal Nama Kegiatan

1 Rabu, 18 Mei 2016

(37)

instrumen penelitian

b. Penyebaran angket

kepada guru.

4

Senin, 18 Juli 2016 Melakukan observasi

terhadap guru dalam

proses pembelajaran. Rabu, 3 Agustus 2016

5 Senin, 18 Juli 2016

Meminta surat balasan

penelitian kepada Kepala SMP Negeri 29 Surabaya bahwa benar-benar telah melakukan penelitian.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru matematika sebanyak 2 orang dan siswa ABK sebanyak 5 anak di kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya tahun pelajaran 2016/2017. Sedangkan objek penelitian ini adalah persepsi dan sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:

1. Observasi

Observasi adalah pengambilan data dengan cara mengamati suatu kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami.37 Sedangkan menurut Trianto, observasi adalah pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk mendapatkan

data.38 Dengan demikian, observasi adalah proses pengambilan

37 Zaenal Arifin, Metodologi Penelitian Pendidikan: Filosofi, Teori dan Aplikasinya, (Surabaya: Lentera Cendikia, 2010), hlm 101.

38 Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan

(38)

data yang melibatkan seluruh indera melalui kegiatan pengamatan terhadap suatu kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami/nyata.

Arifin mengelompokkan pengambilan data

menggunakan metode observasi menjadi tiga macam, yaitu observasi terbuka, observasi tertutup dan observasi tidak

langsung.39 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode

observasi terbuka, dimana kehadiran peneliti dalam

menjalankan tugasnya di tengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga antara responden dengan peneliti terjadi interaksi secara langsung. Observasi dilakukan selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung untuk memperoleh data mengenai sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada proses pembelajaran. 2. Kuesioner atau Angket

Kuesioner atau angket adalah metode pengumpulan data berupa sejumlah pernyataan tertulis yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari responden tentang kejadian atau

peristiwa yang dialami.40 Angket yang digunakan dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri persepsi dan sikap guru matematika terhadap ABK di SMP Negeri 29 Surabaya.

3. Wawancara

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.41 Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur (semi structure interview). Jenis

wawancara ini sudah termasuk dalam kategori

in-depth-interview, dimana dalam pelaksaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.42 Dalam penelitian ini

Kependidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm 266-267. 39 Zaenal Arifin, Op.cit,hlm 101.

40 Trianto,Op.Cit hlm 265

(39)

wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah disusun sebelumnya yang berisi tentang garis besar pokok permasalahan penelitian yaitu persepsi guru terhadap siswa ABK. Wawancara ini ditujukan kepada guru matematika di SMP Negeri 29 Surabaya.

4. Dokumentasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dokumentasi didefinisikan sebagai sesuatu yang tertulis, tercetak atau terekam yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan. Sedangkan menurut Paul Outlet pengertian dokumentasi adalah kegiatan khusus berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran

dokumen.43 Dokumentasi yang digunakan peneliti adalah

dokumentasi berupa foto yang berkaitan dengan sikap guru terhadap siswa ABK yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Tujuan peneliti menggunakan teknik dokumentasi ini sebagai penunjang untuk memperkuat hasil data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara.

E. Instrumen Penelitian

Intrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan

untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.44

Dalam penelitian kualitatif ini, instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Lembar observasi sikap guru

Lembar observasi (Lampiran 1) ini digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru yang berkaitan dengan sikap terhadap siswa ABK pada saat pembelajaran berlangsung di kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya. Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi terstruktur berupa checklist untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pengamatan. Sebelum digunakan, daftar pernyataan observasi terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen yang berkompeten yaitu Imam Rofiki, M.Pd (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Febriana Kristanti, M.Si (Dosen Pendidikan

43 http://wawan-junaidi.blogspot.com/2016/01/pengertian-dokumentasi.html.diakses 1 januari 2016

(40)

UIN Sunan Ampel Surabaya). Lembar observasi ini juga telah melalui proses revisi sesuai saran-saran dan pertimbangan dari validator tersebut. Lembar validasi observasi ini terdapat pada lampiran 2 dan lampiran 3. Data sikap guru diperoleh melalui

dan kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi guru saat pembelajaran berlangsung.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Observasi Sikap Guru

(41)

2. Lembar Kuesioner atau Angket

Pada instrumen penelitian kuesioner atau angket dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

a. Persepsi guru

Angket persepsi guru (lampiran 4) ini berisi pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan untuk menggali informasi mengenai persepsi guru matematika terhadap siswa ABK kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya. Angket ini disusun berdasarkan kriteria yang ada dalam indikator persepsi guru yang digunakan oleh Monica D.Giffing dalam penelitiannya yang berjudul “The Perceptions of Agriculture Teachers on Including Students with

Disabilities”. Bentuk angket ini berupa 26 peryataan dan

setiap butir pernyataan disediakan 5 pilihan jawaban meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RG), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dalam pengisian angket ini, guru tinggal memberi tanda centang

kondisi yang sebenarnya.

(42)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Angket Persepsi Guru

(43)

3 Mengena pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan untuk menggali informasi mengenai sikap guru matematika terhadap siswa ABK kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya. Angket ini disusun berdasarkan kriteria yang ada dalam indikator sikap guru yang digunakan oleh Dina Mariyana dalam penelitiannya yang berjudul: “Hubungan Antara Persepsi Siswa tentang Sikap Mengajar Guru PAI dengan Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas VIII SMPN 4 Pandak Bantul

Yogyakarta”. Bentuk angket ini berupa 20 peryataan dan

(44)

kondisi yang sebenarnya.

Sebelum digunakan, angket sikap guru ini terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen yang berkompeten yaitu Imam Rofiki, M.Pd (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Febriana Kristanti, M.Si (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya). Lembar angket sikap ini juga telah melalui proses revisi sesuai saran-saran dan pertimbangan dari validator tersebut. Lembar validasi angket sikap guru ini terdapat pada lampiran 8 dan lampiran 9.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Angket Sikap Guru

No Aspek Sikap Indikator Nomor Soal Banyak

(45)
(46)

3. Lembar Pedoman wawancara

Pedoman wawancara (Lampiran 10) berisi tentang kerangka dan garis besar pokok-pokok masalah yang dijadikan sebagai dasar dalam mengajukan pertanyaan kepada responden penelitian. Pedoman ini merupakan pedoman yang digunakan selama proses mewawancarai subjek penelitian untuk menggali informasi lebih mendalam tentang persepsi guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika. Sebelum diberikan kepada subjek penelitian, pedoman wawancara tersebut telah mendapatkan validasi dari beberapa dosen ahli yaitu Imam Rofiki, M.Pd dan Febriana Kristanti, M.Si yang merupakan dosen pendidikan matematika UINSA Surabaya. Pedoman wawancara ini telah melalui proses revisi sesuai saran dari validator tersebut. Lembar validasi pedoman wawancara ini terdapat pada lampiran 11 dan lampiran 12.

Validasi untuk semua instrumen tersebut mencakup beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:

1. Segi materi

a. Butir-butir pertanyaan sudah sesuai dengan indikator persepsi yang meliputi perspektif inklusi, kemampuan, tingkat kecacatan dan tingkat keterampilan.

b. Butir-butir pertanyaan menggambarkan arah tujuan

yang ingin dicapai.

2. Segi konstruksi

a. Butir pertanyaan dirumuskan dengan singkat dan jelas.

b. Butir pertanyaan yang dirumuskan tidak menimbulkan

penafsiran ganda.

c. Butir pertanyaan yang dirumuskan tidak

mendorong/mengarahkan subjek yang diwawancarai pada suatu kesimpulan tertentu.

3. Segi bahasa

a. Bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

b. Menggunakan bahasa yang komunikatif dan sesuai

dengan jenjang pendidikan subjek.

(47)

4. Dokumentasi foto

Dokumentasi ini digunakan sebagai penunjang data yang diperoleh dari hasil foto tentang aktivitas guru yang berkaitan dengan siswa ABK pada saat pembelajaran di SMP Negeri 29 Surabaya.

Berikut alur instrumen penelitian yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5

matematika Persepsi dan

sikap

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil angket, observasi, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.45 Analisis yang digunakan pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

(48)

1. Validasi instrumen penelitian

Analisis data hasil validasi instrumen penelitian dapat dilakukan dengan mencari rata-rata setiap kategori dan rata-rata setiap aspek dalam lembar validasi, sehingga diperoleh rata-rata total penilaian validator terhadap masing-masing instrumen penelitian. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui validitas instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mencari rata-rata setiap kategori dari semua validator

�� = ∑=1Keterangan :

��: rata-rata kategori ke-

� :skor hasil penelitian validator ke- terhadap kategori ke-

� : banyak validator

b. Mencari rata-rata setiap aspek dari semua validator

�� = ∑=1�� Keterangan :

�� : rata-rata aspek ke-

�� : rata-rata kategori ke- terhadap aspek ke- � : banyak kategori dalam aspek ke-

c. Mencari rata-rata total validitas

�� = ∑=1�� Keterangan :

�� : rata-rata total validitas �� : rata-rata aspek ke- � : banyak aspek

Untuk menentukan kategori kevalidan suatu perangkat diperoleh dengan mencocokkan rata-rata (�̅) total dengan kategori kevalidan instrumen penelitian menurut Khabibah, sebagai berikut:46

46 Siti Khabibah, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Soal

(49)

Tabel 3.6

Kriteria Pengkategorian Kevalidan Instrumen Penelitian

Interval Skor Kategori Kevalidan

4 ≤ VR ≤ 5 Sangat Valid

3 ≤ VR < 4 Valid

2 ≤ VR < 3 Kurang Valid 1 ≤ VR < 2 Tidak Valid Keterangan :

VR adalah rata-rata total hasil penilaian validator

terhadap instrumen penelitian meliputi lembar observasi,

angket, dan pedoman wawancara. Suatu instrumen penelitian dikatakan valid jika interval skor pada semua rata-rata berada pada kategori "tinggi" atau "sangat tinggi".

Untuk mengetahui kepraktisan instrumen penelitian, terdapat lima kriteria penilaian umum instrumen penelitian dengan kode nilai sebagai berikut:

Tabel 3.7

Kriteria Penilaian Kepraktisan Istrumen Penelitian

Kode Nilai Keterangan

A Dapat digunakan tanpa revisi

B Dapat digunakan dengan sedikit revisi

C Dapat digunakan dengan banyak revisi

D Tidak dapat digunakan

2. Analisis lembar observasi sikap guru

(50)

rentang terbesar, seperti yang dituangkan dalam hubungan berikut:

Untuk menganalisis sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil persentase. Adapun persentase tersebut diperoleh dari hubungan sebagai berikut:

Peneliti mengelompokkan kriteria sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran berdasarkan hasil persentase yang didapat dari pengolahan skala likert sebagai berikut:47

Tabel 3.8

Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Observasi Sikap Guru

Hasil Persentase Keterangan

8 ≤ % ≤ Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat baik

6 ≤ % < 8 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran baik

4 ≤ % < 6 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran biasa saja

≤ % < 4 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran tidak baik

47 Riduwan, Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. (Bandung: Alfabeta2012). Hal 15

Persentase = �� � � �� �

� � x 100% Skor Maksimal = 17 x 5

(51)

≤ % < Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat tidak baik

3. Analisis angket a. Persepsi guru

Angket persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika berisi 26 pernyataan yang terbagi menjadi 4 komponen yaitu perspektif inklusi, kemampuan, tingkat kecerdasan dan tingkat ketrampilan. Untuk pengisian angket, peneliti menggunakan kategori yang harus dipilih oleh guru sebagai berikut: SS= Sangat Setuju, S= Setuju, RG= Ragu-ragu, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju. Peneliti menggunakan skor bertingkat yang berbeda pada kelima kategori sebagai berikut : SS= 5, S= 4, RG= 3, TS= 2 dan STS= 1.

Untuk menganalisis persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil persentase. Adapun persentase tersebut diperoleh dari hubungan sebagai berikut:

Peneliti mengelompokkan kriteria persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran berdasarkan hasil persentase yang didapat dari pengolahan skala likert sebagai berikut:48

Tabel 3.9

Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Persepsi Guru

Hasil Persentase Keterangan

8 ≤ % ≤ Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat baik

6 ≤ % < 8 Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran baik

48Ibid. Hal 15

Persentase = �� � � �� �

(52)

4 ≤ % < 6 Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran biasa saja

≤ % < 4 Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran tidak baik

≤ % < Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat tidak baik

b. Sikap guru

Angket sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika berisi 20 pernyataan, yang terdiri dari 16 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif. Dalam angket ini, pernyataan positif terletak pada nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7. 8, 9, 10, 11, 12, 15, 16, 18, 19 dan 20. Adapun pernyataan negatif terletak pada nomor 3, 13,14 dan 17. Untuk pengisian angket, peneliti menggunakan kategori yang harus dipilih oleh guru sebagai berikut: SS= Sangat Setuju, S= Setuju, RG= Ragu-ragu, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju. Peneliti menggunakan skor bertingkat yang berbeda pada kelima kategori tersebut. Untuk pernyataan positif diberikan skor sebagai berikut: SS= 5, S= 4, RG= 3, TS= 2 dan STS= 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberikan skor sebagai berikut: SS= 1, S= 2, RG= 3, TS= 4 dan STS= 5.

Untuk menganalisis sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil persentase. Adapun persentase tersebut diperoleh dari hubungan sebagai berikut:

Peneliti mengelompokkan kriteria sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran berdasarkan hasil persentase yang didapat dari pengolahan skala likert sebagai berikut:49

49 Riduwan, Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. (Bandung: Alfabeta2012).hal 15

Persentase = �� � � �� �

(53)

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Sikap Guru

Hasil Persentase Keterangan

8 ≤ % ≤ Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat baik

6 ≤ % < 8 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran baik

4 ≤ % < 6 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran biasa saja

≤ % < 4 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran tidak baik

≤ % < Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat tidak baik

4. Analisis pedoman wawancara

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.50 Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan dalam periode tertentu. Berikut tahapan analisis dalam penelitian ini:

Gambar 3.1

Langkah-langkah Analisis Data Menurut Miles dan huberman

50 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung; Alfabeta.2008). hlm 207

Penyajian Data Pengumpulan

Data

(54)

1. Pengumpulan Data

Data-data yang diperoleh di lapangan dicatat atau direkam dalam bentuk naratif, yaitu uraian data yang diperoleh dari lapangan apa adanya tanpa adanya komentar peneliti yang berupa catatan kecil. Dari catatan deskriptif ini, kemudian dibuat catatan refleksi yaitu catatan yang berisi komentar, pendapat, penafsiran peneliti dan fenomena yang ditemui di lapangan.

2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih dalam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk menemukan kembali data tersebut jika diperlukan. Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian adalah kegiatan yang mengacu pada

proses pemilihan, pemusatan perhatian dan

penyederhanaan data mentah di lapangan tentang persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran. Dengan kata lain, dalam tahap reduksi data ini dilakukan pengurangan data yang tidak terlalu penting. Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara sebagai berikut: (1) memutar kembali hasil rekaman suara beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat jawaban yang diucapkan oleh subjek wawancara, (2) mentranskip hasil wawancara dengan subjek wawancara dan (3) memeriksa kembali hasil transkip tersebut.

3. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi data, sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan. Informasi yang dimaksud adalah data hasil wawancara tentang persepsi guru terhadap siswa ABK. Penyajian data dari penelitian ini adalah persepsi guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika.

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

(55)

kesimpulan pada penelitian ini ditujukan untuk mengungkap persepsi guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan ada tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Berikut uraian dari tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

a. Meminta surat izin penelitian dari akademik Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Berdasarkan surat izin penelitian tersebut akan digunakan untuk meminta izin penelitian kepala sekolah.

c. Menyerahkan proposal penelitian.

d. Penyusunan instrumen penelitian.

1) Lembar observasi sikap guru

2) Lembar angket persepsi dan sikap guru

3) Pedoman wawancara persepsi guru

e. Validasi instrumen penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

a. Melakukan observasi terhadap guru matematika pada saat proses pembelajaran berlangsung.

b. Menyerahkan lembar angket terhadap guru matematika

tentang persepsi dan sikap mereka terhadap siswa ABK.

c. Melakukan wawancara kepada guru matematika tentang

persepsi mereka terhadap siswa ABK.

d. Melakukan dokumentasi terkait proses pembelajaran dan

kegiatan lainnya yang menunjang proses penelitian.

3. Tahap analisis

Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis sesuai dengan teknik analisis data. Peneliti menganalisis data setelah proses penelitian selesai dan data terkumpul dengan menggunakan deskriptif kualitatif. Dalam hal ini yang dianalisis adalah persepsi dan sikap guru matematika terhadap ABK dalam proses pembelajaran.

4. Tahap penyusunan laporan

Gambar

Gambar 4.6 Data Angket Persepsi G2 Butir Pernyataan 13-16 .........................  85
Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Observasi Sikap Guru
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Angket Persepsi Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA KELAS BERKEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SURAKARTA DITINJAU DARI AKTIVITAS

Guru harus mengajak semua siswa baik siswa reguler maupun siswa anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika antara lain

kelebihan ABK Harapan UF kepada orang tua ABK adalah tetap mendukung ABK dengan memberi semangat dan memaksimalkan kelebihannya Memberi pengertian kepada orang tua ABK harus

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: alur pikir guru matematika dalam perencanaan proses pembelajaran suatu KD di kelas VII

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) ada atau tidaknya perbedaan sikap antara kepala sekolah, guru dan orangtua terhadap ABK dalam sekolah inklusi, (2)

Penempatan kelas untuk ABK tunanetra di SMA Muhammadiyah 4 dilakukan dengan model kelas reguler (inklusi penuh) yang berarti ABK tunanetra bersama anak lain (normal), belajar

Skripsi dengan judul “ Problematika Guru Dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari I Malang” adalah hasil karya saya, dan dalam

Berdasarkan analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara motivasi belajar matematika dengan hasil belajar siswa ABK Anak Berkebutuhan Khusus kelas