• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN YAYASAN KEAGAMAAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL | Trisnantoro | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 2690 4655 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN YAYASAN KEAGAMAAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL | Trisnantoro | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 2690 4655 1 SM"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 4 Desember 2008 161 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 11 No. 04 Desember 2008 Halaman 161

Editorial

PERANAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN YAYASAN KEAGAMAAN

DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL

Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan di daerah terpencil sulit dilakukan oleh pemerintah. Kontrak bidan dan dokter perorangan masih belum dapat memberikan jawaban tentang penyelesaian masalah daerah terpencil ini. Laporan dari Pusrengun tahun 20071 menyatakan

bahwa: 30% dari 7.500 Puskesmas di daerah terpencil tidak mempunyai tenaga dokter. Survei yang dilakukan Pusrengun di 78 kabupaten di 17 propinsi di Indonesia menemukan hal menarik. Dari 1.165 Puskesm as di daerah tersebut, 364 Puskesmas (31%) berada di daerah terpencil/belum berkembang/perbatasan/ konflik dan bencana atau di daerah yang buruk situasinya. Sekitar 50% dari 364 Puskesmas dilaporkan tidak mempunyai dokter., 18% tanpa perawat, 12% tanpa bidan, 42% tanpa tenaga sanitarian, dan 64% tanpa tenaga ahli gizi. Dibandingkan dengan daerah biasa, gambaran ini sangat buruk. Sebagai contoh, di daerah biasa hanya 5% Puskesmas yang tanpa dokter. Dalam hal tenaga spesialis juga terlihat ketimpangan. Menurut data dari KKI (2007), DKI Jakarta mempunyai 2890 spesialis (23,92%). Jawa Timur 1980 (16.39%), Jawa Barat 1881 (15,57%). Sementara itu, di Sumatera Barat hanya 167 (1.38%).

Ketidaktersediaan tenaga medik dan kesehatan ini menjadi semakin berat implikasinya karena adanya Jaminan Kesehatan Masyarakat. Ketimpangan penyebaran spesialis ini merupakan hal yang tidak adil, terutama dalam konteks kebijakan nasional yang menggunakan pembayaran penuh untuk masyarakat miskin. Di daerah yang jarang dokter spesialisnya, masyarakat miskin atau setengah miskin akan kesulitan mendapatkan akses ke pelayanan medik. Sebaliknya di tempat yang banyak dokternya akan sangat mudah. Akibatnya dana pusat untuk masyarakat miskin dikhawatirkan terpakai lebih banyak di kota-kota besar dan di pulau Jawa.

Problem kontrak perorangan m em ang kompleks. Untuk daerah-daerah terpencil dapat dibayangkan betapa sulitnya seorang dokter muda atau bidan muda untuk berangkat sendiri, bekerja di lingkungan yang baru tanpa ada dukungan tim kerja yang baik. Akhirnya di beberapa daerah dilaporkan

bahwa dokter kontrak di daerah sangat terpencil tidak pernah sampai atau jarang berada di tempat. Pengalaman di Kabupaten Aceh Barat seperti yang dilaporkan dalam JMPK edisi lalu menunjukkan bahwa pengiriman tim merupakan hal yang baik walaupun biaya menjadi lebih besar.

Pertanyaan penting dalam hal ini adalah bagaimana mengatasi masalah pengiriman tenaga ke daerah. Tanpa ada pengiriman maka berbagai fasilitas fisik dan peralatan yang ada di daerah akan sia-sia karena tidak ada yang menjalankan. Dalam hal ini ada pertanyaan mengenai peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Yayasan Keagamaan: Apakah LSM dan Yayasan keagamaan dapat dimobilisir untuk mengatasi masalah ini? Dalam konteks pengadaan tenaga, LSM yang baik dan Yayasan Keagamaan merupakan pihak yang dapat memobilisir, mengirimkan dan menjamin mutu pelayanan. Kerjasama antara pemerintah dengan LSM dan Yayasan Keagamaan dapat berupa kontrak kerja.

Pertanyaan tersebut menarik untuk dijawab karena selama ini belum ada hubungan yang terjadi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan Lembaga Swadaya dan Yayasan Kemanusiaan. Masih ada stigma bahwa LSM merupakan lembaga yang sering berbeda pendapat dengan pemerintah. Di samping itu, juga diakui bahwa kemampuan LSM untuk memberikan pelayanan kesehatan, terutama di daerah sulit dan terpencil masih belum banyak. Pengalaman sukarelawan di dalam bencana alam di Aceh tahun 2005-05 menunjukkan bahwa bantuan pemberian pelayanan didominasi oleh LSM luar negeri.

Pertanyaan ini sebenarya merupakan ide yang perlu dicoba. Diharapka ada eksperimen mengenai hal ini. Jika berhasil uji-cobanya, di masa depan, diharapkan pemerintah dapat menjalin kerja sama dengan LSM dan Yayasan Keagamaan untuk pengiriman tenaga di daerah terpencil. Laksono Trisnantoro (trisnantoro@yahoo.com)

KEPUSTAKAAN

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini koefisien tenaga kerja, koefisien bahan dan koefisien alat untuk menghitung HSP bidang Cipta Karya, yang terdiri dari 6 kelompok pekerjaan: Pekerjaan Persiapan, Pekerjaan

Deep Drawing adalah proses pembentukan pelat lembaran menjadi benda bentuk mangkuk atau box dengan alat bantu berupa punch dan dies forming, tanpa terjadi perubahan

Sompok Rt/Rw 009/003 Desa Sumberwaras Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak-Banten telah berdiri dari tahun 2012 namun secara fisik sarana dan prasarana masih belum memadai

SISTEM PERTAHANAN SEMESTA PERTAHANAN BERLAPIS (POSTUR) LAPIS NIRMILITER (RAKYAT) LAPIS MILITER (TNI) DOKTRIN HANNEG. SOSOK PERTAHANAN

Dari analisis tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sikap konsumen terhadap produk rokok “X” yang dikonsumsi dan faktor-faktor yang dijadikan

Sistem perparitan air permukaan utama perlu direka bentuk u n t u k menyalurkan semua air hujan yang turun di dalam kawasan tadahan walaupun tahap pembangunan

Cbd, yang ditandatangani oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Cibadak, telah memberitahukan kepada pihak Terbanding I semula Tergugat I pada tanggal 02

Hasil penelitian menunjukan perilaku anggota keluarga merokok mempengaruhi terjadinya ISPA pada Balita 2-5 tahun di Desa Bangunsari Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa