BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam melengkapi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka
peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan
landasan berpikir dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga
tergambarlah masalah yang disoroti oleh peneliti.
II. 1. Koordinasi
II. 1. 1. Pengertian Koordinasi
Menurut Pearce II dan Robinson yang dimaksud dengan koordinasi adalah
integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha
bersama yaitu bekerja ke arah tujuan bersama.15 Sedangkan menurut Stoner koordinasi adalah proses penyatu-paduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan
dari unit-unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional) dari sesuatu
organisasi untuk mncapai tujuan organisasi secara efisien.16
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa koordinasi merupakan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang mempunyai tujuan bersama yang menjadi
sasaran dari kegiatan tersebut.
15 Ulber Silalahi, Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen (Bandung: Mandar Maju), hlm. 242. 16 Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
Sedangkan Brech, memberikan pengertian koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri.17
Fayol, menjelaskan bahwa coordinate (koordinasi) dalam bahasa Arab
“Tanssiq”: yaitu usaha untuk mengharmoniskan dalam rangkaian struktur yang
ada. Pada hakekatnya, yang dikoordinir itu adalah manusianya.
18
Fayol juga
menambahkan bahwa koordinasi yang merupakan salah satu unsur manajemen
mengartikan bahwa koordinasi adalah penggabungan usaha dan peraturan semua
kegiatan perusahaan agar sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan.19
Dalam melakukan koordinasi, diperlukan adanya kerja sama antar anggota
yang pada akhirnya menimbulkan keharmonisan kerja sehingga tidak adanya
pekerjaan yang tumpang tindih antara yang satu dengan yang lain dan semua
usaha dan kegiatan yang dilakukan bgerjalan sesuai dengan peraturan yang sudah
ditetapkan.
Menurut PP No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah Pasal 1 ayat (1), koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan
oleh Kepala Wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik
17 S. P. Melayu Hasibuan, Manajemen Pasar, Pengetian dan Masalah (Bandung: Bumi Aksara,
2001), hlm. 85.
18 Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 15.
19
Moekijat, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen Perusahaan (Bandung: Mandar Maju, 1985), hlm. 3.
perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua Instansi Vertikal,
dan antara Instansi Vertikal dengan Dinas Daerah agar tercapai hasil guna dan
daya guna yang sebesar-besarnya.
Dari beberapa pengetian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa
koordinasi adalah kerjasama antar unit atau bagian yang menciptakan
keharmonisan kerja dalam melakukan proses kegiatan dalam mencapai tujuan
bersama.
II. 1. 2. Ciri-ciri Koordinasi
Handayaningrat20
Selanjutnya, adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini
disebabkan koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan
terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerja sama di dalam
kelompok untuk tujuan bersama. Dan didukung oleh adanya konsep kesatuan mengatakan yang menjadi ciri-ciri koordinasi adalah
sebagai berikut. Yang pertama adalah tanggung jawab koordinasi terletak pada
pimpinan. Oleh karena itu, koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung
jawab dari pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena telah
melakukan koordinasi dengan baik. Yang kedua adalah koordinasi adalah suatu
usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak
terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya. Lalu koordinasi adalah
proses kerja yang terus-menerus, artinya suatu proses yang bersifat
kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
20
Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta: Gunung Agung, 1986), hlm. 89-90.
tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Hal ini berarti bahwa
pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan dari setiap kegiatan
individu yang bekerjasama sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam
mencapai hasil bersama. Dan memiliki tujuan organisasi, yaitu tujuan bersama
(common purpose). Kesatuan usaha/tindakan manusia/kesadaran/pengertian
kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai
kelompok dimana mereka bekerja.
Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa yang merupakan ciri-ciri
koordinasi adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan secara terus-menerus
yang didukung adanya kesatuan usaha atau tindakan yang ditanggungjwabi oleh
pimpinan.
II. 1. 3. Jenis-Jenis Koordinasi
Menurut Sugandha21
Kemudian menurut arahnya, terdapat koordinasi horizontal yaitu
koordinasi antar pejabat atau antar yang mempunyai tingkat hierarki yang sama
dalam suatu organisasi dan antar pejabat dari organisasi-organisasi yang setingkat, , beberapa jenis koordinasi sesuai dengan lingkup dan
arah jalurnya yaitu menurut lingkupnya, terdapat koordinasi intern, yaitu
koordinasi antar pejabat antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi
ekstern, yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar
organisasi.
21 Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
koordinasi vertikal yaitu koordinasi antar pejabat dari unit-unit tingkat bawah oleh
pejabat atasannya atau unit tingkat atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu
organisasi oleh organisasi induknya, koordinasi diagonal koordinasi antar pejabat
atau unit yang berbeda fungsi dan berbeda tingkatan hierarkinya dan koordinasi
fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang
didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatornya mempunyai fungsi
tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 1988 tentang
Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, terdapat koordinasi fungsional,
antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang bekaitan erat,
koordinasi instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan
tertentu yang bersangkutan dan koordinasi territorial, terhadap dua atau lebih
wilayah dengan program tertentu.
II. 1. 4. Prinsip-Prinsip Koordinasi
Menurut Sugandha22
22 Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
hlm.47.
, beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam
menciptakan koordinasi antara lain adanya kesepakatan dan keastuan pengertian
mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, adanya
kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang
telah diterapkan.
Kemudian adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja
sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk
masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, didukung dengan adanya koordinator
yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut,
serta memimpin pemecahan masalah bersama, dan adanya informasi dari berbagai
pihak yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor
seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang
dihadapi oleh semua pihak, serta dilengkapi denagn adanya saling hormati
terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat
untk saling bantu.
Dari pendapat Sugandha di atas, dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip
koordinasi adalah adanya tindakan dalam menyatukan informasi yang disetai
dengan ketaatan terhadap pertauran dan kepemimpinan.
II. 1. 5. Mekanisme dan Proses Koordinasi
Menurut Sugandha, mekanisme koordinasi23
23 Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
hlm. 27-46.
yaitu adanya kesadaran dan
kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pemimpin-pemimpin
organisasi (untuk kerjasama antarinstansi, adanya komunikasi yang efektif, tujuan
kerjasamanya dan peranan dari tiap pihak yang terlibat, harus dapat menciptakan
mampu memimpin organisasi-organisasi lainnya, meminta ketaatan, kesetiaan,
dan disiplin kerja tiap pihak yan terlibat, terciptanya koordinasi di dalam suatu
organisasi akan menunjukkan bahwa organisasi tersebut benar-benar bergerak
sebagai suatu system, dan pemimpin akan bertindak sebagai fasilitator dan tenaga
pendorong.
Siagian24
Dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan proses koordinasi bertujuan
untuk menjaga komunikasi dan hubungan antara pimpinan dengan bawahannya
dalam kegiatan koordinasi.
berpendapat mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam
mengkoordinasi, yaitu dengan melakukan briefing staf untuk memberitahukan
kebijaksanaan pimpinan organisasi kepada staf yang dalam waktu sesingkat
mungkin harus diketahui dan mendapat perumusan. Setelah itu diadakan rapat staf
untuk mengadakan pengecekan terhadap kegiatan yang telah dan sedang
dilakukan oleh staf serta mengadakan integrasi daripada pkok-pokok hasil
pekerjaan staf. Lalu mengumpulkan laporan-laporan mengenai pelaksanaan
keputusan pimpinan organisasi. Selanjutnya mengadakan kunjungan serta inspeksi
mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi serta memberikan
petunjuk-petunjuk sesuai dengan pedoman atau ketentuan yang telah ditetapkan
oleh pimpinan organisasi.
II. 1. 6. Hambatan dalam Pengkoordinasian
Menurut Handayaningrat25
Dan ada pula hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional.
Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional, baik yang
horizontal maupun diagonal, disebabkan karena antara yang mengkoordinasi
keduanya tidak dapat hubungan hierarki (garis komando).
, yang menjadi hambatan-hambatan dalam
mengkoordinasi adalah sebagai berikut, yaitu hambatan-hambatan dalam
koordinasi vertical (struktural). Dalam koordinasi vertical (struktural) sering
terjadi hambatan-hambatan, disebabkan perumusan tugas, wewenang dan
tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja (unit) kurang jelas. Di samping itu adanya
hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang
bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan di antara yang
mengkoordinasi dan yang dikoordinasi ada hubungan dalam susunan organisasi
yang bersifat hierarki.
Hambatan-hambatan di atas menimbulkan beberapa kesalahan yang sering
dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian (dalam buku
Sugandha)26
25 Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta:
Gunung Agung, 1986), hlm. 129.
, yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri,
26 Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
kesalahan anggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan
mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan
departemennya di Pusat.
II. 2. Penanggulangan Bencana
II. 2. 1. Penanggulangan
Diambil dari kata disaster management (penganggulangan bencana atau
manajemen bencana), maka penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen.
Fuad, dkk27
Pernyataan yang sama juga dikemukanan oleh Terry
berpendapat bahwa manajemen merupakan suatu proses yang
melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan. Dan
pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
28
27 M. Fuad, et. al,.Pengantar Bisnis (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 94.
, yang mengatakan
bahwa manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber lainnya. Dengan kata lain, berbagai jenis
kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.
28 Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) (Jakarta: Bumi
Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa adanya aktivitas-aktivitas
khusus dalam manajemen yang terdiri dari beberapa proses, seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
Sementara Arsyad29
Gibson
mengatakan bahwa manajemen merupakan strategi
dan cakupan pikiran yang tercanangkan sebelum proses atau aplikasi rutin di
lapangan dilaksanakan. Namun, proses manajemen berlaku sepanjang masa dan
tiada berhenti pada satu titik waktu tertentu.
30
mengatakan bahwa manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu
proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang
mengarah kepada beberapa sasaran tertentu. Sedangkan Thoha31
Dari beberapa pendapat mengenai manajemen di atas, mengartikan bahwa
manajemen merupakan sebuah pemikiran dan tindakan yang dilakukan secara
rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan merupakan suatu pemikiran dan tindakan dengan beberapa
proses yang dilakukan secara rutin untuk mencapai tujuan tertentu.
berpendapat
bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di
dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.
29 Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 9.
30 Gibson, et. al,. terj. Djarkasih, Organisasi (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 36.
31 Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.
II. 2. 2. Bencana
Menurut Asian Disaster Resources and Respons Network (ADDRN)32
Sedangkan menurut Purnomo dan Sugiantoro
,
bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah
komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang
meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui
kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
33
Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Pasal 1 ayat (1), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
, pemahaman tentang
istilah bencana dari beberapa orang, meskipun beragam, namun pada akhirnya,
semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan
manusia.
Bencana itu dibagi tiga jenis menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:
32
Asian Resources and Response Network (ADDRN). Terminologi Pengurangan Risiko
Bencana.2010.
33 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor. (Pasal 1 ayat (2))
2. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (Pasal 1 ayat (3))
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
(Pasal 1 ayat (4))
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana
merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang
pada akhirnya mengganggu dan merugikan kehidupan banyak orang.
II. 2. 3. Penanggulangan Bencana
Manajemen bencana seperti yang didefinsikan Agus Rahmat34
Dan menurutnya, tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah kehilangan
jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak , merupakan
seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,
pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus
manajemen bencana.
34 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
berwenang mengenai risiko, dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta
benda dan kehilangan sumber ekonomis.
Adapun Carter35
Dan menurutnya, tujuan dari manajemen bencana di antaranya, yaitu
mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban
bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada
pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya
terancam.
mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu
pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan
analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait
dengan preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat
dan pemulihan.
Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan
bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan
35 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Di ayat (2) digambarkan prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana,
yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan
berhasil guna, transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan,
nondiskrimatif dan nonproletisi.
Adapun yang menjadi tujuan dari penanggulangan bencana
(Undang-Undang No. 24 tahun 2007 Pasal 4) , yaitu memberikan perlindungan kepada
masyarakat dan ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan
yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, menghargai budaya lokal,
membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta, mendorong semangat
gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan dan, menciptakan
perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam penanggulangan bencana di atas, dapat dilihat bahwa yang
merupakan salah satu prinsip dan tujuan penanggulangan bencana adalah
koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan erat
dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada
II. 2. 4. Upaya Penanggulangan Bencana
Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis
dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
yaitu:
1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana. (Pasal 1 ayat (6))
2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. (Pasal 1 ayat (7))
3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. (Pasal 1 ayat
(8))
4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (9))
5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (11))
7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (12))
Dari pengertian-pengertian di atas mengenai beberapa upaya
penanggulangan bencana, maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak kegiatan
penanggulangan bencana yang dilakukan untuk mengatasi dan mencegah resiko
bencana terjadi yang bertujuan untuk mengembalikan sumber-sumber daya di
wilayah yang terkena bencana tersebut.
Berikut merupakan tahapan-tahapan bencana yang dibagi menjadi dua
Gambar II. 1.
Lingkaran Tahapan Manajemen Bencana36
Lingkaran manajemen bencana (disaster management cycle) yang terdiri
dari dua kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event)
dan kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan setelah
terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency response (tanggap
bencana) ataupun disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya
bencana dapat berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana)
dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang menyebut
istilah disaster reduction, sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster
preparedness
Ada beberapa ahli yang menyebutkan istilah tahapan yang berbeda-beda.
36 www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8842/ Mitigation Preparedness Early warning Damages, Losses & Needs Assessment, and Master Plan/Action Plan Formulation Emergency Responses/ Humanitarian Relief Rehabilitation Reconstruction RISK MANAGEMENT CRISIS MANAGEMENT Protection Recovery
Tabel II. 1.
Tahapan Bencana Menurut Para Ahli37
Peneliti Tahapan
Wolensky (1990) • Sebelum bencana (mitigation and preparedness) • Tanggap darurat (immadiate pre and post
impact)
• Pemulihan jangka dekat (dua tahun) • Pemulihan jangka panjang (sepuluh tahun)
Waugh (2000) • Peringatan (prevention)
• Perencanaan dan persiapan (planning and
preparedness) • Tanggapan (response) • Pemulihan (recovery) Helsloot dan Ruitenberg (2004) • Peringatan (preparedness) • Emergensi (emergency) • Pemulihan (recovery)
Menurut UNDP (dalam Purnomo dan Sugiantoro)38, tahapan-tahapan tersebut dapat dibedakan berdasarkan serangan bencana yang datangnya cepat dan
lambat.
37 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), hlm. 87.
Gambar II. 2.
Serangan Bencana yang Cepat39
(Fase Pengurangan Resiko Prabencana)
Dampak Bencana
Fase Pemulihan Bencana
Pada gambar di atas, dapat dilihat bagaimana fase serangan bencana yang
cepat. Ketika bencana terjadi dan menimbulkan dampak bencana, maka
tahap-tahap yang segera dilakukan adalah mengirimkan bantuan, rehabilitasi dan
rekonstruksi. Ini merupakan fase pemulihan pasca bencana. Setelah itu
dilanjutkan dengan melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan dengan tujuan untuk
kewaspadaan apabila bencana tersebut datang lagi. Dua tahap ini merupakan fase
pengurangan risiko pra-bencana.
39 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), hlm. 88. Kesiapan Mitigasi Rekonstruksi Rehabilitasi Bantuan
Gambar II. 3.
Serangan Bencana yang Lambat40
(Fase Pengurangan Resiko Prabencana)
Dampak Bencana
Fase Pemulihan Bencana
Gambar di atas menunjukkan bagaimana fase serangan bencana yang
lambat. Berbeda dengan fase serangan bencana yang cepat, fase ini dimulai dari
tahap peringatan dini dan peringatan dini ini dilakukan saat bencana terjadi
sehingga menimbulkan tindakan darurat (emergensi) dan pada akhirnya bantuan
datang saat dampak bencana terjadi. Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah
rehabilitasi. Ini merupakan fase pemulihan pasca bencana. Karena serangan yang
terjadi lambat dan telah dilakukan peringatan dini sebelumnya, maka kerusakan
yang terjadi pada sarana dan pra sarana tidak terlalu parah sehingga tidak perlu
40 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), hlm. 88. Kesiapan Mitigasi Rehabilitasi Bantuan Emergensi Peringatan Dini
dilakukan rekonstruksi. Setelah itu, dilakukanlah tahap mitigasi dan kesiapsiagaan
yang merupakan fase pengurangan risiko pra-bencana.
Dalam bukunya, Purnomo dan Sugiantoro41
Gambar II. 4.
menjelaskan tentang
tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana yang dikenal dengan siklus
penanganan bencana (disaster management cycle). Siklus manajemen bencana
menggambarkan proses pengelolaan bencana yang pada intinya merupakan
tindakan prabencana, menjelang bencana, saat bencana, dan pascabencana.
Diagram Siklus Pengelolaan Bencana42
Ket: = fokus masalah
41 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), hlm. 89.
42 Ibid, hlm. 90.
Dampak Becana
Respons/tindakan darurat dan pertolongan
(relief) Pemulihan/Recover Penelitian/Studi Perencanaan dan pengembangan Action Pencegahan (Precentif) Mitigasi (Pengurangan Persiapan dan Kesiagaan Saat Menjelang Saat Bencana Pasca Bencana Jauh Sebelum Bencana Pra Bencana
Gambar di atas menunjukkan tahap-tahap yang dilakukan dalam
pengelolaan bencana. Jauh sebelum bencana terjadi, tahap-tahap yang dilakukan
adalah perencanaan dan pengembangan melalui penelitian yang telah dilakukan,
action plan, dan pencegahan. Ketika pra-bencana, tahap-tahap yang perlu
dilakukan adalah melanjutkan pencegahan yang telah dilakukan jauh sebelum
bencana dan mitigasi. Saat menjelang bencana perlu dilakukan persiapan dan
kesiagaan untuk kewaspadaan apabila bencana tiba-tiba terjadi. Ketika bencana
terjadi, maka akan menimbulkan dampak bencana dan harus segera dilakukan
tindakan darurat dan pertolongan. Pasca-bencana dilakukan tahap pemulihan dan
penelitian agar dapat ditemukan solusi bagaimana mencegah dan mengurangi
bencana tersebut datang kembali dalam bentuk perencanaan. Demikianlah siklus
pengelolaan bencana terus berputar.
II. 3. Banjir
Menurut Departemen Komunikasi dan Informatika43 banjir adalah meluapnya air dari saluran dan menggenangi kawasan sekitranya. Sedangkan
menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana44
43
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Memahami Bencana (Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika RI, 2008), hlm. 29.
banjir adalah dimana suatu
daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar.
44 http://www.bnpb.go.id/website/asp/benc.asp?p=10, diakses pada tanggal 6 Nopember 2011
UNDP (United Nations Development Programme) mengatakan bahwa
bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama pada musim hujan.
Berdasarkan kondisi morfologinya, bencana banjir disebabkan oleh relief bentang
alam Indonesia yang sangat bervariasi dari bnayaknya sungai yang mengalir di
antaranya.
Sedangkan Kodoatie dan Sugiyanto45
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir
merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi secara sengaja
dan tidak sengaja.
mengatakan bahwa penyebab banjir
ada dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir
yang diakibatkan oleh tindakan manusia. Berikut adalah banjir yang termasuk
sebab-sebab alami diantaranya adalah curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan
sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainasi yang tidak memadai dan
pengaruh air pasang. Dan penyebab banjir yang termasuk sebab-sebab karena
tindakan manusia adalah perubahan kondisi DPS, kawasan kumuh, sampah,
drainasi lahan, bendung dan bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir
dan perencanaan system pengendalian banjir tidak tepat.
II. 4. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial.46
Defenisi konsep bertujuan untuk menghindarkan interpretasi ganda atas
variabel yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan-batasan yang
jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Koordinasi adalah kerjasama antar unit atau bagian yang menciptakan
keharmonisan kerja dalam melakukan proses kegiatan dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam hal ini yang menjadi indikator dari koordinasi
adalah pendelegasian wewenang, pembagian kerja dan komunikasi.
2. Penanggulangan bencana adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya bencana, baik bencana yang terjadi karena alam
maupun bencana yang terjadi akibat ulah manusia, melalui beberapa
tahapan yang dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah bencana terjadi.
Dan yang menjadi fokus peneliti adalah pada pasca bencana dengan
tahapan pemberian bantuan, rehabilitasi, rekonstruksi dan perencanaan
jauh sebelum bencana itu terjadi lagi.
3. Banjir merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi
secara sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal ini yang menjadi indicator
dari banjir adalah tinggi muka air dan curah hujan.
4. Koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir adalah
bagaimana kerjasama antar unit bagian, lembaga intern dan lembaga
ekstern serta masyarakat dalam menciptakan keharmonisan kerja
sehingga tercapailah upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencana