1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pendidikan adalah usaha pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak didik agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut disampaikan oleh Longeveld (dalam Wahyuddin, 2016, hal. 193). Hal ini menunjukkan bahwa arahan dan pengaruh serta perlindungan yang diberikan wajib mencantumkan nilai – nilai luhur dengan tujuan akhir pendidikan merupakan adanya keterampilan dan kemandirian hidup peserta didik sehingga, diharapkan peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan tantangan yang ada sesuai dengan ilmu yang telah didapat berdasarkan cara – cara yang berkembang di masyarakat. Salah satu contoh tantangan tersebut adalah peserta didik diharapkan memiliki keterampilan berpikir kritis yang mumpuni.
Salah satu ilmu yang dapat menjadi solusi dari tantangan tersebut adalah ilmu matematika.
Menurut Susilo (dalam Shodiqin & Zuhri, 2017; Rahmawati, dkk, 2019) mengatakan bahwa matematika bukan hanya kumpulan angka, formula dan simbol yang tidak memiliki hubungan dengan dunia nyata. Sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar di dunia nyata. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa pada hakekatnya, matematika merupakan ilmu yang berjalan beriringan dengan kehidupan masyarakat. Hal ini dijelaskan pula oleh Soedjadi (dalam Nurrahmah dan Wandira, 2018, hal. 164) bahwa keabstrakan objek matematika
perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih konkret, sehingga akan mempermudah memahaminya. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran matematika yang cenderung abstrak oleh peserta didik dapat menjadi lebih bermakna dengan melibatkan kegiatan nyata dalam kehidupan sehari – hari. Salah satu kegiatan tersebut adalah budaya yang berada di lingkungan sekitar.
Budaya yang berada di lingkungan sekitar dapat dilibatkan dalam melaksanakan pembelajaran matematika. Hal ini berdasarkan pendapat yang di kemukakan oleh Pinxten (dalam Hardianti, 2017, hal. 99). Pada hakekatnya, matematika merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada keterampilan atau aktivitas lingkungan yang bersifat budaya. Matthew (dalam Harahap, Khairani dan Masitoh, 2019, hal. 149) menyatakan bahwa budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu kelompok yang diwariskan dari generasi ke generasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keabstrakan dalam matematika tidak menjadikan penghalang bagi peserta didik untuk mempelajarinya karena faktanya konsep matematika sangat erat kaitannya dengan budaya di sekitar.
Peneliti melakukan survei berskala kecil yang dilakukan kepada peserta didik sebanyak 15 orang di 3 sekolah SMP/MTs berbeda melalui google form dan wawancara secara langsung. Hasil survei menyatakan bahwa belum mengetahui adanya keterkaitan konsep matematika dengan budaya di sekitar serta belum ada bahan ajar matematika berupa masalah kontekstual, modul, maupun video pembelajaran berbasis budaya sekitar yang diberikan oleh bapak/ibu guru . Berikut pernyataan yang disampaikan seorang siswa bernama Afrilia mengenai hal tersebut.
“Saya tidak mengetahui kalau ada konsep matematika di budaya sekitar, di sekolah juga belum ada buku atau video pembelajaran seperti itu. Kalau belajar
matematikanya seperti itu pasti akan lebih mudah dan semangat karena berada di sekitar kita”.
Dengan mempelajari konsep matematika melalui budaya sekitar, peserta didik secara tidak langsung telah menerapkan etnomatematika. Menurut Richardo, Martyanti, dan Suhartini (2018, hal. 78) proses mengaitkan konsep matematika dengan kearifan budaya lokal disebut etnomatematika. Hal ini dijelaskan pula oleh Rahmawati dan Muchlian (2019, hal. 127) mengatakan bahwa budaya yang dimaksud mengacu pada masyarakat, tempat, tradisi, cara mengorganisir, menafsirkan, konseptualisasi, dan memberikan makna terhadap dunia fisik dan sosial. Berdasarkan hal tersebut, salah satu tempat atau bangunan sebagai bentuk kebudayaan adalah masjid.
Masjid adalah rumah ibadah bagi umat islam di seluruh penjuru dunia.
Masjid memiliki bentuk yang berbeda – beda di setiap daerah. Seiring perkembangan jaman, masjid juga menjadi salah objek dalam akulturasi budaya pada daerah satu dengan daerah lainnya, sehingga menciptakan bentuk dan desain masjid yang semakin beragam dengan menyesuaikan keinginan suatu kelompok masyarakat itu sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa berdirinya sebuah masjid akan menciptakan ciri khasnya yang berbeda – beda di setiap daerah. Salah satunya adalah Masjid Agung At - Taqwa Bondowoso.
Masjid Agung At - Taqwa Bondowoso adalah masjid kebanggaan bagi masyarakat Bondowoso. Sebagian besar kegiatan peribadatan umat muslim berpusat pada masjid tersebut. Masjid tersebut juga sangat ikonik dengan kota Bondowoso karena terletak tepat berhadapan dengan Alun – Alun Ki Bagus Asra Bondowoso. Pengunjung masjid tersebut pun tidak hanya berasal dari masyarakat
Bondowoso. Masjid tersebut juga merupakan masjid pertama dan tertua di Bondowoso. Bentuk arsitektur bangunan masjid tersebut memiliki ciri khas tersendiri meskipun telah dilakukan renovasi hingga beberapa kali. Penggunaan pilar dan menara yang menjulang tinggi menambah kesan mewah dan megah pada bangunan ini. Keindahan arsitektur masjid tersebut tidak hanya tampak pada bagian dalam masjid, tetapi juga tampak pada bagian luar yang didesain sedemikian rupa sehingga membentuk bentuk – bentuk geometri yang indah. Kekhasan arsitektur bangunan yang dimiliki masjid tersebut sangat potensial untuk dijadikan sebagai pembelajaran matematika bagi peserta didik yang berbasis etnomatematika.
Berdasarkan hasil observasi, salah satu konsep yang terdapat pada arsitektur bangunan Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso adalah kekongruenan dan kesebangunan. Konsep kesebangunan yang terdapat pada arsitektur bangunan masjid, salah satunya pada atap kubah masjid. Bentuk atap tersebut terdiri dari 3 bagian bentuk yang sama yaitu bangun segitiga dan tampak semakin mengecil dari bawah ke atas. Konsep kekongruenan yang terdapat pada arsitektur bangunan masjid tersebut, salahh satunya pada bagian pilar pemisah mihrab (tempat untuk imam memimpin shalat) masjid. Pilar pemisah tersebut terdiri dari 2 bangunan yang terletak berdampingan dan memiliki bentuk dan ukuran sama.
Selain itu, arsitektur pada masjid tersebut juga mengandung konsep dasar pada materi geometri lainnya, antara lain: bangun datar, bangun ruang sisi datar, bangun ruang sisi lengkung, kekongruenan dan kesebangunan, serta transformasi geometri.
Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan, menjadikan alasan peneliti melakukan penelitian dengan mengeksplorasi etnomatematika pada Masjid Agung At – Taqwa Bondowoso. Sebelumnya telah dilakukan penelitian Yudianto, dkk,
(2021) yang berjudul “Eksplorasi Etnomatematika pada Masjid Jami’ Al-Baitul Amien Jember”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplor etnomatematika pada bangunan Masjid Jami’ Al-Baitul Amien Jember yang akan dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat paket tes matematika bagi peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat bagian-bagian masjid yang mengandung konsep matematika, antara lain: kubah masjid, tiang penyangga, lantai dua, dinding pancuran, ruang wudlu dan menara masjid. Konsep matematika yang dimaksud adalah bagun datar, bangun ruang, kekongruenan dan refleksi. Oleh karena itu, peneliti melakukan eksplorasi etnomatematika yang terdapat pada arsitektur bangunan Masjid Agung At - Taqwa di Kabupaten Bondowoso yang akan diimplementasikan sebagai bahan ajar pembelajaran matematika bagi siswa SMP.
Bahan ajar yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah dua aspek etnomatematika berupa konsep matematika dan unsur budaya yang memuat aktivitas dasar matematika dapat dikembangkan menjadi konten dari pengembangan bahan ajar berbasis cetak dan bahan ajar berbasis teknologi.
1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana etnomatematika yang terdapat pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso?
2. Bagaimana etnomatematika pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar pembelajaran matematika?
1.3 Fokus Penelitian
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah analisis pemahaman konsep matematika dan unsur budaya pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso yang dapat dimanfaatkan sebagai konten pada pengembangan bahan ajar berbasis cetak dan bahan ajar berbasis teknologi pada pembelajaran matematika untuk siswa SMP.
1.4 Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah yang telah dijabarkna di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan konsep matematika dan unsur budaya yang mengandung aktivitas dasar matematika yang terdapat pada arsitektur pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso
2. Implementasi konsep matematika dan unsur budaya yang mengandung aktivitas dasar matematika yang terdapat pada arsitektur pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso sebagai bahan ajar pembelajaran matematika
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk berbagai komponen, yaitu :
1. Bagi guru, sebagai referensi dalam melaksanakan pembelajaran matematika yang konstekstual berkaitan dengan konsep matematika yang terdapat pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso.
2. Bagi siswa, sebagai sumber belajar terbaru mengenai penerapan matematika pada Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso yang mudah ditemui di lingkungan sekitar.
3. Bagi peneliti lain, dapat menjadi bahan kajian untuk mengembangkan penelitian yang relevan.
1.6 Asumsi Penelitian
Asumsi dari penelitian menganalisis etnomatematika pada arsitektur Masjid Agung At – Taqwa di Kabupaten Bondowoso sebagai bahan ajar pembelajaran matematika adalah sebagai berikut :
1. Mengatahui sejarah singkat pembangunan Masjid At – Taqwa Bondowoso 2. Mengetahui unsur budaya yang mengandung aktivitas dasar matematika yang
berkaitan dengan etnomatematika pada bangunan Masjid Agung At – Taqwa Bondowoso
3. Mengetahui konsep matematika yang terdapat pada arsitektur bangunan Masjid Agung At – Taqwa Bondowoso
4. Meningkatkan kesadaran guru atau pendidik dalam memanfaatkan budaya di sekitar yang mengandung konsep matematika untuk diterapkan pada pembelajaran di kelas.
5. Meningkatkan kemandirian belajar siswa melalui bahan ajar pembelajaran matematika dengan melibatkan bangunan bentuk kebudayaan di lingkungan sekitar.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti telah menentukan ruang lingkup atau batasan – batasan dalam penelitian ini, yaitu:
penelitian ini berfokus pada kegiatan mengindentifikasi dua aspek etnomatematika berupa konsep matematika dan unsur budaya yang mengandung aktivitas dasar matematika pada arsitektur sebuah bangunan hasil kebudayaan. Bangunan tersebut merupakan sebuah masjid pertama dan tertua yang berada di Kabupaten Bondowoso, yaitu Masjid Agung At – Taqwa. Kedua aspek etnomatematika yang diperoleh akan dimanfaatkan sebagai konten pada pengembangan bahan ajar berbasis cetak dan bahan ajar berbasis teknologi pada pembelajaran matematika di sekolah untuk siswa SMP.
1.8 Definisi Istilah
Berikut ini adalah istilah – istilah yang digunakan dalam penelitian ini yang perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran.
1. Pembelajaran matematika adalah rangkaian proses antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dengan tujuan terwujudnya proses belajar bahasa berupa simbol dan konsep untuk menyatakan gagasan yang logis guna menghadapi tantangan masa depan peserta didik.
2. Kebudayaan adalah sebuah sistem yang tercipta secara historis berupa ide, aksi dan hasil karya manusia sebagai makhluk individual dan makhluk sosial yang digunakan sebagai pedoman tingkah lakunya untuk memahami lingkungan dan pengalamannya dalam kurun waktu tertentu.
3. Etnomatematika adalah ilmu matematika yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh kelompok budaya tertentu sehingga dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan aktivitas mereka sehari – hari.
4. Etnomatematika pada masjid adalah adanya konsep matematika pada arsitektur atau desain masjid.
5. Bahan ajar merupakan serangkaian aktivitas pembelajaran yang terstruktur untuk mendukung kemandirian peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.