• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI HUTAN ALAM DAN LAHAN AGROFORESTRY DI KECAMATAN SIBOLANGIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KERAPATAN VEGETASI HUTAN ALAM DAN LAHAN AGROFORESTRY DI KECAMATAN SIBOLANGIT"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI HUTAN ALAM DAN LAHAN AGROFORESTRY DI KECAMATAN SIBOLANGIT

SKRIPSI

Oleh:

Eko Marabinkhak Simbolon 121201108/ Manjemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(2)

Judul : Analisis Kerapatan Vegetasi Hutan Alam Dan

Lahan Agroforestry Di Kecamatan Sibolangit Nama : Eko Marabinkhak Simbolon

NIM : 121201108

Program Studi : Kehutanan Jurusan : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,

Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc Ridwanti Batubara, S.Hut., MP Ketua Anggota

Mengetahui,

(Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D) Dekan Fakultas Kehutanan

(3)

ABSTRACT

EKO MARABINKHAK SIMBOLON: Vegetation Density Analysis of Natural Forests and Agroforestry in the District of Sibolangit. Supervised by ANITA ZAITUNAH and RIDWANTI BATUBARA.

Research conducted in April until June 2016 with the aim to assess the density of natural forest vegetation an agroforestry in Sibolangit district and also study the intesity effect of age and intesity effect on vegetation management.

Research data is secondary data and primary data obtained from the relevant agencies as well as on the method of analysis of vegetation in each region. Assess the vegetation density is calculated using the formula Shannon species diversity and species richness Menhinick. Forms of community forest management is the most dominant agroforestry and still done with traditional. Vegetation that dominates namely bananas, taro, Garcinia Atroviridis, cofee, mahogany, and durian. The economic benefit of agroforestry management is to increase farmers’

income.

Keywords: Vegetation density, community forest management, economic benefits.

(4)

ABSTRAK

EKO MARABINKHAK SIMBOLON: Analisis Kerapatan Vegetasi Hutan Alam dan Lahan Agroforestry di Kecamatan Sibolangit. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan RIDWANTI BATUBARA.

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juni 2016 dengan tujuan untuk mengkaji kerapatan vegetasi hutan alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit serta mengkaji pengaruh intesitas umur dan pengaruh intesitas pengelolaan terhadap vegetasi lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit. Data penelitian adalah data sekunder dan data primer yang di dapat dari instansi terkait maupun dari metode analisis vegetasi di masing-masing kawasan. Mengkaji kerapatan vegetasi dihitung menggunakan rumus keanekaragaman jenis Shannon dan kekayaan jenis Menhinick. Bentuk pengelolaan hutan rakyat yang paling dominan adalah agroforestry dan masih dilakukan dengan tradisional. Vegetasi yang mendominasi yaitu pisang, talas, asam glugur kopi, mahoni dan durian. Manfaat ekonomi dari pengelolaan agroforestry adalah menambah pendapatan petani.

Kata kunci: Kerapatan vegetasi, pengelolaan hutan rakyat, manfaat ekonomi.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya.

Proposal ini berjudul “Analisis Kerapatan Vegetasi Hutan Alam Dan Lahan Agroforestry Di Kecamatan Sibolangit” merupakan salah satu syarat untuk melakukan penelitian di program studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc sebagai Ketua dan Ridwanti Batubara, S.Hut., MP sebagai Anggota yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga proposal ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Oktober 2016

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRACT ... I ABSTRAK ... II KATA PENGANTAR ... III DAFTAR ISI ... IV DAFTAR TABEL ... VI DAFTAR GAMBAR ... VII DAFTAR LAMPIRAN ... VIII

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Agroforestry ... 3

Hutan Alam ... 4

Keanekaragaman Jenis ... 5

Masyarakat Sekitar Hutan ... 7

METODE PENELITIAN ... 8

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 8

Alat dan Bahan Penelitian ... 8

Metode Penelitian ... 9

Teknik dan Tahapan Pengambilan Data ... 9

Analisis Data ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Potensi Keanekaragaman Jenis ... 14

Kerapatan Vegetasi Hutan ... 14

Struktur dan Komposisi di Taman Wisata Alam ... 16

Struktur dan Komposisi di Desa Batu Mbelin ... 22

Struktur dan Komposisi di Desa Sembahe ... 28

Kerapatan Vegetasi di Hutan Alam dan di Lahan Agroforetry ... 33

Intesitas Umur dan Intesitas Pengelolaan Lahan Agroforestry ... 36

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 42

(8)

DAFTAR TABEL

No Text Halaman

1. Contoh Log Book Yang Akan Digunakan... 9

2. Contoh Tally Sheet Pengukuran di Lahan Agroforestry... 10

3. Contoh Tally Sheet Pengukuran di Hutan Alam... 11

4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah... 14

5. Indeks Nilai Penting Semai di Taman Wisata Alam... 17

6. Indeks Nilai Penting Pancang di Taman Wisata Alam... 17

7. Indeks Nilai Penting Tiang di Taman Wisata Alam... 19

8. Indeks Nilai Penting Pohon di Taman Wisata Alam... 20

9. Indeks Nilai Penting Semai di Desa Batu Mbelin... 22

10. Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Batu Mbelin... 23

11. Indeks Nilai Penting Tiang di Desa Batu Mbelin... 25

12. Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Batu Mbelin... 26

13. Indeks Nilai Penting Semai di Desa Sembahe... 28

14. Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Sembahe... 29

15. Indeks Nilai Tiang Tiang di Desa Sembahe... 30

16. Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Sembahe... 31

17. Nilai Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis ... 35

18. Umur Pohon di Desa Batu Mbelin... 36

19. Umur Pohon di Desa Sembahe... 38

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Text Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian... 8

2. Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda Garis Berpetak... 10

3. Strata Tajuk Plot 6 dan 7 Taman Wisata Alam... 22

4. Strata Tajuk Plot 23 dan 24 Desa Batu Mbelin... 27

5. Strata Tajuk Plot 6 dan 7 Desa Sembahe... 33

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Text Halaman

1. Peta Sebaran Plot Analisis Vegetasi Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin ...

42 2. Peta Sebaran Plot Analisis Vegetasi Taman Wisata Alam

Sibolangit ... 43

1. Log Book Kegiatan Penelitian... 44

2. Tally Sheet Analisis Vegetasi di Lahan Agroforestry... 47

3. Tally Sheet Analisis Vegetasi di Hutan Alam... 62

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan dan pertambahan penduduk yang pesat telah memberi tekanan yang semakin berat terhadap sumber daya alam (khususnya hutan) dan keragaman hayatinya, bahkan sering melampaui daya dukungnya, sehingga semakin mengancam eksistensi sumber daya alam dan keragaman hayati tersebut. Salah satu faktor paling utama yang menyebabkan menyusutnya keragaman hayati tersebut adalah karena hilangnya hutan tropis. Laju deforestasi di Indonesia saat ini sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, dimana mulai sejak tahun 1996 mencapai 2 juta ha/tahun.

Menyadari akan bahaya tersebut, manusia telah mencari upaya untuk melindungi dan mempertahankan sumber daya alam dan keragaman hayatinya dengan berbagai pola maupun metoda konservasi, baik yang hanya berupa ide maupun yang telah diimplementasikan. Salah satu metode konservasi keragaman hayati yang sudah ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yaitu praktek agroforestry sebagai kegiatan konservasi pada lahan budidaya (on farm conservation). Agroforestry memainkan peran penting dalam pelestarian sumberdaya hutan dan keragaman hayatinya, baik nabati maupun hewani, karena struktur dan formasi tegakannya yang mirip dengan hutan alam, seperti yang terdapat pada agroforestry di Kecamatan Sibolangit, Provinsi Sumatera Utara.

Meskipun dapat menjadi salah satu alternatif dalam menahan dan menekan efek negatif hilangnya keragaman hayati, pada saat ini praktek agroforestry dalam upaya pelestarian keragaman hayati belum banyak dikaji dan dianalisis. Oleh karenanya guna menunjang pelestarian keragaman hayati tersebut perlu dilakukan

(12)

kajian terhadap kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek agroforestry oleh masyarakat sekitar hutan yang telah dilaksanakan secara turun-temurun, baik yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang konservasi keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji kerapatan vegetasi hutan alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit.

2. Mengkaji pengaruh intesitas umur dan pengaruh intesitas pengelolaan terhadap vegetasi lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi untuk mengetahui perubahan kerapatan vegetasi hutan alam dan lahan agroforestry yang berada di Kecamatan Sibolangit.

2. Memberikan masukan bagi instansi seperti Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam dalam pengolahan sumberdaya hutan baik dalam praktek Agroforestry maupun hutan alam sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

2 v

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Agroforestry

Agroforestry adalah sebuah langkah menuju peran yang lebih besar untuk berkontribusi dalam pembangunan pedesaan. Peluang ini akan lebih besar bila hal itu berjalan bersama dengan intensifikasi silvikulturnya. Pada saat ini sudah waktunya kehutanan bekerja efisien, terkonsentrasi pada areal yang sempit, dan menyediakan banyak areal hutan lainnya untuk meningkatkan kontribusi bagi masyarakat (Sabarnudin, 2008).

Agroforestry sudah lama dikenal di Indonesia selama berabad-abad, misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan. Agroforestry yang dilakukan petani ada yang dilakukan secara tradisional, ada juga yang sudah dilakukan secara modern.

Dalam sistem tradisional pengembangan bercocok tanam biasanya hanya didasarkan pada usaha coba-coba (trial and error), tanpa penelitian formal maupun bimbingan dari penyuluh/ petugas lapangan. Dalam sistem bercocok tanam modern, gagasan dan teknologi berasal dari hasil-hasil penelitian. Agroforestry banyak dilakukan oleh petani di Indonesia karena merupakan teknik penggunaan lahan yang sangat cocok untuk dilakukan di lahan yang sempit dan tegalan (lahan kering). Selain produksinya yang kontiniu berupa produk non sebagai hasil bulanan/mingguan dan produk kayu sebagai hasil tahunan, juga untuk kelestarian lingkungan sangat bagus (Michon dan de Foresta, 1995).

Salah satu keuntungan yang diperoleh petani yang menerapkan usaha taninya dengan sistem agroforestry adalah terjadinya peningkatan keluaran hasil (output) yang lebih bervariasi yaitu berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan

(14)

bakar, pupuk hijau dan atau pupuk kandang. Selain itu secara ekonomi sistem Agroforestry memiliki keuntungan lainnya yaitu memperkecil resiko kegagalan panen dari salah satu komponen, masih dapat ditutupi oleh adaya hasil (panen) dari komponen yang lain dan meningkatkan pendapatan petani, karena input yang diberikan akan menghasilkan output yang bervariasi dan berkelanjutan (Rauf, 2011).

Pengelolaan sistem agroforestry cukup kompleks karena merupakan gabungan antara bidang kajian ilmu kehutanan dengan pertanian dan bahkan peternakan, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Darusman, 2002).

Hutan Alam

Hutan alam merupakan bagian dari lahan terbatas yang terus menciut, dimana konversi menjadi lahan pertanian merupakan ancaman terbesar di berbagai negara tropis. Lahan garapan yang berbatasan atau baru dibuka kemungkinan dapat mempertahankan pohon-pohon yang tertinggal atau memungkinkan regenerasi pohon secara alami. Namun demikian, hal ini masih belum cukup untuk menyediakan sejumlah barang dan jasa lingkungan seperti yang sebelumnya tersedia dari hutan yang tidak terganggu. Sementara konversi hutan menjadi lahan pertanian pada satu sisi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan, namun seringnya, deforestasi telah mendorong pemiskinan ekosistem maupun masyarakat (CGIAR, 2010).

Pada saat ini kondisi hutan alam produksi di Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu hutan primer dan hutan bekas tebangan (LOF) 4 v

(15)

dengan kondisi baik/produktif, hutan bekas tebangan dengan kondisi sedang/

kurang produktif, dan hutan bekas tebangan dengan kondisi yang kurang/ tidak produktif. Pada sepuluh tahun terakhir ini, kondisi hutan alam mengalami banyak perubahan dan luasan hutan alam produksi mengalami penurunan sebagai akibat dari meningkatnya illegal logging, perambahan dan kebakaran hutan. Meskipun demikian, data terbaru yang akurat mengenai kondisi dan luasan hutan alam produksi relatif belum tersedia. Mengingat era ekolabel sudah diberlakukan oleh beberapa negara, maka pengelolaan hutan alam produksi yang saat ini kondisinya secara umum kurang baik tersebut perlu segera dibenahi (RPI, 2014).

Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis merupakan sebuah karakter yang unik dari tingkat komunitas dari suatu organisasi biologi yang mengepresikan struktur komunitas.

Sebuah komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi apabila jumlah individu di masing-masing spesies anggota komunitas tersebut terdapat dalam jumlah sama atau hampir sama. Sebaliknya apabila komunitas tersebut tersusun hanya beberapa spesies, atau hanya beberapa spesies yang kepadatannya tinggi lainya tidak maka komunitas tersebut dikatakan mempunyai keanekaragaman rendah (Budhi, 2006).

Keanekaragaman jenis dapat di temukan pada keanekaragam hayati, yang merupakan ungkapan kenyataan terdapat berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan ekosistem, tingkat jenis dan tingkat genetika (Alikodra, 1990). Sebagian areal hutan alam berubah fungsi, hutan alam semangkin menyempit, kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan keanekaragaman jenis seperti daerah persawahan dan

(16)

kebun-kebun rakyat berubah bentuk yang miskin akan keanekaragaman hayati (Supriatna, 2001).

Keanekaragaman jenis flora tidak hanya terbatas pada jenis tumbuhan berkayu, namun juga ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah terdiri dari semak, herba, perdu, liana serta tumbuhan penutup tanah seperti rumput-rumputan dan anakan pohon yang menempati lapisan terbawah yang memanfaatkan sinar matahari melalui sela-sela lapisan tajuk diatasnya (Surianegara, 1983). Stratifiksaisi atau pelepasan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara vertikal didalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan tiap dalam sertifikasi disebut stratum atau strata (Indriyanto, 2003).

Stratum A merupakan lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Pada umumnya pohon tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan diskuntiniu. Pada umumnya berbatang lurus, batang bebas cabang tinggi dan bersifat intoleran (tidak tahan naungan). Stratum B merupakan lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m. Tajuk-tajuk saling bersentuhan satu dengan yang lain sehingga membentuk lapisan tajuk yang kontiniu. Sifat pohon yang ada bersifat toleran (tahan naungan) atau kurang memerlukan cahaya.

Batang bebas cabang tidak terlalu tinggi (Indriyanto, 2010).

Stratum C merupakan lapisan tajuk ke tiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Tajuk yang berubah-ubah, tetapi membentuk suatu lapisan yang tebal. Pepohonannya mempunyai percabangan yang tersusun rapat, sehingga tajuk pohon menjadi padat. Stratum D merupakan lapisan tajuk 6 v

(17)

keempat yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1- 4 m. Pada strata ini di bentuk oleh spesies pohon yang masih mudah atau dalam fase anakan, terdapat palma-palma kecil, herba besar dan pakuan-pakuan besar.

Stratum E merupakan lapisan tajuk paling bawah (lapisan kelima) yang dibentuk oleh tumbuhan penutup tanah yang tingginya 0-1 m (Indriyanto, 2010).

Masyarakat Sekitar Hutan

Hutan sebagai suatu ekosistem, tidak hanya merupakan kumpulan vegetasi dan satwa. Di beberapa kawasan hutan, komponen manusia dalam hal ini masyarakat telah menjadi bagian yang terintegral dari hutan, dan bahkan turut menentukan eksistensi dari ekosistem yang ada. Hal ini dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mereka memanfaatkan hasil hutan dan atau lahan hutan (Sardjono, 1998).

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang pada umumnya merupakan suatu masyarakat zona sosial-ekonomi yang berada dalam kawasan dalam dan luar hutan. Masyarakat sekitar hutan pada umumnya kuat dalam menjaga adat istiadat dari berbagai pengaruh dari luar, memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber ekonomi untuk bertani (palawija, cabe, ubi kayu, sayur-sayuran), sumber energi untuk keperluan rumah tangga dipenuhi melalui pengadaan bahan kayu bakar dari kebun maupun dari ladang, norma dan nilai sosial memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari (dilarang menebang pohon beringin), selain agama kepercayaan terhadap kehadiran tenaga supranatura dalam bentuk tempat dan larangan masuk daerah keramat (Sardjono, 2004).

(18)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2016 di Desa Batu Mbelin, Desa Sembahe, dan Taman Wisata Alam, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Secara geografis Kecamatan Sibolangit terletak antara 03° 20’ 10” (LU) -98° 31’ 3 0” (BT).

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi Kecamatan Sibolangit, peta batas kawasan hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, dan tally sheet.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain kamera digital, log book dan meteran. Alat analisis data yang akan digunakan adalah Ms. Excel dan Arcgis.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

(19)

Tabel 1. Contoh log book yang akan digunakan

No Hari/ Tanggal Kegiatan

Keterangan

Keterangan

Metode Penelitian

Teknik dan Tahapan Pengambilan Data

Pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan meliputi dokumentasi kondisi di lapangan, pendataan ke dalam tally sheet, serta pengecekan penggunaan lahan di lapangan. Data sekunder merupakan data yang mendukung penelitian ini, baik dari penelitian sebelumnya yang berhubungan.

Untuk mengumpulkan data vegetasi pada praktek agroforestry digunakan dengan metoda transek yang mengkombinasikan metoda jalur dan metoda garis berpetak pada masing-masing lahan praktek agroforestry. Pada hutan alam data dikumpulkan dengan metode transek yang mengkombinasikan metoda jalur untuk risalah pohon dan metoda garis berpetak untuk risalah tingkat permudaan (Onrizal dan Kusmana, 2005).

Ukuran tingkat permudaan yang digunakan dalam kegiatan inventarisasi pohon adalah sebagai berikut:

(a) Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m.

(b) Pancang : Permudaan dengan tinggi diatas 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.

(c) Tiang : permudaan dengan tinggi diatas 1,5 m dan berdiameter kurang dari 20 cm.

(20)

(d) Pohon : Pohon berdiameter 20 cm atau lebih.

(e) Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba dan semak belukar.

Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah sebagai berikut:

(a) Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m.

(b) Pancang : 5 x 5 m.

(c) Tiang : 10 x 10 m.

(d) Pohon : 20 x 20 m.

Gambar 2. Desain kombinasi metoda jalur dan metoda garis berpetak Tabel 2. Contoh tally sheet pengukuran di lahan agroforestry

Nama Desa : Jenis Lahan : Luas Lahan :

No Plot

Nama Lokal

Perdu Semai Pancang Tiang

Pohon Jarak Jlh

Bidik (m)

Tinggi (m)

Diameter (cm)

Luas Tajuk

(m)

Umur (tahun)

10

(21)

Tabel 3. Contoh tally sheet pengukuran di hutan alam Jenis Lahan :

Luas Lahan : No

Plot

Nama Lokal

Perdu Semai Pancang Tiang

Pohon

Jlh Jarak

Bidik (m)

Tinggi (m)

Diameter (cm)

Luas Tajuk

(m)

Analisis Data

Data-data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh gambaran dari setiap tujuan penelitian yang dilakukan. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif terkait potensi jenis, kelimpahan jenis, indeks kekayaan, dan keragaman jenis pada praktek agroforestry dan hutan alam di sekitar praktek agroforestry akan dianalisis dengan analisis vegetasi (anveg) dengan tahapan sebagai berikut :

1. Seluruh individu tumbuhan pada setiap sub-petak tingkat pertumbuhan diidentifikasi, dihitung jumlahnya, dan khusus untuk tingkat pohon diukur diamater pohon, yakni diamater batang pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan.

2. Untuk keperluan identifikasi jenis, diambil material herbarium setiap jenis, berupa setangkai daun berbunga dan atau berbunga. Material herbarium tersebut selanjutnya diproses di kampus untuk diidentifikasi.

3. Perhitungan besarnya nilai kuantitif parameter vegetasi, khususnya dalam penentuan indeks nilai penting, dilakukan dengan formula berikut ini (Onrizal

& Kusmana, 2005):

a) Kerapatan suatu jenis (K)

contoh petak

Luas

jenis suatu individu K =

(22)

b) Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

% 100 jenisx seluruh K

jenis suatu KR = K

c) Frekuensi suatu jenis (F)

 

=

contoh petak

sub Seluruh

jenis suatu ditemukan petak

F Sub

d) Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

% 100 jenis x seluruh F

jenis suatu FR = F

e) Dominansi suatu jenis (D). D hanya dihitung untuk tingkat pohon.

contoh petak

Luas

jenis suatu dasar bidang D = Luas

f) Dominansi relatif suatu jenis (DR)

% 100 jenis x seluruh D

jenis suatu DR = D

g) Indeks Nilai Penting (INP)

g.1. Untuk tingkat pohon adalah INP = KR + FR + DR

g.2. Untuk tingkat semai, pancang, tiang, dan tumbuhan bawah adalah INP = KR + FR

4. Selanjutnya, indeks keanekaragaman Shannon digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis di setiap tingkat pertumbuhan dengan rumus sebagai berikut:

H ’ = –  (pi ln pi); dengan pi = (ni / n)

dimana H ’ adalah indeks keanekaragaman Shannon, ni adalah jumlah individu suatu jenis ke–i dalam petak ukur (PU), dan n adalah total jumlah individu dalam PU. Nilai H’ berkisar antara 0 – 7 dengan kriteria (a) 0 – 2 12

(23)

tergolong rendah, (b) 2 – 3 tergolong sedang, dan (c) 3 atau lebih yang tergolong tinggi.

5. Untuk mengetahui nilai kekayaan digunakan indeks kekayaan jenis Menhinick (Menhinick’s index) dengan rumus sebagai berikut:

R = S /  n

dimana R adalah indeks kekayaan Menhinick, S adalah jumlah jenis dalam PU, dan n adalah total individu seluruh jenis dalam PU.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Keanekaragaman Jenis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 40 jenis vegetasi yang tersebar di Desa Batu Mbelin, 38 jenis vegetasi di Desa Sembahe, dan 46 jenis vegetasi di Taman Wisata Alam Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Ada 6 jenis vegetasi yang selalu ditemukan di semua kawasan yaitu pisang, talas, durian, kopi, mahoni, dan asam glugur.

Kerapatan Vegetasi Hutan

Jenis vegetasi dan nilai kerapatan di masing-masing kawasan berbeda- beda. Di Desa Batu Mbelin jenis yang mendominasi yaitu pisang dengan nilai kerapatan 13,53 % dan yang terendah bunga bangkai dan kelapa sebesar 0,48%.

Di Desa Sembahe jenis yang mendominasi yaitu asam cikalat dengan nilai kerapatan 20,70 % dan yang terendah salak dan pepaya dengan sebesar 0,83 %. Di Taman Wisata Alam Sibolangit jenis yang mendominasi yaitu pisang dengan nilai kerapatan 19,30 % dan yang terendah palem raja dan pinang pendawa sebesar 0,44 % dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah

No Nama Lokal Nama Latin Lokasi KR

%

FR

% 1 Asam Cikalat Etlingera elatior

B A T U M B E L I N

11,11 5,88

2 Bunga Bangkai Amorphophallus titanum 0,48 1,47

3 Cabai Capsicum annum 10,14 5,88

4 Jagung Zea mays 6,28 1,47

5 Jahe Zingiber officinale 2,90 1,47

6 Kelapa Cocos nucifera 0,483 1,47

7 Nasi-nasi Maesa perlarius 6,28 5,88

8 Nira Arenga pinnata 2,90 8,82

9 Palem Chamaedorea erumpens 2,42 7,35

10 Pepaya Carica papaya 1,93 5,88

11 Pinang Areca catechu 0,97 2,94

12 Pisang Musa paradisiaca 13,53 19,12

13 Rimbang Solanum torvum 2,90 4,41

14 Serai Symbopogon nardus 1,45 4,41

(25)

Lanjutan Tabel 1

15 Talas Colocasia esculenta 3,87 7,35

16 Tebu Saccharum officinarum 9,66 2,94

17 Temulawak Curcuma xanthorrhiza 12,56 5,88

18 Terong Solanum melongena 3,87 2,94

19 Ubi Kayu Manihot esculenta 6,28 4,41

Total 100,00 100,00

1 Asam Cikalat Etlingera elatior

S E M B A H E

20,70 5,13

2 Cabai Capsicum annum 8,26 7,69

3 Daun Bawang Allium fistulosum 1,65 5,13

4 Jagung Zea mays 6,61 2,56

5 Kacang Panjang Vigna unguiculata 8,26 2,56

6 Kelapa Cocos nucifera 1,65 5,13

7 Kemangi Ocimum sanctum 3,31 5,13

8 Labu Cucurbita moschata 2,48 2,56

9 Lengkuas Alpinia galanga 1,65 2,56

10 Nasi-nasi Maesa perlarius 4,13 7,69

11 Nenas Ananas comosus 8,26 7,69

12 Pepaya Carica papaya 0,83 2,56

13 Pisang Musa paradisiaca 4,96 7,69

14 Rimbang Solanum torvum 2,48 5,13

15 Salak Salacca zalacca 0,83 2,56

16 Serai Symbopogon nardus 6,61 10,30

17 Talas Colocasia esculenta 2,48 5,13

18 Terong Solanum melongena 2,48 2,56

19 Ubi Kayu Manihot esculenta 12,40 10,30

Total 100,00 100,00

1 Bambu Kecil Bambusa bambos T

A M A N W I S A T A A L A M

11,80 7,29

2 Banban Donax canniformis 7,45 9,38

3 Jelatang Toxicodendron radicans 10,10 8,33

4 Nira Arenga pinnata 5,26 12,50

5 Pakis Hutan Cycas rumphii 8,34 2,08

6 Palem Chamaedorea erumpens 2,63 6,25

7 Palem Raja Roystenia regia 0,44 1,04

8 Pinang Pendawa Actinorhytis callaparia 0,44 1,04

9 Pisang Musa paradisiaca 19,30 15,60

10 Riman Calamus blumei 1,76 3,13

11 Rotan Calamus zollingeri 14,9 15,60

12 Salak Hutan Eleiodoxa conferta 0,87 1,04

13 Sidodok Melastoma malabathricum 3,07 4,17

14 Sirih Hutan Piper caducibracteum 1,76 3,13

15 Talas Colocasia esculenta 11,80 9,38

Total 100,00 100,00

Untuk lahan agroforestry di Desa Batu Mbelin tanaman pisang merupakan tanaman pokok karena memiliki nilai jual tinggi dan masa panen pisang yang cepat berkisar 6-9 bulan. Sedangkan di Desa Sembahe, asam cikalat menjadi tanaman pokok masyarakat karena asam cikalat tumbuh dan menyebar dengan cepat. Bunga asam cikalat merupakan bumbu masakan tradisional Karo baik dalam upacara adat maupun dikonsumsi sehari-hari. Nilai jual bunga asam

(26)

cikalat juga tinggi dan frekuensi panen yang cepat sehingga menguntungkan petani. Di Taman Wisata Alam Sibolangit, tanaman yang mendominasi adalah pisang. Hal ini disebabkan karena penyebaran alami yang dilakukan oleh hewan mamalia seperti monyet, tupai, dan burung-burung pemakan biji yang berada disekitar Taman Wisata Alam Sibolangit. Biji pisang ini berasal dari ladang masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Sibolangit.

Perbedaan jenis yang mendominasi dan yang terendah di masing-masing kawasan disebabkan karena bedanya kepentingan dan persepsi petani terhadap masing-masing jenis. Untuk lahan agroforestry di Desa Batu Mbelin bunga bangkai tumbuh secara liar dan tidak memiliki nilai jual yang tinggi sehingga petani mengganti dengan tanaman lain seperti pisang yang lebih mengguntungkan. Di Desa Sembahe, tanaman salak dan pepaya tumbuh secara liar dan perbungaan yang jarang terjadi serta nilai jual yang rendah sehingga mengurangi pendapatan petani. Di Taman Wisata Alam Sibolangit, palem raja dan pinang pendawa merupakan tanaman intoleran sehingga pertumbuhan kedua jenis ini terhambat akibat persaingan cahaya dari pohon-pohon yang tumbuh tinggi.

Struktur dan Komposisi di Taman Wisata Alam a. Tingkat Semai

Semai merupakan permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m. Jenis yang mendominasi, yaitu kopi dengan nilai kerapatan 96,32 % dan yang terendah adalah jambu hutan sebesar 0,29 % dapat dilihat pada Tabel 5.

16

(27)

Tabel 5. Indeks Nilai Penting Semai di Taman Wisata Alam No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

INP

H'

R 1 Angsana Pterocarpus indicus 0,85 1,61 2,46 0,04

0,37

2 Durian Durio zibethinus 0,56 1,61 2,18 0,03

3 Jambu Hutan

Acajuba occidentalis 0,29 1,61 1,90 0,02 4 Jambu

Mete

Anacardium occidentale

0,56 1,61 2,18 0,03 5 Kopi Anacolosa frutescens 96,32 90,32 187,00 0,04 6 Mahoni Swietenia mahagoni 0,85 1,61 2,46 0,04 7 Terep Artocarpus elasticus 0,56 1,61 2,18 0,03

Total 100,00 100,00 200,00 0,23

Mendominasinya tanaman kopi di tingkat pertumbuhan semai disebabkan karena banyaknya mamalia pemakan biji kopi seperti musang, monyet dan burung-burung di sekitar Taman Wisata Alam Sibolangit (Aak, 1980). Biji kopi ini berasal dari ladang masyarakat disekitar Taman Wisata Alam Sibolangit, seperti di Desa Batu Layang dan Kabupaten Karo yang mayoritas menanam kopi sebagai tanaman utamanya. Berbeda dengan jambu hutan, tanaman ini sering tumbuh di jalur masuk kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit dan cabangnya sangat rapuh sehingga ditebang untuk menghindari tamu dari kecelakaan yang tidak diduga.

b. Tingkat Pancang

Pancang merupakan permudaan dengan tinggi diatas 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. Jenis yang mendominasi yaitu kopi dengan nilai kerapatan sebesar 50,81 % dan yang terendah adalah asam glugur, asoka, kayu igeng, dan trembesi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks Nilai Penting Pancang di Taman Wisata Alam No Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

INP

H'

R

1 Angsana Pterocarpus indicus 8,24 10,3 18,50 0,21

2 Asam Glugur Garcinia atroviridis 0,43 1,03 1,46 0,02 ,48

3 Asoka Saraca indica 0,43 1,03 1,46 0,02

(28)

Lanjutan Tabel 6

4 Cingkam Bischofia javanica 0,81 2,06 2,87 0,04

5 Durian Durio zibethinus 3,72 4,12 7,84 0,12

6 Galunggung Senna alata 1,67 4,12 5,80 0,07

7 Jambu Hutan Acajuba occidentalis 1,24 2,06 3,30 0,05 8 Jambu Mete Anacardium occidentale 1,24 3,09 4,33 0,05 9 Kali Tartar Adansonia digitata 3,72 4,12 7,84 0,12 10 Kayu Igeng Kleinhovia hospita 0,43 1,03 1,46 0,02

11 Kedaung Parkia timoriana 1,24 1,03 2,27 0,05

12 Kedep Altingia excelsa 0,81 1,03 1,84 0,04

13 Kerai Payung Filicium decipiens 1,24 2,06 3,30 0,05

14 Ketapang Terminalia catappa 4,15 5,15 9,31 0,13

15 Kopi Anacolosa frutescens 50,81 34,00 84,80 0,34

16 Mahoni Swietenia mahagoni 7,00 6,19 13,20 0,19

17 Mangga Mangifera indica 0,81 1,03 1,84 0,04

18 Mindi Melia azedarach 2,05 3,09 5,14 0,08

19 Pucuk Merah Syzygium oleina 2,91 4,12 7,04 0,10

20 Pulai Alstonia scholaris 0,81 1,03 1,84 0,04

21 Rambutan Hutan

Nephelium mutabile 1,67 2,06 3,73 0,07

22 Trembesi Samanea saman 0,43 1,03 1,46 0,02

23 Terep Artocarpus elasticus 4,15 5,15 9,31 0,13

Total 100,00 100,00 200,00 2,00

Mendominasinya tanaman kopi di tingkat pertumbuhan semai disebabkan karena banyaknya mamalia pemakan biji kopi seperti musang, monyet dan burung-burung di sekitar Taman Wisata Alam Sibolangit (Aak, 1980). Biji kopi ini berasal dari ladang masyarakat disekitar Taman Wisata Alam Sibolangit, seperti di Desa Batu Layang dan Kabupaten Karo yang mayoritas menanam kopi sebagai tanaman utamanya.

Asam glugur, asoka, kayu igeng, dan trembesi merupakan jenis tanaman yang intoleran sehingga pertumbuhan tanaman terhambat apabila jenis tanaman ini berada di sekitar tanaman yang tinggi. Akar dari tanaman muda juga sering dimakan hama seperti babi hutan sehingga tanaman ini sering mati muda dan tanaman ini sering tumbuh di jalur masuk Taman Wisata Alam Sibolangit, sehingga sering ditebang oleh pegawai Taman Wisata Alam Sibolangit.

18

(29)

c. Tingkat Tiang

Tiang merupakan permudaan dengan tinggi diatas 1,5 m dan berdiameter kurang dari 20 cm. Pada Tabel 7, jenis yang mendominasi yaitu kali tartar dengan nilai kerapatan sebesar 15,20 % dan yang terendah adalah jambu hutan, kedaung, mindi, dan trembesi sebesar 1,12 %.

Tabel 7. Indeks Nilai Penting Tiang di Taman Wisata Alam No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

INP

H'

R 1 Angsana Pterocarpus indicus 10,10 10,61 20,70 0,24

2,04

2,04

2 Cingkam Bischofia javanica 1,69 1,52 3,20 0,08

3 Durian Durio zibethinus 3,93 6,06 9,99 0,12

4 Flamboyan Delonix regia 1,69 1,52 3,20 0,08

5 Galunggung Senna alata 3,93 4,55 8,48 0,12

6 Jambu Hutan Acajuba occidentalis 1,12 1,52 2,64 0,04 7 Jambu Mete Anacardium occidentale 2,81 4,55 7,35 0,10 8 Kali Tartar Adansonia digitata 15,20 12,12 27,30 0,29

9 Kedep Altingia excelsa 3,93 4,55 8,48 0,12

10 Kedaung Parkia timoriana 1,12 1,52 2,64 0,04

11 Kerai Payung Filicium decipiens 1,69 3,03 4,72 0,08 12 Ketapang Terminalia catappa 8,43 6,06 14,50 0,21

13 Kopi Anacolosa frutescens 4,49 3,03 7,52 0,14

14 Mahoni Swietenia mahagoni 9,55 6,06 15,60 0,22

15 Mindi Melia azedarach 1,12 1,52 2,64 0,04

16 Petai Cina Leucaena leucocephala 8,43 7,58 16,00 0,21

17 Pucuk Merah Syzygium oleina 1,69 3,03 4,72 0,08

18 Pulai Alstonia scholaris 9,55 10,61 20,20 0,22

19 Rambutan Hutan

Nephelium mutabile 1,69 3,03 4,72 0,08

20 Terep Artocarpus elasticus 6,74 6,06 12,80 0,18

21 Trembesi Samanea saman 1,12 1,52 2,64 0,04

Total 100,00 100,00 200,00 2,73

Mendominasinya kali tartar di tingkat pertumbuhan pancang karena tanaman ini memiliki fungsi sebagai tanaman obat, sehingga pegawai Taman Wisata Alam Sibolangit merawat bahkan menanam bibit kali tartar. Buah dari kali tartar ini sering digunakan masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Sibolangit sebagai obat sakit mata. Sedangkan tanaman jambu hutan, kedaung, mindi, dan trembesi termasuk jenis tanaman intoleran sehingga pertumbuhan tanaman ini

(30)

menjadi terhambat ketika berada di antara tanaman-tanaman yang tinggi dan memiliki luas tajuk yang besar. Jambu hutan sering tumbuh di jalur masuk Taman Wisata Alam Sibolangit, dan cabang tanaman ini sangat rapuh sehingga dapat membahayakan tamu ketika berkunjung. Oleh sebab itu, pegawai Taman Wisata Alam Sibolangit sering menebang tanaman ini apabila tumbuh di sekitar jalur masuk Taman Wisata Alam Sibolangit.

d. Tingkat Pohon

Pohon adalah tanaman berkambium yang berdiameter 20 cm atau lebih.

Jenis yang mendominasi yaitu angsana dan trembesi dengan nilai kerapatan sebesar 10,10 %. Jenis yang terendah adalah asoka, galagala rube, ingul, jambu hutan, kayu igeng, mangga, nyamplung, nungkaw, petai cina, dan rambutan hutan sebesar 0,92 % dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Indeks Nilai Penting Pohon di Taman Wisata Alam No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

DR

%

INP

H'

R 1 Angsana Pterocarpus indicus 10,10 7,74 3,85 21,70 0,24

1,79

2 Asoka Saraca indica 0,92 0,60 3,14 4,65 0,02

3 Beringin Ficus benjamina 2,75 2,98 4,37 10,10 0,11 4 Cingkam Bischofia javanica 7,34 8,33 0,38 16,10 0,19 5 Durian Durio zibethinus 2,75 2,98 4,16 9,89 0,09 6 Flamboyan Delonix regia 1,83 2,38 3,53 7,75 0,07 7 Galagala

Rube

Sesbania grandiflora 0,92 1,19 3,08 5,18 0,05 8 Galunggung Senna alata 4,59 4,76 3,33 12,70 0,14

9 Ingul Toona sureni 0,92 0,60 3,35 4,86 0,02

10 Jambu Hutan

Acajuba occidentalis 0,92 1,19 5,11 7,22 0,04 11 Jambu Mete Anacardium

occidentale

1,83 1,79 2,80 6,42 0,07 12 Kali Tartar Adansonia digitata 9,17 8,93 3,60 21,70 0,22 13 Kayu Igeng Kleinhovia hospita 0,92 1,19 4,68 6,79 0,04 14 Kayu Raja Cassia fistula 1,83 1,79 4,08 7,70 0,07 15 Kedep Altingia excelsa 5,50 5,36 3,37 14,20 0,17

16 Ketapang Terminalia catappa 6,42 5,36 3,44 15,20 0,18

Lanjutan Tabel 8

20

21

(31)

17 Krei Payung Filicium decipiens 3,67 4,76 2,95 11,40 0,12 18 Mahoni Swietenia mahagoni 3,67 3,57 5,08 12,30 0,13 19 Mangga Mangifera indica 0,92 0,60 3,78 5,29 0,02

20 Mindi Melia azedarach 2,75 3,57 3,63 9,96 0,10

21 Nyamplung Calophyllum inophillum

0,92 0,60 4,49 6,00 0,02 22 Nungkaw Schima wallichi 0,92 0,60 2,85 4,36 0,02 23 Petai Cina Leucaena

leucocephala

0,92 1,19 2,87 4,98 0,04 24 Pucuk

Merah

Syzygium oleina 2,75 4,17 3,47 10,40 0,10 25 Pulai Alstonia scholaris 4,59 4,76 3,75 13,10 0,16 26 Rambutan

Hutan

Nephelium mutabile 0,92 0,60 3,06 4,58 0,02 27 Terep Artocarpus elasticus 9,17 9,52 3,72 22,40 0,22 28 Trembesi Samanea saman 10,10 8,93 4,10 23,10 0,24

Total 100,00 100,00 100,00 300,00 2,91

Angsana dan trembesi merupakan tanaman intoleran dan mampu menyerap banyak air sehingga mampu tumbuh dengan baik di daerah lembab seperti kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit. Ketika tinggi tanaman ini berada diatas tanaman lain maka pertumbuhan kedua jenis tanaman ini semakin pesat karena tidak adanya persaingan cahaya matahari dan angin sehingga mempercepat pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman ini. Tanaman asoka, galagala rube, ingul, jambu hutan, kayu igeng, mangga, nungkaw, petai cina, dan rambutan hutan merupakan intoleran, akan tetapi tinggi tanaman ini relatif pendek sehingga persaingan cahaya matahari dan angin yang membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman semakin besar.

Jenis stratum yang terdapat pada Gambar 3, yaitu tipe stratum A dan B.

Stratum A merupakan lapisan tajuk hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Pada umumnya berbatang lurus, batang bebas cabang tinggi dan bersifat intoleran. Stratum B merupakan lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m.

(32)

Tajuk-tajuk saling bersentuhan satu dengan yang lain sehingga membentuk lapisan tajuk yang kontiniu (Indriyanto, 2010).

Keterangan : 1. Kopi 2. Mahoni 3. Angsana 4. Pucuk Merah 5. Palem 6. Banban 7. Nira

8. Bambu Kecil 9. Pisang 10. Terep 11. Cingkam 12. Kali Tartar

Struktur dan Komposisi di Desa Batu Mbelin a. Tingkat Semai

Jenis yang mendominasi yaitu durian dengan nilai kerapatan sebesar 36,84 % dan yang terendah adalah langsat dan sirsak sebesar 5,26 % dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Indeks Nilai Penting Semai di Desa Batu Mbelin No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

INP

H'

R 1 Durian Durio zibethinus 36,84 25,00 61,84 0,37

1,84 2 Kakao Theobroma cacao 10,53 8,33 18,86 0,24

3 Kopi Anacolosa frutescens 10,53 8,33 18,86 0,25 4 Langsat Lansium domesticium 5,26 8,33 13,60 0,16 5 Mindi Melia azedarach 10,53 16,67 27,19 0,24

6 Petai Parkia speciosa 10,53 8,33 18,86 0,24

7 Pucuk Merah Syzygium oleina 10,53 16,67 27,19 0,24

8 Sirsak Annona muricata 5,26 8,33 13,60 0,16

Total 100,00 100,00 200,00 1,90

1 2

3 4

5 2

1 1 1

1 1

1 1 6 6

7 4

8 9

10 11

12 2

2 10

10

10

4 Skala 1:400

Gambar 3. Strata Tajuk Plot 6 dan 7 Taman Wisata Alam Sibolangit

(33)

Durian memiliki nilai jual yang tinggi. Selain buahnya yang dijual, durian yang sudah menurun produktivitasnya bisa ditebang dan dijual kayunya.

Hal ini membuat keuntungan bagi petani, sehingga durian menjadi tanaman pokok petani (Setiawan, 2000). Tanaman durian pasti berbuah sepanjang tahun, karena masih banyaknya hewan-hewan perantara penyerbukan seperti tupai yang berasal dari hutan alam.

Langsat merupakan salah satu tanaman utama yang ditanam petani, akan tetapi tanaman ini mulai terkena penyakit jamur yang meneyrang batang sehingga tanaman ini mati. Hal ini membuat petani mengalami kerugian dan mengganti dengan tanaman lain seeprti tanaman durian. Berbeda dengan tanaman sirsak, dimana buahnya ditentukan dengan musim. Apabila terjadinya perubahan antara musim kemarau dengan musim hujan maka produktivitas menjadi menurun. Hal ini membuat petani menjadi rugi apabila perbandingan jumlah musim kemarau dan musim hujan tidak begitu jelas.

b. Tingkat Pancang

Pancang adalah permudaan dengan tinggi diatas 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. Jenis yang mendominasi yaitu jeruk nipis dengan nilai kerapatan sebesar 26,09 % dan yang terendah adalah asam glugur, kemiri, dan pucuk merah sebesar 4,35 % dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Batu Mbelin No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

INP

H'

R 1 Asam Glugur Garcinia atroviridis 4,35 5,88 10,23 0,14

2,09

2 Jambu Air Eugenia aquea 8,70 11,76 20,46 0,21

3 Jeruk Nipis Citrus aurantifolia 26,09 11,76 37,85 0,35

4 Kakao Theobroma cacao 13,04 11,76 24,81 0,27

5 Kemiri Aleurites mollucana 4,35 5,88 10,23 0,14

6 Kopi Anacolosa frutescens 13,04 11,76 24,81 0,27

(34)

Lanjutan Tabel 10

2,09 7 Manggis Garcinia mangostana 8,70 11,76 20,46 0,21 8 Petai cina Leucaena leucocephala 8,70 11,76 20,46 0,21 9 Pucuk Merah Syzygium oleina 4,35 5,88 10,23 0,14

10 Sirsak Annona muricata 8,70 11,76 20,46 0,21

Total 100,00 100,00 200,00 2,15

Mendominasinya jeruk nipis disebabkan karena jeruk nipis sering digunakan petani sebagai bumbu masakan tradisional Karo ataupun dikonsumsi sehari-hari. Penjualan jeruk nipis juga tidak sulit, dan waktu panen dari tanaman ini sangat cepat sehingga menanmbah pendapatan petani sampai menunggu tanaman utama seperti durian dapat dipanen.

Asam glugur merupakan salah satu tanaman utama di desa ini, akan tetapi tanaman ini sangat mudah terkena hama penyakit sehingga tanaman ini dapat mati muda. Sehingga banyak petani yang mengalami kerugian akibat mati mudanya tanaman asam glugur. Kemiri dan pucuk merah ditanam hanya untuk sebagai peneduh ketika petani sedang istirahat dan tanda pembatas antara lahan yang satu dengan lahan yang lain. Sehingga tanaman ini bukan tanaman utama petani.

c. Tingkat Tiang

Tiang adalah permudaan dengan tinggi diatas 1,5 m dan berdiameter kurang dari 20 cm. Jenis yang mendominasi yaitu durian dengan nilai kerapatan sebesar 27, 50 % dan yang terendah petai dan mahoni sebesar 2,50 % dapat dilihat pada Tabel 11.

24

(35)

Tabel 11. Indeks Nilai Penting Tiang di Desa Batu Mbelin No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

INP

H'

R 1 Langsat Lansium domesticum 12,50 18,52 31,02 0,26

1,74 2 Daun Salam Syzygium polyanthum 5,00 7,41 12,41 0,15

3 Petai Parkia speciosa 2,50 3,70 6,20 0,09

4 Manggis Garcinia mangostana 7,50 11,11 18,61 0,19

5 Rambe Baccaurea motleyana 5,00 3,70 8,70 0,15

6 Durian Durio zibethinus 27,50 22,22 49,72 0,36

7 Mindi Melia azedarach 7,50 3,70 11,20 0,19

8 Kakao Theobroma cacao 7,50 7,41 14,91 0,19

9 Jambu Air Eugenia aquea 12,50 7,41 19,91 0,26

10 Sirsak Annona muricata 10,00 11,11 21,11 0,23

11 Mahoni Swietenia mahagoni 2,50 3,70 6,20 0,09

Total 100,00 100,00 200,00 2,16

Durian memiliki nilai jual yang tinggi. Selain buahnya yang dijual, durian yang sudah menurun produktivitasnya bisa ditebang dan dijual kayunya.

Hal ini membuat keuntungan bagi petani, sehingga durian menjadi tanaman pokok petani (Setiawan, 2000). Tanaman durian pasti berbuah sepanjang tahun, karena masih banyaknya hewan-hewan perantara penyerbukan seperti tupai yang berasal dari hutan alam.

Petai merupakan salah satu tanaman utama petani, akan tetapi tanaman ini mulai terkena penyakit jamur yang menyerang batang. Sehingga batang tanaman mengeluarkan lendir dan mati. Oleh sebab itu, petani mengganti tanaman petai dengan tanaman utama lain seperti durian. Mahoni ditanaman oleh petani hanya sebagai tanda pembatas lahan antara lahan yang satu dengan lahan lainnya.

Bagi petani, mahoni kurang memiliki nilai jual yang tinggi selain dari kayunya.

Oleh sebab itu mahoni bukan merupakan tanaman komoditi petani.

d. Tingkat Pohon

Pohon merupakan tanaman berkambium yang berdiameter 20 cm atau lebih. Jenis yang mendominasi yaitu durian dengan nilai kerapatan 25,00 % dan

(36)

yang terendah cengkeh, kemiri, ketapang, mahoni, nangka, rambe, dan rambutan sebesar 8,33 % dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Batu Mbelin No

Nama Lokal

Nama Latin

KR

%

FR

%

DR

%

INP

H'

R 1 Cengkeh Syzygium aromaticum 8,33 8,33 9,42 26,09 0,21

2,6 2 Durian Durio zibethinus 25,00 25,00 12,50 62,48 0,35 3 Kemiri Aleurites mollucana 8,33 8,33 10,50 27,16 0,21 4 Ketapang Terminalia catappa 8,33 8,33 11,60 28,30 0,21 5 Langsat Colocasia esculenta 16,70 16,67 11,00 44,31 0,30 6 Mahoni Swietenia mahagoni 8,33 8,33 9,73 26,39 0,21 7 Nangka Artocarpus heterophyllus 8,33 8,33 11,00 27,64 0,21 8 Rambe Baccaurea motleyana 8,33 8,33 11,60 28,30 0,21 9 Rambutan Nephelium lappaceum 8,33 8,33 12,70 29,32 0,21

Total 100,00 100,00 100,00 300,00 2,12

Durian memiliki nilai jual yang tinggi. Selain buahnya yang dijual, durian yang sudah menurun produktivitasnya bisa ditebang dan dijual kayunya. Hal ini membuat keuntungan bagi petani, sehingga durian menjadi tanaman pokok petani (Setiawan 2000). Tanaman durian pasti berbuah sepanjang tahun, karena masih banyaknya hewan-hewan perantara penyerbukan seperti tupai yang berasal dari hutan alam.

Tanaman cengkeh, nangka, rambe, dan rambutan merupakan tanaman musiman. Sehingga waktu panen tanaman ini tergantung dari jumlah musim kemarau dan musim hujan. Apabila perbandingan jumlah musim tidak jelas maka produktivitas menjadi menurun, oleh sebab itu petani mengganti dengan tanaman yang tidak tergantung pada musim seperti tanaman durian. Tanaman Kemiri, ketapang, dan mahoni ditanam petani hanya sebagai tanda pembatas lahan antara lahan yang satu dengan lahan yang lain. Sehingga tanaman ini bukan merupakan tanaman utama bagi petani.

26

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Tabel 1. Contoh log book yang akan digunakan
Gambar 2. Desain kombinasi metoda jalur dan metoda garis berpetak  Tabel 2. Contoh tally sheet pengukuran di lahan agroforestry
Tabel 3. Contoh tally sheet pengukuran di hutan alam  Jenis Lahan  :  Luas Lahan  :  No  Plot  Nama Lokal
+4

Referensi

Dokumen terkait

&ULWLFDO 'LVFRXUVH $QDO\VLV (CDA). Pertama, discourse dengan ‘d’ kecil yang merujuk pada bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Kedua , discourse dengan “D”

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya Komputerisasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Berbasis Web di Praktek dokter Agung Sutopo Boyolali dengan

Sistem piramidalis yang bersinaps di batang otak & via saraf” kranial akan mensarafi otot” daerah kepala (muka, rahang, lidah, dsb)..  Traktus

Merupakan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menyusun format pertanyaan – pertanyaan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menganalisis

Applying board game can create a different atmosphere in the classroom which can make a change of teaching grammar to be an innovative teaching and learning

Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah searah, dimana semakin baik kinerja

Saham dalam kelompok JII merupakan saham syariah yang mempunyai batasan hutang yang berbasis bunga adalah kurang dari 82% sehingga dengan adanya batasan tersebut hutang perusahaan

Hasil penelitian ini berupa deskripsi dari sistem pengukuran besaran gerak lurus berbasis personal komputer menggunakan sensor optocoupler yang telah dibuat. Deskripsi