• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi pada Usia Lanjut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi pada Usia Lanjut"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Usia Lanjut 71

Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi pada Usia Lanjut

Wahyuningsih1, Endri Astuti2

1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta

Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

2Perawat Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta

Abstrak

Identifi kasi dini terhadap faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada lanjut usia adalah sangat penting. Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, genetic, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi garam, kebiasaan olahraga, stress, dan kepribadian serta mengidentifi kasi faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya hipertensi pada usia lanjut. Subjek penelitian sebanyak 73 usia lanjut, Hipertensi dikategorikan menggunakan JCN, obesitas dengan BMI, stress menggunakan Skala Holmes dan tipe kepribadian dengan menggunakan Rosenman Scale. Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data tentang usia, jenis kelamin, genetic, kebiasaan merokok, kebiasaaan olahraga, kebiasaan minum kopi, dan konsumsi garam. Hipertensi pada lanjut usia berhubungan dengan usia, kebiasaan olahraga, obesitas dan tipe kepribadian, sedangkan faktor yang mempengaruhi hipertensi adalah usia, obesitas, kebiasaan olahraga, stress, tipe kepribadian serta stress merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi hipertensi pada usia lanjut.

Hipertensi merupakan “silent killer” sehingga menyebabkan fenomena gunung es. Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Kondisi patologis ini jika tidak mendapatkan penanganan secara cepat dan secara dini maka akan memperberat risiko.

Yayasan Jantung Indonesia (2005) menyatakan bahwa akibat yang terjadi jika hipertensi tidak segera ditangani adalah otak (menyebabkan stroke), mata (menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan), jantung (menyebabkan penyakit jantung koroner termasuk infark jantung dan gagal jantung), ginjal (menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal).

Hipertensi adalah penyakit nomor 3 dari 10 penyakit yang mempunyai persentase besar dan yang sering di jumpai pada usia lanjut (WHO, 1990 cit Nugroho, 2000). Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5%

yang diobati dengan baik (adequately treated

cases). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%, sedangkan data kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007).

Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Amiruddin, 2007).

Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah genetik, umur, obesitas, diet tinggi natrium, peningkatan konsumsi alkohol, dan tidak pernah olah raga (Davis, 2004).

Hal ni didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Prasetyaningsih (2007), hasil dari penelitiannya adalah ada hubungan antara senam lansia dengan kejadian hipertensi pada lansia.

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

Kata Kunci: hipertensi, usia lanjut

Info artikel:

artikel dikirim pada 11 agustus 2013 artikel diterima pada 12 agustus 2013

PENDAHULUAN

(2)

72 Wahyuningsih & Astuti, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 71-75

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2008.

Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 73 lansia (≥ 60 tahun) yang bersedia menjadi responden dan tidak dalam keadaan yang dapat mempengaruhi pengambilan data.

Variable terikat adalah hipertensi pada usia lanjut, dan variable bebas meliputi umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, stress, obesitas, konsumsi garam, kebiasaan minum kopi, kebiasaan olahraga, tipe kepribadian A. Analisis univariate dengan menggunakan tablefrekuensi, analisis bivariate dengan menggunakan chi-square dan analisis multivariate dengan penghitungan regresi logistic.

Tabulasi silang antara factor umur dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 8,132 pada derajat kebebasan 2 dengan taraf signifi kansi 0,017. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih kecil dari 0,05 (0,017 < 0,05) sehingga hipotesis kerja diterima.

Pada tabulasi silang antara factor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi, hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 0,001 pada derajat kebebasan 1 dengan taraf signifi kansi 0,979. Penelitian

ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih besar dari 0,05 ( 0,979 > 0,05) sehingga hipotesis kerja ditolak.

Kesimpulannya bahwa tidak ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan terjadinya hipertensi pada usia lanjut di Dusun Kabregan, Srimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta Maret sampai April tahun 2008.

Tabulasi silang antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 0,032 pada derajat kebebasan 1 dengan taraf signifikansi 0,858.

Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih besar dari 0,05 (0,858 > 0,05) sehingga hipotesis kerja ditolak.

Table 1.1 Distribusi frekuensi Variabel Penelitian BAHAN DAN METODE

HASIL DAN BAHASAN

Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa hampir setengah dari sampel yang di ambil yaitu 47,94% responden mengalami hipertensi. Sebagian besar responden adalah berumur 70-79 tahun yaitu sebanyak 34. Sebagian besar responden adalah perempuan yaitu 46 orang (63,02%). Sebagian besar responden tidak ada riwayat keluarga hipertensi yaitu sebanyak 62 orang (85%). Sebagian besar responden yang mempunyai kebiasaan merokok sering yaitu sebanyak 46 orang (63%) sedangkan paling sedikit adalah responden dengan kebiasaan merokok jarang yaitu sebanyak 0 orang (0%).

Sebagian besar responden mempunyai kebiasaan tidak pernah olah raga, yaitu sebanyak 29 orang (39,7%). Sebagian besar responden mempunyai kebiasaan tidak pernah minum kopi, yaitu sebanyak 51 orang (69,8%). Sebagian besar responden yaitu 40 orang (54,8%) tidak obesitas. Sebagian besar responden mengkonsumsi garam secara tidak berlebih, yaitu sebanyak 49 orang (67,1%).

Sebagian besar responden tidak mengalami stres, yaitu sebanyak 69 orang (94,5%). Sebagian besar responden mempunyai tipe kepribadian non A, yaitu sebanyak 37 orang (50,7 %).

Karakteristik Frekuesi Persentase Kejadian Hipertensi

Hipertensi 35 47.94

Tidak Hipertensi 38 52.06

Jenis Kelamin

Laki-Laki 27 36.98

Perempuan 46 63.02

Usia/Umur

60-69 tahun 14 19.2

70-79 tahun 34 46.5

80-89 tahun 25 34.3

Riwayat keluarga

Ada 11 15

Tidak ada 62 85

Kebiasaan Merokok

Tidak pernah 46 63

Jarang 0 0

Kadang-kadang 17 23.3

Sering 10 13.7

Kebiasaan Olah Raga

Sering 13 17.8

Kadang-kadang 12 16.4

Jarang 19 26.1

Tidak pernah 29 39.7

Kebiasaan Minum Kopi

Sering 2 2.8

Kadang-kadang 9 12.3

Jarang 11 15.1

Tidak pernah 51 69.8

Konsumsi Garam

Berlebihan 36 32.9

Tidak berlebihan 49 67.1

Type Kepribadian

Tipe kepribadian A 36 49.3

Tipe kepribadian non A 37 50.7 Obesitas

Obesitas 33 45.2

Tidak obesitas 40 54.8

Stress

Stress 4 5.5

Tidak stres 69 94.5

(3)

Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Usia Lanjut 73 Tabulasi silang antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 0,827 pada derajat kebebasan 3 dengan taraf signifi kansi 0,843.

Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih besar dari 0,05 ( 0,843 > 0,05) sehingga hipotesis kerja ditolak.

Tabulasi silang antara obesitas dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 3,868 pada derajat kebebasan 1 dengan taraf signifikansi 0,049. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih kecil dari 0,05 ( 0,049 < 0,05) sehingga hipotesis kerja diterima.

Tabulasi silang antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 0,555 pada derajat kebebasan 1 dengan taraf signifikansi 0,456.

Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih besar dari 0,05 ( 0,456 > 0,05) sehingga hipotesis kerja ditolak.

Tabulasi silang antara stress dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 1,241 pada derajat kebebasan 1 dengan taraf signifikansi 0,265. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih besar dari 0,05 ( 0,265 > 0,05) sehingga hipotesis kerja ditolak.

Tabulasi silang tipe kepribadian dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 7,234 pada derajat kebebasan 1 dengan taraf signifikansi 0,007. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih kecil dari 0,05 ( 0,007 < 0,05) sehingga hipotesis kerja diterima.

Analisis Univariat Variabel yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi pada Usia Lanjut di Dusun Kabregan, Srimulyo, Piyungan, Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik model Enter untuk menentukan apakah variabel- variabel secara bersama-sama berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi pada usia lanjut. Penggunaan model Enter tersebut mempunyai kemampuan memprediksi (overall) sebesar 83,6% artinya secara bersama-sama kemampuan variabel bebas (faktor umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, kebiasaan minum kopi, obesitas, konsumsi garam, stres, dan tipe kepribadian A) ketepatan dalam mempengaruhi terjadinya hipertensi pada usia lanjut sebesar 83,6%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada usia lanjut di Dusun Kabregan, Srimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta Tahun 2008 antara lain adalah umur, obesitas, kebiasaan olah raga, stres, Table 1.2: Tabulasi Silang Hipertensi dengan

jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, kebiasaan minum kopi, konsumsi garam, stress, tipe kepribadian, dan

obesitas.

Karakteristik Hipertensi Tidak hipertensi

n % n %

Jenis Kelamin 0.979

Laki-Laki 13 48.15 14 51.85

Perempuan 22 47.83 24 52.17

Usia/Umur 0.017

60-69 tahun 13 52 12 48

70-79 tahun 20 58.82 14 41.18

80-89 tahun 2 14.3 12 85.7

Riwayat keluarga 0.858

Ada 5 45.45 6 54.55

Tidak ada 30 48.39 32 51.61

Kebiasaan Merokok 0.989

Tidak pernah 8 47.06 9 52.94

Jarang 0 0 0 0

Kadang-kadang 5 50 5 50

Sering 22 47.83 24 52.17

Kebiasaan Olah Raga 0.049

Sering 2 15.4 11 84.6

Kadang-kadang 6 50 6 50

Jarang 9 47.4 10 52.6

Tidak pernah 18 62.1 11 37.9

Kebiasaan Minum Kopi 0.843

Sering 1 50 1 50

Kadang-kadang 5 55 4 44.44

Jarang 4 56 7 63.6

Tidak pernah 25 49.02 26 5.98

Konsumsi Garam 0.456

Berlebihan 13 54.17 11 45.83 Tidak berlebihan 22 44.9 27 55.1

Type Kepribadian 0.007

Tipe kepribadian A 23 63.9 13 36.1 Tipe kepribadian non A 12 32.43 25 67.57

Obesitas 0.049

Obesitas 20 60.6 13 39.4

Tidak obesitas 15 37.5 25 62.5

Stress 0.265

Stress 3 75 1 25

Tidak stres 32 46.4 37 53.6

Tabulasi silang antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 0,023 pada derajat kebebasan 3 dengan taraf signifi kansi 0,989.

Tabulasi silang antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi, Hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X hitung = 7,863 pada derajat kebebasan 3 dengan taraf signifi kansi 0,049. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa p hitung lebih kecil dari 0,05 ( 0,049 < 0,05) sehingga hipotesis kerja diterima.

p- value

SIMPULAN DAN SARAN

(4)

74 Wahyuningsih & Astuti, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 71-75

tipe kepribadian A. Faktor umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, obesitas, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, kebiasaan minum kopi, konsumsi garam, stres, dan tipe kepribadian A secara bersama-sama sangat mempengaruhi mempengaruhi terjadinya hipertensi pada usia lanjut di Dusun Kabregan, Srimulyo, Piyungan, bantul, Yogyakarta Tahun 2008.

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet 1.

e d i s i b a r u . G r a m e d i a P u s t a k a U t a m a : Amiruddin, Ridwan. 2007. Hipertensi dan Faktor 2.

risikonya dalam Kajian Epidemiologi.

Andra. 2006. Memilih Terapi Optimal Untuk 3.

Hipertensi

Anonim. 2007. Meredam Hipertensi dengan 4.

Aerobik dalam

Anonim. 2007. Hipertensi PerlukahDiet dalam 5.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian 6.

Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta:

Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian 7.

Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta:

Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian 8.

Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta:

Jakarta.

Baraas, Faisal. 2003. Mencegah Serangan 9.

Jantung dengan Menekan Kolesterol. Yayasan Kardia Iqratama: Jakarta.

China Radio International. 2007. Dampak Minum 10.

Kopi Terhadap Kesehatan Manusia.

Darmojo, Boedhi. 2006. GERIATRI (ilmu 11.

Kesehatan Usia Lanjut). FKUI: Jakarta.

Davis, Leslie. 2004. Cardiovascular Nursing 12.

SECRET. Elsevier MOSBY: USA.

D e p K e s R I . 2 0 0 1 . R e n c a n a S t r a t e g i s 13.

Pembangunan Kesehatan 2001-2004. Bakti Husada: Jakarta.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 14.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Raja Grafi ndo Persada: Jakarta.

DepKes RI. 1994. Himpunan Peraturan 15.

Perundang-Undangan Bidang Kesehatan.

Yayasan Bakti Sejahtera Korpri Unit Depkes:

Jakarta.

Depkes RI. 2007. Hipertensi. Bakti Husada 16.

dalam Gray, Huon & Irawan. 2005. Lecture Notes Kardiologi edisi keempat. Erlangga: Jakarta.

Hardiman, Achmad. 2007. Hipertensi Penyebab 17.

Utama Penyakit Jantung.

Harris, Salim. 2007. Gejala Umum Stroke.

18.

Hawari, Dadang. 2006. Manajemen Stres, 19.

Cemas dan Depresi. FKUI: Jakarta.

Indonesia Kidney Care Club. 2007. Merokok 20.

Dapat Memperburuk Fungsi Ginjal.

Junaidi, Iskandar. 2007. Stroke 21.

Kaplan. 1992. Pencegahan Jantung Koroner.

22.

EGC: Jakarta.

Keliat, Budi Anna. 1999. Penatalaksanaan 23.

Stres. EGC: Jakarta.

Lukman. 2007. Pengetahuan Bhaya Merokok 24.

Miller, Carol A. 1995. Nursing care of Older 25.

Adults Theory and Practice page 250. Lippincott:

Philadelphia.

Mizwar. 2004. Faktor-faktor risiko terjadinya 26.

hipertensi Essensial di Kabupaten Klaten, Tesis, Yogyakarta.

Moeloek. 1999. Rencana Pembangunan 27.

Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Bakti Husada: Jakarta.

M u b a r a k , Wa h i t I q b a l d k k . 2 0 0 6 . I l m u 28.

Keperawatan Komunitas 2. Sagung Seto:

Jakarta.

Mujiono. 2006. Bahaya Merokok 29.

National Safety Council. 2004. Manajemen 30.

Stres halaman 78. EGC: Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi 31.

Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik.

32.

EGC: Jakarta.

Pardamean, Engelberta. 2007. Gangguan 33.

Somatoform

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

34.

2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI:

Jakarta.

Porth, Carol Mattson. 2005. Pathophysiology 35.

Concept of Altered Health States page 513-517.

Lippincott Williams & Walkins: Philadelphia.

Pratiknya, Ahmad Watik. 2001. Dasar-Dasar 36.

Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan.

RajaGrafi ndo Persada: Jakarta.

Prasetyaningtiyas, Nico Desy. 2007. Hubungan 37.

Frekuensi senam Lansia Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di RW 10 Desa Gambiran Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta Tahun 2007, KTI, Yogyakarta.

Probosuseno. 2006. Waspadai Hipertensi.

38.

Rasmun. 2004. Stres, Koping dan Adaptasi.

39.

Sagung Seto: Jakarta.

Rasyid. 2007. Unit Stroke Manajemen Stroke 40.

Secara Komprehenif. FKUI: Jakarta.

Ruhyana, 2007. Hipertensi Penyebab Utama 41.

Penyakit Jantung.

RUJUKAN

Jakarta.

(5)

Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Usia Lanjut 75 Saifullah. 2007. Pengaruh minum kopi terhadap

42.

terjadinya hiperteni di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

Setia, Agustina. 2006. Faktor-Faktor Yang 43.

Berhubungan Dengan Tingkat Kebugaran Lanjut Usia Penghuni Panti Budi Agung Kupang Di Kota Kupang.

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset 44.

Keperawatan Edisi Pertama. Graha Ilmu:

Yogyakarta.

Smeltzer, Suzanne.C & Brenda G. Bare. 2001.

45.

Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8 Vol 2 halaman 898. EGC: Jakarta.

Smeltzer, Suzanne. 2002. Keperawatan Medikal- 46.

Bedah Vol.2 Edisi 8. EGC: Jakarta.

Sobel, Barry J & George L. Bakris. 1998. Pedoman 47.

Klinis Diagnosis & Terapi HIPERTENSI. Hipokrates:

Jakarta.

Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2007.

48.

Buku Ajar Keperawatan Gerontik. EGC: Jakarta.

Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian.

49.

Alfabeta: Bandung.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan.

50.

EGC: Jakarta.

Supariasa, I Dewa Nyoman dkk. 2001. Penilaian 51.

Status Gizi. EGC: Jakarta.

Swarth, Judith. 2006. Stres dan Nutrisi. Bumi 52.

Aksara: Jakarta.

Widjayakususmah, Djauhari. 2003. Buku Ajar 53.

Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta Yayasan Jantung Indonesia. 2005.

(6)

76 Purwadi, Hadi & Hasan, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 76-81

Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Imogiri Kabupaten Bantul

Hendri Purwadi1 , Hamam Hadi2 , M.Nur Hasan3

1, 2, 3Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta

Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

Abstrak

diperkirakan akan mencapai 1,2 milyar jiwa (Nugroho, 2010). Sedangkan berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363 jiwa atau sekitar 8,48%

dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. (www.

id.wikipedia.org).

Meningkatnya jumlah lansia perlu terus diantisipasi karena akan membawa implikasi luas dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara.

Karena itu, lansia perlu mendapatkan perhatian dalam pembangunan nasional. Diperlukan peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan keperawatan baik yang dilakukan oleh lansia itu sendiri maupun oleh keluarga atau lembaga lain seperti pusat santunan dalam keluarga (pusaka), posyandu lansia, panti tresna wrehda maupun posyandu lansia.

Posyandu adalah wadah kegiatan dari masyarakat dan untuk masyarakat yang didukung kerjasama lintas sektoral.Puskesmas memberi dukungan dan pembinaan teknis. Kegiatan yang ada di posyandu Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan dan kesehatan, salah satunya terlihat dari meningkatnya usia harapan hidup (life expentacy rate). Peningkatan usia harapan hidup menimbulkan peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) di dunia. Lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih (Nugroho 2010). Peningkatan ini dapat dilihat dari jumlah lansia di dunia pada periode tahun 1950- 1970 dengan periode 1970-2000. Pertambahan penduduk dunia tahun 1950-1970 sebesar 46,1%

dengan usia 60 tahun mencapai 54,7 juta jiwa, sedangkan yang berusia 70 tahun sebesar 56,0 juta jiwa. Tahun 1970-2000 mengalami peningkatan pertambahan penduduk sebesar 78,8% dengan usia 60 tahun mencapai 101,1 juta jiwa sedangkan usia 70 tahun mencapai 118,7 juta jiwa. Jumlah lansia dengan usia rata-rata 60 tahun pada tahun 2025

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

Posyandu lansia adalah salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan degeneratif yang terjadi pada lansia.

Jumlah kunjungan ke posyandu lansia di Dusun Karangkulon 2010, rata-rata 60 lansia dari 160 lansia yang terdaftar. Penelitian observasional dengan disain cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Sampel diambil dengan teknik total sampling pada 160 populasi lansia di Dusun Karangkulon. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Analisis menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil uji chi square menujukkan variabel jenis kelamin (0,000), status perkawinan (p=0,018), persepsi sehat sakit (p=0,000), persepsi kualitas pelayanan (p=0,000) ada pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Sedangkan variabel umur (0,774), pendidikan (p=0,059), pekerjaan (p=1), dukungan refrence group (0,865) tidak ada pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Hasil uji Regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan (p=0,025) berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia adalah persepsi kualitas pelayanan posyandu. Kesimpulan: Ada pengaruh signifi kan jenis kelamin, status perkawinan, persepsi sehat sakit dan persepsi kualitas pelayanan terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Disarankan kader

dan petugas kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penyuluhan posyandu lansia.

Info Artikel:

Artikel dikirim pada 19 Agustus 2013 Artikel diterima pada 19 Agustus 2013

Kata Kunci: pemanfaatan pelayanan, posyandu, lansia

PENDAHULUAN

(7)

Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Imogiri Kabupaten Bantul 77 meliputi kegiatan preventif,promotif, kuratif dan

rehabilitatif. Kegiatan tersebut yaitu penyuluhan kesehatan, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan fi sik kesehatan lansia, pengobatan dan kesegaran jasmani (Departemen Kesehatan RI, 2003).

Pentingnya penelitian ini dilakukan karena belum dimanfaatkannya posyandu lansia yang ada secara optimal. Beberapa faktor yang berpengruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) antara lain adalah persepsi atau konsep masyarakat tentang sehat dan sakit, persepi maysarakat tentang kualitas pelayanan, struktur sosial dan juga adanya masyarakat sebagai referensi (refrence group).

Jumlah lansia yang terdata di posyandu lansia Dusun Karangkulon selama tahun 2010 adalah 160 orang yang terdiri dari 65 lansia laki-laki dan 95 lansia perempuan Dari 160 lansia yang terdata tersebut, hanya sekitar 60 orang yang rutin datang ke posyandu lansia setiap bulannya dan didominasi oleh lansia perempuan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa beberapa lansia tidak memanfaatkan posyandu lansia karena tidak dapat meninggalkan pekerjaan, kegiatan yang tidak menarik dan kurangnya informasi dari pemerintah setempat serta beberapa lansia yang mengganggap dirinya tidak sakit.Berdasarkan permasalahan diatas penliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia di Dusun Karang Kulon Imogiri Bantul.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh demografi, struktur sosial, dukungan refrence group, persepsi sehat sakit dan persepsi kualitas pelayanan posyandu terhadap pemanfaatan posyandu di Dusun Karangkulon.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan crossectional.Subjek penelitiannya adalah seluruh lansia yang terdata di posyandu lansia Dusun Karangkulon yang berjumlah 160 orang. Pengambilan sampel menggunakan tekhnik total sampling. Jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 127 orang. Kirteria sampel adalah pria dan wanita 60 tahun keatas, mampu berkomunikasi, tidak mengalami demensia dan terdata di posyandu lansia Dusun Karangkulon. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 bertempat di Dusun Karang Kulon Bantul.

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah terdiri dari data demografi (usia, jenis kelamin dan status perkawainan), status sosial

(pendidikan dan pekerjaan), persepsi sehat sakit dan persepsi tentang kualitas pelayanan posyandu lansia dan dukungan refrence group. Perolehan data menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabelitas.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Sedangkan variabel dependen (terikat) adalah pemanfaatan posyandu lansia. Perolehan data menggunakan data skunder yang terdiri dari data kehadiran lansia ke posyandu lansia dan senam lansia. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik dengan bantuan SPSS 16.0.

Hasil Penelitian

Hasil uji statsistik menggunakan uji chi square didapatkan bahwa karakteristik demografi yang terdiri dari umur, jenis kalmin dan status perkawainan. Umur lansia tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p=0,774. Sedangkan untuk jenis kelamin diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifi kan dengan pemanfaatan posyandu lansia. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p=0,000. Status perkawinan juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,018.

Variabel independen selanjutnya adalah status sosial yang terdiri dari pendidikan dan pekerjaan diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifi kan antara pendidikan dan pekerjaan dengan pemanfaatan posyandu lansia hal itu dapat dilihat dari nilai p value untuk pendidikan adalah 0,059 dan pekerjaan adalah 1. Dukungan Refrence group tidak berpengaruh secara signifi kan dengan pemanfaatan posyandu lansia sedangkan persepsi sehat sakit dan persepsi tentang kualitas pelayanan posyandu mempunyai pengaruh yang signifi kan dengan nilai p value masing- masing adalah 0,000.

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel yang dominan dalam pola hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji regresi logistik.Untuk menentukan variabel yang dominan terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

Setelah dilakukan analisis didapatkan 2 variabel yang mempunyai nilai p value <0,05 yaitu persepsi kualitas pelayanan posyandu (p=0,025) dan persepsi tentang sehat dan sakit (p=0,049). Sedangkan faktor yang paling berpengaruh adalah persepsi kualitas pelayanan posyandu dengan nilai p=0,025.

Berdasarkan pada tabel tersebut dapat dibuat sebuah model atau rumus untuk memprediksi variabel terikat yaitu sebagai berikut:

HASIL DAN BAHASAN

BAHAN DAN METODE

(8)

78 Purwadi, Hadi & Hasan, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 76-81

Tabel 1. Hasil tabulasi silang dan uji chi square

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan posyandu lansia

Variabel

Pemanfaatan Posyandu lansia

Total

(p value) Memanfaatkan Tidak Memanfaaatkan

f % f % f %

0,082 (0,774) Umur

60-75th 32 35,2 59 64,8 91 100

>75th 11 30,6 25 69,4 36 100

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 0 0 48 100 48 100 37,108

Perempuan 43 54,4 36 45,6 79 100 (0,000)

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Status Perkawainan

Punya pasangan 25 27,2 67 72,8 92 100 5,621

Tidak punya pasangan 18 51,4 17 48,6 35 100 (0,018)

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Pendidikan

Dasar 42 36,8 72 63,2 114 100 3,222

Menengah Atas 1 7,7 12 92,3 13 100 (0,059)

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Pekerjaan

Bekerja 38 33,9 74 66,1 112 100 0,000

Tidak bekerja 5 33,3 10 66,7 15 100 (1)

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Dukungan Refrence Group

Tidak mendukung 8 38,1 13 61,9 21 100 0,289

Dukungan sedang 28 33,7 55 66,3 83 100 (0,865)

Dukungan penuh 7 30,4 16 69,6 23 100

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Persepsi Sehat sakit

Baik 32 52,5 29 47,5 61 100 16,572

Buruk 11 16,7 55 83,3 66 100 0,000

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Persepsi kualitas pelayanan

Baik 34 51,5 32 48,5 66 100 17,523

Buruk 9 14,8 52 85,2 61 100 (0,000)

Jumlah 43 33,9 84 66,1 127 100

Tabel 2 Uji Regresi Logistic Faktor-Faktor Yang Mempangruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia

Variabel B Exp (B) p-value

Tingkat pendidikan (x1) -1.985 .137 .095

Persepsi sehat sakit (x2) 1.082 2.951 .049

Persepsi Kualitas Posyandu (x3) 1.258 3.519 .025

Jenis Kelamin (x4) -21.031 0.000 .997

Constanta (α) -1.085

P 1 e

1

1 2, 7

1

1 2, 7 1 0, 7812

y

konstanta b (persepsi kualitas pelayanan) b (persepsi sehat sakit)

( 1,085) 1,082(1) 1,258(1)

1 2

= +

=

= +

+

=

-

- + +

- - + +

p

Artinya: Individu yang mempunyai persepsi buruk tentang kualitas posyandu lansia dan mempunyai persepsi buruk juga tentang sehat-sakit memiliki probabilitas untuk tidak memanfaatkan posyandu lansia sebesar 78,12%.Untuk mengetahui kemungkinan (probabilitas) lansia yang tidak memanfaatkan pelayanan posyandu dapat dilihat pada Tabel 3.

(9)

Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Imogiri Kabupaten Bantul 79 Tabel 3 Probabilitas Lansia Tidak Memanfaatkan

Posyanndu Lansia

No

Persepi Kualitas Pelayanan

posyandu

Persepsi

Sehat-Sakit Probabilitas

1 Baik Baik 25,44%

2 Baik Buruk 45,72%

3 Buruk Baik 49,95%

4 Buruk Buruk 78,12%

Bahasan

Berdasarkan hasil penelitain menunjukkan bahwa lansia yang terbanyak adalah umur 60-74 tahun (71,7%) dengan rata-rata umur responden adalah 70,7 tahun. Tingginya rata-rata umur responden ini menggambarkan tingginya usia harapan hidup pada penduduk di Dusun Karangkulon. Menurut Dinas Kesehatan DIY (2008) menyatakan bahwa tingginya usia harapan hidup di daerah DIY merupakan representasi perbaikan dari banyak faktor antara lain ekonomi, pelayanan kesehatan, kualitas lingkungan dan sosiokulural masyarakat. Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan chi square menujukkan bahwa umur tidak mempunyai pengaruh signifi kan terhadap pemanfaatan posyandu lansia meskipun ada kencendrungan bahwa lansia yang tergolong elderly lebih banyak memanfaatkan posyandu lansia dibandingakan dengan kelompok old dan very old. Hal berbeda ditemukan oleh peneliti pada lansia di Dusun Karangkulon dimana sebagian besar penduduk lansia lebih dari 70 tahun relative tidak mengalami gangguan fi sik bahkan masih produktive dan letak posyandu yang strategis serta mudah dijangkau sehingga lansia dengan umur berapapun cendrung memanfaatkan posyandu lansia.

Jenis kelamin berepengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansa dimana responden dengan jenis kelamin perempuan lebih memanfaatkan posyandu lansia Hal tersebut disebabkan karena perempuan lebih peka dan sensitif terhadap masalah kesehatan yang dideritanya sehingga perempuan lebih sering menggunakan fasilitas-fasilitas kesehatan untuk menjaga kesehatannya (Heniwati, 2006). Hal ini menyebabkan derajat kesehatan perempuan lebih bagus dari pada laki-laki yang akhirnya berpengaruh terhadap usia harapan hidup. Usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki.

Berdasarkan struktur sosial diketahui bahwa pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia.Hal tersebut menujukkan bahwa pengetahuan dan informasi tentang kesehatan tidak selalu didapatkan dari pendidikan formal. Terdapat berbagai macam sumber

informasi untuk dapat meningkatkan pengetahuan misalnya radio, tv, kader maupun refrence group. Jika dilihat dari data yang ada bahwa mayoritas pekerjaan lansia adalah tani dan membatik.Pekerjaan tersebut bersifat tidak mengikat seperti guru, pegawai atau pedagang yang memerlukan waktu kerja pagi sampai siang hari.Terutama membatik, bisa dikerjakan pada kapan saja sehingga lansia mempunyai waktu luang untuk memanfaatkan posyandu lansia.

Dukungan refrence group tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar lansia yang memanfaatkan posyandu adalah karena kesadaran pribadi tanpa ada paksaan ataupun intervensi atau dukungan dari refrence gruop. Hal ini bertentangan dengan pendapat WHO (1984) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang sedikit banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang dianggap penting untuknya maka apa yang ia katakan atau perbuat cendrung untuk dicontoh.

Persepsi sehat sakit mempunyai pengaruh terhadap pemanfaaatan posyandu lansia. Hasil penelitian ini konsisten dengan apa yang diungkapkan Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa persepsi sehat sakit mempengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan, jika persepsi masyarakat sama dengan persepsi penyedia pelayanan kesehatan maka masyarakat akan cendrung memanfaatkan pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya.

Umumnya lansia yang memanfaatkan posyandu adalah lansia yang mempunyai persepsi baik terhadap kualitas posyandu lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang penting karena seseorang yang merasa puas akan mau memanfaatkan pelayanan kesehatan kembali. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Pohan (2007) yang menyatakan pandangan masyarakat mengenai kualitas pelayanan merupakan hal yang penting. Menurut Walgito (2002) menyatakan bahwa persepsi terjadi melalui beberapa sub proses yaitu objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus yang diterima oleh alat indra diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak yang disebut sebagai proses fi siologis. Kemudian terjadilah proses diotak sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar atau diraba. Proses ini disebut sebagai proses psikologis. Jadi proses akhir dari terjadinya persepsi adalah individu menyadari tentang adanya stimulus yang diterima melalui alat indra dan merupakan proses dari hasil persepsi yang sebenarnya. Setelah itu individu akan memberikan respon dari persepsi dari berbagai respon yang diterima dalam berbagai bentuk.

(10)

80 Purwadi, Hadi & Hasan, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 76-81

Dalam penelitian ini, bentuk persepsi yang baik mempunyai respon yang baik pula yaitu ada kecendrungan bahwa lansia yang mempunyai persepsi yang baik pada kualitas pelayanan dan sehat sakit akan berespon dengan memanfaatkan posyandu lansia.

Simpulan

Ada pengaruh signifi kan jenis kelamin, status perkawinan, persepsi sehat sakit dan persepsi kualitas pelayanan posyandu lansia sedangkan Umur, pendidikan, pekerjaan dan refrence group tidak berpengaruh signifi kan terhadap pemanfaatan posyandu lansia di Dusun Karangkulon. Faktor yang paling berpengaruh adalah persepsi tentang kualitas pelayanan posyandu dilanjutkan dengan persepsi tentang sehat-sakit.

Saran

Kader dan petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kualitas posyandu dengan memfasilitasi dan mendukung semua kegiatan yang ada di posyandu lansia sehingga posyandu dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Selain itu petugas puskesmas juga harus lebih giat memberikan promosi kesehatan terhadap lansia agar persepsi lansia tentang sehat dan sakit menjadi lebih baik.

Rujukan

Abraham. C. 1997. Psikologi Sosial Untuk Perawat.

Jakarta: EGC.

Affandi, B.1997. “Masalah Kesehatan Pada Masa- Masa Menopause”, dalam Medika No 9 Tahun XXIII.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyati, Dewi. 2006. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Desa Trihanggo Wilayah Kerja Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta.UGM. Tidak diterbitkan

Bondan.Palestin. 2008. “Perawatan Restoratif Untuk Mencegah Gagal-Pulih Pada Lanjut Usia di Masyarakat” dalam http://bondankomunitas.

blogspot.com/2008/06/perawatan-restoratif- untuk-mencegah.html” Tanggal Akses 23 Desember 2010, pukul 11:00.

Dahlan. M. Sopiyudin. 2009. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Darmojo, Bodhi. 2004. Buku Ajar Geriatri. Jakarta:

Fakultas Kedokteran UI.

Dinas Kesehatan DIY. 2008. Hasil Riset Dasar Kesehatan 2007. Yogyakarta: Dinas Kesehatan DIY.

Dinas Kesehatan DIY. 2008. Profi l Kesehatan Provinsi DIY 2008. Yogyakarta: Dinas Kesehatan DIY.

Departemen Kesehatan R.I. 2003. Pedoman Pemantauan dan Penilaian Program Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:

Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R. I.

Departemen Kesehatan R.I. 2003. Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan dan Perawatan Kesehatan Usia Lanjut di Rumah. Jakarta : Departemen Kesehatan R.

I.

Departemen Kesehatan R.I. 2005.Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut Bagi Petugas Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan R.

I.

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Saya Bangga Menjadi Kader Posyandu. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R. I.

Erfendi.2008.”Pengelolaan Posyandu lansia” dalam www.erfendi-blogspot.com.Tanggal Akses 17 Desember 2010, pukul 11:20 WIB.

Hardywinoto, Setiabudhi.2007. Panduan Gerontologi.

Jakarta:Pustaka Utama.

Hasibuan, Wirdasari dan Ismayadi. 2006. “Hubungan Program Pelayanan Posyandu Lansia Terhadap Tingkat Kepuasan Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan” dalam jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomer 1, tahun 2006.

Heniwati. 2008. “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur” Tesis Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.Tidak diterbitkan.

Hidyat, A, Aziz Alimul.2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta : Salemba Medika.

Machfoedz, Ircham. 2007. Statistika Induktif.

Yogyakarta: Fitramaya.

Machfoedz, Ircham. 2009. Metodologi Penelitian.

Yogyakarta: Fitramaya.

Machfoedz, Ircham. 2010. Cara Membuat Kuesioner dan Panduan Wawancara. Yogyakarta:

Fitramaya.

Mangoenprasodjo. 2005. Mengisi Hari Tua Dengan Bahagia. Jakarta : Pradipta Publishing.

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.

Surabaya: Airlangga University press..

Mubarok, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2.

Jakarta: Sagung Seto.

(11)

Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Imogiri Kabupaten Bantul 81 Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku

Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, W. 2000.Keperawatan Gerontik edisi 2.Jakarta : EGC.

Ozi. 2010. “Indonesia Targetkan UHH 72 Tahun”

dalam http://www.globalfmlombok.com/content/

indonesia-targetkan-uhh-capai-72-tahun. Tanggal Akses 15 Desember, Pukul 11:30

Pohan, I. 2007. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.

EGC : Jakarta

Pujiono. 2009. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Desa Jetis Kecamatan Karanganyar Kabupaten G r o b o g a n ” Te s i s M a h a s i s w a P r o g r a m Pascasarjana Promosi Kesehatan Universitas Diponogoro.

Saryono. 2009. Metodologi Penelitian Kesehatan.

Yogykarta: Mitra Cendikia.

Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:

Alfabeta.

Rahayu, S. 2006 “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidaktifan Lansia ke Posyandu Lansia di Puskesmas Cebongan Salatiga.UGM. Tidak Diterbitkan.

Ritonga. 2007” Umur Harapan Hidup Penduduk Global” dalam http://ritonga.blogspot.com “ tanggal Akses 9 Desember 2010, Pukul 09:00 WIB.

Noviana, Uki. 2008. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Puskesmas Di kabupaten Sleman Yogyakarta” Skripsi Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Walgito. 2002. Psikologi Sosial Suatu Pengantar Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.

, 2010. “ Sensus Penduduk Indonesia 2010” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus_Penduduk_

Indonesia_2010. Tanggal Akses 10 Desember 2010, Pukul 19:30 WIB.

, 2010. “ Jumlah Penduduk DIY Berdasarkan Hasil Sensus 2010” dalam www.bps.go.id/diy . Tanggal Akses 10 Desember 2010, Pukul 20:00 WIB.

,2009. “ Jumlah Lansia Di Indonesia Meningkat 11,34%”

dalam http://bataviase.co.id/detailberita-10423665.

html. Tanggal Akses 9 Desember 2010, pukul 10:20 WIB.

, 2009. “ Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia” dalam http://data.menkokesra.go.id/

content/usia-harapan-hidup-penduduk-indonesia . Tanggal Akses 15 Desember 2010, Pukul 10:45 WIB

(12)

82 Aryani, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 82-86

Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA

Farida Aryani1

1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta

Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

Abstrak

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 1,3 % tiap tahun menjadi permasalahan kependudukan.

Konseling program Keluarga Berencana diperlukan sebagai salah satu solusi permasalahan tersebut.

Penelitian non eksperimental dengan disain observasional yang menggunakan pendekatan shot model ini bertujuan Mengetahui peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA di Puskesmas Mergangsan, Yogyakarta 2012. Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu yang melaksanakan kunjungan pertama dan kedua kontrasepsi suntik DMPA. Hasil penelitian ini adalah 71,1% bidan berperan dengan baik dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA.

Peserta KB baru dengan kontrasepsi suntik di DIY pada tahun 2011 berjumlah 26.891. Di kota Yogyakarta peserta baru kontrasepsi suntik berjumlah paling sedikit yaitu 1.481 (59,24%) dibandingkan dengan kabupaten lain, diantaranya di Kulon progo 3.629 (100,44%), Gunung kidul 6.556 (98,13%), Sleman 7.593 (103,38%), dan di Bantul 7.632 (111,22%).2

Program KB merupakan program yang mendunia. Dengan adanya kesepakatan ICPD (Intrnational Conference On Population and Development) pelayanan KB dikaitkan dengan upaya mencegahan dan mengatasi masalah kesehatan reproduksi, misalnya masalah kematian ibu 3.KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan yang menunda kelahiran anak pertama, menjarangkan anak atau membatasi jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis 4. Dalam MDGs (Millenium Development Goals) tujuan yang ke-5 pada target 5b disebutkan bahwa tujuan MDGs untuk mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada tahun 2015 yaitu dengan penggunaan kontrasepsi pada wanita usia 15 sampai 49 tahun 5.

Dampak tidak menggunakan alat kontrasepsi terhadap perencanaan kehamilan bagi ibu yaitu penurunan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang kurang untuk Masalah kependudukan di Indonesia yang utama

adalah jumlah penduduk yang begitu besar dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 % tiap tahunnya. Dan harus diturunkan menjadi 1,14% per tahun, jika tidak maka pada tahun 2050 Indonesia akan mengalami kenaikan penduduk hingga 231,3%. Dilihat dari segi kuantitas penduduk Indonesia cukup besar tetapi dari sisi kualitas, melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kondisi Indonesia sangat memperihatinkan karena dari 117 negara Indonesia di posisi 108. Tingginya laju pertumbuhan yang tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini membuat pemerintah terus melakukan upaya penanganan yaitu dengan program KB (Keluarga Berencana).1

Pasangan Usia Subur (PUS) berjumlah 549.894 di DIY pada tahun 2011. Di kota Yogyakarta, PUS berjumlah 46.755. Peserta KB baru di DIY pada tahun 2011 mempunyai target 54.182, sedangkan pencapaiannya 55.781 (102,95%). Peserta baru kontrasepsi IUD mempunyai target 9.261, sedangkan pencapaiannya 11.583 (125,07%), target MOW 1.670 pencapaiannya 1.620 (97,01%),target kondom 5.472 pencapaiannya 5.469 (99,95%), target implant 4.950 pencapaiannya 4.970 (100,40%), target suntik 27.001 pencapaiannya 26.891 (99,59%) dan target pil 5.288 pencapaiannya 4.890 (92,47%).2

ISSN2354-7642

Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA

Kata Kunci: peran bidan, kontrasepsi, DMPA Info artikel:

Artikel dikirim pada 19 agustus 2013 Artikel diterima pada 19 agustus 2013 PENDAHULUAN

(13)

Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA 83 mengasuh anak dan perbaikan kesehatan tubuh

terganggu karena kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang terlalu pendek.Bagi anak tidak mendapatkan perhatian, pemeliharaan, dan makanan yang cukup karena kehadiran anak tersebut tidak diinginkan dan direncanakan.Gangguan menstruasi yang dialami oleh akseptor kontrasepsi Suntik DMPA seringkali memberikan dampak psikologis dan perasaan khawatir dengan efek samping tersebut 6.

Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memiliki posisi yang strategis dalam meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi, dan balita.Salah satu peran bidan adalah konseling.Bidan adalah ujung tombak pembangunan keluarga sejahtera dari sudut kesehatan dan pemberdayaan lainnya.Karena itu, sebagai ujung tombak dalam bidang kesehatan, bidan dituntut untuk berperan memberi pertolongan dini atau memberi petunjuk dalam pelayanan kesehatan 7.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di Puskesmas Mergangsan, dari hasil wawancara langsung responden menyatakan bahwa kurang mengerti dengan efek samping kontrasepsi suntik DMPA, dan ada yang menyatakan kurang mengerti dengan kelebihan dan keterbatasan kontrasepsi suntik DMPA.Dari studi pendahuluan tersebut dapat diketahui bahwa bidan belum menjelaskan secara lengkap informasi saat konseling awal kontrasepsi suntik DMPA.Pasien tidak pernah diberi lembar evaluasi kineja bidan, sehingga kinerja bidan kurang pemantauan. Jumlah bidan di Puskesmas Mergangsan khususnya dibagian poli KIA adalah 5 orang, sedangkan jumlah pasien kurang lebih 10 orang setiap bulan untuk kunjungan baru kontrasepsi suntik DMPA. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional.Jenis penelitian ini dengan metode kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif.

Pendekatan waktu yang digunakan adalah one shot model.Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui persentase besarnya peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA, sedangkan metode kualitatif dengan metode wawancara mendalam dirumah responden untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari informan tentang peran bidan dalam menerapkan langkah-langkah konseling kontrasepsi suntik DMPA.

Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang, yaitu ibu-ibu yang melakukan kunjungan pertama

dan kunjungan ke dua kontrasepsi suntik DMPA.

Sampel untuk data kualitatif berjumlah 2 ibu yang melakukan kunjungan pertama atau kunjungan ke dua kontrasepsi suntik DMPA dan seorang bidan.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik responden dalam penelitian ini digambarkan berdasarkan pendidikan, umur, pekerjaan dan kunjungan suntik DMPA.Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pendidikan, umur, pekerjaan dan kunjungan suntik DMPA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2. Berdasarkan Pendidikan, Umur, Pekerjaan dan Kunjungan Suntik DMPA

Karakteristik Responden Frekuensi %

SD 1 3,3

SMP 8 26,7

SMA 19 63,3

D3 2 6,7

Total 30 100

<20 tahun 3 10

21-25 6 20

26-30 18 60

31-35 3 10

Total 30 100

Swasta 16 53,3

PNS 2 6,7

Tidak bekerja 12 40

Total 30 100

Kujungan pertama 19 63,3

Kunjungan Ke dua 11 36,7

Total 30 100

Sumber : Data Primer, diolah 2012

Berdasarkan hasil karakteristik responden di atas, pendidikan responden paling banyak adalah SMA yaitu 19 responden (63,3%). Umur responden yang terbanyak adalah usia 26-30 tahun yaitu 18 orang (60%). Pekerjaan responden yang terbanyak adalah wiraswasta yaitu 16 orang (53,3%). Kunjungan suntik DMPA yang terbanyak adalah kunjungan yang pertama yaitu 19 orang (63,3%).

Peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA di Puskesmas Mergangsan, Yogyakarta dapat dilihat dari Tabel 2.

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa peran bidan menyapa dan mengucap salam dalam kategori baik yaitu 76,7%. Peran bidan menanyakan informasi klien dalam kategori baik yaitu 83,3%. Peran bidan menguraikan informasi alat kontrasepsi dalam kategori baik yaitu 73,3%. Peran bidan membantu klien menentukan pilihan dalam kategori baik yaitu BAHAN DAN METODE

(14)

84 Aryani, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 82-86

70%.Peran bidan menjelaskan alat kontrasepsi pilihan klien dalam kategori baik yaitu 60%. Peran bidan menjelaskan kunjungan ulang dalam kategori baik yaitu 63,3%. Setelah dirata-rata peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA yaitu dengan kategori baik yaitu 71,1%, kategori cukup 21,7%, dan kategori kurang 7,2%.

Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif dilakukan untuk memperkuat hasil analisis data kuantitatif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 responden yang melakukan kunjungan awal didapatkan hasil mengenai peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA yaitu: menyapa dan mengucapkan salam, menanyakan informasi klien, menguraikan informasi alat kontrasepsi pilihan klien, membantu klien menentukan pilihannya, menjelaskan secara lengkap alat kontrasepsi pilihan klien dan membuat kunjungan ulang.

Menyapa dan Mengucapkan Salam

Adapun ungkapan informan sebagai berikut:

“... bu bidan menyapa saya waktu itu... bidannya menyapa saya dengan sopan ...” ( Informan 1)

Menanyakan Informasi Klien

Adapun ungkapan informan sebagai berikut :

“...ada informasi yang ditanyakan waktu ... yang ditanyakan umur saya, pekerjaan saya dan suami, terus saya pernah hamil dan bersalin berapa kali....”

(Informan 2)

Menguraikan Informasi Alat Kontrasepsi Pilihan Klien

Adapun ungkapan informan sebagai berikut :

“...ada informasi kontrasepsi suntik... bu bidan menjelaskan alat kontrasepsi yang tersedia seperti suntik KB 3 bulan, lalu dijelaskan keuntungan dan efek sampingnya...” (Informan 2)

Membantu Klien Menentukan Pilihannya Adapun ungkapan informan sebagai berikut :

“...bu bidan membantu saya untuk memilih alat kontrasepsi dan memantapkan pilihan saya... bu bidan bertanya alat kontrasepsi yang saya inginkan, lalu bertanya apakah suami saya mendukung saya apabila saya memakai suntik...” (Informan 1)

Menjelaskan Secara Lengkap Alat Kontrasepsi Pilihan Klien

Adapun ungkapan informan sebagai berikut :

“...tidak semua dijelaskan oleh bu bidan... karena saya tidak tahu siapa saja yang boleh pakai suntik KB 3 bulanan...” ( Informan 2)

Tabel 2. Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA

Cukup (56-75%) 7 23,3

Kurang (< 56%) 0 0

2. Menanyakan Informasi Klien Baik (76-100%) 25 83,3

Cukup (56-75%) 5 16,7

Kurang (< 56%) 0 0

3. Menguraikan Informasi Alat Kontrasepsi Baik (76-100%) 22 73,3

Cukup (56-75%) 5 16,7

Kurang (< 56%) 3 10

4. Membantu Klien Menentukan Pilihan Baik (76-100%) 21 70

Cukup (56-75%) 7 23,3

Kurang (< 56%) 2 6,6

5. Menjelaskan Alat Kontrasepsi Pilihan Klien Baik (76-100%) 18 60

Cukup (56-75%) 8 26,7

Kurang (< 56%) 4 13,3

6. Menjelaskan Kunjungan Ulang Baik (76-100%) 19 63,3

Cukup (56-75%) 7 23,3

Kurang (< 56%) 4 13,3

7. Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA

Baik (76-100%) 21 71,1

Cukup (56-75%) 6 21,7

Kurang (< 56%) 3 7,2

No Peran Bidan Kategori Penilaian Jumlah (orang) %

1. Menyapa dan Mengucap Salam Baik (76-100%) 23 76,7

Sumber: Data Primer, diolah 2012

(15)

Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA 85 Membuat Kunjungan Ulang

Adapun ungkapan informan sebagai berikut :

“...bu bidan membuat kunjungan ulang buat saya...

saya diberi tahu jadwal untuk kontrol sesuai tanggal yang sudah dituliskan...” (Informan 1)

Berdasarkan tabel 2 setelah dirata-rata peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA yaitu dengan kategori baik adalah 71,1%, kategori cukup 21,7%, dan katgori kurang 7,2%.

Dari data tersebut sebagian besar bidan mempunyai peran baik dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA.Peran bidan dalam konseling awal sangatlah penting karena membantu pasien untuk mengambil keputusan yang tepat dalam memilih alat kontrasepsi. Para bidan diharapkan memiliki teknik saat melakukan konseling, yaitu cara memberikan dukungan, kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasannya, membuat SIMPULAN dari perassan klien yang tersirat, dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan oleh klien 8.

Pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan bidan dalam konseling adalah pendekatan kognitif dan behavioral.Pada pendekatan kognitif bidan menekankan pada berfi kir rasional tentang sesuatu yang dihadapi oleh klien.sedangkan pendekatan behavioral menekankan pada prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku klien 9.

Seseorang berperilaku karena pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain10. Tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang kontrasepsi suntik DMPA berhubungan signifi kan dengan kemampuan dalam memberikan konseling awal pada ibu yang akan melakukan suntik DMPA. Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta dinyatakan bahwa sebagian besar peran bidan adalah baik (71,1%). Hal tersebut disebabkan karena tingkat kemampuan bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.Jika peran bidan kurang dikhawatirkan klien tidak puas terhadap pilihannya dan konsep yang salah tentang alat kontrasepsi tidak diklarifi kasi oleh bidan.

Evaluasi di poliklinik RCSM Jakarta pada periode Januari sampai Mei tahun 2000 Pada kontrasepsi metode injeksi, penghentian penggunaan ditemukan pada 50% akseptor pada tahun pertama.

Penyebab terbanyak penghentian tersebut adalah gangguan siklus menstruasi. Keluhan terbanyak adalah perdarahan spotting 29 pasien (78%), 3 pasien (8%) datang dengan keluhan pendarahan banyak diluar haid, dan (3%) pasien dengan keluhan

amenorhea sekunder.Gangguan menstruasi yang dialami oleh akseptor kontrasepsi Suntik DMPA sering kali memberikan dampak psikologis dan perasaan khawatir dengan efek samping tersebut, sehingga bidan yang menjelaskan efek samping alat kontrasepsi suntik DMPA pada waktu konseling awal akan mengurangi kekhawatiran dan menambah pengetahuan pasien tentang alat kontrasepsi suntik DMPA 6.

Peran bidan secara keseluruhan adalah baik, namun yang mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi suntik bukan hanya dari bidan, melainkan dukungan dari suami. Dukungan adalah memberikan dorongan atau semangat dan nasihat kepada orang lain dalam satu situasi pembuatan keputusan 11. Dukungan suami terhadap istrinya yang menjadi peserta KB dapat memberikan ketenangan sehingga pemakaian lestari.

Peran bidan dalam menyapa dan mengucap salam saat konseling awal kontrasepsi suntik DMPA di Puskesmas Mergangsan dalam kategori baik yaitu 76,7%, peran bidan saat menanyakan informasi klien saat konseling awal kontrasepsi suntik dalam kategori baik yaitu 83,3%, peran bidan saat menguraikan informasi alat kontrasepsi dalam kategori baik yaitu 73,3%, peran bidan saat membantu klien menentukan pilihan dalam kategori baik yaitu 70%, peran bidan saat menjelaskan alat kontrasepsi pilihan klien dalam kategori baik yaitu 60%, peran bidan saat menjelaskan kunjungan ulang kontrasepsi suntik DMPA dalam kategori baik yaitu 63,3% dan rata-rata peran bidan dalam konseling awal kontrasepsi suntik DMPA di Puskesmas Mergangsan dengan kategori baik yaitu 71,1%, kategori cukup 21,7%, dan kategori kurang adalah 7,2%.

Handayani, S.2010.

1. Buku Ajar Pelayanan KB.

Yogyakarta: Pustaka Rihama.

B K K B N . 2 0 11 .

2. P e n c a p a i a n P r o g r a m Kependudukan dan KB sampai Bulan Desember 2011. Naskah dipresentasikan dalam rapat pengendalian program. Yogyakarta.

DepKes RI. 2002.

3. Penyelia Fasilitas Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Depkes RI.: 1 Sheilla, A. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan 4.

Seksual Fertilitas Total (TFR). Journal Of Obstetric and Gynaecology Reseach,29. 2000

Stalker, P.

5. MDGs. http://www.undp.or.id. 2008.

(Diakses 30 Januari 2012) SIMPULAN DAN SARAN

RUJUKAN

(16)

86 Aryani, 2013. JNKI, Vol. 1, No. 3, Tahun 2013, 82-86

Billings, E.

6. Metode ovulasi billings. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia. 2008:23 Suyono, H.

7. Bidan Mandiri Sebagai Ujung Tombak Posyandu. http://www.damandiri.or.id. 2007 Arum, D.N.S.

8. Panduan Lengkap Pelayanan

KB Terkini. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

2009:42-132

Yulifah, R & Yuswanto, T.J.A.

9. Komunikasi dan

Konseling dalam Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. 2009.

WHO.

10. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta: EGC.

2007: 47-114 Chaplin. 2002.

11. Kamus Lengkap Psikologi.

Jakarta: PT Raja Grafi ng Hal

Gambar

Table 1.1 Distribusi frekuensi Variabel Penelitian BAHAN DAN METODE
Tabel 2 Uji Regresi Logistic Faktor-Faktor Yang Mempangruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia
Tabel 2. Berdasarkan Pendidikan, Umur, Pekerjaan  dan Kunjungan Suntik DMPA
Tabel 2. Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan dilaksanakan dari tanggal 4 sampai dengan 6 April 2018.. bimbingan motivasi adalah agar anak-anak putus sekolah memiliki motivasi untuk kembali ke

Tindakan untuk menurunkan pengeluaran yang kami lakukan telah membuahkan hasil seperti yang terlihat dalam penurunan 13% beban crewing menjadi US$ 11,1 juta

Hasil penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) yaitu potensi pasar coklat praline sebesar 69,35% responden menyetujui coklat praline dijadikan oleh-oleh khas

Dalam rangka pemilihan Umum anggota DPR, DPD, DPRD tahun 2014 di Provinsi Kepulauan Riau melalui DKPP telah dilaporkan dan disampaikan aduan terhadap dugaan

Pola hubungan antara variabel respon (Persentase Penduduk Miskin) dengan variabel prediktor dalam penelitian ini, menunjukkan pola hubungan yang tidak jelas,

Revisi dilakukan dalam rangka untuk perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan kebutuhan praktik kerja lapangan masing-masing program studi di Jurusan

penurunan tingkat kecemasan yang berarti. Hasil Analisis Bivariat.. Hasil Cross Tabulation Data Demografi Responden Kelompok Sebelum Pemberian Intervensi Terapi Dzikir

Penyiapan personel, perlengkapan, dan peralatan unit KBR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Kanit KBR disesuaikan dengan eskalasi