• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya membangun keluarga Kristiani melalui pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya membangun keluarga Kristiani melalui pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Yuniarti Ninu NIM: 061124006

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yang Maha Esa

Ayahku Yunus Agustinus Ninu, S. Pd. Sd

Ibuku Yustina Sarika, S. Pd. sd

Abangku Junarto Ninu, S.IP

Adikku Marietha Widuri

Kekasihku Heronimus Timbang, S. Kom

Dan umat di Paroki Kunjungan Santa Maria

(5)

v MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,…

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan pandangan penulis tentang pentingnya upaya membangun keluarga kristiani. Upaya ini dapat dilakukan bukan hanya oleh keluarga itu sendiri tapi perlu didukung oleh tim pendamping keluarga. Berdasarkan fakta di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, keluarga kristiani belum mendapat pendampingan keluarga dengan baik.

Persoalan mendasar dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Untuk menanggapi persoalan ini, maka penulis mengadakan penelitian lapangan tentang pendampingan keluarga pada pasangan suami istri di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Selain penelitian lapangan penulis juga melakukan studi pustaka tentang pendampingan keluarga dan usaha membangun keluarga kristiani, sehingga membantu penulis dalam mengola dan menganalisis data.

(9)

ix ABSTRACT

Title Thesis THE EFFORT TO DEVELOP CHRISTIAN FAMILY THROUGH FAMILY COUSELLING TEAM IN KUNJUNGAN SANTA MARIA PARISH OF PENIUNG, KAPUAS HULU, WEST BORNEO. This title was chosen based on the writer’s perception of the imfortance of developing Christian Family. This effort can be done not only by the family itself, but it needs to be supported by family couselling team. Based on the fact that in Kunjungan Santa Maria Parish of Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo, Christian families in that city do not get enough guidance for themselves from.

The main issue in this thesis is how to increase the guidance family in Kunjungan Santa Maria Parish Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo. To response this problem, the writer conducted a research on the guidance to husbands and wives in Kunjungan Santa Maria Parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo. Beside the field research, the writer also conducted a library study to gain information and data about guidance family and the effort to develop a Christian family, so it could help the writers to process and analyze the data.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala

rahmat dan kasih-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT.

Penulisan skripsi ini merupakan ujud cinta penulis akan kemajuan Paroki

Kunjungan Santa Maria Peniung dalam memberikan pendampingan keluarga,

sehingga dapat membantu pasangan suami istri dalam upaya membangun

keluarga kristiani.

Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat membantu para pendamping

keluarga dalam mendampingi pasangan suami istri sehingga mereka dapat

membangun keluarganya menjadi keluarga kristiani. Meskipun tidak sedikit

tantangan yang penulis hadapi dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis

merasakan sungguh segala sesuatu indah pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak

akan mampu menyelesaikan penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya

kepada:

1. Rohandi Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(11)

xi

2. Drs. FX. Heryatno, W.W, SJ, M. Ed, selaku kaprodi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

3. Y.H Bintang Nusantara, SFK, M. Hum, selaku dosen pembimbing utama

penulis yang dengan sabar mendampingi, membimbing, mengarahkan dan

membantu penulis selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.

4. Drs. Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum, selaku dosen pembimbing

akademik dan penguji II yang membimbing dan membantu selama penulis

studi dan menyusun skripsi.

5. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si, selaku dosen penguji III yang telah rela

meluangkan waktunya sebagai penguji.

6. Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ, yang dengan tulus membimbing, memberi

perhatian, mendengarkan curhat penulis baik selama masa perkuliahan

maupun dalam penyusunan skripsi serta memberi semangat dan selalu

meluangkan waktu.

7. Pastor Paulus Pati Lein, Pr, selaku Pastor Paroki Kunjungan Santa Maria

Peniung Kalimantan Barat, yang telah menerima dan memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian skripsi ini.

8. Pak Yohanes, Pak Tri Koko, Ibu Lusia Ayang, Pak Aji yang telah membantu

penulis dalam menyebarkan kuesioner.

9. Ayahku Yunus Agustinus Ninu, S. Pd. sd, IbukuYustina Sarika, S. Pd. sd,

Abangku Junarto Ninu, S.IP, Adikku Marietha Widuri dan Kekasihku

Heronimus Timbang, S. Kom serta seluruh keluarga penulis yang memberi

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBARAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penulisan ... 5

F. Manfaat Penulisan ... 6

G. Metode Penulisan ... 7

H. Sistimatika Penulisan ... 7

BAB II. UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA ... 10

A.Keluarga Kristiani ... 10

(14)

xiv

a. Pengertian Keluarga ... 10

b. Pengertian Keluarga Kristiani ... 11

2. Dasar-dasar Keluarga Kristiani ... 11

a. Kehendak Bebas ... 11

b. Panggilan Allah ... 12

c. Iman Akan Yesus Kristus ... 14

d. Nilai Sakramen ... 14

3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani ... 15

a. Keluarga Kristiani Diresapi Oleh Cinta Kasih ... 15

b. Menjunjung Kesetiaan Dalam Perkawinan ... 16

c. Keluarga Adalah Tempat Kudus ... 19

d. Dipanggil Menjadi Gereja Mini ... 20

B. Upaya-upaya Membangun Keluarga Kristiani ... 21

1. Kursus Persiapan Perkawinan ... 22

a. Persiapan Perkawinan Jangka Jauh ... 24

b. Persiapan Perkawinan Jangka Dekat ... 25

c. Persiapan Akhir Menjelang Perayaan Sakramen Perkawinan ... 25

2. Kesetiaan Suami-Istri ... 25

a. Kesetiaan Suami-Istri Berpangkal Pada Kesetiaan Allah Pada Umat-Nya ... 25

b. Kesetiaan Suami-Istri Diperkuat Oleh Rahmat Sakramen ... 27

3. Pengembangan Komunikasi ... 28

a. Komunikasi Badan ... 29

(15)

xv

c. Membaca Dan Merenungkan Kitab Suci ... 34

d. Ikut Aktif Dalam Kelompok Pembinaan Iman ... 35

e. Ikut Ambil Bagian Dalam Retret, Rekoleksi dan Ziarah ... 35

5. Relasi Yang Mendalam ... 35

a. Relasi Antar Suami-Istri ... 36

b. Relasi Antar Orang Tua Dan Anak ... 37

c. Relasi Antar Keluarga Dan Masyarakat ... 38

d. Relasi Antar Keluarga Dan Tuhan ... 38

C. Upaya Membangun Keluarga Kristiani Melalui Pendampingan Keluarga Kristiani ... 39

1. Pengertian Pendampingan Keluarga Kristiani ... 39

2. Tujuan Pendampingan Keluarga Kristiani ... 41

a. Tercapainya Kebahagiaan ... 41

b. Berkembangnya Iman Dalam Keluarga Yang Didampingi ... 42

c. Mendidik Anak-anak Mereka Secara Kristiani ... 42

d. Membantu Keluarga Yang Mengalami Masalah Khusus ... 43

3. Bentuk Pendampingan Keluarga Kristiani ... 43

a. Retret Keluarga ... 44

b. Rekoleksi Keluarga ... 44

c. Kunjungan Keluarga ... 46

d. Katekese Keluarga ... 46

BAB III: PENELITIAN TENTANG UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI DAN PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT ... 48

A.Gambaran Umum Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 48

1. Sejarah Singkat Paroki ... 48

2. Letak Geografis Paroki ... 49

3. Situasi Umat Katolik Paroki ... 50

(16)

xvi

B. Penelitian Tentang Pendampingan Keluarga

Dan Upaya Membangun Keluarga Kristiani ... 54

1. Rumusan Permasalahan Penelitian ... 54

2. Tujuan Penelitian ... 54

D.Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

E. Rangkuman Penelitian ... 81

BAB IV. USULAN PROGRAM KADERISASI PENDAMPING PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT. .... 84

A.Pengertian Pendamping Pendampingan Keluarga ... 84

1. Pentingnya Kaderisasi Pendamping pendampingan Keluarga ... 84

2. Keterampilan Pendamping pendampingan Keluarga ... 85

3. Peserta Kaderisasi Pendamping pendampingan Keluarga ... 87

B.Usulan Programan Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga ... 87

1. Latar Belakang Kaderisasi Pendamping pendampingan Keluarga ... 87

2. Pengertian dan Tujuan Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga ... 88

3. Usulan Program Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga ... 90

C.Contoh Satuan Pendampingan ... 96

1. Satuan Persiapan Pendampingan I ... 96

(17)

xvii

BAB V. PENUTUP ... 108

A.Kesimpulan ... 108

B.Saran ... 109

1. Bagi Pengurus Pastoral Gereja Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 109

2. Bagi Tim Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 110

3. Bagi umat Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN ... (1)

Lampiran I: Kuesioner ... (1)

Lampiran II:Surat Permohonan Ijin Penelitian ...

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A.SINGKATAN KITAB SUCI

KS : Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang

terdapat dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (2007) terbitan

Lembaga Alkitab Indonesia.

Kej : Kejadian

Kel : Keluaran

Hak : Hakim-hakim

2 Raj : 2 Raja-raja

Mzm : Mazmur

Yes : Yesaya

Hos : Hosea

Ef : Efesus

B.SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA

GS : Gaudium et Spes

FC : Familiaris Consortio

KHK: Kitab Hukum Kanonik

C.SINGKATAN LAIN

ASG : Ajaran Sosial Gereja

(19)

xix

KWI : Konferensi Wali Gereja

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan Se-Indonesia

KK : Kartu Keluarga

Kan : Kanon

Art : Artikel

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah sel terkecil di dalam masyarakat. Sebagai sel terkecil di

dalam masyarakat, setiap keluarga diharapkan mampu menciptakan

keharmonisan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam keluarga serta dapat

membantu terciptanya suatu tatanan hidup yang baik dalam masyarakat dimana

keluarga tersebut berada. Menurut T. Gilarso, SJ dalam bukunya yang berjudul

Membangun Keluarga Kristiani 1995 setiap calon pasangan suami istri

mendambakan hidup perkawinan yang dibangunnya harmonis, sejahtera dan

bahagia. Mereka pasti menginginkan untuk membangun persekutuan hidup

berkeluarga yang kokoh, dimana cinta mewarnai kehidupannya.

Apa yang menjadi dambaan pasangan suami istri terkadang tidaklah sesuai

dengan harapan, karena membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan

sejahtera seperti yang mereka dambakan tidaklah mudah. Dokumen Konsili

Vatikan II dalam Gaudium et Spes art. 47 menyatakan:

Akan tetapi tidak dimana-mana martabat lembaga itu sama-sama berseri-semarak, sebab disuramkan oleh poligami, malapetaka perceraian, apa yang disebut percintaan bebas, dan cacat cidera lainya. Selain itu cinta perkawinan sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah cara yang tidak halal melawan timbulnya keturunan. Kecuali itu situasi ekonomis, sosial-pisikologis dan kemasyarakatan dewasa ini menimbulkan gangguan-gangguan yang tidak ringan terhadap keluarga.

Para Bapa Konsili melihat banyak keluarga tidak dapat membangun keluarganya

(21)

keluarga yang tidak sampai mengalami perceraian, tetapi keluarga itu diambang

perpecahan. Keluarga yang seperti ini jika dilihat dari luar tampak tenang dan

harmonis, namun di dalamnya sering terjadi pertengkaran. Situasi seperti ini dapat

membahayakan keutuhan keluarga sebab dapat memicu terjadinya perpisahan.

Situasi seperti ini, seandainya dibiarkan berlangsung terlalu lama dan tidak

ditindaklanjuti akan merugikan Gereja. Apabila situasi seperti ini banyak melanda

keluarga katolik, maka tidaklah mungkin keluarga katolik dapat membangun

keluarganya secara kristiani. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus II melalui

anjuran apostoliknya yang berjudul Familiaris Consortio, 1981, art. 69

menegaskan: “Supaya keluarga semakin menjadi rukun hidup cinta kasih yang

sejati, semua anggotanya membutuhkan bantuan dan pembinaan dalam tanggung

jawab mereka sementara menghadapi soal-soal baru yang muncul dalam saling

melayani, dan ikut menghayati kehidupan keluarga secara aktif”. Melalui

penegasan ini keluarga kristiani diharapkan dapat mengupayakan membangun

keluarganya menjadi keluarga kristiani supaya tidak merugikan mereka dan

Gereja.

Untuk membantu pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam

kehidupan berkeluarga Gereja memberikan pendampingan keluarga sesuai dengan

penegasan Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, 1981, art. 69 yang

menyatakan, bahwa:

(22)

rumah dengan kegiatan yang sukarela dalam membangun Gereja maupun masyarakat.

Penegasan Paus Yohanes Paulus II sejalan dengan cita-cita Gereja. melalui

pendampingan keluarga pasangan suami istri dapat dibantu dalam membangun

keluarga kristiani. Perhatian yang secara khusus ini diberikan Gereja hendaknya

dapat menjadi suatu upaya dalam mendampingi pasangan suami istri sehingga

mereka dapat menghayati kehidupan berkeluarga yang penuh dengan cinta kasih.

Pelaksanaan pendampingan keluarga menuntut adanya tim pendamping

yang sungguh dipersiapkan. Pendamping keluarga hendaknya memiliki

pemahaman, keterampilan dan spritualitas sebagai seorang pendamping keluarga,

sehingga pelaksanaan pendampingan keluarga dapat berjalan dengan baik.

Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, belum ada tim khusus untuk

pendampingan keluarga, sehingga pendampingan keluarga belum dilaksanakan

dengan baik. Situasi ini mengakibatkan minimnya pelayanan pendampingan bagi

pasangan suami istri yang ada di lingkungan paroki. Pasangan suami istri yang

belum mendapatkan pemahaman mengenai upaya membangun keluarga yang

kristiani secara baik dan dalam kehidupan keluarganya mengalami kesulitan,

akhirnya banyak yang mengalami kehidupan keluarga yang tidak harmonis,

sejahtera dan bahagia.

Dari hasil pengamatan penulis sebagai umat di Paroki Kunjungan Santa

Maria Peniung, pasangan suami istri khususnya keluarga-keluarga muda

mengharapkan adanya kegiatan pendampingan keluarga oleh tim khusus

(23)

sehingga tim tersebut dapat membekali pasangan suami istri yang ada di Paroki

Kunjungan Santa Maria Peniung dengan pengetahuan, pemahaman mengenai

upaya membangun keluarga kristiani serta berbagai solusi atas kesulitan-kesulitan

yang mereka hadapi dalam kehidupan berkeluarga yang mereka jalani dalam

hidup sehari-hari.

Menyikapi permasalahan ini, penulis mencoba mengangkat judul skripsi

sebagai berikut: “Upaya Membangun Keluarga Kristiani Melalui Pendampingan Keluarga Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat”.Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat menjadi kajian peningkatan pendampingan keluarga sebagai upaya membangun

keluarga kristiani.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan skripsi ini

diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan keluarga kristiani?

2. Apakah yang dimaksud dengan pendampingan keluarga?

3. Apakah tujuan dari dilaksanakannya pendampingan keluarga?

4. Bagaimana cara membangun keluarga kristiani?

(24)

C. Pembatasan Masalah

Menimbang pentingnya pendampingan bagi keluarga untuk membangun

keluarga kristiani, maka penulis membatasi pembahasan skripsi ini maupun

penelitian pendukung pada pendampingan keluarga dan upaya membangun

keluarga kristiani yang berlangsung di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung,

Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan permasalahan di atas, masalah skripsi ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pendampingan keluarga kristiani?

2. Bagaimana pendampingan keluarga sudah dilaksanakan di Paroki Kunjungan

Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat?

3. Hal-hal apa saja yang mendukung dan menghambat pendampingan keluarga

terlaksana di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu,

Kalimantan Barat?

4. Usaha seperti apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendampingan

keluarga dalam membangun keluarga kristiani di Paroki Kunjungan Santa

Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat?

E.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah:

(25)

2. Menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk membangun keluarga

kristiani.

3. Mengetahui sejauhmana pendampingan keluarga sudah dilaksanakan di Paroki

Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

4. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendampingan

keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan

Barat.

5. Memberi contoh usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

pendampingan keluarga dalam membangun keluarga kristiani di Paroki

Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

F. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagi Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

Paroki terbantu untuk memberikan pemahaman kepada pasangan suami istri

mengenai pendampingan keluarga dan upaya membangun keluarga kristiani.

2. Bagi Pasangan Suami Istri

Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai upaya membangun

keluarga kristiani dan pentingnya pendampingan keluarga diberikan.

3. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pemahaman baru mengenai upaya membangun

(26)

4. Bagi Kampus

Memberikan ide-ide serta pengetahuan bagi mahasiswa IPPAK dalam mencari

bahan mengenai upaya membangun keluarga kristiani melalui pendampingan

keluarga.

G.Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisi. Menurut

Suharsimi Arikunto dalam buku Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktik,

1998 metode deskriptif analisi yaitu memaparkan, menguraikan serta menganalisa

permasalahan yang ada, sehingga ditemukan jalan keluarnya yang diperoleh

melalui penyebaran kuesioner untuk.

H. Sistimatika Penulisan

Skripsi ini mengambil judul “Upaya Membangun Keluarga Kristiani

Melalui Pendampingan Keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung,

Kapuas Hulu, Kalimantan Barat”. Adapun sistimatika penulisan ini terdiri dari:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

metode penulisan serta sistimatikapenulisan.

Bab II Upaya Membangun Keluarga Kristiani Melalui Pendampingan Keluarga

(27)

pengertian keluarga kristiani, dasar-dasar keluarga kristiani serta ciri-ciri keluarga

kristiani. Kedua, upaya-upaya membangun keluarga kristiani yang meliputi kursus

persiapan perkawinan, kesetiaan suami istri, pengembangan komunikasi,

kebiasaan hidup beriman serta relasi yang mendalam. Ketiga, upaya membangun

keluarga kristiani melalui pendampingan keluarga yang meliputi pengertian,

tujuan serta bentuk-bentuk pendampingan keluarga kristiani.

Bab III Penelitian Mengenai Upaya Membangun Keluarga Kristiani Dan Pendampingan Keluarga Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

Bab ini terdiri dari Bagian pertama memaparkan gambaran umum Paroki

Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang

meliputi: sejarah, letak geografis, situasi umat katolik Paroki dan

kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki. Bagian kedua: penelitian mengenai upaya

membangun keluarga kristiani dan pendampingan keluarga yang meliputi:

rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian,instrumen

penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, analisis data serta

variabel penelitian. Bagian ketiga: laporan hasil penelitian. Bagian keempat:

pembahasan hasil penelitian. Bagian kelima: Rangkuman Penelitian.

Bab IV Usulan Progaram Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai: Bagian pertama: pengertian

(28)

peserta kaderisasi pendamping pendampingan keluarga. Bagian kedua: usulan

program kaderisasi pendamping pendampingan keluarga dalam rangka

membangun keluarga kristiani yang meliputi: latar belakang, pengertian, tujuan

dan usulan program kaderisasi pendamping pendampingan keluarga. Bagian

ketiga: contoh satuan pendampingan.

Bab V Penutup

(29)

BAB II

UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA

Dalam Bab II ini akan diuraikan mengenai keluarga kristiani, upaya-upaya

membangun keluarga kristiani dan upaya membangun keluarga kristiani melalui

pendampingan keluarga.

A.KELUARGA KRISTIANI 1. Pengertian Keluarga Kristiani a. Pengertian Keluarga

C. Groenen, dalam Majalah Ekawarta 1983 tentang: “Firman Tuhan

Dalam Keluarga”, membagi pengertian keluarga kristiani menjadi dua bagian

yaitu: “keluarga inti dan keluarga besar”. Dalam keluarga inti mencakup ayah, ibu

dan anak-anak mereka (termasuk anak angkat). Sedangkan dalam keluarga besar

meliputi semua sanak saudara: kakek, nenek, suami istri/ayah ibu, anak-anak,

cucu, cicit, keponakan, bibi dan sebagainya. Jadi yang termasuk dalam keluarga

besar meliputi semua orang yang bersangkutan pada kelompok sanak saudara di

dalam satu keturunan.

Suatu keluarga pada mulanya terbentuk karena adanya rasa cinta kasih

yang mendalam hingga mampu menjadi pasangan suami istri. Dalam kehidupan

keluarga, dasar kesatuan hidup perlu dimiliki dan dikembangkan baik dalam

masyarakat umum maupun masyarakat gerejani karena keluarga merupakan

(30)

mempunyai suatu kewajiban untuk menjalin kerjasama yang baik dengan keluarga

yang lain agar terciptalah keluarga yang kristiani dalam suatu masyarakat.

b. Pengertian Keluarga Kristiani

Menurut Gaudium et Spes, art. 48 menyatakan: keluarga kristiani

merupakan “Gambaran dan partisipasi perjanjian cinta kasih antara Kristus dan

Gereja”. Gambaran dan partisipasi yang dimaksudkan dalam rumusan ini adalah

gambaran dan partisipasi sebuah keluarga yang dibangun berdasarkan perjanjian

cinta kasih kepada Kristus dan kepada Gereja, karena perjanjian cinta kasih dalam

sebuah keluarga harus selalu berlandaskan pada cinta kasih akan Kristus yang

telah mempersatukan dan Gereja yang telah menjadikan sebuah keluarga menjadi

keluarga yang kristiani. Jika gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih

antara Kristus dan Gereja sudah terwujudkan maka keluarga kristiani dapat

dibangun dengan baik.

Gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih antar Kristus dan

Gereja dapat menjadi contoh bagi pasangan suami istri dalam upaya membangun

keluarganya sebagai keluarga yang kristiani, dimana kristus dan gereja dapat

sama-sama dijadikan sebagai sebuah patokan dalam keluarga kristiani.

2. Dasar-dasar Keluarga Kristiani a. Kehendak Bebas

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: ”Dasar

keluarga adalah kehendak bebas dari suami-istri untuk masuk kedalam kehidupan

(31)

perkawinan yang bukan didirikan oleh manusia melainkan oleh Tuhan sendiri”.

Di dalam sebuah keluarga kehendak bebas tidaklah lepas dari sebuah ikatan kudus

dimana Allah sendiri adalah pembentuk sebuah ikatan perkawinan yang

dilengkapi dengan berbagai kebaikan dan tujuan untuk membentuk keluarga yang

kristiani.

Ikatan perkawinan sebagai kebersamaan hidup dan cinta kasih yang

mendalam dibentuk oleh Sang Pencipta dan dilindungi. Ikatan perkawinan

tersebut diharapkan mampu melestarikan aturan Ilahi karena perkawinan adalah

sesuatu yang sakral. Melalui ikatan perkawinan pasangan suami istri bersatu dan

membuka diri untuk menerima keturunan dengan demikian ikatan perkawinan

tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun. Dalam Kompendium Ajaran Sosial

Gereja, 2009 dinyatakan bahwa: ”Tidak ada kekuasaan yang dapat membatalkan

hak untuk menjalin ikatan perkawinan ataupun mengubah kekhasan dan

penetapan tujuan dari perkawinan”. Perkawinan yang sudah terjalin oleh suatu

ikatan sudah tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun kecuali oleh maut ke

karena maut tidak direncanakan dan tidak dapat dihindari. Manusia sendiri tidak

memiliki hak untuk menguasai ikatan perkawinan karena pasangan suami istri

yang ada dalam ikatan perkawinan tersebut sudah saling menjanjikan kesetiaan

timbal balik serta membantu dan menerima keturunan.

b. Panggilan Allah

Perkawinan sebagai tanggapan pangggilan Allah. Injil Matius 19:9

“Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu karena itu apa yang sudah

(32)

perkawinan yang menjadi satu kesatuan tak dapat diceraikan oleh manusia. Allah

mempersatukan pasangan suami istri dalam sebuah ikatan perkawinan yang suci

yang tidak boleh dipisahkan oleh manusia dan hanya boleh dipisahkan oleh maut.

Allah memanggil pasangan suami istri untuk menjadi pasangan yang dapat

menyatukan segala perbedaan yang ada. Melalui perbedaan yang ada tersebut

pasangan suami istri ini diharapkan menjadi satu jalan, satu pikiran dan satu

tujuan dalam menangapi panggilan Allah melalui perkawinan mereka sehingga

perkawinan mereka dapat berlangsung sampai maut memisahkan.

Dalam kejadiaan 2:24 Allah bersabda “Sebab itu seorang laki-laki akan

meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya

menjadi satu daging”. Allah menghendaki agar pengantin laki-laki meningggalkan

ayah dan ibunya, kemudian menyatu dengan istrinya untuk membangun keluarga

kecil mereka. Setelah menikah mereka diharapkan menjadi satu, satu dalam suka

dan duka dan nantinya dapat menghasilkan sebuah keturunan. Dalam Kejadian

2:28 ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka; beranak

cuculah dan bertambah banyak”. Dalam ayat ini jelas dinyatakan bahwa Allah itu

menghendaki setiap pasangan suami istri untuk beranak cucu

sebanyak-banyaknya. Allah mengharapkan agar pasangan suami istri yang dipanggil Allah

dapat membangun keluarganya dengan baik dan memperoleh keturunan yang

banyak.

c. Iman Akan Yesus Kristus

Menurut Telaumbanua 1999 orang yang beriman akan Yesus kristus

(33)

Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah, mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh kesadaran kepada-Nya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh kebutuhan dan kebenaran Allah.

Pasangan suami istri dapat dikatakan beriman akan Yesus Kristus apabila mau

menerima dan mempercayakan seluruh hidup rumah tangganya kepada Allah.

Maka pasangan suami istri perlu membiasakan diri terus menerus menghadirkan

Roh Kudus dalam seluruh peristiwa kehidupan keluarganya dan membiarkan

keluarganya dipimpin oleh-Nya, karena melalui dan di dalam-Nya kehidupan

pasangan suami istri semakin terarah dan akhirnya memampukan pasangan suami

istri untuk semakin percaya dan berharap pada Tuhan adalah kebenaran.

Dapat dikatakan pasangan suami istri yang beriman kepada Yesus Kristus

berarti menyerahkan seluruh kehidupan keluarganya hanya untuk Tuhan dan

tanpa ada suatu paksaan melainkan suatu keyakinan penuh dan suka rela. Oleh

karena itu beriman kepada Yesus Kristus sesungguhnya adalah penyerahan total

kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa melainkan dengan

sukarela.

d. Nilai Sakramen

Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1055) menyatakan:

Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri

(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak antara orang-orang yang baptis oleh kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

Dalam sebuah perkawinan sakramen perkawinan menjadi suatu patokan yang

(34)

terarah pada suatu kesejahteraan keluarga serta keterbukaan suatu keluarga dalam

menerima kelahiran seorang anak.

Masih dari Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1057) mengenai perjanjian nikah:

“Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki

dan seorang perempuan saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk

membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik atau

dibatalkan oleh pihak manapun karena perjanjian tersebut sudah sah dimata gereja

dan sungguh-sungguh diucapkan dari hati oleh kedua belah pihak. Perjanjian

tersebut bukti penyerahan diri secara utuh dari kedua belah pihak untuk

membangun sebuah keluarga.

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan lagi mengenai

Sakramen perkawinan:

Sakramen perkawinan mencakup seluruh kenyataan manusia dari cinta kasih suami istri dengan segala konsekuensinya, memampukan dan mewajibkan para suami istri dan orang tua Kristen untuk menghidupi panggilannya sebagai awam dan dengan demikian mencari Kerajaan Allah dalam usaha dan penataan hal-hal duniawi.

Sakramen perkawinan merupakan suatu kenyataan dimana cinta kasih setiap

pasangan suami istri terikat dengan segala resiko yang akan dihadapi agar mampu

melaksanakan segala kewajibannya sebagai pasangan suami istri untuk menagapi

panggilannya sebagai keluarga awam yang mencari Kerajaan Allah.

3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani

a. Keluarga Kristiani Diresapi Oleh Cinta Kasih

Keluarga kristiani yang diresapi oleh cinta kasih menurut Gaudium et

(35)

untuk memelihara dan memupuk janji setia mereka dengan cinta yang murni dan

perkawinan mereka dengan kasih yang tak terbagi. Undangan sabda ilahi bagi

pasangan suami istri amat sangat berarti”. Melalui undangan tersebut pasangan

suami istri diharapkan mampu memelihara dan memupuk janji setia dalam

kehidupan perkawinan agar kelak bisa membangun keluarganya menjadi sebuah

keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera. Melalui cinta kasih pasangan

suami istri menjadi semakin saling menghargai dan mencintai satu sama lain.

Mereka diharapkan untuk tidak membagi kasih setia dan cintanya kepada orang

yang bukan pasangan hidupnya. Mereka diharapkan mampu menjunjung

kesetiaan dalam hidup perkawinannya.

Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 “ Cinta kasih suami

istri hakekatnya terbuka bagi penerimaan kehidupan”. Cinta kasih dalam

kehidupan pasangan suami istri kiranya dapat terbuka bagi keturunan, dimana

sebuah keturunan menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan sebuah

keluarga. Keterbukaan akan kehadiran keturunan kiranya atas dasar kesamaan

tersebut dibentuk keluarga sebagai satu persekutuan hidup manusia yang

dipersatukan didalam cinta kasih.

b. Menjunjung Kesetiaan Dalam Perkawinan

Dalam perkawinan katolik terdapat dua sifat hakiki perkawinan yang tak

dapat dipisahkan atau diceraikan oleh manusia yaitu monogam dan tak

terceraikan, seperti yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1056)

“sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak terceraikan, yang dalam

(36)

1).Monogam

Monogam menurut Kitab Hukum Kanonik (kan. 1056) artinya satu suami

dan satu istri. Perkawinan kodrati selalu membangun kesatuan yaitu melibatkan

dua pribadi yang ingin mempersatukan diri dan hidup dengan pasangannya.Maka

perkawinan katolik harus monogam. Pendidikan anak-anakpun hanya dapat

lengkap dalam persekutuan hidup monogam, karena hal itu tidak hanya berarti

kesejahteraan material. Persekutuan hidup berdasarkan kesetiaan manusiawi

membutuhkan demi terwujudnya kesejahteraan hidup perkawinan. Namun

kesetiaan tidak hanya berarti bahwa menyeleweng kepada orang lain melainkan

setia pada pasangannya.

Dalam surat Ef 5:22-29 Paulus menyatakan harapan agar suami istri

kristiani saling mencintai sepenuh-penuhnya, seperti Kristus dalam Gereja saling

mencintai. Kesetiaan Gereja pada Kristus dan cinta Kristus pada Gereja harus

menjadi contoh bagi suami istri. Suami harus mencintai istrinya seperti badannya

sendiri begitu pula sebaliknya, sebab Allah sendirilah yang telah menyatukan

suami istri itu sehingga keduanya menjadi satu daging. Dengan kata lain

perkawinan katolik harus bercirikan kesetiaan sepenuh-sepenuhnya.

Kesetiaan dalam hidup perkawinan ditegaskan kembali dalam Konsili

Vatikan II yang menyatakan bahwa poligami mengaburkan nilai perkawinan dan

bahwa monogami dituntut oleh kesetiaan cinta suami istri yang diajarkan oleh

Kristus sendiri. Lebih lanjut dikatakan, perceraian mengaburkan seluruh

(37)

kesatuan suami istri dan kepentingan anak-anak menuntut tak terceraikan

perkawinan.

Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, 1981 art. 33 menegaskan

tentang perkawinan dan hidup berkeluarga:

Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antar pribadi yang saling mencinta. Kesatuan pertama ialah cinta eksklusif suami istri. Roh kudus mencurahkan lewat sakramen perkawinan cinta sejati antar mereka, seperti cinta yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja. Kesatuan semacam itu dilawan oleh poligami yang menentang kehendak Allah.

2). Tak-Terceraikan

Perkawinan yang tak-terceraikan berarti bahwa ikatan yang timbul dari

perjanjian perkawinan itu berlaku seumur hidup. Pandangan itu berdasarkan pada

Mrk 10:9 yang mengatakan “karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah tidak

boleh diceraikan oleh manusia”. Perkawinan yang tak-terceraikan merupakan sifat

yang berdasarkan cinta kasih antar pasangan suami istri. Semangat dan nilai-nilai

cinta kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci mendorong suami istri kearah cinta

kasih personal. Cinta kasih personal mereka merupakan dasar hidup perkawinan

yang sungguh-sungguh membahagiakan. Mereka memperkembangkan sifat-sifat

manusia yang terluhur (cinta kasih) dan dirindukan oleh setiap manusia. Cinta

kasih yang digambarkan itu diekspresikan secara khusus dalam persetubuan.

Dalam persetubuan cinta kasih antar suami istri secara personal dan total

yang dikukuhkan oleh Allah sedemikian erat sehingga keduanya bukan lagi dua

melainkan satu, tidak dapat diceraikan oleh manusia. Gereja mengajarkan bahwa

(38)

persetubuan adalah mutlak tak-terceraikan kecuali oleh kematian. Seperti dalam

Kan.1141 ”Perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputuskan oleh

kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian”. Tak-

terceraikan perkawinan itu berhubungan erat dengan ciri perkawinan sebagai

sakramen, karena sakramen melambangkan hubungan cinta tak-terceraikan antara

Kristus dengan Gereja. Perkawinan yang tak-terceraikan memberi manfaat bagi

suami istri, anak dan bagi seluruh masyarakat.

c. Keluarga Adalah Tempat Kudus

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: “keluarga

yang didasarkan pada perkawinan sungguh-sungguh merupakan tempat kudus

untuk kehidupan”. Keluarga merupakan tempat Kudus dimana kehidupan

keluarga dimulai dan sebagai hadiah dari Allah, diterima secara senang hati dan

selalu diberi perlindungan dari berbagai macam bahaya yang dapat mengancam

kehidupan keluarga dalam mengembangkan kehidupan keluarga.

Masih dari Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 dinyatakan bahwa:

“keluarga memberi sumbangsi besar bagi kesejahteraan bersama melalui

pelaksanaan tugas sebagai ayah dan ibu yang bertanggungjawab. Dengan itu

mereka ambil bagian atas cara istimewa dalam karya penciptaan Allah”.

Tanggung jawab sebagai ayah dan ibu tidak boleh menjadi suatu alasan untuk

membenarkan segala keegoisan yang ada dalam diri masing-masing baik dalam

menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, tetapi harus mengarahkan pada

suatu pembenaran akan penerimaan pasangan suami istri atas kehidupan yang

(39)

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: orang tua

mempunyai tugas untuk mendidik: “keluarga memainkan peranan yang asli dan

tak tergantikan dalam mendidik anak-anak”. Cinta kasih orang tua yang memberi

dirinya untuk melayani anaknya karena mereka hendak membantu

anak-anak itu agar sanggup melakukan yang terbaik darinya, menemukan

perwujudannya yang penuh di dalam tugas pendidikannya.

Hak dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya harus disebut

sebagai yang utama karena hak dan kewajiban ini melekat pada penerusan

kehidupan itu sendiri, sebagai tugas yang asli dan pertama dibandingkan dengan

tugas-tugas lainnya dari orangtua berdasarkan kekhasan relasi yang ada antara

orang tua dan anak. Sebagai tugas yang tak tergantikan dan tak dapat dirampas

karena tidak dapat dialihkan secara menyeluruh kepada orang lain ataupun

diambil orang lain. Orang tua memiliki hak dan kewajiban untuk memberi

pendidikan agama dan moral kepada anak-anak mereka. Hak ini tidak dapat

diambil dari mereka tetapi harus dihargai dan diteguhkan menjadi satu kewajiban

utama yang tidak dapat diabaikan oleh keluarga atau diserahkan ke pihak lain.

d. Dipanggil Menjadi Gereja Mini

Menurut T. Gilarso, SJ dalam bukunya Membangun Keluarga Kristiani,

1995 “Keluarga kristiani merupakan Gereja mini artinya persekutuan dasar iman

dan tempat persemaian iman sejati. Maka dalam keluarga kristiani, pertama-tama

diharapkan perkembangan iman yang dapat menghangatkan satu sama lain.

Kehangatan dimana suatu keluarga tersebut bisa hidup tenang, damai dan

(40)

akan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keluarga

kristiani akan tumbuh dengan sendirinya karena keluarga kristiani merupakan satu

penampilan dan pelaksanaan khusus dari persekutuan Gereja. Dalam keluarga

kristiani ditampilkan persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda, citra dan

persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Keluarga dipanggil, supaya

mengambil bagian dalam doa dan kurban Kristus. Keluarga kristiani mempunyai

suatu tugas mewartakan dan menyebarluaskan Injil karena Injil menjadi sumber

kekuatan dalam keutuhan keluarga.

Keluarga kristiani diharapkan mampu menjadi pengikut Yesus Kristus yang

sejati dengan mewartakan dan menyebarluaskan Injil dalam kehidupan

berkeluarga dan kehidupan bermasyarakat. Keluarga kristiani di sini adalah

keluarga yang membangun persekutuan hidup berdasarkan persaudaraan dan iman

akan Yesus. Dalam keluarga kristiani ditampakkan kasih suami dan istri melalui

kesediaan untuk berkurban, kesetiaan dan kerjasama yang penuh kasih antara

semua anggotanya. Dengan demikian keluarga tersebut menampilkan cinta kasih

Allah kepada Gereja-Nya.

B.UPAYA-UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI

Keluarga kristiani dipersiapkan melalui kursus persiapan perkawinan.

Dengan mengikuti kursus persiapan perkawinan ini pasangan suami istri

diharapkan sudah mempunyai gambaran mengenai kehidupan berkeluarga.

Keluarga kristiani juga dapat dibangun melalui kesetiaan suami istri karena

(41)

mereka harapkan, kesetiaan suami istri dan pengembangan komunikasi juga

mempunyai peranan yang amat sangat penting dalam membangun keluarga

kristiani.

1. Kursus Persiapan Perkawinan

Menurut Brayat Minulyo dalam buku yang berjudul Kursus Persiapan

Hidup Berkeluarga, 2006 bertujuan untuk:

Mempersiapkan muda-mudi yang akan menikah dan hendak membina rumah tangga serta memberikan pegangan, bekal bagi mereka untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azaz dan moral kristiani, memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah perkawinan dan hidup berumah tangga juga menanamkan benih panggilankristiani melalui keluarga-keluarga kristiani.

Kursus persiapan hidup berkeluarga merupakan wadah yang tepat untuk

meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga kristiani

dengan segala konsekuensinya kepada calon pasangan suami-istri. Sebelum

melangsungkan perkawinan calon pasangan suami-istri diwajibkan untuk

mengikuti kursus persiapan perkawian sebagai modal awal sebelum membangun

keluarga kristiani.

Persiapan perkawinan dibagi dalam tiga bagian yaitu: persiapan

perkawinan jangka jauh yang dimulai sejak kanak-kanak, persiapan jangka dekat

diberikan kepada remaja yang beranjak dewasa, persiapan perkawinan akhir yaitu

kursus persiapan perkawinan. Persiapan akhir perkawinan bertujuan untuk

memberikan kesempatan dalam mendaftarkan perkawinan sesuai dalam aturan

kitab hukum kanonik dan mengumumkan hari, tanggal, tempat dan

(42)

Dari keterangan di atas tampak jelas bahwa kursus persiapan perkawinan

sangat diperlukan oleh calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan

dan masih mengalami kekurangan-kekurangan atau kesulitan mengenai ajaran dan

praktek hidup kristiani. Mereka selama mengikuti kursus persiapan perkawinan

dibekali pengetahuan yang mendalam tentang misteri Kristus dan Gereja, arti

rahmat dan tanggungjawab perkawinan Katolik, serta persiapan untuk menghayati

persiapan liturgi. Dengan melihat betapa pentingnya tujuan kursus persiapan

perkawinan seperti ini bagi kehidupan pasangan suami-istri, maka kursus

persiapan perkawinan sebagai sarana mendapat pemahaman minimal mengenai

perkawinan katolik menjadi syarat wajib untuk memasuki jenjang perkawinan .

Sementara Paus Yohanes II menegaskan melalui anjuran apostoliknya

yang berjudul Familiaris Consortio, 1981, art. 66 menyatakan bahwa:

Oleh karena itu, Gereja harus mengembangkan program-program persiapan pernikahan yang lebih baik dan lebih intensif, untuk sedapat mungkin menyingkirkan kesulitan-kesulitan, yang dialami oleh cukup banyak pasangan suami istri; malahan lebih lagi: untuk secara positif mendukung terwujudnya pernikahan-pernikan yang makin mantab dan berhasil.

Menaggapi anjuran Paus tersebut, hendaknya bahan-bahan dan waktu yang

singkat dalam pelaksanaan kursus persiapan perkawinan dapat dikembangkan lagi

demi terwujudnya keluarga kristiani yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Dengan demikian setiap pasangan suami-istri dapat membangun keluarga kristiani

dan dapat merencanakan keluarganya secara matang.

Dalam pelaksanaan kursus, peserta kursus atau calon suami-istri harus

mengerti apa tujuan dari kursus tersebut bagi kehidupan perkawinan mereka

(43)

dipersiapkan sebaik mungkin agar peserta kursus benar-benar mendapat

pengetahuan dan wawasan yang mereka butuhkan mengenai hidup berkeluarga.

Kursus persiapan perkawinan adalah syarat utama sebelum melaksanakan

perkawinan. Melalui kursus persiapan perkawinan calon pasangan suami istri

yang hendak menikah diberi bekal tentang hidup perkawinan agar pasangan

suami-istri ini mampu meletakkan dasar kehidupan keluarga yang baik di dalam

rumah tangganya. Kursus persiapan perkawinan menjadi bekal bagi pasangan

suami istri agar mereka dapat membangun keluarganya secara harmonis, sejahtera

dan bahagia. Kepada calon pasangan suami-istri yang hendak menikah kursus

persiapan perkawinan ini memang perluh diberikan karenadi jaman yang berubah

secara cepat, zaman yang penuh dengan tantangan dapat menggoyakan hidup

perkawinan. Kemajuan zaman yang disertai dengan perkembangan nilai-nilai

dapat mempengaruhi hidup perkawinan.

Selain itu, juga berkembang nilai-nilai yang merendahkan martabat hidup

perkawinan seperti, poligami, perceraian, sek-pranikah, perselingkuhan, kekerasan

dalam rumah tangga. Oleh karena itu, demi menghindari

kemungkinan-kemungkinan semacam itu, setiap calon pasangan suami-istri perlu mengikuti

kursus persiapan perkawinan yang dilaksanakan oleh pihak Gereja.

a. Persiapan Perkawinan Jangka Jauh

Persiapan ini diadakan jauh sebelum perkawinan yaitu dimulai sejak

kanak-kanak. Persiapan bagi mereka diwujudkan dengan menciptakan situasi

keluarga yang sehat, serasi, pendidikan, kegiatan sosial dan mengajarkan

(44)

perkawinan ini tidak langsung berhubungan dengan masalah perkawinan,

melainkan menanamkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang akan diperlukan bagi

mereka untuk membangun hidup. Penanggungjawab persiapan perkawinan jangka

jauh adalah orang tua masing-masing.

b. Persiapan Perkawinan Jangka Dekat

Persiapan ini sering disebut juga persiapan perkawinan dalam arti khusus

atau sempit. Persiapan perkawinan jangka dekat, terutama diberikan kepada

remaja yang masih duduk di bangku sekolah tingkat atas. Dalam persiapan ini,

remaja diberi penjelasan tentang hal-hal yang bermanfaat untuk hidup

berkeluarga. Tekanan utama dalam persiapan perkawinan ini adalah pembinaan

kepribadian remaja dan muda-mudi supaya mengetahui hal-hal yang berkaitan

dengan hidup perkawinan.

c. Persiapan Akhir Menjelang Perayaan Sakramen Perkawinan

Untuk merayakan Sakramen perkawinaan harus diadakan dalam

bulan-bulan dan minggu-minggu terakhir sebelum pernikahan, supaya dapat

memberikan arti, isi dan bentuk yang baru pada apa yang disebut sebagai

penelitian pranika dalam beberapa hari misalnya selama satu pekan setiap sore.

2. Kesetiaan Suami Istri

a. Kesetiaan Suami Istri Berpangkal Pada Kesetiaan Allah Pada Umat-Nya

Pasangan suami istri merupakan gambaran kesetiaan Allah kepada

(45)

dalam mengusahakan dan memperjuangkan kesetiaan diantara mereka. St. Paulus

menegaskan hal itu ketika ia memberikan nasihat kepada jemaat di Efesus:

Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya (Ef 5, 22-26a).

St. Paulus memberi nasehat kepada pasangan suami istri dengan berbicara

mengenai kesetiaan istri terhadap suami dan sebaliknya, namun nasihat yang

diberikannya kepada jemaat di Efesus seperti dikutip di atas kiranya dapat

ditempatkan juga dalam konteks kesetiaan. Dengan menggunakan dua kata

berbeda yakni tunduk dan kasih St. Paulus mengajak para suami-istri untuk hidup

dalam relasi yang harmonis satu sama lain sehingga akan tercipta sebuah keluarga

kristiani, keluarga yang hidupnya didasari dan ditopang oleh kasih dan cinta yang

solid dari suami-istri.

Tanpa adanya kesetiaan maka akan menjadi sangat sulit atau mungkin

mustahil mencipatakan keluarga kristiani seperti itu. Pola atau rujukan yang

dipakai oleh St. Paulus adalah kasih Kristus. Sebagaimana Kristus telah mengasihi

jemaat dan menyerahkan diri-Nya baginya demikianlah seharusnya sikap

suami-istri terhadap pasangannya. Sebagaimana Kristus telah setia mencintai jemaat-Nya

dengan cinta yang tidak terbagi demikianlah hendaknya cinta suami istri terhadap

pasangannya masing-masing.

Suami-istri pun dituntut untuk saling mencintai dalam kesetiaan satu sama

lain dengan cinta yang tidak terbagi. Sebagaimana pengorbanan Kristus bagi

(46)

suami-istri bagi pasangannya akan membawa keselamatan, kebahagiaan dan suka

duka dalam hidup perkawinan mereka. Cinta dan kesetiaan Allah kepada

umat-Nya dalam Perjanjian Lama serta cinta dan kesetiaan Kristus pada jemaat-umat-Nya

dalam Perjanjian Baru harus menjadi rujukan atau pola bagi suami istri dalam

mengusahakan dan memperjuangkan kesetiaan dalam hidup perkawinan mereka.

b. Kesetiaan Suami-Istri Diperkuat Oleh Rahmat Sakramen

Kesetiaan dalam perkawinan harus diusahakan dan diperjuangkan oleh

masing-masing pasangan suami istri. Pasangan suami-istri tetap harus menyadari

bahwa dengan kekuatan sendiri saja tidak akan mampu untuk mempertahankan

kesetiaan karena kelak mereka akan menghadapi begitu banyak tantangan dan

godaan yang kurang mendukung tumbuhnya nilai-nilai kesetiaan. Dalam

masyarakat yang semakin individualis dimana ego pribadi semakin dikedepankan

sehingga apa yang dinilai penting adalah hal-hal yang menguntungkan atau

menyenangkan diri sendiri, maka menjadi kian sulit untuk menumbuhkan

nilai-nilai kesetiaan yang jelas menuntut pengorbanan diri demi orang lain.

Rahmat sakramen perkawinan yang secara khusus diberikan oleh Kristus

kepada mempelai akan memampukan mereka untuk hidup dalam kesetiaan.

Berkaitan dengan hal ini adalah penting bagi pasangan suami-istri untuk

mengembangkan kehidupan doa. Dengan kehidupan doa yang baik, dimana relasi

pribadi dengan Allah terjalin dengan baik dan erat dapat diharapkan suami istri

akan dimampukan untuk dapat menghayati janji kesetiaan dalam hidup

perkawinan. Dalam perkawinan Katolik, kesetiaan merupakan persyaratan yang

(47)

Dr. James C. Dobson dalam bukunya Cinta Kasih Seumur Hidup, 2007,

menyatakan bahwa: keyakinan akan perkawinan pada hakekatnya sama dengan

iman: “Penyangkalan komunikasi dalam keluarga atas janji perkawinan sama

dengan penyangkalan atas janji pembaptisan atau penyangkalan lain sepanjang

menyangkut iman”. Lewat waktu kesetiaan suami-istri senantiasa diuji. Kesetiaan

mereka justru ditantang pada masa-masa krisis seperti sakit parah, ekonomi

bangkrut dan impian tidak menjadi kenyataan. Apalagi dalam dunia dewasa ini

dimana komunikasi antara laki-laki dan perempuan kian terbuka dimana saja dan

kapan saja dengan didukung oleh teknologi komunikasi yang kian canggih

kesempatan untuk tidak setia pada pasangan kian terbuka pula. Inilah tantangan

real yang dihadapi oleh suami-istri. Akhirnya, harus dikatakan bahwa tidak ada

obat mujarab yang langsung dapat membuat suami-istri setia pada janji

perkawinannya. Yang perlu diusahakan dan dikembangkan terus-menerus oleh

setiap pasangan suami istri adalah kesadaran akan kehendak Allah yang telah

memanggil mereka menjadi suami-istri.

3. Pengembangan Komunikasi

Pengembangan komunikasi menurut Brayat Minulyo dalam buku Kursus

Persiapan Hidup Berkeluarga, 2006 meliputi: komunikasi badan, komunikasi

pikiran, komunikasi hati, komunikasi hubungan seks, komunikasi sakramen dan

komunikasi dengan Tuhan. Pengembangan komunikasi ini diharapkan mampu

membantu pasangan suami istri dalam upaya membangun keluarganya menjadi

keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera sesuai dengan apa yang menjadi

(48)

a. Komunikasi Badan

Komunikasi ini merupakan komunikasi dalam hal mengungkapkan cinta,

perhatian dan kasih sayang satu sama lain misalnya pandangan mata, senyuman,

belaian, gandengan tangan, rangkulan, dekapan, ciuman. Komunikasi ini penting

untuk menciptakan suasana akrab dan mesra (tetapi dimaksud bukan untuk

rangsangan seksual), sehingga dapat dilakukan oleh orang tua di depan mata

anak-anaknya. Belaian dan sentuhan lembut dirasakan sebagai sesuatu yang berarti

untuk mengungkapkan rasa cinta dan mendekatkan hati. Sebagai tanda kasih

sayang yang mencerminkan hubungan yang akrab, suami istri dianjurkan untuk

membiasakan diri menggunakan komunikasi badan ini sesering mungkin karena

komunikasi badan ini adalah ungkapan dan tanda kemesraan, tanpa maksud atau

tujuan yang mengarah kehubungan seks. Tetapi bila pasangan suami istri ingin

melakukan hubungan seks maka komunikasi badan ini dapat mewakili.

b. Komunikasi Pikiran

Komunikasi pikiran ini seperti omongan mulai dari basa basi tukar

informasi, sampai dengan tukar pikiran, tukar pendapat dan pandangan.

Komunikasi pikiran ini juga dapat disebut sebagai komunikasi berjenis diskusi,

namun jenis komunikasi seperti ini dapat menimbulkan pertengkaran, perbedaan

pendapat, pikiran dan pandangan yang terjadi di antara suami istri namun hal ini

diangap wajar karena tidak sampai berlanjut menjadi perdebatan. Yang perlu

untuk dihindarkan adalah uangkapan atau kata-kata yang mempersalahkan,

menuduh, menggurui dan mencari menang sendiri. Dalam melakukan komunikasi

(49)

menangkap maksud dibalik kata-kata pasangan, sehingga perbedaan pendapat

dapat menghasilkan kesepakatan atau kesimpulan yang dapat diterima satu sama

lain sebagai suatu solusi dari persoalan yang ada.

c. Komunikasi Hati

Komunikasi dari hati ke hati adalah jenis komunikasi yang mengutarakan

isi hati dan perasaan. Komunikasi ini sering disebut sebagai komunikasi berjenis

dialog. melalui dialog apa yang menjadi ungkapan dalam hati dan perasaan atas

dasar saling percaya dan menerima dapat disampaikan karena yang diungkapkan

adalah isi hati dan perasaan yang muncul secara spontan dari lubuk hati, maka tak

boleh didebat ataupun dibantah. Perasaan hanya dapat diterima dan tak dapat

dipersalahkan. Bagi kebanyakan orang mengungkapkan perasaan bukanlah hal

mudah.

Perasaan yang sulit untuk diungkapkan misalnya: sedih, kecewa, sakit hati,

dendam atau perasaan yang kurang menyenangkan misalanya: takut, malu,

minder, kuatir dan sebagainya tetapi perasaan itu merupakan bagian dalam hidup

masing-masing manusia. Jika perasaan itu hanya dipendam saja akan menjadi

beban dan lama kelamaan pada suatu saat dapat meledak menjadi bentuk

kemarahan, kata-kata pedas, kasar yang menyakitkan. Oleh karena itu, perasaan

itu perlu untuk diungkapkan, karena pada dasarnya perasaan itu bersifat netral

dan tidak mempunyai nilai moral baik atau jelek. Perasaan merupakan ungkapan

jati diri dari setiap orang yang sebenarnya, maka perlu untuk dikomunikasikan

dan dibicarakan. Karena melalui komunikasi dari hati ke hati orang dapat

(50)

d. Komunikasi Hubungan Seks

Hubungan seks merupakan komunikasi yang paling intim dan puncak

dalam relasi suami istri sebagai perwujudan nyata kesatupaduan jiwa dan raga.

Hubungan seks bukan pertama-tama untuk mencari kepuasan biologis melainkan

merupakan bahasa komunikasi suami-istri yang mempersatukannya dalam kasih

mesra. Hubungan seks bukan hanya aktivitas biologis melainkan juga psikologis,

emosional dan spiritual dengan kata lain hubungan seks melibatkan seluruh

pribadi manusia dan relasi yang terjadi antara suami-istri.

Maka perlu dipahami bahwa umumnya pria lebih fokus pada seks dalam

arti sempit biologis dan punya pola dasar gerak cepat sedang wanita lebih

mengutamakan kasih sayang, kehangatan, kemesraan, rasa aman dan punya pola

dasar lambat yang memerlukan waktu lebih lama untuk bisa terangsang secara

seksual dan mencapai kepuasannya. Memang bagi pria seks merupakan kegiatan

sesaat sedang bagi wanita merupakan kegiatan sehari. Perbedaan ini bila tidak

cukup diperhatikan akan mengakibatkan hubungan seks menjadi kurang

memuaskan dan menjadi sumber kekecewaan yang membuat buruknya relasi

suami istri.

e. Komunikasi Sakramen

Komunikasi antara suami dan istri yang telah dibaptis mempunyai ciri

khusus dan disempurnakan menjadi Sakramen atau dimensi sakramental

komunikasi. Komunikasi mereka merupakan tanda kehadiran Allah. Dalam

lembaga perkawinan Gereja membentuk ikatan atau relasi suami-istri itu menjadi

(51)

yang mewujudkan perkawinan namun sebagai sakramen, perkawinan merupakan

tindakan atau karya Kristus sendiri. Kristuslah yang membuat perkawinan suami

istri menjadi tanda yang menghadirkan peristiwa penyelamatan. Kristus pula yang

membuat relasi dinamis antara suami istri menjadi tanda yang memperlihatkan

relasi dinamis yang terus berlangsung antara Kristus dan Gereja-Nya. Dimensi

sakramental ini perlu dipahami agar suami istri menghayati hidup perkawinan

dalam relasi dan komunikasi yang akrab dan membawa kegembiraan dan

kebahagiaan yang menjadi wujud keselamatan yang dicari setiap orang.

f. Komunikasi Dengan Tuhan

Kebahagiaan bersama Tuhan tidak perlu menunggu sampai saatnya

dipanggil Tuhan dan masuk surga. Sudah sejak sekarang dapat dimulai bersama

keluarga. caranya adalah dengan mengadakan komunikasi yang baik dengan

Tuhan. mensyukuri dan menikmati semua kebaikan dan semua anugerah-Nya.

Serah diri secara total akan kehendak Allah dan mentaati peraturan serta

perintah-perintah-Nya. Kebahagiaan hidup bersama Tuhan sudah dapat dialami dan

rasakan sejak masih hidup didunia ini asalkan mampu mengusahakannya. caranya

dapat dilakukan lewat doa bersama keluarga. Doa bersama ini bukan saja

berkomunikasi dengan Tuhan tetapi juga membina komunikasi yang akrab dengan

anggota keluarga dan membiasakan diri membawa persoalan-persoalan keluarga

kehadapan Tuhan. Karena itu berdoa bersama keluarga hendaknya tidak hanya

dilakukan pada saat tertentu saja tetapi hendaknya dilakukan secara rutin doa

kiranya dapat menjadi bagian dari kehidupan keluarga sehingga suasana religius

(52)

suami istri yang saling mengasihi sudah selayaknya dilakukan agar bisa saling

menguatkan dan meneguhkan dalam menjalani hidup berkeluarga dengan suka

dukanya.

4. Kebiasaan Hidup Beriman

Menurut Konferensi Waligereja Indonesia dalam buku Pedoman Pastoral

Keluarga, 2001 dinyatakan bahwa: Kebiasaan hidup beriman menjadi dasar dalam

keluarga kristiani karena melalui kebiasaan doa pribadi dan bersama keluarga

secara otomatis dapat berkomunikasi dengan Tuhan, tidak hanya melalui doa

keluarga juga mendapatkan kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam perayaan

Ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci melalui pembacaan Kitab Suci

itu keluarga terutama anak-anak menemukan dasar iman, yaitu ajaran-ajaran

Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui

teladan hidup-Nya dan tokok-tokoh iman dalam Kitab Suci, aktif dalam kelompok

pembinaan iman karena pembinaan iman tidak hanya didapatkan dari orang tua

saja tapi bisa juga didapatkan melalui pembinaan iman kelompok serta mengikuti

berbagai bentuk kegiatan yang dapat mendukung dan menumbuh kembangkan

perkembangan hidup beriman melalui rekoleksi, retret dan ziarah.

a.Doa Pribadi dan Doa Bersama

Keluarga kristiani mempunyai kebiasaan mengajak serta seluruh anggota

keluarganya untuk berdoa bersama maupun pribadi. Karena melalui berdoa

komunikasi dengan Tuhan bisa terwujud. Keluarga diajak untuk

(53)

kehidupan doa yang dilaksanakan dengan sunguh-sunguh. Selain itu, keluarga

juga mengunakan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar,

rosario dan sebagainya.

b. Mengikuti Perayaan Liturgi

Keluarga kritiani sudah terbiasa mengambil bagian aktif dalam perayaan

liturgi, terutama Ekaristi. Dengan demikian iman mereka akan Tuhan Yesus

Kristus semakin besar. Keluarga kristiani sejak dini diharapkan mengajak

anak-anaknya mengambil bagian dalam setiap perayaan Ekaristi, karena perayaan

Ekaristi membantu mereka untuk terlibat di dalamnya, bila mereka sudah mampu

memahami, orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi yaitu

perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan diri-Nya. Maka

menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan

Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus.

c. Membaca Dan Merenungkan Kitab Suci

Keluarga kristiani mempunyai kebiasaan membaca dan berpegang teguh

dengan Kitab Suci. Karena, Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik

dan efektif untuk mengembangkan iman keluarga. Melalui pembacaan Kitab Suci,

keluarga terutama anak-anak dapat mengenal Allah yang menyelamatkan

umat-Nya dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. Dengan

membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati, fikiran dan jiwa

mereka semakin diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya kepada

(54)

d. Ikut Aktif Dalam Kelompok Pembinaan Iman

Untuk membantu keluarga dalam memberikan pendidikan iman dan

menumbuhkan sikap mengereja dalam diri keluarga kristiani yang baru dibangun.

Keluarga kristiani yang baru dibangun diharapakan untuk senantiasi mendorong

seluruh keluarganya baik terutama anak-anaknya untuk aktif dalam kelompok

pembinaan iman anak dan pembinaan iman remaja, karena dalam pertemuan

seperti itu anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman dan dilatih untuk

menghayati kebersamaan sebagai Gereja.

e. Ikut Ambil Bagian Dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah

Rekoleksi, retret, ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja

dan menghasilkan buah-buah yang baik. Keluarga kristiani hendaknya mendorong

dan mendukung seluruh anggota keluarganya untuk mengambil bagian dalam

kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka.

5. Relasi Yang Mendalam

Relasi menjadi dasar keluarga kristiani karena relasi merupakan bagian

terpenting dalam membangun keluarga kristiani. Tanpa adanya relasi antara suami

istri, orangtua dan anak, keluarga dan masyarakat, keluarga dengan Tuhan sebuah

keluarga pasti tidak akan dapat dibangun dengan baik. Oleh karena itu, relasi

menjadi dasar pokok dalam membangun sebuah keluarga kritstiani seperti yang

dinyatakan oleh Brayat Munulyo dalam buku Kursus Persiapan Hidup

Berkeluarga, 2006 mengenai: relasi antar suami-istri, relasi antar orang tua dan

(55)

a. Relasi Antar Suami-Istri

Relasi suami dan istri merupakan relasi terpenting dalam keluarga. Mutu

relasi itu punya pengaruh yang sanggat besar terhadap mutu seluruh hidup

keluarga. Maka pantaslah kalau para pendamping keluarga memperhatikan hal ini.

Relasi suami dan istri itu memuat beberapa segi. Segi pertama adalah relasi pada

tingkat perasaan apakah mereka merasa dekat satu sama lain, apakah mereka

merasa bahagia bila sedang berbicara, bepergian bersama, atau makan minum

berdua atau sebaliknya, mereka justru merasa jauh satu sama lain dan merasa

tidak senang bila sedang berdekatan.

Segi kedua adalah relasi pada tingkat pikiran atau pandangan, apakah

mereka dapat bertukar pikiran dengan tenang, dengan argumentasi yang masuk

akal, apakah sebaliknya, mereka tidak pernah bertukar pikiran karena keduanya

serba berbeda dalam pandangan mereka. Segi ketiga adalah relasi pada tingkat

kehendak atau kemauan, apakah mereka dapat memadukan kehendak mereka,

sehingga mereka dapat merencanakan dan melaksanakan kehendak bersama.

apakah sebaliknya, kehendak mereka selalu berbeda sehingga tidak pernah dapat

dipersatukan.

Segi keempat adalah relasi seksual, baik yang terungkap melalui

persetubuhan maupun yang terungkap melalui bentuk-bentuk kemesraan fisik

lainnya, apakah mereka dapat saling membahagiakan melalui kemesraan seksual

itu, karena masing-masing selalu peka dan peduli terhadap kebutuhan

pasangannya, ataukah sebaliknya, setiap persetubuhan maupun kemesraan fisik

lainnya hanyalah menyenangkan satu pihak saja dan menyebabkan penderitaan

(56)

b. Relasi Antar Orang Tua Dan Anak

Meskipun relasi suami dan istri pada umumnya baik, keduanya karena

sulit mencapai kebahagiaan bila relasi mereka dengan anak-anak terganggu.

Maka, demi utuhnya kebahagiaan mereka, suami dan istri membutuhkan relasi

yang baik dengan anak-anak mereka. Seperti halnya pada relasi antara suami dan

istri, relasi antara orangtua dan anak-anak juga memuat beberapa segi, yakni segi

perasaan, segi pikiran, dan segi kehendak atau kemauan.

Segi pertama adalah relasi pada tingkat perasaan. Tidaklah cukup bahwa

anak-anak diberi makanan, minuman, dan pakaian yang memadai, mereka ingin

merasa dekat dengan orang tua, mereka ingin merasakan dilindungi dan disayangi

oleh bapak-ibu mereka. Sebaliknya, orang tua pun ingin dihargai dan dipercaya

oleh anak-anak mereka. Segi kedua adalah relasi pada tingkat pikiran, hal ini

terutama penting bila anak-anak sudah mulai mampu berpikir, mereka hendaknya

sering diajak bertukar pikiran. Janganlah mereka itu diperlakukan seolah-olah

mereka tidak mampu berpikir. Maka, bila ada perbedaan pandangan antara

anak-anak dan orang tua, semua pihak hendaknya bersikap rasional, tidak hanya

mencari kemenangan. Segi ketiga adalah relasi pada tingkat kehendak atau

kemauan. Tidak jarang terjadi bahwa orang tua memaksakan kehendak pada

anak-anak mereka, karena merasa lebih tua dan lebih berpengalaman. Hal itu dapat

terjadi karena orang tua kurang memahami kebutuhan dan keinginan anak-anak

muda. Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak punya

kehendak dan kemauan sendiri, dan dia tidak berbahagia bila orang lain

(57)

c. Relasi Antar Keluarga Dan Masyarakat

Tidak ada keluarga yang berbahagia bila anggotanya hanya hidup dan

bergaul dengan orang-orang serumah. Sejak kecil orang membutuhkan sosialitas,

membutuhkan dunia pergaulan yang luas. Maka, demi kebahagiaan

masing-masing anggota keluarga, mereka harus memiliki relasi yang baik dengan

masyarakat luas. Relasi itu mempunyai berbagai bentuk. Relasi-relasi yang paling

biasa ialah relasi dalam hal kerja, bertetangga, berorganisasi, dan beragama. Bila

relasi-relasi itu berjalan lancar, anggota keluarga dapat mengalami kebahagiaan.

Sebaliknya, bila terjadi banyak kegagalan dalam relasi-relasi itu, kebahagiaan

hanyalah merupakan impian belaka.

Dalam hal ini para pendamping keluarga dapat memberikan bantuan, yakni

dengan menolong keluarga-keluarga katolik dalam usaha meningkatkan mutu

relasi antara anggota-anggota mereka dengan masyarakat luas. Lebih bagus lagi

kalau para pendamping keluarga dapat menciptakan sarana-sarana penunjangnya,

d. Relasi Antar Keluarga Dan Tuhan

Salah satu dari tujuan utama pendampingan keluarga adalah

berkembangnya iman. Oleh karena itu, tidak boleh dilupakan pentingnya relasi

antara keluarga dan Tuhan. Relasi itu dapat dipelihara melalui tiga sarana utama

sebagai berikut:

Gambar

Tabel I. Variabel penelitian
Tabel 2. Identitas responden (N=47)
Tabel 3. Pemahaman responden tentang keluarga kristiani (N = 47)
Tabel 4. Keaktifan Responden Dalam Mengikuti  Pelaksanaan
+4

Referensi

Dokumen terkait