x
ABSTRAK
HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR SEKOLAH
DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA
Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman
Yulius Noferi Hadi Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha dan (2) hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa kelas X. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 209 siswa. Teknik pengumpulan data yuang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistikChi Square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkan χ²hitung = 1,1621 < χ²tabel = 7,81; pada dimensi collectivism vs
individualism menunjukkan χ²hitung= 0,4853 < χ²tabel= 7,81; pada dimensi femininity
vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,1074 < χ²tabel = 9,49; dan pada dimensi
uncertainty avoidance menunjukkanχ²hitung= 0,4975 <χ²tabel= 7,81) dan (2) tidak ada
hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkanχ²hitung= 0,8016 <χ²tabel = 9,49; pada dimensi collectivism vs
individualism menunjukkanχ²hitung= 1,5435 <χ²tabel= 9,49 ; pada dimensifemininity
vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,3261 < χ²tabel = 5,99; dan pada dimensi
xi
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY CULTURE AND SCHOOL CULTURE WITH STUDENTS’ INTEREST IN ENTREPRENEURSHIP
A Case Study on the 10thClass of the State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency
Yulius Noferi Hadi Sanata Dharma University
2009
The aim of the research is to figure out: (1) the relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship; (2) the relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship. The research is a case study on the 10th class students. The research was conducted at State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency. Population in this research were 209 students. The technique of collecting data was questionnaire. The data analysis technique was statisticsChi Square.
The result of the research shows that: (1) there is no relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance showsχ²count= 1,1621 <χ²table= 7,81; dimensioncollectivism vs individualismshows
χ²count= 0,4853 < χ²table = 7,81; dimensionfemininity vs masculinity shows χ²count =
1,1074 <χ²table= 9,49; and dimensionuncertainty avoidance showsχ²count= 0,4975 <
χ²table = 7,81) and; (2) there is no relationship between school culture and students’
interest in entrepreneurship (dimension power distance shows χ²count = 0,8016 <
χ²table= 9,49; dimension collectivism vs individualismshows χ²count= 1,5435 <χ²table
= 9,49 ; dimension femininity vs masculinityshowsχ²count= 1,3261 < χ²table= 5,99;
HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR
SEKOLAH DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA
Studi Kasus Pada Siswa Kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
YULIUS NOFERI HADI NIM: 051334014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR
SEKOLAH DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA
Studi Kasus Pada Siswa Kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
YULIUS NOFERI HADI NIM: 051334014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya tulis yang mungkin sangat jauh dari sempurna ini sebagai
buah tanganku akan ku persembahkan dengan tulus
Kepada:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Ayahanda Matius Juwardi dan Ibunda Lusia Sri Purwanti
Adikku Yusuf Prapaska Purwan Dalu
v
MOTTO
“Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan
menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang
tebuka (Alexander Graham Bell)”
“Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan
kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha kasih karena skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Akuntansi.
Penulisan skripsi ini mengalami banyak tantangan dan hambatan yang merupakan pelajaran yang berharga bagi penulis. Namun akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
2. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
viii
4. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., dan Bapak A. Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd., selaku dosen penguji, terimakasih atas saran, masukan, dorongan, dan semangat yang telah diberikan;
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kuliah;
6. Semua karyawan di sekretariat Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas segala keramahannya dalam membantu penulis selama kuliah;
7. Seluruh keluarga besar SMK Negeri 1 Depok yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk melaksanakan penelitian kepada penulis;
8. Kedua orang tuaku tercinta, Matius Juwardi dan Lusia Sri Purwanti yang tidak pernah lelah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan baik moril mapun materi selama ini kepada penulis;
9. Adikku Yusuf Prapaska Purwan Dalu atas doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
10. Bulek Tatik, Bulek Yuli, Lek Supri, Lek Herman, dan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan inspirasi, doa, dan dorangannya;
ix
12. Teman-temanku Agustinus Harry Setiawan, Yoga Valentino, F.X Eka Wahyu W., dan Lusia Rini Hapsari yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam membagikan kuesioner di SMK Negeri 1 Depok;
13. Teman-temanku Bangkit, Singgih, Ima, Yudha, Agnes, dan seluruh teman-temanku Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2005 atas segala informasi, waktu, canda, dan tawa yang boleh penulis nikmati disaat-saat jenuh; 14. Teman-temanku Dhani, Gustav, Kak Willy, Heri, Etris, Jaka, Simon, Farhan,
Martin, Mas Danang, Bagas, Bos Nicudemus, dan seluruh teman-temanku di kos Narada 10 C terima kasih atas canda dan tawa yang boleh penulis nikmati disaat-saat jenuh;
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berbagai saran, kritik, dan masukkan sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Yogyakarta, Juni 2009 Penulis
x
ABSTRAK
HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR SEKOLAH
DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA
Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman
Yulius Noferi Hadi Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha dan (2) hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa kelas X. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 209 siswa. Teknik pengumpulan data yuang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistikChi Square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkan χ²hitung = 1,1621 < χ²tabel = 7,81; pada dimensi collectivism vs
individualism menunjukkan χ²hitung= 0,4853 < χ²tabel= 7,81; pada dimensi femininity
vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,1074 < χ²tabel = 9,49; dan pada dimensi
uncertainty avoidance menunjukkanχ²hitung= 0,4975 <χ²tabel= 7,81) dan (2) tidak ada
hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkanχ²hitung= 0,8016 <χ²tabel = 9,49; pada dimensi collectivism vs
individualism menunjukkanχ²hitung= 1,5435 <χ²tabel= 9,49 ; pada dimensifemininity
vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,3261 < χ²tabel = 5,99; dan pada dimensi
xi
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY CULTURE AND SCHOOL CULTURE WITH STUDENTS’ INTEREST IN ENTREPRENEURSHIP
A Case Study on the 10thClass of the State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency
Yulius Noferi Hadi Sanata Dharma University
2009
The aim of the research is to figure out: (1) the relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship; (2) the relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship. The research is a case study on the 10th class students. The research was conducted at State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency. Population in this research were 209 students. The technique of collecting data was questionnaire. The data analysis technique was statisticsChi Square.
The result of the research shows that: (1) there is no relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance showsχ²count= 1,1621 <χ²table= 7,81; dimensioncollectivism vs individualismshows
χ²count= 0,4853 < χ²table = 7,81; dimensionfemininity vs masculinity shows χ²count =
1,1074 <χ²table= 9,49; and dimensionuncertainty avoidance showsχ²count= 0,4975 <
χ²table = 7,81) and; (2) there is no relationship between school culture and students’
interest in entrepreneurship (dimension power distance shows χ²count = 0,8016 <
χ²table= 9,49; dimension collectivism vs individualismshows χ²count= 1,5435 <χ²table
= 9,49 ; dimension femininity vs masculinityshowsχ²count= 1,3261 < χ²table= 5,99;
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 5
xiii
BAB II LANDASAN TEORITIK ... 7
A. Kultur Keluarga ... 7
1. Pengertian Kultur ... 7
2. Dimensi Kultur Keluarga ... 8
B. Kultur Sekolah ... 10
1. Pengertian Kultur Sekolah ... 10
2. Dimensi Kultur Sekolah ... 13
C. Minat Siswa Berwirausaha ... 15
1. Pengertian Minat ... 15
2. Pengertian Berwirausaha ... 15
3. Dimensi Minat Siswa Berwirausaha ... 17
D. Kerangka Berfikir ... 20
E. Rumusan Hipotesis ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 26
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 27
E. Populasi ... 30
F. Teknik Pengumpulan Data ... 31
xiv
1. Pengujian Validitas ... 31
2. Pengujian Reliabilitas ... 34
H. Teknik Analisis Data ... 35
1. Uji Prasyarat Analisis ... 35
a. Pengujian Normalitas ... 35
b. Uji Linearitas ... 36
2. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 37
BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH ... 43
A. Gambaran Umum SMK Negeri I Depok ... 43
B. Visi dan Misi SMK Negeri I Depok ... 44
C. Sistem Pendidikan SMK Negeri 1 Depok ... 44
D. Kurikulum SMK Negeri 1 Depok ... 45
E. Sumber Daya Manusia ... 46
F. Organisasi Sekolah SMK Negeri 1 Depok ... 47
G. Pembagian Tugas dan tanggung Jawab ... 48
H. Siswa SMK Negeri I Depok ... 57
I. Kondisi Fisik dan Lingkungan Sekolah SMK Negeri 1 Depok ... 57
J. Fasilitas Pendidikan ... 58
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 60
xv
1. Deskripsi Responden ... 60
2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 61
B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 69
1. Uji Normalitas ... 69
2. Uji Linearitas ... 69
C. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 70
D. Pembahasan ... 79
BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN ... 86
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 87
C. Keterbatasan ... 88
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga ... 27
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah ... 29
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha ... 30
Tabel 3.4 Rangkuman Uji Validitas Kultur Keluarga ... 33
Tabel 3.5 Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah ... 33
Tabel 3.6 Rangkuman Uji Validitas Minat Siswa Berwirausaha ... 34
Tabel 3.7 Rangkuman Uji Reliabilitas ... 35
Tabel 3.8 Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi ... 40
Tabel 3.9 Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi... 42
Tabel 4.1 Daftar Nama Kepala Sekolah ... 46
Tabel 4.2 Data Siswa SMK Negeri I Depok ... 57
Tabel 4.3 Daftar Sarana dan Prasarana Sekolah SMK Negeri I Depok .... 58
Tabel 5.1 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 60
Tabel 5.2 Deskripsi Program Keahlian Responden ... 61
Tabel 5.3 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga ... 61
Tabel 5.4 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance ... 62
xvii
Tabel 5.6 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi
Femininity vs Masculinity ... 63 Tabel 5.7 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi
Uncertainty Avoidance ... 64 Tabel 5.8 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah ... 65 Tabel 5.9 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi
Power Distance ... 65 Tabel 5.10 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi
Collectivism vs Individualism ... 66 Tabel 5.11 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi
Femininity vs Masculinity ... 67 Tabel 5.12 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi
Uncertainty Avoidance ... 67 Tabel 5.13 Deskripsi Variabel Penelitian Minat Siswa Berwirausaha ... 68 Tabel 5.14 Pengujian Normalitas Variabel Kultur Keluarga dan Kultur
Sekolah, dan Minat Siswa Berwirausaha ... 69 Tabel 5.15 Hasil Pengujian Linearitas ... 70 Tabel 5.16 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance
dan Minat Siswa Berwirausaha ... 71 Tabel 5.17 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi
xviii
Tabel 5.18 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Collectivism vs
Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha ... 72 Tabel 5.19 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi
Collectivism vsIndividualism dan Minat Siswa Berwirausaha . 72 Tabel 5.20 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Femininity vs
Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 73 Tabel 5.21 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi
Femininity vs Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 73 Tabel 5.22 Data Variabel Kultur Keluarga pada DimensiUncertainty
avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 74 Tabel 5.23 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi
Uncertainty avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 74 Tabel 5.24 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Power Distance
dan Minat Siswa Berwirausaha ... 75 Tabel 5.25 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi
Power Distance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 75 Tabel 5.26 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Collectivism vs
Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha ... 76 Tabel 5.27 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi
xix
Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 77 Tabel 5.29 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi
Femininity vs Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 77 Tabel 5.30 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Uncertainty
avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 78 Tabel 5.31 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam
perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun seperti Negara
Indonesia ini. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa sangat ditentukan
oleh keberadaan dan peranan dari kelompok yang mempunyai berbagai
keterampilan. Jika suatu bangsa tidak memiliki modal manusia ini, jangan
berharap ada kemajuan yang berarti pada bangsa tersebut. Sebaliknya, suatu
kemajuan yang telah terjadi pada suatu bangsa dapat dilihat dari keberadaan
dan peranan kelompok wirausahawan ini. Salah satu sektor yang dapat
menjadi pendukung utama mewujudkan kelompok wirausaha yang berkualitas
adalah pendidikan, baik formal maupun non formal.
Sebagai salah satu jenjang pendidikan formal, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja dan
mempunyai keterampilan. Tetapi, realitas di lapangan menunjukkan kondisi
yang tidak ideal sesuai tujuan tersebut. Jumlah lulusan SMK masih banyak
menganggur. Pada tahun 2008 misalnya, jumlah pengangguran dari berbagai
jenjang pendidikan untuk daerah perkotaan berjumlah 5.433.944 orang.
Sedangkan untuk daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari jumlah
tersebut, jumlah lulusan SMK yang menganggur untuk daerah perkotaan
daerah pedesaan berjumlah 347.498 orang (BPS, 2004:264,267). Berdasarkan
data-data diatas tampak jelas bahwa minat siswa SMK untuk berwirausaha
masih rendah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat siswa SMK
untuk berwirausaha. Faktor pertama yang diduga kuat menyebabkan adalah
faktor keluarga. Keluarga merupakan faktor utama dalam perkembangan
berwirausaha siswa karena keberadaan siswa di rumah lebih lama
dibandingkan keberadaan siswa di sekolah. Orang tua dapat membantu anak
dengan menciptakan situasi belajar kewirausahaan di lingkungan keluarga
(Wasty Soemanto, 2002:96). Pada setiap keluarga memiliki kultur yang
berbeda sehingga nilai-nilai yang dianut tiap siswa akan berbeda. Pada
keluarga yang memiliki kultur berdimensi power distance kecil yang
bercirikan berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan
mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua; collectivism yang
bercirikan terdapatnya suasana demokratis dalam keluarga, mampu mengelola
keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga,
dan merasa bersalah jika melanggar peraturan; masculinity yang bercirikan
adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua, dan suka
tantangan; uncertainty avoidance lemah yang bercirikan bertoleransi terhadap
situasi yang tidak pasti, maka diduga kuat bahwa minat siswa untuk
berwirausaha akan tinggi. Sebaliknya pada kultur keluarga yang berdimensi
power distance besar, individualism, femininity, dan uncertainty avoidance
Hal ini disebabkan lingkungan belajar siswa di dalam sebuah keluarga seperti
berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan mengakui
perbedaan, tidak tergantung pada orang tua, terdapatnya suasana demokratis
dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti
perayaan atau pesta dalam keluarga, merasa bersalah jika melanggar
peraturan, adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua,
suka tantangan, dan toleransi terhadap situasi yang tidak pasti, merupakan
hal-hal yang sejalan dengan ciri-ciri karakteristik yang tampak dari seorang
wirausaha. Dengan demikian pembiasaan-pembiasaan dalam keluarga tersebut
mendorong siswa memiliki ketertarikan atau minat terhadap suatu profesi
wirausaha.
Faktor kedua adalah kultur sekolah. Sebagian waktu anak juga
dihabiskan di dalam lingkungan sekolah sehingga sekolah berperan penting
dalam perkembangan emosional anak. Sekolah merupakan penghubung siswa
dengan dunia usaha, karena siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang
berupa teori tetapi juga menerapkannya dalam dunia usaha. Setiap sekolah
mempunyai kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang diacu pada tiap
siswa akan berbeda. Pada kultur sekolah yang berdimensipower distancekecil
bercirikan perilaku guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat
pada siswa, dan kesempatan bertanya; collectivism yang bercirikan dengan
kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat
penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas;
prestasi;uncertainty avoidance lemah bercirikan dengan kejelasan guru dalam
menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan guru, siswa, dan orang
tua, maka diduga kuat minat siswa berwirausaha akan cenderung tinggi.
Sebaliknya, pada kultur yang berdimensi power distancebesar,individualism,
femininity, dan uncertainty avoidance kuat, maka diduga kuat minat siswa
berwirausaha akan cenderung rendah. Hal ini disebabkan lingkungan sekolah
seperti perilaku guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada
siswa, kesempatan bertanya, kebebasan mengungkapkan pendapat,
penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap
positif dalam mengerjakan tugas, menyukai kompetisi, berorientasi pada
prestasi, kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan
hubungan guru, siswa, dan orang tua, merupakan hal-hal yang sejalan dengan
ciri-ciri karakteristik yang tampak dari seorang wirausaha. Dengan demikian
pembiasaan-pembiasaan dalam lingkungan sekolah tersebut mendorong siswa
memiliki ketertarikan atau minat terhadap suatu profesi wirausaha.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk
menyelidiki kembali apakah ada hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah
dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini akan dituangkan dalam judul
“Hubungan Kultur Keluarga dan Kultur Sekolah dengan Minat Siswa
Berwirausaha”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa SMK
B. Batasan Masalah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
berwirausaha. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor pribadi, lingkungan,
dan sosial. Faktor individu yang memicu kewirausahaan adalah pencapaian
locus of control, toleransi, pengambilan risiko, nilai-nilai pribadi, pendidikan,
pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasan. Faktor pemicu yang berasal
dari lingkungan ialah peluang, model peran, aktivitas, pesaing, inkubator,
sumber daya, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor pemicu yang
berasal dari lingkungan sosial meliputi keluarga, orang tua, dan jaringan
kelompok (Suryana, 2006:63). Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil
kultur keluarga dan kultur sekolah sebagai variabel yang diduga kuat
berhubungan dengan minat siswa berwirausaha.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha?
2. Apakah ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dimaksudkan
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kultur keluarga dengan minat
siswa berwirausaha.
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kultur sekolah dengan minat
siswa berwirausaha.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan memberikan
manfaat-manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Siswa-siswi SMK
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi seorang yang ingin
menjadientrepreneurmuda setelah lulus dari sekolah.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan dapat
memberi masukan pada pembaca terutama pengetahuan tentang
kewirausahaan.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti
lain tentang hubungan kultur keluarga, dan kultur sekolah dengan siswa
7 BAB II
TINJAUAN TEORITIK
A. Kultur Keluarga
1. Pengertian Kultur
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud
dengan kultur adalah adat atau kebiasaan yang berlaku. Istilah
kultur/budaya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sejak satu abad yang
lalu oleh para antropolog istilah ini digunakan untuk menjelaskan: 1)
keunikan sekelompok masyarakat dibandingkan kelompok masyarakat
lainnya; 2) mengapa perilaku sekelompok masyarakat dapat bertahan dari
satu generasi ke generasi lainnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4 dalam
Saptono dan Muhadi, 2005:12). Hingga saat ini muncul berbagai definisi
kultur dari para teoritikus dan peneliti. Schein (1991:9 dalam Saptono dan
Muhadi, 2005:12-13) mendefinisikan kultur sebagai:
“a pattern of basic assumption-invented, discovered, or developed by a given group as it learns to cope with its problems of external adaptation and internal integration-that has worked well enough to be considered valid and, therefore,to be taught to new members as the correct way to perceive,think, and feel in relation to those problems”.
Kultur merupakan asumsi dasar yang ditemukan, dipahami, dan
dikembangkan oleh anggota kelompok/grup. Karena asumsi terbukti benar
saat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi kelompok,
pandang, pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah
di masa mendatang.
Clayde Kluckhon, sebagaimana dikutip Erez dan Early (1993:41
dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13), menyatakan bahwa:
“Culture consist of patterned ways of thinking, feeling, and reacting, acquired and transmitted mainly by symbols, constituting the distinctive achievement of human group, including their embodiments in artifacts: the essential, core of culture consist of traditional (i.e. historically derived and sellected) ideas and especially their attached values”.
Esiensi kultur adalah nilai-nilai. Nilai-nilai diderivasi dan diseleksi
berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu. Nilai-nilai merupakan hasil
dari sebuah proses yang panjang. Mengingat nilai-nilai telah terinternalisir
ke dalam diri masing-masing anggota kelompok, maka nilai-nilai tampak
dalam bentuk artifak-artifak, misalnya: pola pikir, rasa, dan reaksi anggota
kelompok. Pada umumnya pola-pola ini diartikulasikan ke dalam bentuk
simbol-simbol.
2. Dimensi Kultur Keluarga
Kultur dalam suatu kelompok cenderung sangat sulit untuk
berubah, jikalau berubah ini akan membutuhkan waktu yang lama dan
secara bertahap. Hal ini disebabkan karena kultur telah terkristalisasi ke
dalam lembaga yang telah mereka bangun selama ini. La Midjan (1995:7
dalam Saptono dan Muhadi, 2005:12-15) menyebutkan bahwa lembaga
yang dimaksud antara lain: struktur keluarga, struktur pendidikan,
kerja, lembaga hukum, kepustakaan, pola tata ruang, bentuk bangunan
gedung, dan juga teori-teori ilmiah.
Substansi perbedaan kultur antar kelompok akan lebih tampak pada
praktik kultur daripada nilai-nilai (Hofstede, 1994:5 dalam Saptono dan
Muhadi, 2005:13). Perbedaan kultur antar kelompok dapat dianalisis pada
tingkatan unit atau bahkan sub-sub unit dalam suatu organisasi (Hofstede,
1994:181-182 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13). Kultur dapat
dibedakan kedalam enam tingkatan atau lapisan yaitu: a national level, a
regional level etc,a gender level, a generation level, a social class level,
danan organization or corporate level(Hofstede, 1994:10 dalam Saptono
dan Muhadi, 2005:13). Pada tingkatan nasional, kultur dapat dikenali
berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small to
large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,
dan uncertanity avoidance (from weak to strong).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat
dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda.
Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana
pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism
menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir
diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi
masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan adanya
avoidance (from weak to strong) menunjukkan masyarakat dalam mana
individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Pada keluarga,
dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator: ketaatan
kepada norma keluarga, penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih
tua sebagai dasar kebaikan, pengaruh otoritas orang tua terus menerus
sepanjang hidup dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus
individualism mencakup: demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada
kelompok adalah sumber daya bersama, kemampuan mengelola keuangan,
upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar
peraturan dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga.
Dimensifemininityversusmasculinity mencakup indikator: relasi anak dan
orangtua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peranan wanita yang lebih
rendah dari pria dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati.
Sedangkan dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator yang
meliputi: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif,
keluarga sabagai tempat belajar dan kepemilikan aturan.
B. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,
nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini
hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus
cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu,
suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada
generasi berikutnya.
Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk
memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut.
Antropolog Clifford Geertz mendefinisikan kultur sebagai suatu pola
pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit
maupun implisit. Merujuk pada konteks organisasi (Depdiknas, 2004),
kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan
atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu
tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang
dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi batiniah dan
lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat, keyakinan yang
dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau prosedur yang
mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun
informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi, kebiasaan
kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok.
Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai
organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya yang
bersifat unik pula. Tiap-tiap sekolah mempunyai kultur yang bersifat unik.
Tiap-tiap sekolah mempunyai aturan, kebiasaan, serta lambang-lambang
mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa.
Apa yang dihayati siswa berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap
kewibawaan dan juga sikap terhadap nilai-nilai bukan berasal dari
kurikulum sekolah yang bersifat formal melainkan berasal dari kultur
sekolah.
Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah
sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang
dianut sekolah tersebut. Kualitas ini mewujud dalam bentuk bagaimana
keseluruhan anggota sekolah, kepala sekolah, para guru, para tenaga
kependidikan bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya,
sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah (Depdiknas, 2004). Jadi sesuai
dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan
sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh
dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.
Menurut Dapiyanta (1995:93), kultur sekolah merupakan perilaku
lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah
yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti,
melainkan dinamis, selalu berproses. Kultur sekolah yang positif dapat
menghasilkan produk kultur yang baik seperti: peningkatan kinerja
individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin
hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang
baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif
kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta
penampilan fisik (Arief Ahmad, http://www.pikiran-rakyat.com/)
Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur sekolah dapat
dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos
dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah.
Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala
sekolah, guru, dan staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka
dalam memahami dan memecahkan berbagai masalah atau
persoalan-persoalan yang muncul di sekolah (http://www.geocities.com/).
2. Dimensi Kultur Sekolah
Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu:a national
level,a regional level etc,a gender level,a generation level,a social class
level, dan an organization or corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada
tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang
mencakup: power distance (from small to large), collectivism vs
individualism, femininityvs masculinity, dan uncertanity avoidance (from
weak to strong).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat
dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda.
Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana
pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism
diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi
masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terdapat perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan adanya
peran sosial gender terdapat tumpang tindih. Dimensi uncertainty
avoidance (from weak to strong) menunjukkan masyarakat dalam mana
individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian.
Pada sekolah, dimensipower distance(jarak kekuasaan) mencakup
indikator: perlakuan guru terhadap proses pembelajaran terpusat pada
siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi
dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di sekolah, aturan dan
norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan
keuntungan orang tua dengan proses pembelajaran sekolah. Dimensi
collectivism vs individualism mencakup: kebebasan mengungkapkan
pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan guru oleh
orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi.
Dimensi femininity vs masculinitymencakup indikator suasana kompetisi
kelas, orientasi pada prestasi dan kompetensi guru. Sedangkan dimensi
uncertainty avoidance mencakup indikator tingkat penerimaan siswa
dengan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan dan
C. Minat Siswa Berwirausaha
1. Pengertian Minat
Minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang agak
menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu
dan merasa senang berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dalam bidang itu (Winkel, 1991:533). Sedangkan Hurlock (1992:114)
mengatakan, minat adalah sumber motivasi yang mendorong orang untuk
melakukan apa yang diinginkan, bila mereka memilihnya secara bebas dan
bila mereka melihat bahwa sesuatu akan mengntungkan dan
mendatangkan kepuasan.
Pengertian minat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu keinginan. Senada
dengan pendapat Maspiare (1982:62), minat adalah suatu perangkat mental
yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan, pendirian, prasangka
atau kecenderungan yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan
tertentu. Ini berarti selain perasaan senang, orang yang berminat terhadap
suatu objek juga mempunyai harapan-harapan utnuk memperoleh manfaat
dari objek tertentu.
2. Pengertian Berwirausaha
Istilahentrepreneurberasal dari bahasa Perancis dan secara harfiah
berarti perantara (Bahasa Inggris: between-taker atau go-between). Pada
dibedakan dengan kelompok manajer dan kelompok pengusaha terutama
dipandang dari sudut perspektif ekonomi. Istilah entrepreneur dapat
diartikan sebagai wirausahawan. Menurut Sutrisno Iwantono (2002:111),
entrepreneur adalah seseorang yang mengorganisasikan, mengelola,
melakukan inovasi, dan memiliki keberanian untuk menanggung resiko.
Entrepreneur memiliki dedikasi untuk menjalankan suatu bisnis secara
berhasil. Entrepreneur memiliki kemauan dan keberanian untuk
mengambil resiko baik dalam finansial, karier, ataupun reputasi.
Tujuannya adalah agar ide-ide bisnisnya dapat dijalankan. Entrepreneur
juga bersedia bekerja keras mencurahkan seluruh kemampuan dan
bakatnya untuk menjalankan suatu usaha guna mencapai kepuasan batin.
Sedangkan Winardi (2005:71) mengatakan entrepreneur adalah seorang
yang menciptakan seuah bisnis baru, dengan menghadapi risiko dan
ketidakpastian, dan yang bertujuan untuk mencapai laba serta
pertumbuhan melalui pengidentifikasian peluang-peluang melalui
kombinasi sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan
manfaatnya.
Entrepreneurmuncul di dalam diri seseorang karena didasari oleh
suatu keinginan untuk mengimplementasikan gagasan atau konsep baru
yang orisinal. Bahkan para entrepreneur itu dapat muncul karena adanya
motivasi untuk menyumbangkan atau memberikan kontribusi bagi proses
Menurut Sutrisno Iwantono (2002:112), ciri-ciri entrepreneur
adalah sebagai berikut:
1) Umumnya mereka memiliki rasa percaya diri yang kuat untuk bekerja keras secara independen, bekerja keras, dan mereka jugamemiliki pemahaman yang komprehensif tentang risiko yang harus diambil demi mencapai sukses.
2) Mereka memiliki visi bisnis yang kuat, yang kemudian diterjemahkan ke dalam suatu tujuan yang lebih konkret, berorientasi kepada hasil, serta bersedia menanggung risiko kegagalan akibat keputusan yang telah diambinya
3) Mereka memiliki daya kreatif dan inovasi tinggi untuk selalu menemukan dan mencoba ide-ide baru.
4) Biasanya mereka menikmati berbagai tantangan dan selalu bersedia untuk proaktif dengan mengembangkan yang terjadi di sekelilingnya.
3. Dimensi Minat Siswa Berwirusaha
Minat merupakan faktor psikologis yang dapat menetukan suatu
pilihan seseorang, selain itu minat merupakan salah satu faktor psikologis
yang sangat kuat dan penting untuk suatu kemajuan dan keberhasilan
seseorang. Seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan disertai
minat sebelumnya, pada umumnya akan memperoleh hasil yang lebih baik
daripada mereka yang tidak berminat sebelumnya.
Menurut The Liang Gie (1995:16), minat melahirkan perhatian
wajar yang tidak dipaksakan dengan tenaga kemauan. Minat melahirkan
perhatian wajar yang tidak dipaksakan akan memudahkan terciptanya
konsentrasi dan menjadi benteng pelindung melawan gangguan-gangguan
perhatian apapun dari luar. Minat selain memungkinkan pemusatan
pikiran, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar.
juga membantunya tidak mudah melupakan apa yang dipelajarinya itu.
Menurut Willian Amstrong (The Liang Gie, 1995:133), terdapat sepuluh
cara untuk memperoleh minat yaitu sebagai berikut:
1. Hendaknya berusaha menetapkan apa yang ingin diperbuatnya dan ke mana akan menuju.
2. Tetapkan suatu alasan bagi pekerjaan yang dilakukan dan dengan demikian membersihkannya dari unsur pekerjaan yang membosankan. 3. Hendaknya berusaha menentukan tujuan hidupnya (contohnya: ingin
menjadi apa?).
4. Lakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menangkap keyakinan dan pengapdian diri pada pelajarab yang bersangkutan. 5. Hendaknya membangun suatu sikap yang positif, yaitu mencari
minat-minat yang baik ketimbang alasan-alasan penghindar yang buruk. 6. Hendaknya menerapkan keaslian dan kecerdasannya dalam mata
pelajaran sebagaimana dilakukannya pada kegemarannya. 7. Berlakulah jujur terhadap diri sendiri.
8. Praktekkan kebajikan-kebajikan dari minat dalam ruang kuliah, yaitu tampak dan berbuat seakan-akan sungguh berminat.
9. Hendaknya menggunakan nalurinya menghimpun untuk
mengumpulkan keterangan. Hal ini tidak saja membantu
perkembangan minat, melainkan juga konsentrasi. 10. Janganlah takut untuk menggunkan rasa ingin tahu.
Sedangkan menurut Freeman (The liang Gie, 1995:135), terdapat
sepuluh cara untuk memperoleh minat, yaitu sebgai berikut:
1. Hendaknya menyingkirkan pengganggu yang tak penting dan tak dikehendaki seperti misanya suara, rasa lapar, dan rasa dingin.
2. Kesampingkanlah urusan-urusan mendesak lainnya dengan cara mencatatnya atau menyusun jadwal penyelesaiannya.
3. Tekanlah pikiran-pikiran yang tak dikehendaki dengan cara secepatnya beralih ke topik yang sedang dipelajari.
4. Hendaknya memahami apa yang sedang dipelajari.
5. Punyailah suatu minat yang hidup terhadap mata pelajaran di luar jam studi.
6. Hendaknya menggukan banyak sumber-sumber ide dan keterangan sehingga memperoleh banyak sudut padangan terhadap suatu mata pelajaran dan membangkitkan minatnya.
8. Hendaknya berusaha membaca suatu buku mengenai sejarah sesuatu mata pelajaran.
9. Usahakan mengetahui pertalian mata pelajaran itu dengan mata pelajaran lainnya dan bagaimana mata pelajaran itu dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
10. Pastikan film-film, acara televisi dan radio yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.
Menurut Winkel (1984:30), minat adalah kecenderungan yang
agak menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada hal tertentu dan
merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Mengenai munculnya
minat, Winkel memberikan sebuah gambaran untuk mencapai minat
sebagai berikut:
Bila dihubungkan dengan minat seseorang berwirausaha,
mula-mula seseorang akan merasa senang terhadap wirausaha. Perasaan tersebut
muncul karena seseorang telah mengenal dan karena dia memandang
bahwa berwirausaha dapat memberikan manfaat dan berharga bagi dirinya,
maka timbulah sikap positif dan dia akan selalu memperhatikan, berusaha
mendekati dan menyesuaikan dirinya dengan sikap wirausaha. Dengan
demikian dapat dikatakan minat seseorang untuk berwirausaha telah
muncul.
Minat berwirausaha dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana seseorang mempunyai perasaan senang menaruh perhatian pada
sesuatu serta berusaha untuk mengetahi, melakukan pendekatan,
memperhatikan dengan seksama, melibatkan diri dan mengarahkan
individu pada suatu pilihan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi
minat dikelompokkan menjadi dua golongan (Winkel, 1984:27) adalah
sebagai berikut:
1) Minat secara intrinsik
Minat secara intrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak timbul dari dalam individu sendiri tanpa pengaruh dari luar.
2) Minat secara ekstrinsik
Minat secara ekstrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan atau pengaruh dari luar individu.
D. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Kultur Keluarga dengan Minat Siswa Berwirausaha
Kultur keluarga adalah suatu nilai yang dimiliki masyarakat/
keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang berlangsung turun
temurun. Siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berbeda, diduga
kuat mempunyai derajat hubungan yang tidak sama dengan minat
berwirausaha. Pada siswa yang berasal dari keluarga yang berdimensi
power distance kecil, maka minat berwirausaha diduga kuat akan tinggi.
Keluarga denganpower distance kecil bercirikan mempunyai keberanian
untuk mengatakan sebuah kebenaran, menghormati secara formal dan
mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua. Kultur tersebut
mendorong siswa akan memiliki ketidaktergantungan, kemandirian,
kejujuran, dan menghargai orang lain. Sebaliknya siswa yang berasal dari
keluarga dengan power distancebesar bercirikan ketaatan kepada norma
Kultur tersebut mendorong siswa bergantung pada orang lain, tidak adanya
keahlian dalam penentuan tujuan, perencanaan, penjadwalan, serta
pengaturan pribadi.
Pada siswa yang berasal dari keluarga yang berdimensi
collectivism, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan tinggi.
Keluarga dengan ciricollectivismbercirikan mempunyai demokratis dalam
keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama,
kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh
dilupakan, perasaan bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga
menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Kultur tersebut mendorong
siswa akan memiliki sikap dan cara mengatur keuangan, keinginan untuk
bertindak secara jujur, dan memiliki dorongan dan kemauan yang kuat.
Sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga dengan individualism
bercirikan adanya kecenderungan menyendiri dan cenderung memikirkan
dirinya sendiri. Kultur tersebut mendorong siswa tidak adanya komunikasi
dan hubungan antar personal.
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berdimensi
masculinity, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan lebih tinggi.
Keluarga denganmasculinityyang bercirikan relasi anak dan orang tua ada
jarak, perbedaan peran orang tua, dan pembelajaran bersama menjadi
rendah hati. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki hubungan
antar personal yang baik, memiliki sikap tanggung jawab individual, dan
keluarga dengan femininity bercirikan adanya peran wanita yang lebih
rendah dari pria, dominasi penetapan aturan dalam keluarga dan hasrat
untuk kuat. Kultur tersebut mendorong siswa tidak adanya kemampuan
dalam memimpin dan manajerial.
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berdimensi
uncertainty avoidanceyang lemah, maka minat siswa berwirausaha diduga
kuat akan tinggi. Keluarga dengan uncertainty avoidance yang lemah
bercirikan toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif,
keluarga sebagai tempat belajar dan kepemilikan aturan. Kultur tersebut
mendorong siswa untuk selalu mengantisipasi berbagai kemungkinan di
masa mendatang, memiliki kesiapan diri terhadap inovasi, dan mempunyai
jangkauan yang luas terhadap berbagai masalah. Sebaliknya siswa yang
berasal dari keluarga dengan uncertainty avoidance yang kuat bercirikan
tidak mempunyai inisiatif dan tidak adanya pengaturan atas hal yang tidak
baik. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki perencanaan dalam
segala kegiatan.
2. Hubungan Kultur Sekolah dengan Minat Siswa Berwirausaha
Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya siswa. Siswa yang berasal
dari kultur sekolah yang berbeda, diduga kuat mempunyai derajat
hubungan yang tidak sama dengan minat berwirausaha. Pada siswa yang
memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah denganpower distance kecil
bercirikan perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pembelajaran
terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan
kritik, komunikasi dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di
sekolah, aturan dan norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan
dan bakat, dan keuntungan orang tua dengan adanya proses pembelajaran
sekolah. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki kreativitas,
disiplin diri, kepercayaan diri, memiliki dorongan dan kemauan kuat, serta
memiliki keyakinan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance besar
bercirikan guru yang selalu pilih kasih, otoritas pada guru, dan komunikasi
satu arah. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki daya kreatif
dan inovatif yang tinggi, tidak memiliki kebebasan dalam berinovasi, serta
memiliki jangkauan dan pandangan yang sempit.
Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensicollectivism,
diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan
collectivism bercirikan siswa mempunyai kebebasan mengungkapkan
pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang
lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas dan tujuan berprestasi. Kultur
tersebut mendorong siswa akan memiliki perencanaan dalam segala jenis
kegiatan, keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, dan keyakinan
terhadap kemampuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Sebaliknya siswa
mempunyai beban dalam mengerjakan tugas dari guru, otoritas pada guru,
dan siswa sudah tidak memiliki tujuan berprestasi. Kultur tersebut
mendorong siswa tidak memiliki motif berprestasi yang tinggi dan siswa
menjadi sulit dalam mengembangkan kemampuan personal.
Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensimasculinity,
diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan
masculinity bercirikan suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada
prestasi dan kompetensi guru. Kultur tersebut mendorong siswa akan
memiliki kesiapan diri dan keterbukaan terhadap inovasi, dan memiliki
komunikasi atau hubungan antar personal, serta memiliki jiwa
kepemimpinan. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan
femininity bercirikan tidak terjadinya kompetisi di kelas dan guru tidak
memiliki kompetensi dalam mengajar. Kultur tersebut mendorong siswa
akan merasa tidak mempunyai jiwa kemimpinan dan siswa tidak dapat
mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya.
Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensiuncertainty
avoidance lemah, diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi.
Sekolah dengan uncertainty avoidance lemah bercirikan tingkat
penerimaan siswa dan kekurangan guru, kejelasan guru dalam
menerangkan dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.
Kultur tersebut mendorong siswa memiliki hubungan dan komunikasi
antar personal yang baik. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah
kompetensi dalam menjelaskan dan kerenggangan hubungan antara guru,
siswa, dan orang tua. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki
prespektif ke depan, jangkauan atau pandangan yang sempit, dan tidak
adanya hubungan serta komunikasi antar personal.
E. Rumusan Hipotesis
1. Ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha.
26 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus pada siswa SMK
NEGERI I Depok, Sleman. Studi kasus merupakan penelitian terhadap obyek
tertentu, sehingga kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian tersebut
hanya berlaku bagi objek yang diteliti saja.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan diadakan oleh penulis di SMK NEGERI I Depok,
Sleman.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan diadakan oleh penulis pada bulan Mei tahun 2009.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang akan dimintai keterangan
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Dalam
penelitian ini yang menjadi subjek penelitian, yaitu siswa kelas X SMK
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah variabel-variabel yang menjadi perhatian pokok
dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian,
yaitu kultur keluarga, kultur sekolah, dan minat siswa berwirausaha.
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran
1. Variabel Bebas
a. Kultur Keluarga
Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu
masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang
berlangsung turun temurun. Nilai-nilai tersebut terlihat dari adanya
pola pikir, sikap, rasa ataupun reaksi atas sesuatu yang terjadi.
Dimensi kultur keluarga mencakup power distance, collectivism vs
individualism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance.
Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator. Setiap
[image:51.595.86.517.211.754.2]indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga
No. Dimensi Indikator ItemNo.
1 Power distance
a. ketaatan kepada norma keluarga
b. penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan c. pengaruh otoritas orang tua terus
menerus sepanjang hidup d. ketergantungan
1 2
3 4
2 Collectivism vs individualism
a. demokratis dalam keluarga b. kesetiaan kepada kelompok adalah
sumber daya bersama
c. kemampuan mengelola keuangan d. upacara keagamaan tidak boleh
dilupakan
5 6
e. perasaan bersalah jika melanggar peraturan
f. keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga 9 10, 11 3 Femininity vs masculinity
a. relasi anak dan orangtua ada jarak b. perbedaan peran orangtua
c. peranan wanita yang lebih rendah dari pria
d. pembelajaran bersama menjadi rendah hati. 12 13 14 15 4 Uncertainty avoidance
a. toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif
b. keluarga sebagai tempat belajar c. kepemilikan aturan
16
17 18
Skala pengukuran setiap butir pernyataan kultur keluarga
didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan
dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4;
setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.
b. Kultur Sekolah
Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk
siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku
kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Iklim sekolah seperti
hubungan interpersonal, lingkungan belajar kondusif, menyenangkan,
moral dan spirit berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian dan
prestasi akademik sekolah. Dimensi kultur sekolah mencakup power
distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity, dan
uncertainty avoidance. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam
bentuk indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah
No. Dimensi Indikator No.
Item
1 Power distance
a. perilaku guru terhadap para siswa sama b. proses pembelajaran terpusat pada siswa c. kesempatan bertanya
d. kebebasan menyampaikan kritik e. komunikasi dua arah di kelas f. peran orang tua pada anak di sekolah g. aturan dan norma dalam sekolah h. pengembangan kemampuan dan bakat i. orang tua diuntungkan dengan proses
pembelajaran di sekolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2 Collectivism vs individualism
a. kebebasan mengemukakan pendapat b. penyelesaian tugas dari guru
c. tingkat penerimaan dari oleh orang lain d. sikap positif dalam mengerjakan tugas e. tujuan berprestasi
10 11 12 13 14, 15 3 Femininity vs masculinity
a. suasana kompetisi di kelas b. berorientasi pada prestasi c. kompetensi guru
16 17 18
4 Uncertainty
avoidance
a. tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru
b. kejelasan guru dalam menerangkan c. kedekatan hubungan antara guru, siswa,
dan orang tua
19
20 21
Skala pengukuran setiap butir pernyataan kultur sekolah
didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan
dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4;
setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.
2. Minat Siswa Berwirausaha
Minat siswa berwirausaha, yaitu suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai perasaan senang, menaruh perhatian pada sesuatu serta
berusaha untuk mengetahui, melakukan pendekatan, memperhatikan
pilihan tertentu. Dimensi minat siswa berwirausaha meliputi; ketertarikan,
perasaan senang, keinginan untuk terlibat dalam kegiatan wirausaha,
harapan untuk memperoleh manfaat, pendirian, kemampuan, konsentrasi,
dan rasa ingin tahu. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk
indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk
[image:54.595.86.518.218.635.2]pernyataan.
Tabel 3.3
Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha
No. Indikator No. Item
1 ketertarikan 1,2
2 perasaan senang 3,4,5,8
3 keinginan untuk terlibat dalam kegiatan wirausaha 6,7
4 harapan untuk memperoleh manfaat 11
5 pendirian 9,10
6 kemampuan 12,14,13,15,16
7 konsentrasi 17,18
8 rasa ingin tahu 19,20
Skala pengukuran setiap butir pernyataan minat siswa
berwirausaha didasarkan pada skala likert. Masing-masing item
pernyataan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)
= 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) =2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.
E. Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek
(satuan-satuan/individu) yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi dari
penelitian ini adalah siswa kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman yang
berjumlah 209 siswa dengan rincian kelas X AK 1 berjumlah 34 siswa, kelas
berjumlah 35 siswa, kelas X PJ 1 berjumlah 33 siswa, dan kelas X PJ 2
berjumlah 36 siswa.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Teknik
kuesioner yaitu teknik pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang
kadang-kadang tempat tinggalnya tersebar dan yang terpilih menjadi sampel.
Melalui cara ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang kultur
keluarga, kultur sekolah, dan minat siswa berwirausaha.
G. Uji Instrumen Penelitian
Untuk menganalisis data yang diperoleh digunakan cara pengujian
kuisioner, terdiri dari:
1. Pengujian Validitas
Validitas instrumen adalah taraf sampel mana suatu instrumen
mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dikatakan
valid atau sahih apabila alat pengukuran tersebut dapat mengukur apa
yang ingin diukur dengan tepat dan teliti. Kevalidan atau kesahihan alat
ukur tersebut akan diuji dengan menggunakan metode analisis butir, yaitu
validitas dengan menguji apakah setiap item atau butir benar-benar telah
dilakukan dengan rumus Korelasi Product Moment dari Karl Pearson
sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2002: 146):
2 2
2 2
Y XY
X X
Y X XY
N rXY
Keterangan :
N = Jumlah sampel
∑X = Jumlah skor butir
∑Y = Jumlah skor total
∑XY = Jumlah perkalian skor butir dengan skor total rxy = Koefisien korelasi product moment
Besarnya r diperhitungkan dengan menggunakan korelasi dengan
taraf signifikan 5%. Apabila hasil pengukuran nilai koefisien r
menunjukkan hasil lebih besar atau sama dengan taraf 5%, maka item
tersebut dinyatakan valid. Sedangkan jika nilai koefisien lebih kecil dari
5%, maka item tersebut dinyatakan tidak valid.
Pengujian validitas digunakan untuk mengetahui apakah kuesioner
yang dipakai sebagai bahan penelitian yang layak atau tidak dipakai.
Kuesioner sebagai alat ukur perlu di uji validitasnya untuk menunjukkan
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Semakin tinggi alat ukurnya, semakin tepat pula alat
pengukur mengenai sasarannya. Sebaliknya semakin rendah validitas
suatu alat ukur, semakin jauh pula alat pengukur itu mengenai
sasarannya. Uji validitas menggunakan sampel berukuran N = 46 dengan
Rangkuman dari hasil pengujian validitas tampak dalam tabel berikut ini
(lampiran 3, halaman 117-118):
Tabel 3.4
Rangkuman Uji Validitas Kultur Keluarga
No. Item rhitung rtabel Keterangan
1 0,549 0,291 valid
2 0,809 0,291 valid
3 0,332 0,291 valid
4 0,326 0,291 valid
5 0,379 0,291 valid
6 0,371 0,291 valid
7 0,334 0,291 valid
8 0,706 0,291 valid
9 0,773 0,291 valid
10 0,723 0,291 valid
11 0,343 0,291 valid
12 0,407 0,291 valid
13 0,383 0,291 valid
14 0,370 0,291 valid
15 0,810 0,291 valid
16 0,809 0,291 valid
17 0,315 0,291 valid
18 0,353 0,291 valid
[image:57.595.82.514.189.741.2]Sumber: Data Primer
Tabel 3.5
Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah
No. Item rhitung rtabel Keterangan
1 0,354 0,291 valid
2 0,645 0,291 valid
3 0,579 0,291 valid
4 0,396 0,291 valid
5 0,549 0,291 valid
6 0,816 0,291 valid
7 0,630 0,291 valid
8 0,359 0,291 valid
9 0,350 0,291 valid
10 0,853 0,291 valid
11 0,322 0,291 valid
12 0,385 0,291 valid
13 0,312 0,291 valid
14 0,307 0,291 valid
15 0,382 0,291 valid
16 0,382 0,291 valid
17 0,322 0,291 valid
18 0,334 0,291 valid
19 0,416 0,291 valid
20 0,379 0,291 valid
21 0,727 0,291 valid
Tabel 3.6
Rangkuman Uji Validitas Minat Siswa Berwirausaha
No. Item rhitung rtabel Keterangan
1 0,593 0,291 valid
2 0,509 0,291 valid
3 0,360 0,291 valid
4 0,607 0,291 valid
5 0,380 0,291 valid
6 0,352 0,291 valid
7 0,312 0,291 valid
8 0,324 0,291 valid
9 0,396 0,291 valid
10 0,448 0,291 valid
11 0,435 0,291 valid
12 0,617 0,291 valid
13 0,507 0,291 valid
14 0,327 0,291 valid
15 0,329 0,291 valid
16 0,548 0,291 valid
17 0,380 0,291 valid
18 0,313 0,291 valid
19 0,372 0,291 valid
20 0,419 0,291 valid
Sumber: Data Primer
2. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menguji reliabilitas
kuesioner dalam penelitian ini digunakan teknik koefisien alpha, dengan
formula (Suharsimi Arikunto, 2000: 236):
22 11 1 1 b b k k r Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
2t = Varians total
Setelah nilai koefisien r11 diperoleh kemudian dikonsultasikan
dengan nilai alpha. Jika nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar dari
pada 0,60 maka kuesioner dapat dikatakan reliabel, begitu sebaliknya jika
nilai Alpha Cronbach lebih kecil dari 0,60 maka kuesioner adalah tidak
reliabel (Nunnaly, 1967 dalam Imam Ghozali, 2001:42).
Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus
Cronbach-Alphadan dikerjakan dengan program SPSSfor Windows versi
11.5 dengan koefisien r tabel pada n = 46 adalah sebesar 0,291. Hasil
pengujian reliabilitas diperoleh hasil sebagai berikut (lampiran 3, halaman
[image:59.595.85.515.228.623.2]117-118):
Tabel 3.7
Rangkuman Uji Reliabilitas
Variabel Nilai rhitung Nilai rtabel Status
Kultur Keluarga 0,880 0,60 reliabel
Kultur Sekolah 0,878 0,60 reliabel
Minat Siswa Berwirausaha 0,839 0,60 reliabel
Sumber: Data Primer
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasayarat analisis harus dilakukan karena digunakan sebagai
langkah selanjutnya dalam mengambil keputusan agar tidak menyimpang
dari kebenaran yang seharusnya, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi
adalah (Sutrisno Hadi, 2000: 303):
Dimaksudkan untuk mengetahui apakah skor untuk tiap-tiap
bagian variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini
menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov, yaitu:
D = maksimum [ Fo(x) – Sn(x)]
Keterangan :
D = Deviasi maksimum
Fo = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan Sn(x) = Distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi
Selanjutnya agar diketahui apakah distribusi frekuensi data
masing-masing variabel normal atau tidak dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas asymtot > 0,05 berarti sebaran data normal.
2) Jika nilai probabilitas asymtot < 0,05 berarti sebaran data tidak
normal.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah
masing-masing variabel bebas mempunyai hubungan linier atau tidak dengan
variabel terikatnya. Untuk uji linieritas ini digunakan rumus
persamaan regresi dengan menguji signifikansi nilai F. Adapun rumus
yang digunakan untuk mencari nilai F adalah sebagai berikut
(Sudjana,1996:332):
e S
TC S
F 2
2