• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha : studi kasus pada siswa kelas X SMK Negeri I Depok, Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha : studi kasus pada siswa kelas X SMK Negeri I Depok, Sleman."

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

x

ABSTRAK

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR SEKOLAH

DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman

Yulius Noferi Hadi Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha dan (2) hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa kelas X. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 209 siswa. Teknik pengumpulan data yuang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistikChi Square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkan χ²hitung = 1,1621 < χ²tabel = 7,81; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkan χ²hitung= 0,4853 < χ²tabel= 7,81; pada dimensi femininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,1074 < χ²tabel = 9,49; dan pada dimensi

uncertainty avoidance menunjukkanχ²hitung= 0,4975 <χ²tabel= 7,81) dan (2) tidak ada

hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkanχ²hitung= 0,8016 <χ²tabel = 9,49; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkanχ²hitung= 1,5435 <χ²tabel= 9,49 ; pada dimensifemininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,3261 < χ²tabel = 5,99; dan pada dimensi

(2)

xi

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY CULTURE AND SCHOOL CULTURE WITH STUDENTS’ INTEREST IN ENTREPRENEURSHIP

A Case Study on the 10thClass of the State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency

Yulius Noferi Hadi Sanata Dharma University

2009

The aim of the research is to figure out: (1) the relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship; (2) the relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship. The research is a case study on the 10th class students. The research was conducted at State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency. Population in this research were 209 students. The technique of collecting data was questionnaire. The data analysis technique was statisticsChi Square.

The result of the research shows that: (1) there is no relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance showsχ²count= 1,1621 <χ²table= 7,81; dimensioncollectivism vs individualismshows

χ²count= 0,4853 < χ²table = 7,81; dimensionfemininity vs masculinity shows χ²count =

1,1074 <χ²table= 9,49; and dimensionuncertainty avoidance showsχ²count= 0,4975 <

χ²table = 7,81) and; (2) there is no relationship between school culture and students’

interest in entrepreneurship (dimension power distance shows χ²count = 0,8016 <

χ²table= 9,49; dimension collectivism vs individualismshows χ²count= 1,5435 <χ²table

= 9,49 ; dimension femininity vs masculinityshowsχ²count= 1,3261 < χ²table= 5,99;

(3)

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR

SEKOLAH DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus Pada Siswa Kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

YULIUS NOFERI HADI NIM: 051334014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR

SEKOLAH DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus Pada Siswa Kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

YULIUS NOFERI HADI NIM: 051334014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulis yang mungkin sangat jauh dari sempurna ini sebagai

buah tanganku akan ku persembahkan dengan tulus

Kepada:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Ayahanda Matius Juwardi dan Ibunda Lusia Sri Purwanti

Adikku Yusuf Prapaska Purwan Dalu

(8)

v

MOTTO

“Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan

menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang

tebuka (Alexander Graham Bell)”

“Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan

kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu

(9)
(10)
(11)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha kasih karena skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Akuntansi.

Penulisan skripsi ini mengalami banyak tantangan dan hambatan yang merupakan pelajaran yang berharga bagi penulis. Namun akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

(12)

viii

4. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., dan Bapak A. Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd., selaku dosen penguji, terimakasih atas saran, masukan, dorongan, dan semangat yang telah diberikan;

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kuliah;

6. Semua karyawan di sekretariat Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas segala keramahannya dalam membantu penulis selama kuliah;

7. Seluruh keluarga besar SMK Negeri 1 Depok yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk melaksanakan penelitian kepada penulis;

8. Kedua orang tuaku tercinta, Matius Juwardi dan Lusia Sri Purwanti yang tidak pernah lelah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan baik moril mapun materi selama ini kepada penulis;

9. Adikku Yusuf Prapaska Purwan Dalu atas doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

10. Bulek Tatik, Bulek Yuli, Lek Supri, Lek Herman, dan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan inspirasi, doa, dan dorangannya;

(13)

ix

12. Teman-temanku Agustinus Harry Setiawan, Yoga Valentino, F.X Eka Wahyu W., dan Lusia Rini Hapsari yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam membagikan kuesioner di SMK Negeri 1 Depok;

13. Teman-temanku Bangkit, Singgih, Ima, Yudha, Agnes, dan seluruh teman-temanku Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2005 atas segala informasi, waktu, canda, dan tawa yang boleh penulis nikmati disaat-saat jenuh; 14. Teman-temanku Dhani, Gustav, Kak Willy, Heri, Etris, Jaka, Simon, Farhan,

Martin, Mas Danang, Bagas, Bos Nicudemus, dan seluruh teman-temanku di kos Narada 10 C terima kasih atas canda dan tawa yang boleh penulis nikmati disaat-saat jenuh;

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berbagai saran, kritik, dan masukkan sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Yogyakarta, Juni 2009 Penulis

(14)

x

ABSTRAK

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR SEKOLAH

DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman

Yulius Noferi Hadi Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha dan (2) hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa kelas X. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 209 siswa. Teknik pengumpulan data yuang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistikChi Square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkan χ²hitung = 1,1621 < χ²tabel = 7,81; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkan χ²hitung= 0,4853 < χ²tabel= 7,81; pada dimensi femininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,1074 < χ²tabel = 9,49; dan pada dimensi

uncertainty avoidance menunjukkanχ²hitung= 0,4975 <χ²tabel= 7,81) dan (2) tidak ada

hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkanχ²hitung= 0,8016 <χ²tabel = 9,49; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkanχ²hitung= 1,5435 <χ²tabel= 9,49 ; pada dimensifemininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,3261 < χ²tabel = 5,99; dan pada dimensi

(15)

xi

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY CULTURE AND SCHOOL CULTURE WITH STUDENTS’ INTEREST IN ENTREPRENEURSHIP

A Case Study on the 10thClass of the State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency

Yulius Noferi Hadi Sanata Dharma University

2009

The aim of the research is to figure out: (1) the relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship; (2) the relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship. The research is a case study on the 10th class students. The research was conducted at State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency. Population in this research were 209 students. The technique of collecting data was questionnaire. The data analysis technique was statisticsChi Square.

The result of the research shows that: (1) there is no relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance showsχ²count= 1,1621 <χ²table= 7,81; dimensioncollectivism vs individualismshows

χ²count= 0,4853 < χ²table = 7,81; dimensionfemininity vs masculinity shows χ²count =

1,1074 <χ²table= 9,49; and dimensionuncertainty avoidance showsχ²count= 0,4975 <

χ²table = 7,81) and; (2) there is no relationship between school culture and students’

interest in entrepreneurship (dimension power distance shows χ²count = 0,8016 <

χ²table= 9,49; dimension collectivism vs individualismshows χ²count= 1,5435 <χ²table

= 9,49 ; dimension femininity vs masculinityshowsχ²count= 1,3261 < χ²table= 5,99;

(16)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

(17)

xiii

BAB II LANDASAN TEORITIK ... 7

A. Kultur Keluarga ... 7

1. Pengertian Kultur ... 7

2. Dimensi Kultur Keluarga ... 8

B. Kultur Sekolah ... 10

1. Pengertian Kultur Sekolah ... 10

2. Dimensi Kultur Sekolah ... 13

C. Minat Siswa Berwirausaha ... 15

1. Pengertian Minat ... 15

2. Pengertian Berwirausaha ... 15

3. Dimensi Minat Siswa Berwirausaha ... 17

D. Kerangka Berfikir ... 20

E. Rumusan Hipotesis ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 26

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 27

E. Populasi ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 31

(18)

xiv

1. Pengujian Validitas ... 31

2. Pengujian Reliabilitas ... 34

H. Teknik Analisis Data ... 35

1. Uji Prasyarat Analisis ... 35

a. Pengujian Normalitas ... 35

b. Uji Linearitas ... 36

2. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH ... 43

A. Gambaran Umum SMK Negeri I Depok ... 43

B. Visi dan Misi SMK Negeri I Depok ... 44

C. Sistem Pendidikan SMK Negeri 1 Depok ... 44

D. Kurikulum SMK Negeri 1 Depok ... 45

E. Sumber Daya Manusia ... 46

F. Organisasi Sekolah SMK Negeri 1 Depok ... 47

G. Pembagian Tugas dan tanggung Jawab ... 48

H. Siswa SMK Negeri I Depok ... 57

I. Kondisi Fisik dan Lingkungan Sekolah SMK Negeri 1 Depok ... 57

J. Fasilitas Pendidikan ... 58

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 60

(19)

xv

1. Deskripsi Responden ... 60

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 61

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 69

1. Uji Normalitas ... 69

2. Uji Linearitas ... 69

C. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 70

D. Pembahasan ... 79

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

C. Keterbatasan ... 88

(20)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga ... 27

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah ... 29

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha ... 30

Tabel 3.4 Rangkuman Uji Validitas Kultur Keluarga ... 33

Tabel 3.5 Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah ... 33

Tabel 3.6 Rangkuman Uji Validitas Minat Siswa Berwirausaha ... 34

Tabel 3.7 Rangkuman Uji Reliabilitas ... 35

Tabel 3.8 Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi ... 40

Tabel 3.9 Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi... 42

Tabel 4.1 Daftar Nama Kepala Sekolah ... 46

Tabel 4.2 Data Siswa SMK Negeri I Depok ... 57

Tabel 4.3 Daftar Sarana dan Prasarana Sekolah SMK Negeri I Depok .... 58

Tabel 5.1 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 60

Tabel 5.2 Deskripsi Program Keahlian Responden ... 61

Tabel 5.3 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga ... 61

Tabel 5.4 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance ... 62

(21)

xvii

Tabel 5.6 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi

Femininity vs Masculinity ... 63 Tabel 5.7 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi

Uncertainty Avoidance ... 64 Tabel 5.8 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah ... 65 Tabel 5.9 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Power Distance ... 65 Tabel 5.10 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Collectivism vs Individualism ... 66 Tabel 5.11 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Femininity vs Masculinity ... 67 Tabel 5.12 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Uncertainty Avoidance ... 67 Tabel 5.13 Deskripsi Variabel Penelitian Minat Siswa Berwirausaha ... 68 Tabel 5.14 Pengujian Normalitas Variabel Kultur Keluarga dan Kultur

Sekolah, dan Minat Siswa Berwirausaha ... 69 Tabel 5.15 Hasil Pengujian Linearitas ... 70 Tabel 5.16 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance

dan Minat Siswa Berwirausaha ... 71 Tabel 5.17 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

(22)

xviii

Tabel 5.18 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Collectivism vs

Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha ... 72 Tabel 5.19 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

Collectivism vsIndividualism dan Minat Siswa Berwirausaha . 72 Tabel 5.20 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Femininity vs

Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 73 Tabel 5.21 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

Femininity vs Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 73 Tabel 5.22 Data Variabel Kultur Keluarga pada DimensiUncertainty

avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 74 Tabel 5.23 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

Uncertainty avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 74 Tabel 5.24 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Power Distance

dan Minat Siswa Berwirausaha ... 75 Tabel 5.25 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

Power Distance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 75 Tabel 5.26 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Collectivism vs

Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha ... 76 Tabel 5.27 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

(23)

xix

Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 77 Tabel 5.29 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

Femininity vs Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 77 Tabel 5.30 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Uncertainty

avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 78 Tabel 5.31 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

(24)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

(25)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam

perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun seperti Negara

Indonesia ini. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa sangat ditentukan

oleh keberadaan dan peranan dari kelompok yang mempunyai berbagai

keterampilan. Jika suatu bangsa tidak memiliki modal manusia ini, jangan

berharap ada kemajuan yang berarti pada bangsa tersebut. Sebaliknya, suatu

kemajuan yang telah terjadi pada suatu bangsa dapat dilihat dari keberadaan

dan peranan kelompok wirausahawan ini. Salah satu sektor yang dapat

menjadi pendukung utama mewujudkan kelompok wirausaha yang berkualitas

adalah pendidikan, baik formal maupun non formal.

Sebagai salah satu jenjang pendidikan formal, Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja dan

mempunyai keterampilan. Tetapi, realitas di lapangan menunjukkan kondisi

yang tidak ideal sesuai tujuan tersebut. Jumlah lulusan SMK masih banyak

menganggur. Pada tahun 2008 misalnya, jumlah pengangguran dari berbagai

jenjang pendidikan untuk daerah perkotaan berjumlah 5.433.944 orang.

Sedangkan untuk daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari jumlah

tersebut, jumlah lulusan SMK yang menganggur untuk daerah perkotaan

(26)

daerah pedesaan berjumlah 347.498 orang (BPS, 2004:264,267). Berdasarkan

data-data diatas tampak jelas bahwa minat siswa SMK untuk berwirausaha

masih rendah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat siswa SMK

untuk berwirausaha. Faktor pertama yang diduga kuat menyebabkan adalah

faktor keluarga. Keluarga merupakan faktor utama dalam perkembangan

berwirausaha siswa karena keberadaan siswa di rumah lebih lama

dibandingkan keberadaan siswa di sekolah. Orang tua dapat membantu anak

dengan menciptakan situasi belajar kewirausahaan di lingkungan keluarga

(Wasty Soemanto, 2002:96). Pada setiap keluarga memiliki kultur yang

berbeda sehingga nilai-nilai yang dianut tiap siswa akan berbeda. Pada

keluarga yang memiliki kultur berdimensi power distance kecil yang

bercirikan berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan

mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua; collectivism yang

bercirikan terdapatnya suasana demokratis dalam keluarga, mampu mengelola

keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga,

dan merasa bersalah jika melanggar peraturan; masculinity yang bercirikan

adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua, dan suka

tantangan; uncertainty avoidance lemah yang bercirikan bertoleransi terhadap

situasi yang tidak pasti, maka diduga kuat bahwa minat siswa untuk

berwirausaha akan tinggi. Sebaliknya pada kultur keluarga yang berdimensi

power distance besar, individualism, femininity, dan uncertainty avoidance

(27)

Hal ini disebabkan lingkungan belajar siswa di dalam sebuah keluarga seperti

berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan mengakui

perbedaan, tidak tergantung pada orang tua, terdapatnya suasana demokratis

dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti

perayaan atau pesta dalam keluarga, merasa bersalah jika melanggar

peraturan, adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua,

suka tantangan, dan toleransi terhadap situasi yang tidak pasti, merupakan

hal-hal yang sejalan dengan ciri-ciri karakteristik yang tampak dari seorang

wirausaha. Dengan demikian pembiasaan-pembiasaan dalam keluarga tersebut

mendorong siswa memiliki ketertarikan atau minat terhadap suatu profesi

wirausaha.

Faktor kedua adalah kultur sekolah. Sebagian waktu anak juga

dihabiskan di dalam lingkungan sekolah sehingga sekolah berperan penting

dalam perkembangan emosional anak. Sekolah merupakan penghubung siswa

dengan dunia usaha, karena siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang

berupa teori tetapi juga menerapkannya dalam dunia usaha. Setiap sekolah

mempunyai kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang diacu pada tiap

siswa akan berbeda. Pada kultur sekolah yang berdimensipower distancekecil

bercirikan perilaku guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat

pada siswa, dan kesempatan bertanya; collectivism yang bercirikan dengan

kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat

penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas;

(28)

prestasi;uncertainty avoidance lemah bercirikan dengan kejelasan guru dalam

menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan guru, siswa, dan orang

tua, maka diduga kuat minat siswa berwirausaha akan cenderung tinggi.

Sebaliknya, pada kultur yang berdimensi power distancebesar,individualism,

femininity, dan uncertainty avoidance kuat, maka diduga kuat minat siswa

berwirausaha akan cenderung rendah. Hal ini disebabkan lingkungan sekolah

seperti perilaku guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada

siswa, kesempatan bertanya, kebebasan mengungkapkan pendapat,

penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap

positif dalam mengerjakan tugas, menyukai kompetisi, berorientasi pada

prestasi, kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan

hubungan guru, siswa, dan orang tua, merupakan hal-hal yang sejalan dengan

ciri-ciri karakteristik yang tampak dari seorang wirausaha. Dengan demikian

pembiasaan-pembiasaan dalam lingkungan sekolah tersebut mendorong siswa

memiliki ketertarikan atau minat terhadap suatu profesi wirausaha.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk

menyelidiki kembali apakah ada hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah

dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini akan dituangkan dalam judul

“Hubungan Kultur Keluarga dan Kultur Sekolah dengan Minat Siswa

Berwirausaha”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa SMK

(29)

B. Batasan Masalah

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

berwirausaha. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor pribadi, lingkungan,

dan sosial. Faktor individu yang memicu kewirausahaan adalah pencapaian

locus of control, toleransi, pengambilan risiko, nilai-nilai pribadi, pendidikan,

pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasan. Faktor pemicu yang berasal

dari lingkungan ialah peluang, model peran, aktivitas, pesaing, inkubator,

sumber daya, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor pemicu yang

berasal dari lingkungan sosial meliputi keluarga, orang tua, dan jaringan

kelompok (Suryana, 2006:63). Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil

kultur keluarga dan kultur sekolah sebagai variabel yang diduga kuat

berhubungan dengan minat siswa berwirausaha.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha?

2. Apakah ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dimaksudkan

(30)

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kultur keluarga dengan minat

siswa berwirausaha.

2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kultur sekolah dengan minat

siswa berwirausaha.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan memberikan

manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Siswa-siswi SMK

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi seorang yang ingin

menjadientrepreneurmuda setelah lulus dari sekolah.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan dapat

memberi masukan pada pembaca terutama pengetahuan tentang

kewirausahaan.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti

lain tentang hubungan kultur keluarga, dan kultur sekolah dengan siswa

(31)

7 BAB II

TINJAUAN TEORITIK

A. Kultur Keluarga

1. Pengertian Kultur

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud

dengan kultur adalah adat atau kebiasaan yang berlaku. Istilah

kultur/budaya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sejak satu abad yang

lalu oleh para antropolog istilah ini digunakan untuk menjelaskan: 1)

keunikan sekelompok masyarakat dibandingkan kelompok masyarakat

lainnya; 2) mengapa perilaku sekelompok masyarakat dapat bertahan dari

satu generasi ke generasi lainnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4 dalam

Saptono dan Muhadi, 2005:12). Hingga saat ini muncul berbagai definisi

kultur dari para teoritikus dan peneliti. Schein (1991:9 dalam Saptono dan

Muhadi, 2005:12-13) mendefinisikan kultur sebagai:

“a pattern of basic assumption-invented, discovered, or developed by a given group as it learns to cope with its problems of external adaptation and internal integration-that has worked well enough to be considered valid and, therefore,to be taught to new members as the correct way to perceive,think, and feel in relation to those problems”.

Kultur merupakan asumsi dasar yang ditemukan, dipahami, dan

dikembangkan oleh anggota kelompok/grup. Karena asumsi terbukti benar

saat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi kelompok,

(32)

pandang, pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah

di masa mendatang.

Clayde Kluckhon, sebagaimana dikutip Erez dan Early (1993:41

dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13), menyatakan bahwa:

“Culture consist of patterned ways of thinking, feeling, and reacting, acquired and transmitted mainly by symbols, constituting the distinctive achievement of human group, including their embodiments in artifacts: the essential, core of culture consist of traditional (i.e. historically derived and sellected) ideas and especially their attached values”.

Esiensi kultur adalah nilai-nilai. Nilai-nilai diderivasi dan diseleksi

berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu. Nilai-nilai merupakan hasil

dari sebuah proses yang panjang. Mengingat nilai-nilai telah terinternalisir

ke dalam diri masing-masing anggota kelompok, maka nilai-nilai tampak

dalam bentuk artifak-artifak, misalnya: pola pikir, rasa, dan reaksi anggota

kelompok. Pada umumnya pola-pola ini diartikulasikan ke dalam bentuk

simbol-simbol.

2. Dimensi Kultur Keluarga

Kultur dalam suatu kelompok cenderung sangat sulit untuk

berubah, jikalau berubah ini akan membutuhkan waktu yang lama dan

secara bertahap. Hal ini disebabkan karena kultur telah terkristalisasi ke

dalam lembaga yang telah mereka bangun selama ini. La Midjan (1995:7

dalam Saptono dan Muhadi, 2005:12-15) menyebutkan bahwa lembaga

yang dimaksud antara lain: struktur keluarga, struktur pendidikan,

(33)

kerja, lembaga hukum, kepustakaan, pola tata ruang, bentuk bangunan

gedung, dan juga teori-teori ilmiah.

Substansi perbedaan kultur antar kelompok akan lebih tampak pada

praktik kultur daripada nilai-nilai (Hofstede, 1994:5 dalam Saptono dan

Muhadi, 2005:13). Perbedaan kultur antar kelompok dapat dianalisis pada

tingkatan unit atau bahkan sub-sub unit dalam suatu organisasi (Hofstede,

1994:181-182 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13). Kultur dapat

dibedakan kedalam enam tingkatan atau lapisan yaitu: a national level, a

regional level etc,a gender level, a generation level, a social class level,

danan organization or corporate level(Hofstede, 1994:10 dalam Saptono

dan Muhadi, 2005:13). Pada tingkatan nasional, kultur dapat dikenali

berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small to

large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,

dan uncertanity avoidance (from weak to strong).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat

dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda.

Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana

pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism

menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir

diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi

masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender

terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan adanya

(34)

avoidance (from weak to strong) menunjukkan masyarakat dalam mana

individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Pada keluarga,

dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator: ketaatan

kepada norma keluarga, penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih

tua sebagai dasar kebaikan, pengaruh otoritas orang tua terus menerus

sepanjang hidup dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus

individualism mencakup: demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada

kelompok adalah sumber daya bersama, kemampuan mengelola keuangan,

upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar

peraturan dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga.

Dimensifemininityversusmasculinity mencakup indikator: relasi anak dan

orangtua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peranan wanita yang lebih

rendah dari pria dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati.

Sedangkan dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator yang

meliputi: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif,

keluarga sabagai tempat belajar dan kepemilikan aturan.

B. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh

suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,

nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini

(35)

hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus

cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu,

suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada

generasi berikutnya.

Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk

memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut.

Antropolog Clifford Geertz mendefinisikan kultur sebagai suatu pola

pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit

maupun implisit. Merujuk pada konteks organisasi (Depdiknas, 2004),

kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan

atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu

tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang

dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi batiniah dan

lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat, keyakinan yang

dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau prosedur yang

mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun

informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi, kebiasaan

kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok.

Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai

organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya yang

bersifat unik pula. Tiap-tiap sekolah mempunyai kultur yang bersifat unik.

Tiap-tiap sekolah mempunyai aturan, kebiasaan, serta lambang-lambang

(36)

mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa.

Apa yang dihayati siswa berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap

kewibawaan dan juga sikap terhadap nilai-nilai bukan berasal dari

kurikulum sekolah yang bersifat formal melainkan berasal dari kultur

sekolah.

Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah

sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang

dianut sekolah tersebut. Kualitas ini mewujud dalam bentuk bagaimana

keseluruhan anggota sekolah, kepala sekolah, para guru, para tenaga

kependidikan bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya,

sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah (Depdiknas, 2004). Jadi sesuai

dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan

sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh

dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.

Menurut Dapiyanta (1995:93), kultur sekolah merupakan perilaku

lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah

yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti,

melainkan dinamis, selalu berproses. Kultur sekolah yang positif dapat

menghasilkan produk kultur yang baik seperti: peningkatan kinerja

individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin

hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang

baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif

(37)

kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta

penampilan fisik (Arief Ahmad, http://www.pikiran-rakyat.com/)

Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur sekolah dapat

dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos

dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah.

Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala

sekolah, guru, dan staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka

dalam memahami dan memecahkan berbagai masalah atau

persoalan-persoalan yang muncul di sekolah (http://www.geocities.com/).

2. Dimensi Kultur Sekolah

Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu:a national

level,a regional level etc,a gender level,a generation level,a social class

level, dan an organization or corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada

tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang

mencakup: power distance (from small to large), collectivism vs

individualism, femininityvs masculinity, dan uncertanity avoidance (from

weak to strong).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat

dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda.

Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana

pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism

(38)

diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi

masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender

terdapat perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan adanya

peran sosial gender terdapat tumpang tindih. Dimensi uncertainty

avoidance (from weak to strong) menunjukkan masyarakat dalam mana

individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian.

Pada sekolah, dimensipower distance(jarak kekuasaan) mencakup

indikator: perlakuan guru terhadap proses pembelajaran terpusat pada

siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi

dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di sekolah, aturan dan

norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan

keuntungan orang tua dengan proses pembelajaran sekolah. Dimensi

collectivism vs individualism mencakup: kebebasan mengungkapkan

pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan guru oleh

orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi.

Dimensi femininity vs masculinitymencakup indikator suasana kompetisi

kelas, orientasi pada prestasi dan kompetensi guru. Sedangkan dimensi

uncertainty avoidance mencakup indikator tingkat penerimaan siswa

dengan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan dan

(39)

C. Minat Siswa Berwirausaha

1. Pengertian Minat

Minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang agak

menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu

dan merasa senang berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dalam bidang itu (Winkel, 1991:533). Sedangkan Hurlock (1992:114)

mengatakan, minat adalah sumber motivasi yang mendorong orang untuk

melakukan apa yang diinginkan, bila mereka memilihnya secara bebas dan

bila mereka melihat bahwa sesuatu akan mengntungkan dan

mendatangkan kepuasan.

Pengertian minat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu keinginan. Senada

dengan pendapat Maspiare (1982:62), minat adalah suatu perangkat mental

yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan, pendirian, prasangka

atau kecenderungan yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan

tertentu. Ini berarti selain perasaan senang, orang yang berminat terhadap

suatu objek juga mempunyai harapan-harapan utnuk memperoleh manfaat

dari objek tertentu.

2. Pengertian Berwirausaha

Istilahentrepreneurberasal dari bahasa Perancis dan secara harfiah

berarti perantara (Bahasa Inggris: between-taker atau go-between). Pada

(40)

dibedakan dengan kelompok manajer dan kelompok pengusaha terutama

dipandang dari sudut perspektif ekonomi. Istilah entrepreneur dapat

diartikan sebagai wirausahawan. Menurut Sutrisno Iwantono (2002:111),

entrepreneur adalah seseorang yang mengorganisasikan, mengelola,

melakukan inovasi, dan memiliki keberanian untuk menanggung resiko.

Entrepreneur memiliki dedikasi untuk menjalankan suatu bisnis secara

berhasil. Entrepreneur memiliki kemauan dan keberanian untuk

mengambil resiko baik dalam finansial, karier, ataupun reputasi.

Tujuannya adalah agar ide-ide bisnisnya dapat dijalankan. Entrepreneur

juga bersedia bekerja keras mencurahkan seluruh kemampuan dan

bakatnya untuk menjalankan suatu usaha guna mencapai kepuasan batin.

Sedangkan Winardi (2005:71) mengatakan entrepreneur adalah seorang

yang menciptakan seuah bisnis baru, dengan menghadapi risiko dan

ketidakpastian, dan yang bertujuan untuk mencapai laba serta

pertumbuhan melalui pengidentifikasian peluang-peluang melalui

kombinasi sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan

manfaatnya.

Entrepreneurmuncul di dalam diri seseorang karena didasari oleh

suatu keinginan untuk mengimplementasikan gagasan atau konsep baru

yang orisinal. Bahkan para entrepreneur itu dapat muncul karena adanya

motivasi untuk menyumbangkan atau memberikan kontribusi bagi proses

(41)

Menurut Sutrisno Iwantono (2002:112), ciri-ciri entrepreneur

adalah sebagai berikut:

1) Umumnya mereka memiliki rasa percaya diri yang kuat untuk bekerja keras secara independen, bekerja keras, dan mereka jugamemiliki pemahaman yang komprehensif tentang risiko yang harus diambil demi mencapai sukses.

2) Mereka memiliki visi bisnis yang kuat, yang kemudian diterjemahkan ke dalam suatu tujuan yang lebih konkret, berorientasi kepada hasil, serta bersedia menanggung risiko kegagalan akibat keputusan yang telah diambinya

3) Mereka memiliki daya kreatif dan inovasi tinggi untuk selalu menemukan dan mencoba ide-ide baru.

4) Biasanya mereka menikmati berbagai tantangan dan selalu bersedia untuk proaktif dengan mengembangkan yang terjadi di sekelilingnya.

3. Dimensi Minat Siswa Berwirusaha

Minat merupakan faktor psikologis yang dapat menetukan suatu

pilihan seseorang, selain itu minat merupakan salah satu faktor psikologis

yang sangat kuat dan penting untuk suatu kemajuan dan keberhasilan

seseorang. Seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan disertai

minat sebelumnya, pada umumnya akan memperoleh hasil yang lebih baik

daripada mereka yang tidak berminat sebelumnya.

Menurut The Liang Gie (1995:16), minat melahirkan perhatian

wajar yang tidak dipaksakan dengan tenaga kemauan. Minat melahirkan

perhatian wajar yang tidak dipaksakan akan memudahkan terciptanya

konsentrasi dan menjadi benteng pelindung melawan gangguan-gangguan

perhatian apapun dari luar. Minat selain memungkinkan pemusatan

pikiran, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar.

(42)

juga membantunya tidak mudah melupakan apa yang dipelajarinya itu.

Menurut Willian Amstrong (The Liang Gie, 1995:133), terdapat sepuluh

cara untuk memperoleh minat yaitu sebagai berikut:

1. Hendaknya berusaha menetapkan apa yang ingin diperbuatnya dan ke mana akan menuju.

2. Tetapkan suatu alasan bagi pekerjaan yang dilakukan dan dengan demikian membersihkannya dari unsur pekerjaan yang membosankan. 3. Hendaknya berusaha menentukan tujuan hidupnya (contohnya: ingin

menjadi apa?).

4. Lakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menangkap keyakinan dan pengapdian diri pada pelajarab yang bersangkutan. 5. Hendaknya membangun suatu sikap yang positif, yaitu mencari

minat-minat yang baik ketimbang alasan-alasan penghindar yang buruk. 6. Hendaknya menerapkan keaslian dan kecerdasannya dalam mata

pelajaran sebagaimana dilakukannya pada kegemarannya. 7. Berlakulah jujur terhadap diri sendiri.

8. Praktekkan kebajikan-kebajikan dari minat dalam ruang kuliah, yaitu tampak dan berbuat seakan-akan sungguh berminat.

9. Hendaknya menggunakan nalurinya menghimpun untuk

mengumpulkan keterangan. Hal ini tidak saja membantu

perkembangan minat, melainkan juga konsentrasi. 10. Janganlah takut untuk menggunkan rasa ingin tahu.

Sedangkan menurut Freeman (The liang Gie, 1995:135), terdapat

sepuluh cara untuk memperoleh minat, yaitu sebgai berikut:

1. Hendaknya menyingkirkan pengganggu yang tak penting dan tak dikehendaki seperti misanya suara, rasa lapar, dan rasa dingin.

2. Kesampingkanlah urusan-urusan mendesak lainnya dengan cara mencatatnya atau menyusun jadwal penyelesaiannya.

3. Tekanlah pikiran-pikiran yang tak dikehendaki dengan cara secepatnya beralih ke topik yang sedang dipelajari.

4. Hendaknya memahami apa yang sedang dipelajari.

5. Punyailah suatu minat yang hidup terhadap mata pelajaran di luar jam studi.

6. Hendaknya menggukan banyak sumber-sumber ide dan keterangan sehingga memperoleh banyak sudut padangan terhadap suatu mata pelajaran dan membangkitkan minatnya.

(43)

8. Hendaknya berusaha membaca suatu buku mengenai sejarah sesuatu mata pelajaran.

9. Usahakan mengetahui pertalian mata pelajaran itu dengan mata pelajaran lainnya dan bagaimana mata pelajaran itu dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

10. Pastikan film-film, acara televisi dan radio yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.

Menurut Winkel (1984:30), minat adalah kecenderungan yang

agak menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada hal tertentu dan

merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Mengenai munculnya

minat, Winkel memberikan sebuah gambaran untuk mencapai minat

sebagai berikut:

Bila dihubungkan dengan minat seseorang berwirausaha,

mula-mula seseorang akan merasa senang terhadap wirausaha. Perasaan tersebut

muncul karena seseorang telah mengenal dan karena dia memandang

bahwa berwirausaha dapat memberikan manfaat dan berharga bagi dirinya,

maka timbulah sikap positif dan dia akan selalu memperhatikan, berusaha

mendekati dan menyesuaikan dirinya dengan sikap wirausaha. Dengan

demikian dapat dikatakan minat seseorang untuk berwirausaha telah

muncul.

Minat berwirausaha dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana seseorang mempunyai perasaan senang menaruh perhatian pada

sesuatu serta berusaha untuk mengetahi, melakukan pendekatan,

memperhatikan dengan seksama, melibatkan diri dan mengarahkan

(44)

individu pada suatu pilihan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi

minat dikelompokkan menjadi dua golongan (Winkel, 1984:27) adalah

sebagai berikut:

1) Minat secara intrinsik

Minat secara intrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak timbul dari dalam individu sendiri tanpa pengaruh dari luar.

2) Minat secara ekstrinsik

Minat secara ekstrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan atau pengaruh dari luar individu.

D. Kerangka Berpikir

1. Hubungan Kultur Keluarga dengan Minat Siswa Berwirausaha

Kultur keluarga adalah suatu nilai yang dimiliki masyarakat/

keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang berlangsung turun

temurun. Siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berbeda, diduga

kuat mempunyai derajat hubungan yang tidak sama dengan minat

berwirausaha. Pada siswa yang berasal dari keluarga yang berdimensi

power distance kecil, maka minat berwirausaha diduga kuat akan tinggi.

Keluarga denganpower distance kecil bercirikan mempunyai keberanian

untuk mengatakan sebuah kebenaran, menghormati secara formal dan

mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua. Kultur tersebut

mendorong siswa akan memiliki ketidaktergantungan, kemandirian,

kejujuran, dan menghargai orang lain. Sebaliknya siswa yang berasal dari

keluarga dengan power distancebesar bercirikan ketaatan kepada norma

(45)

Kultur tersebut mendorong siswa bergantung pada orang lain, tidak adanya

keahlian dalam penentuan tujuan, perencanaan, penjadwalan, serta

pengaturan pribadi.

Pada siswa yang berasal dari keluarga yang berdimensi

collectivism, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan tinggi.

Keluarga dengan ciricollectivismbercirikan mempunyai demokratis dalam

keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama,

kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh

dilupakan, perasaan bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga

menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Kultur tersebut mendorong

siswa akan memiliki sikap dan cara mengatur keuangan, keinginan untuk

bertindak secara jujur, dan memiliki dorongan dan kemauan yang kuat.

Sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga dengan individualism

bercirikan adanya kecenderungan menyendiri dan cenderung memikirkan

dirinya sendiri. Kultur tersebut mendorong siswa tidak adanya komunikasi

dan hubungan antar personal.

Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berdimensi

masculinity, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan lebih tinggi.

Keluarga denganmasculinityyang bercirikan relasi anak dan orang tua ada

jarak, perbedaan peran orang tua, dan pembelajaran bersama menjadi

rendah hati. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki hubungan

antar personal yang baik, memiliki sikap tanggung jawab individual, dan

(46)

keluarga dengan femininity bercirikan adanya peran wanita yang lebih

rendah dari pria, dominasi penetapan aturan dalam keluarga dan hasrat

untuk kuat. Kultur tersebut mendorong siswa tidak adanya kemampuan

dalam memimpin dan manajerial.

Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berdimensi

uncertainty avoidanceyang lemah, maka minat siswa berwirausaha diduga

kuat akan tinggi. Keluarga dengan uncertainty avoidance yang lemah

bercirikan toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif,

keluarga sebagai tempat belajar dan kepemilikan aturan. Kultur tersebut

mendorong siswa untuk selalu mengantisipasi berbagai kemungkinan di

masa mendatang, memiliki kesiapan diri terhadap inovasi, dan mempunyai

jangkauan yang luas terhadap berbagai masalah. Sebaliknya siswa yang

berasal dari keluarga dengan uncertainty avoidance yang kuat bercirikan

tidak mempunyai inisiatif dan tidak adanya pengaturan atas hal yang tidak

baik. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki perencanaan dalam

segala kegiatan.

2. Hubungan Kultur Sekolah dengan Minat Siswa Berwirausaha

Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang

mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya siswa. Siswa yang berasal

dari kultur sekolah yang berbeda, diduga kuat mempunyai derajat

hubungan yang tidak sama dengan minat berwirausaha. Pada siswa yang

(47)

memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah denganpower distance kecil

bercirikan perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pembelajaran

terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan

kritik, komunikasi dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di

sekolah, aturan dan norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan

dan bakat, dan keuntungan orang tua dengan adanya proses pembelajaran

sekolah. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki kreativitas,

disiplin diri, kepercayaan diri, memiliki dorongan dan kemauan kuat, serta

memiliki keyakinan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance besar

bercirikan guru yang selalu pilih kasih, otoritas pada guru, dan komunikasi

satu arah. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki daya kreatif

dan inovatif yang tinggi, tidak memiliki kebebasan dalam berinovasi, serta

memiliki jangkauan dan pandangan yang sempit.

Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensicollectivism,

diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan

collectivism bercirikan siswa mempunyai kebebasan mengungkapkan

pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang

lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas dan tujuan berprestasi. Kultur

tersebut mendorong siswa akan memiliki perencanaan dalam segala jenis

kegiatan, keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, dan keyakinan

terhadap kemampuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Sebaliknya siswa

(48)

mempunyai beban dalam mengerjakan tugas dari guru, otoritas pada guru,

dan siswa sudah tidak memiliki tujuan berprestasi. Kultur tersebut

mendorong siswa tidak memiliki motif berprestasi yang tinggi dan siswa

menjadi sulit dalam mengembangkan kemampuan personal.

Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensimasculinity,

diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan

masculinity bercirikan suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada

prestasi dan kompetensi guru. Kultur tersebut mendorong siswa akan

memiliki kesiapan diri dan keterbukaan terhadap inovasi, dan memiliki

komunikasi atau hubungan antar personal, serta memiliki jiwa

kepemimpinan. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan

femininity bercirikan tidak terjadinya kompetisi di kelas dan guru tidak

memiliki kompetensi dalam mengajar. Kultur tersebut mendorong siswa

akan merasa tidak mempunyai jiwa kemimpinan dan siswa tidak dapat

mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya.

Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensiuncertainty

avoidance lemah, diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi.

Sekolah dengan uncertainty avoidance lemah bercirikan tingkat

penerimaan siswa dan kekurangan guru, kejelasan guru dalam

menerangkan dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.

Kultur tersebut mendorong siswa memiliki hubungan dan komunikasi

antar personal yang baik. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah

(49)

kompetensi dalam menjelaskan dan kerenggangan hubungan antara guru,

siswa, dan orang tua. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki

prespektif ke depan, jangkauan atau pandangan yang sempit, dan tidak

adanya hubungan serta komunikasi antar personal.

E. Rumusan Hipotesis

1. Ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha.

(50)

26 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus pada siswa SMK

NEGERI I Depok, Sleman. Studi kasus merupakan penelitian terhadap obyek

tertentu, sehingga kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian tersebut

hanya berlaku bagi objek yang diteliti saja.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan diadakan oleh penulis di SMK NEGERI I Depok,

Sleman.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan diadakan oleh penulis pada bulan Mei tahun 2009.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang-orang yang akan dimintai keterangan

berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Dalam

penelitian ini yang menjadi subjek penelitian, yaitu siswa kelas X SMK

(51)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah variabel-variabel yang menjadi perhatian pokok

dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian,

yaitu kultur keluarga, kultur sekolah, dan minat siswa berwirausaha.

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran

1. Variabel Bebas

a. Kultur Keluarga

Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu

masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang

berlangsung turun temurun. Nilai-nilai tersebut terlihat dari adanya

pola pikir, sikap, rasa ataupun reaksi atas sesuatu yang terjadi.

Dimensi kultur keluarga mencakup power distance, collectivism vs

individualism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance.

Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator. Setiap

[image:51.595.86.517.211.754.2]

indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga

No. Dimensi Indikator ItemNo.

1 Power distance

a. ketaatan kepada norma keluarga

b. penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan c. pengaruh otoritas orang tua terus

menerus sepanjang hidup d. ketergantungan

1 2

3 4

2 Collectivism vs individualism

a. demokratis dalam keluarga b. kesetiaan kepada kelompok adalah

sumber daya bersama

c. kemampuan mengelola keuangan d. upacara keagamaan tidak boleh

dilupakan

5 6

(52)

e. perasaan bersalah jika melanggar peraturan

f. keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga 9 10, 11 3 Femininity vs masculinity

a. relasi anak dan orangtua ada jarak b. perbedaan peran orangtua

c. peranan wanita yang lebih rendah dari pria

d. pembelajaran bersama menjadi rendah hati. 12 13 14 15 4 Uncertainty avoidance

a. toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif

b. keluarga sebagai tempat belajar c. kepemilikan aturan

16

17 18

Skala pengukuran setiap butir pernyataan kultur keluarga

didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan

dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4;

setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.

b. Kultur Sekolah

Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk

siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku

kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Iklim sekolah seperti

hubungan interpersonal, lingkungan belajar kondusif, menyenangkan,

moral dan spirit berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian dan

prestasi akademik sekolah. Dimensi kultur sekolah mencakup power

distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity, dan

uncertainty avoidance. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam

bentuk indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam

(53)
[image:53.595.83.518.141.628.2]

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah

No. Dimensi Indikator No.

Item

1 Power distance

a. perilaku guru terhadap para siswa sama b. proses pembelajaran terpusat pada siswa c. kesempatan bertanya

d. kebebasan menyampaikan kritik e. komunikasi dua arah di kelas f. peran orang tua pada anak di sekolah g. aturan dan norma dalam sekolah h. pengembangan kemampuan dan bakat i. orang tua diuntungkan dengan proses

pembelajaran di sekolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2 Collectivism vs individualism

a. kebebasan mengemukakan pendapat b. penyelesaian tugas dari guru

c. tingkat penerimaan dari oleh orang lain d. sikap positif dalam mengerjakan tugas e. tujuan berprestasi

10 11 12 13 14, 15 3 Femininity vs masculinity

a. suasana kompetisi di kelas b. berorientasi pada prestasi c. kompetensi guru

16 17 18

4 Uncertainty

avoidance

a. tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru

b. kejelasan guru dalam menerangkan c. kedekatan hubungan antara guru, siswa,

dan orang tua

19

20 21

Skala pengukuran setiap butir pernyataan kultur sekolah

didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan

dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4;

setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.

2. Minat Siswa Berwirausaha

Minat siswa berwirausaha, yaitu suatu keadaan dimana seseorang

mempunyai perasaan senang, menaruh perhatian pada sesuatu serta

berusaha untuk mengetahui, melakukan pendekatan, memperhatikan

(54)

pilihan tertentu. Dimensi minat siswa berwirausaha meliputi; ketertarikan,

perasaan senang, keinginan untuk terlibat dalam kegiatan wirausaha,

harapan untuk memperoleh manfaat, pendirian, kemampuan, konsentrasi,

dan rasa ingin tahu. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk

indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk

[image:54.595.86.518.218.635.2]

pernyataan.

Tabel 3.3

Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha

No. Indikator No. Item

1 ketertarikan 1,2

2 perasaan senang 3,4,5,8

3 keinginan untuk terlibat dalam kegiatan wirausaha 6,7

4 harapan untuk memperoleh manfaat 11

5 pendirian 9,10

6 kemampuan 12,14,13,15,16

7 konsentrasi 17,18

8 rasa ingin tahu 19,20

Skala pengukuran setiap butir pernyataan minat siswa

berwirausaha didasarkan pada skala likert. Masing-masing item

pernyataan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)

= 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) =2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.

E. Populasi

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek

(satuan-satuan/individu) yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi dari

penelitian ini adalah siswa kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman yang

berjumlah 209 siswa dengan rincian kelas X AK 1 berjumlah 34 siswa, kelas

(55)

berjumlah 35 siswa, kelas X PJ 1 berjumlah 33 siswa, dan kelas X PJ 2

berjumlah 36 siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Teknik

kuesioner yaitu teknik pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang

kadang-kadang tempat tinggalnya tersebar dan yang terpilih menjadi sampel.

Melalui cara ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang kultur

keluarga, kultur sekolah, dan minat siswa berwirausaha.

G. Uji Instrumen Penelitian

Untuk menganalisis data yang diperoleh digunakan cara pengujian

kuisioner, terdiri dari:

1. Pengujian Validitas

Validitas instrumen adalah taraf sampel mana suatu instrumen

mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dikatakan

valid atau sahih apabila alat pengukuran tersebut dapat mengukur apa

yang ingin diukur dengan tepat dan teliti. Kevalidan atau kesahihan alat

ukur tersebut akan diuji dengan menggunakan metode analisis butir, yaitu

validitas dengan menguji apakah setiap item atau butir benar-benar telah

(56)

dilakukan dengan rumus Korelasi Product Moment dari Karl Pearson

sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2002: 146):

 

 

2 2

2 2

Y XY

X X

Y X XY

N rXY

Keterangan :

N = Jumlah sampel

∑X = Jumlah skor butir

∑Y = Jumlah skor total

∑XY = Jumlah perkalian skor butir dengan skor total rxy = Koefisien korelasi product moment

Besarnya r diperhitungkan dengan menggunakan korelasi dengan

taraf signifikan 5%. Apabila hasil pengukuran nilai koefisien r

menunjukkan hasil lebih besar atau sama dengan taraf 5%, maka item

tersebut dinyatakan valid. Sedangkan jika nilai koefisien lebih kecil dari

5%, maka item tersebut dinyatakan tidak valid.

Pengujian validitas digunakan untuk mengetahui apakah kuesioner

yang dipakai sebagai bahan penelitian yang layak atau tidak dipakai.

Kuesioner sebagai alat ukur perlu di uji validitasnya untuk menunjukkan

sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan

fungsi ukurnya. Semakin tinggi alat ukurnya, semakin tepat pula alat

pengukur mengenai sasarannya. Sebaliknya semakin rendah validitas

suatu alat ukur, semakin jauh pula alat pengukur itu mengenai

sasarannya. Uji validitas menggunakan sampel berukuran N = 46 dengan

(57)

Rangkuman dari hasil pengujian validitas tampak dalam tabel berikut ini

(lampiran 3, halaman 117-118):

Tabel 3.4

Rangkuman Uji Validitas Kultur Keluarga

No. Item rhitung rtabel Keterangan

1 0,549 0,291 valid

2 0,809 0,291 valid

3 0,332 0,291 valid

4 0,326 0,291 valid

5 0,379 0,291 valid

6 0,371 0,291 valid

7 0,334 0,291 valid

8 0,706 0,291 valid

9 0,773 0,291 valid

10 0,723 0,291 valid

11 0,343 0,291 valid

12 0,407 0,291 valid

13 0,383 0,291 valid

14 0,370 0,291 valid

15 0,810 0,291 valid

16 0,809 0,291 valid

17 0,315 0,291 valid

18 0,353 0,291 valid

[image:57.595.82.514.189.741.2]

Sumber: Data Primer

Tabel 3.5

Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah

No. Item rhitung rtabel Keterangan

1 0,354 0,291 valid

2 0,645 0,291 valid

3 0,579 0,291 valid

4 0,396 0,291 valid

5 0,549 0,291 valid

6 0,816 0,291 valid

7 0,630 0,291 valid

8 0,359 0,291 valid

9 0,350 0,291 valid

10 0,853 0,291 valid

11 0,322 0,291 valid

12 0,385 0,291 valid

13 0,312 0,291 valid

14 0,307 0,291 valid

15 0,382 0,291 valid

16 0,382 0,291 valid

17 0,322 0,291 valid

18 0,334 0,291 valid

19 0,416 0,291 valid

20 0,379 0,291 valid

21 0,727 0,291 valid

(58)
[image:58.595.83.514.129.721.2]

Tabel 3.6

Rangkuman Uji Validitas Minat Siswa Berwirausaha

No. Item rhitung rtabel Keterangan

1 0,593 0,291 valid

2 0,509 0,291 valid

3 0,360 0,291 valid

4 0,607 0,291 valid

5 0,380 0,291 valid

6 0,352 0,291 valid

7 0,312 0,291 valid

8 0,324 0,291 valid

9 0,396 0,291 valid

10 0,448 0,291 valid

11 0,435 0,291 valid

12 0,617 0,291 valid

13 0,507 0,291 valid

14 0,327 0,291 valid

15 0,329 0,291 valid

16 0,548 0,291 valid

17 0,380 0,291 valid

18 0,313 0,291 valid

19 0,372 0,291 valid

20 0,419 0,291 valid

Sumber: Data Primer

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada pengertian bahwa suatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data

karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menguji reliabilitas

kuesioner dalam penelitian ini digunakan teknik koefisien alpha, dengan

formula (Suharsimi Arikunto, 2000: 236):

             

2

2 11 1 1 b b k k r   Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal



2
(59)

2

t = Varians total

Setelah nilai koefisien r11 diperoleh kemudian dikonsultasikan

dengan nilai alpha. Jika nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar dari

pada 0,60 maka kuesioner dapat dikatakan reliabel, begitu sebaliknya jika

nilai Alpha Cronbach lebih kecil dari 0,60 maka kuesioner adalah tidak

reliabel (Nunnaly, 1967 dalam Imam Ghozali, 2001:42).

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus

Cronbach-Alphadan dikerjakan dengan program SPSSfor Windows versi

11.5 dengan koefisien r tabel pada n = 46 adalah sebesar 0,291. Hasil

pengujian reliabilitas diperoleh hasil sebagai berikut (lampiran 3, halaman

[image:59.595.85.515.228.623.2]

117-118):

Tabel 3.7

Rangkuman Uji Reliabilitas

Variabel Nilai rhitung Nilai rtabel Status

Kultur Keluarga 0,880 0,60 reliabel

Kultur Sekolah 0,878 0,60 reliabel

Minat Siswa Berwirausaha 0,839 0,60 reliabel

Sumber: Data Primer

H. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasayarat analisis harus dilakukan karena digunakan sebagai

langkah selanjutnya dalam mengambil keputusan agar tidak menyimpang

dari kebenaran yang seharusnya, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi

adalah (Sutrisno Hadi, 2000: 303):

(60)

Dimaksudkan untuk mengetahui apakah skor untuk tiap-tiap

bagian variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini

menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov, yaitu:

D = maksimum [ Fo(x) – Sn(x)]

Keterangan :

D = Deviasi maksimum

Fo = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan Sn(x) = Distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi

Selanjutnya agar diketahui apakah distribusi frekuensi data

masing-masing variabel normal atau tidak dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

1) Jika nilai probabilitas asymtot > 0,05 berarti sebaran data normal.

2) Jika nilai probabilitas asymtot < 0,05 berarti sebaran data tidak

normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah

masing-masing variabel bebas mempunyai hubungan linier atau tidak dengan

variabel terikatnya. Untuk uji linieritas ini digunakan rumus

persamaan regresi dengan menguji signifikansi nilai F. Adapun rumus

yang digunakan untuk mencari nilai F adalah sebagai berikut

(Sudjana,1996:332):

e S

TC S

F 2

2 

(61)

Gambar

Tabel 3.1Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga
Tabel 3.2Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah
Tabel 3.3Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha
Tabel 3.5Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan dari ke delapan lintasan tersebut paparan radiasi yang terkecil yaitu di titik E3 yang besarnya 0,080615 Rem/h, hal ini disebabkan karena titik E3 terletak di belakang

Setelah dilakukan studi dan pencarian literatur, berikut ini adalah beberapa kajian terdahulu perihal tema yang bersinggungan dengan perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi

Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu

sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), maka panitia/pejabat pengadaan

[r]

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah keefektifan pengendalian internal bidang akuntansi dan pengembangan mutu karyawan berpengaruh

Dua Pernyataan ini dapat menjadi patokan bagi saya sebagai peneliti untuk mengambil suatu kesimpulan dari hasil penelitian diatas bahwa tinggih rendahnya kesadaran

a) Pengajuan pembiayaan harus benar-benar sesuai dengan persyaratan, artinya pihak KSPPS TAMZIS Bina Utama Cabang Batur Banjarnegara dalam menganalisa pengajuan