PENGGUNAAN PERMAINAN DENGAN TEMAN SEBAYA
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
ANAK AUTIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Oleh :
Sistriadini Alamsyah Sidik
1102536
PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENGGUNAAN PERMAINAN DENGAN TEMAN SEBAYA
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
ANAK AUTIS
Oleh
Sistriadini Alamsyah Sidik, S.Pd
UPI Bandung, 2014
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
© Sistriadini Alamsyah Sidik 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
HALAMAN PENGESAHAN TESIS
Sistriadini Alamsyah Sidik, S.Pd
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING :
JUANG SUNANTO, Ph.D
NIP: 196105151987031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Khusus
DR. DJADJARAHARDJA, M. ED.
ABSTRAK
PENGGUNAAN PERMAINAN DENGAN TEMAN SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANAK AUTIS
Sistriadini Alamsyah Sidik /1102536/Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus/ Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Penggunaan permainan dengan teman sebaya dijadikan sebagai media untuk intervensi karena dapat lebih banyak menstimulasi anak untuk belajar berinteraksi dengan lingkungannya (teman-teman dan guru) dan dapat menstimulus peningkatan kemampuan komunikasi anak Autis. Dalam penelitian ini permainan dengan teman sebaya yang dipilih telah disetting terlebih dahulu sehingga matang dalam pelaksanaannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang penggunaan permainan teman sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak Autis di SMP X di Kota Bandung.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan pendekatan Single Subject Research, sedangkan desain yang digunakan adalah desain A-B-A. Target behavior dalam penelitian ini yaitu 1) menunjukkan objek yang diinginkan, dan 2) mengungkapkan keinginan secara lisan. Data yang diperoleh dianalisis melalui statistik deskriptif, dan ditampilkan melalui grafik. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa permainan dengan teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak Autis baik secara verbal maupun non verbal di SMP X di Kota Bandung. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya mean di kedua target behavior. Hasil yang didapat untuk
mean menunjukkan objek yang diinginkan pada subjek kesatu pada kondisi
baseline sebesar 2,75 % setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 16,12%. Untuk mengungkapkan keinginan secara lisan mean kondisi awal sebesar 3,5% menjadi 28,37% dan pada subjek ke dua pada kondisi baseline sebesar 7,25 % setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 29%. Untuk mengungkapkan keinginan secara lisan mean kondisi awal sebesar 4,75% menjadi 42,37% Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan dengan teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak Autis di SMP X di Kota Bandung.
ABSTRACT
THE USE OF GAMES WITH PEERS TO IMPROVE COMMUNICATION
SKILLS OF CHILDREN WITH AUTISM
Sistriadini Alamsyah Sidik / 1102536/ Special Needs Education Study
Program/School of Postgraduate Studies, Indonesian University of Education
The use of games with peers serve as a medium for intervention because it can stimulate more children to learn to interact with their environment (friends and teachers) and can stimulate an increase in communication skills of children with autism. In this study a game with peers who have been set first so mature in its execution. The purpose of this study was to obtain data and information on the use of peer game to improve verbal and non verbal communication skills of children with autism in junior high school X in the city of Bandung. Method used in this study is an experimental method using the approach of Single Subject Research, while the design used is A-B-A design. The target behavior in this study is 1) shows the desired object , and 2) the desire expressed orally. Data were analyzed through descriptive statistics , and displayed through graph. Based on research, it is known that a game with peers can improve communication skills of children with autism in junior high school X in Bandung. This is indicated by the mean increase in both the target behavior. The results obtained for the mean indicates the desired object on the subject of unity in the baseline condition of 2.75 % after the intervention increased to 16.12 % . Wishes to express verbally mean baseline of 3.5 % to 28.37 % and the second subject in the baseline condition to 7.25 % after the intervention increased to 29 % . Wishes to express verbally mean baseline of 4.75 % to 42.37 % Thus it can be concluded that a game with peers can improve communication skills of children with autism in junior high school X in Bandung .
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN……….. i
ABSTRAK ………...……… ii
ABSTRACT ……… iii
KATA PENGANTAR ………. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ………... v
DAFTAR TABEL ………... ix
DAFTAR GRAFIK ………. x
DAFTAR GAMBAR ………... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………... xii
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Penelitian ……….. 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………. 4
C. TujuanPenelitian ………... 5
D. ManfaatPenelitian ………. 5
E. StrukturOrganisasiTesis ………. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 10 A. Kajian Pustaka 10 1. Tinjauan tentang Anak Autis … 10 a. Pengertian Anak Autis … 10 b. Karakteristik Anak Autis … 11 c. Kategori Anak Autis … 13 2. Tinjauan tenatang Teman Sebaya ... 19
a. Pengertian Teman Sebaya ... 19
b. Fungsi Teman Sebaya ... 20
3. Tinjauan tentang Permainan … 21 a. Pengertian Permainan … 21 b. Manfaat Permainan … 22 c. Tingkatan-Tingkatan dalam Permainan … 23 4. Tinjauan tentang Komunikasi … 24 5. Tinjauan tentang Permainan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis 26 B. Hasil Penelitian yang Relevan … 27 C. Kerangka Berfikir … 28 D. Hipotesis … 30 BAB III METODE PENELITIAN……….. 31
B. Variabel Penelitian … 33
1. Definisi Konsep Variabel … 33
2. Definisi Operasional Variabel … 36
C. Lokasi dan Subjek Penelitian … 40
1. Lokasi Penelitian … 40
2. Subjek Penelitian … 40
D. Instrument Penelitian … 41
E. Teknik Pengumpulan Data … 43
F. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data … 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….... 49
A. Hasil Penelitian … 49
B. Pembahasan … 75
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI… 78
A. Kesimpulan … 78
B. Rekomendasi … 79
DAFTAR PUSTAKA ……… 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN… 82
1. Skenario Intervensi … 83
2. Instrumen Penelitian … 85
3. Lembar Instrument Penelitian (Lembar Pengamatan)… 86
4. Data Perhitungan Hasil Penelitian … 94
5. Foto-Foto Penelitian … 106
6. Surat Keputusan Pembimbing … 108
7. Surat Izin Penelitian … 109
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1 Skenario Intervensi 38
3.2 Instrumen Penelitian Target Behavior Menunjukkan Objek
yang Diinginkan 41
3.3. Instrument penelitian Target Behavior Meminta Sesuatu
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul Halaman
3.1. Komponen-Komponen Grafik 48
4.1. Kemampuan Menunjukkan Objek yang Diinginkan pada Baseline 1, Intervensi dan baseline 2 (Subjek 1) 49 4.2. Mean Frekuensi Menunjukkan Objek yang Diinginkan
(Subjek 1) 55
4.3. Kemampuan Mengungkapkan keinginan Secara Lisan pada Baseline 1, Intervensi dan baseline 2 (Subjek 1) 56 4.4. Mean Frekuensi Mengungkapkan Keinginan Secara Lisan
(Subjek 1) 61
4.5. Kemampuan Menunjukkan Objek yang Diinginkan pada Baseline 1, Intervensi dan baseline 2 (Subjek 2) 62 4.6. Mean Frekuensi Menunjukkan Objek yang Diinginkan
(Subjek 2) 68
4.7. Kemampuan Mengungkapkan keinginan Secara Lisan pada Baseline 1, Intervensi dan baseline 2 (Subjek 2) 69 4.8. Mean Frekuensi Mengungkapkan Keinginan Secara Lisan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Kedudukan ASD di dalam PDD 13
2.2 Kerangka Berfikir 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Skenario Intervensi … 72
2. Instrumen Penelitian … 74
3. Lembar Instrument Penelitian (Lembar Pengamatan)… 78 4. Data Perhitungan Hasil Penelitian … 83
5. Foto-Foto Penelitian … 95
6. Surat Keputusan Pembimbing … 97
7. Surat Izin Penelitian … 99
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai
makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain
yang berada dalam lingkungan masyarakat secara alamiah memerlukan suatu
proses komunikasi. Dengan komunikasi manusia dapat saling memahami apa
yang menjadi keinginannya, saling bertukar pendapat, juga dapat mengutarakan
perasaannya.
Berbeda dengan dengan anak-anak pada umumnya, anak dengan autis
mengalami hambatan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain di
lingkungannya. Kondisi ini terjadi karena anak dengan autis disebut mengalami
gangguan pervasif yaitu gangguan dalam komunikasi, interaksi dan perilaku.
Gangguan perkembangan yang dialami anak autis menyebabkan
pencapaian dalam aspek perilaku, komunikasi dan sosialnya tidak sama seperti
anak-anak pada umumnya yang seusianya. Permasalahan pada anak autis dapat
dicermati dari empat besaran permasalahan (Departemen Sosial, 37:2006) sebagai
berikut;
1) Komunikasi
Anak autis seringkali mengalami permasalahan dalam berbicara. Dalam
bentuk yang paling parah adalah anak tidak dapat mengungkapkan,
menyampaikan komunikasi lewat bicara. Beberapa anak juga
menunjukkan keterlambatan perkembangan bicara. Mereka juga sering
melakukan atau mengungkapkan komunikasinya dalam bentuk kata yang
sulit dimengerti oleh orang lain.
2) Interaksi Sosial
Pada anak autis interaksi sosial dilakukan secara kurang memadai karena
ia tidak menatap mata lawan kontaknya. Anak autis cenderung tidak mau
bermain dengan dengan teman sebayanya (senang dengan
2
hanya secara fisik semata. Sedangkan secara emosi seolah tidak terlibat
dalam suasana sosial tersebut. Namun mereka dapat saja tiba-tiba
bertingkah laku emosional dengan mengamuk ketika komunikasi yang
dilakukannya tidak dipahami oleh siapapun.
3) Minat Terbatas dan Berulang-ulang
Anak autis bila sudah tertarik pada suatu hal akan menunjukkan minatnya
secara berlebihan dan sulit dialihkan pada yang lain. Dalam berperilaku,
anak autis juga biasanya memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang
cenderung dilakukan terus-menerus secara rutin (berulang-ulang). Anak
autis juga sangat asyik bermain sendiri yang kadang-kadang tanpa adanya
mainan yang dimainkannya.
4) Masalah lain
Anak autis juga mengalami permasalahan pada sensitivitas atau
kemampuan sensasi pada alat inderanya. Mereka melakukan komunikasi
atau kontak sosial secara tidak terarah atau tidak focus. Selain itu anak
autis juga mengalami hambatan dan kesulitan dalam hal melakukan
adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Bila dikaitkan antara penjelasan mengenai anak autis di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa anak autis memiliki hambatan dalam komunikasi
(terlebih secara verbal), interaksi sosial baik itu dikarenakan oleh gangguan
bermain, adanya perilaku-perilaku yang dianggap maladaptive, juga mengalami gangguan sensorik.
Kondisi mengenai anak autis yang memiliki gangguan pada komunikasi
akan berdampak kepada keterampilan interaksinya terhadap lingkungan di
sekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena antara anak autis dengan anak pada
umumnya menemui kesulitan untuk mencerna dan memahami apa yang menjadi
maksud dari masing-masing individu. Selain itu pun anak autis memiliki
kesulitan bermain dengan teman sebayanya sehingga jalinan komunikasi dan
interaksi tidak berjalan dengan baik.
Data di salah satu SMP X di Kota Bandung menunjukkan suatu kondisi
3
komunikasi perlahan-lahan kemampuan komunikasinya meningkat setelah sekian
lama dengan intensitas yang cukup tinggi diberikan stimulus oleh teman
sebayanya untuk mengemukakan keinginannya. Dan kondisi tersebut tidak hanya
terlihat ketika mereka bermain bersama, namun juga ketika dalam proses
pembelajaran di kelas. Dengan inisiatif yang tinggi maka teman sebaya tersebut
dapat menjadi salah satu pendorong untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
anak autis. Di SMP X tersebut pun masih terdapat beberapa anak dengan autis
yang mengalami hambatan dalam komunikasinya baik verbal maupun non verbal
sehingga dengan kondisi ini peranan teman sebaya dapat dioptimalkan kembali
untuk membantu anak autis di sekolah tersebut meningkatkan kemampuan
komunikasinya.
Dari data tersebut penulis memiliki anggapan bahwa dengan melibatkan
teman sebaya dalam pergaulan anak autis akan memberikan dampak positif bagi
peningkatan kemampuan komunikasi l anak autis tersebut. Seperti yang
dikemukakan oleh Bagus (2011) bahwa “teman sebaya berperan sebagai kawan,
pendorong, pemberi dukungan fisik dan ego, sebagai perbandingan sosial dan
membina keakraban”.
Sementara peranan teman sebaya untuk perkembangan anak autis
memegang kendali yang cukup penting. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Shafer, dkk (Roswita:2011) menunjukkan bahwa “teman
sebaya dapat meningkatkan perilaku sosial yang positif bagi anak autis dan selama
proses bermain dengan teman sebaya ini maka anak autis belajar untuk meniru
(modeling) berbagai macam interaksi sosial yang dilakukan oleh teman sebaya”. Selain digunakannya teman sebaya untuk meningkatkan komunikasi anak
autis, penulis pun memiliki anggapan bahwa jika proses untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi anak autis tersebut diperoleh dengan cara permainan
dengan teman sebaya akan lebih membuat anak autis merasa nyaman dan senang
sehingga diharapkan terjadi peningkatan kemampuan komunikasinya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Delphi (2006: 7) bahwa “ bermain dan
berinteraksi dengan orang-orang dan benda di sekitar lingkungan hidup seseorang
4
luar biasa”. Selain itu bermain pun dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk
mengekspresikan diri anak.
Berdasarkan pemikiran ini maka penulis mencoba untuk mengangkat
permasalahan dengan judul Penggunaan Permainan dengan Teman Sebaya
untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis.
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Rancangan penelitian ini difokuskan kepada bagaimana meningkatkan
kemampuan komunikasi anak autis. Kemampuan komunikasi dipilih menjadi
permasalahan yang akan diangkat karena kemampuan komunikasi seseorang akan
mempengaruhi proses interaksi dengan lingkungan di sekitar.
Berdasarkan pemaparan latar belakang, terdapat beberapa masalah yang
dialami oleh anak autis. Anak autis mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku,emosi.
Gangguan dalam bidang komunikasi, seperti mengalami keterlambatan dalam
perkembangan bahasa atau sama sekali tidak ada perkembangan.
Dampak dari seseorang yang mengalami hambatan dalam komunikasi
yaitu akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya
kepada orang lain karena penggunaan bahasa yang kurang dipahami oleh orang di
sekitarnya sehingga satu sama lain akan kesulitan untuk memahami maksud dari
masing-masing individu.
Permainan dengan teman sebaya dipilih untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi anak autis dengan dasar bahwa anak autis belajar untuk meniru
(modeling) berbagai macam interaksi sosial yang dilakukan oleh teman sebaya, sehingga diharapkan dapat membantu perkembangan komukasinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah permainan teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan
5
C.Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data
dan informasi tentang penggunaan permainan teman sebaya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi anak autis di SMP X di Kota Bandung (Diperoleh data
dan gambaran mengenai kemampuan komunikasi anak autis dan kondisi
mengenai hubungan teman sebaya dengan anak autis).
D.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini bagi berbagai pihak diantaranya, yaitu:
1. Bagi Guru
a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan untuk guru dalam
mengembangkan kemampuan komunikasi anak autis.
b. Guru dapat melakukan perbaikan metode dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi anak autis.
2. Bagi Siswa
Diharapkan penelitian ini dapat membantu mengembangkan kemampuan
komunikasi siswa autis.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang
relevan dan bahan kajian ke arah peranan teman sebaya sebagai mediator
pengembangan kemampuan komunikasi pada anak berkebutuhan khusus
6
E.Struktur Organisasi Tesis
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan tesis
selanjutnya, berikut akan dipaparkan yang menjadi pokok bahasan:
BAB I membahas mengenai latar belakang penelitian. Adapun latar
belakang dari penelitian ini adalah mengangkat mengenai kondisi anak autis yang
memiliki gangguan pada komunikasinya yang akan berdampak kepada
keterampilan interaksinya terhadap lingkungan di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi
karena antara anak autis dengan anak pada umumnya menemui kesulitan untuk
mencerna dan memahami apa yang menjadi maksud dari masing-masing individu.
Selain itu pun anak autis memiliki kesulitan bermain dengan teman sebayanya
sehingga jalinan komunikasi dan interaksi tidak berjalan dengan baik. Kesulitan
dalam berkomunikasi dan bermain dengan teman sebaya yang dialami oleh anak
autis tersebut terjadi pada salah satu sekolah SMP yang menjadi tempat penelitian
dimana terdapat anak autis yang semula mengalami keterbatasan dalam
komunikasi perlahan-lahan kemampuan komunikasinya meningkat setelah sekian
lama dengan intensitas yang cukup tinggi diberikan stimulus oleh teman
sebayanya untuk mengemukakan keinginannya. Dan kondisi tersebut tidak hanya
terlihat ketika mereka bermain bersama, namun juga ketika dalam proses
pembelajaran di kelas. Dengan inisiatif yang tinggi maka teman sebaya tersebut
dapat menjadi salah satu pendorong untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
anak autis. Berdasarkan data tersebut penulis memiliki anggapan bahwa dengan
melibatkan teman sebaya dalam pergaulan anak autis akan memberikan dampak
positif bagi peningkatan kemampuan komunikasi anak autis tersebut. Selain
digunakannya teman sebaya untuk meningkatkan komunikasi anak autis, penulis
pun memiliki anggapan bahwa jika proses untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi anak autis tersebut diperoleh dengan cara permainan dengan teman
sebaya akan lebih membuat anak autis merasa nyaman dan senang sehingga
diharapkan terjadi peningkatan kemampuan komunikasinya. Berdasarkan
pemikiran ini maka pada Bab I akan diungkap mengenai permasalahan dengan
judul Penggunaan Permainan dengan Teman Sebaya untuk Meningkatkan
7
Bab II berisi kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan dan kerangka
pemikiran. Kajian pustaka membahas mengenai tinjauan tentang anak autis secara
definisi, karakteristik, dan kategori anak autis. Selain itu kajian pustaka juga
membahas mengenai teman sebaya, tinjauan tentang permainan, tinjauan tentang
komunikasi dan tinjauan mengenai kaitan antara permainan dengan teman sebaya
dalam meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis. Di bab II pun dibahas
mengenai hasil penelitian yang relevan. Adapun penelitian yang relevan yang
digunakan sebagai asumsi dalam penelitian ini adalah hasil penelitian 1) Yanuarti
(2010) yang berjudul “Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Verbal Anak
Autis Spectrum Disorder (ASD) melalui Teman Sebaya”. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan komunikasi verbal anak
autis melalui teman sebaya, 2) Hasil penelitian Shafer (1984) yang berjudul
“Training Mildly Handicapped Peers to Facilitate Changes In The Sosial Interaction Skills of Autis Children”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa teman sebaya dapat meningkatkan perilaku sosial yang positif bagi anak autis dan
selama proses bermain dengan teman sebaya ini maka anak autis belajar untuk
meniru (modeling) berbagai macam interaksi sosial yang dilakukan oleh teman sebaya, 3) hasil penelitian Yang (2011). Yang berjudul “Efek metode priming dalam meningkatkan inisiasi spontan anak Autis terhadap teman sebaya”.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa ada peningkatan inisiasi
spontan dari tahap baseline sampai tahap treatment. Pada setiap tahap treatment
skor inisiasi spontan anak autis ini mengalami peningkatan dibandingkan saat
baseline. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima, hal ini berarti bahwa ada pengaruh penerapan metode priming yang efektif dalam meningkatkan inisiasi spontan pada anak autis. Dalam bab II ini pun menyajikan
kerangka berpikir penulis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Deskripsi dari kerangka berpikir penulis bahwa gangguan yang signifikan yang
dialami anak autis sehingga mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbal
dapat diminimalisir dengan melibatkan teman sebaya dalam proses pengajaran
komunikasi. Teman sebaya dijadikan sebagai mediator atau pendorong bagi anak
8
bermain dengan teman sebaya terdapat proses modeling (meniru), selain itu teman sebaya pun dapat berperan memposisikan diri sebagai teman, pendorong, pemberi
dukungan fisik dan ego, sebagai perbandingan sosial dan membina keakraban
sehingga diharapkan dengan keterkaitan tersebut terdapat jalinan yang kuat yang
menjadikan kemampuan komunikasi verbal anak autis meningkat. Dalam bab II
ini pun disajikan hipotesis dari penelitian ini yaitu penggunaan permainan dengan
teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis.
Bab III berisi tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Untuk
mendukung upaya peningkatan kemampuan komunikasi dalam penelitian ini
digunakan suatu rancangan eksperimen dengan penelitian subjek tunggal, atau
lebih dikenal dengan istilah Single Subject Research (SSR). SSR mengacu pada strategi penelitian yang sengaja dikembangkan untuk mendokumentasikan
perubahan tingkah laku subjek secara individu. Desain penelitian subjek tunggal
yang digunakan adalah A-B-A, yaitu desain penelitian yang memiliki tiga fase
yang bertujuan untuk mempelajari besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang
diberikan kepada individu, dengan cara membandingkan kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi. penelitian ini dilaksanakan si SMP X di Bandung dengan
subjek dua orang anak autis laki-laki yang duduk di kelas VIII dan IX. Di bab III
ini pun disajikan mengenai instrument yang digunakan selama penelitian
berlangsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi untuk
melihat atau menentukan anak autis yang akan dijadikan subjek dan menentukan
teman sebaya yang akan dilibatkan dalam penelitian ini dan observasi pada
eksperimen SSR yang dilakukan pada saat pelaksanaan penelitian (pengujian
baseline 1-intervensi-baseline 2).
Bab IV berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian
kemudian dianalisis, tujuannya adalah untuk dapat melihat sejauhmana pengaruh
intervensi terhadap perilaku yang ingin dirubah atau target behavior. Metode
analisis visual yang digunakan adalah dengan menggunakan pengamatan langsung
terhadap data yang ditampilkan dalam grafik, dalam proses analisis data pada
9
khususnya grafik garis. Tujuan grafik dalam penelitian adalah peneliti dapat lebih
mudah untuk menjelaskan perilaku subjek secara efisien dan detail. Dalam bab
IV ini pun terdapat pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah ini
dilakukan.
Bab V merupakan bab terakhir dalam penulisan tesis ini. Dalam bab V ini
disajikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
penggunaan permainan dengan teman sebaya untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi anak autis. Juga disajikan rekomendasi dari peneliti berdasarkan hasil
penelitian berkenaan dengan penggunaan penggunaan permainan dengan teman
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Metode
yang digunakan adalah metode eksperimen, karena penelitian ini dilakukan
dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan. Eksperimen merupakan
kegiatan percobaan untuk meneliti suatu peristiwa atau gejala yang muncul pada
kondisi tertentu. Arikunto (3:2002) mengemukakan pendapatnya tentang
eksperimen sebagai berikut :
Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Sunanto (115:1995) mengatakan bahwa metode eksperimen, yaitu “ suatu metode yang bertujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan melihat hasil ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (treatment)”
Untuk mendukung upaya peningkatan kemampuan komunikasi dalam
penelitian ini digunakan suatu rancangan eksperimen dengan penelitian subjek
tunggal, atau lebih dikenal dengan istilah Single Subject Research (SSR). SSR
mengacu pada strategi penelitian yang sengaja dikembangkan untuk
mendokumentasikan perubahan tingkah laku subjek secara individu.
Tawney dan Gast (10:1984) mengungkapkan tentang definisi Single Subject Research (SSR), sebagai berikut :
32
Dengan kata lain penelitian subjek tunggal merupakan bagian yang
integral dari analisis tingkah laku (behavior analytic). SSR mengacu pada strategi penelitian yang dikembangkan untuk mendokumentasikan perubahan tingkah laku
subjek secara individu. Melalui seleksi yang akurat dari pemanfaatan pola desain
kelompok yang sama, hal ini memungkinkan untuk memperlihatkan hubungan
fungsional antara perlakuan dari perubahan tingkah laku.
Desain penelitian subjek tunggal yang digunakan adalah A-B-A, yaitu
desain penelitian yang memiliki tiga fase yang bertujuan untuk mempelajari
besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan kepada individu, dengan
cara membandingkan kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi. Sunanto, et al (44:2006) menyatakan bahwa :
Pada desain A-B-A, mula-mula perilaku sasaran (target behavior) diukur secara kontinu pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B). Setelah pengukuran pada kondisi intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) ini dimaksudkan sebagai kontrol untuk kondisi intervensi sehingga keyakinan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat lebih kuat.
Desain A-B-A memiliki tiga tahap yaitu A1 (baseline 1), B (intervensi), dan A2 (baseline 2).
A1 (baseline 1) yaitu kemampuan dasar, dalam hal ini kemampuan
komunikasi yang dikuasai subjek penelitian sebelum mendapat perlakuan. Subjek
diperlakukan secara alami tanpa pemberian intervensi (perlakuan). Sunanto, et al
(41:2006) menyatakan bahwa “Baseline adalah kondisi dimana pengukuran perilaku sasaran dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi apapun”.
B (intervensi) yaitu kondisi subjek penelitian selama diberi perlakuan,
dalam hal ini adalah penggunaan permainan dengan teman sebaya secara
berulang-ulang tujuannya untuk mengetahui kemampuan subjek dalam
peningkatan kemampuan komunikasi selama perlakuan diberikan. Sunanto, et al
33
A2 (baseline 2) yaitu pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi sampai sejauh mana intervensi yang diberikan berpengaruh pada subjek.
Struktur dasar desain A-B-A dapat digambarkan pada grafik sebagai
berikut :
Observasi Intervensi Observasi
x x x x x x x x
SESI (waktu)
Gambar 3.1
Desain Penelitian
B.Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
a. Variabel Independent (X) atau variabel bebas
Permainan teman sebaya dalam penelitian ini bertindak sebagai
variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) yaitu komunikasi.
Mengutip pendapat Sudarsono dalam kamus konseling (Yanuarti:
2010), teman sebaya adalah teman-teman yang sesuai dan sejenis,
perkumpulan atau kelompok prapuberteit yang mempunyai sifat- sifat
tertentu dan terdiri dari satu jenis
Kelompok sebaya menurut J.P Chaplin (Tn: 2010)
adalah “kelompok teman sebaya; satu kelompok, dengan mana anak
mengasosiasikan dirinya.”
P
eri
la
ku
Sasara
34
Teman sebaya memegang peranan penting ketiga dalam perkembangan
pribadi dan sosial. Teman sebaya berperan sebagai agen sosialisasi yang
membantu membentuk perilaku dan keyakinan anak (Ormrod: 2008).
Teman sebaya dalam penelitian ini digunakan sebagai media untuk
mengembangkan komunikasi anak autis yang belum berkembang secara
optimal.
Sedangkan permainan menurut Montessori (Delphi, 27:2006) adalah “latihan penyesuaian diri terhadap kehidupan sehari-hari untuk menghadapi kehidupan mandiri kelas di kemudian hari”. Sedangkan Schalter dan Lazarus (Delphi, 27:2006).mengemukakan bahwa bermain adalah “ kegiatan yang dilakukan dengan cara yang menyenangkan, bebas dan mengasyikkan bagi dirinya”.
Permainan dengan teman sebaya dalam penelitian ini merupakan suatu
aktivitas yang dilakukan oleh teman sebaya sebagai pelaksana intervensi
dengan anak autis sebagai subjek penelitian. Aktivitas permainan yang
dilakukan merupakan permainan yang telah disusun oleh peneliti berkaitan
dengan teknis dan media yang digunakan untuk kemudian disampaikan
kepada teman sebaya dalam bentuk pengarahan secara klasikal. Berikut
adalah permainan yang dilakukan dalam penelitian ini:
1. Membuat mozaik dari kertas berwarna
2. Membuat mozaik dari gabus kemudian dicat dengan menggunakan
cat air
3. Membuat mozaik dengan menggunakan pasir dan kulit biji bunga
matahari
4. Membuat emotikon (senyum, cemberut, “wow”, cool)
5. Menyusun potongan bagian rumah yang terbuat dari kertas
berwarna dengan sebelumnya diberikan klu permainan sebanyak 10
klu permainan
6. Melengkapi kalimat
35
b. Variabel Dependent (Y) atau variabel terikat
Komunikasi dalam penelitian ini bertindak sebagai variabel terikat
karena merupakan variabel yang dipengaruhi oleh permainan teman sebaya.
Secara terminologis, komunikasi merupakan suatu istilah yang
menunjukkan suatu proses hubungan antara individu satu dengan lainnya
yang berisi kegiatan menyampaikan dan menerima pesan. Sehubungan
dengan hal, ini Effendi dalam Mandala (Abadi, 9:2013) mengemukakan
bahwa, "komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap-sikap, pendapat
atau perilaku".
Dalam penelitian ini yang menjadi target behavior adalah komunikasi. Kemampuan komunikasi yang dimaksud diarahkan kepada kemampuan
komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
Menurut Ferdy (2010) komunikasi verbal ( verbal communication )
adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan
dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral). Komunikasi verbal menempati
porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih
mudah disampaikan secara verbal ketimbang non verbal. Dengan harapan,
komunikan (baik pendengar maun pembaca ) bisa lebih mudah memahami
pesan-pesan yang disampaikan.
Komunikasi verbal merupakan karakteristik dari manusia, tidak ada
makhluk lain yang dapat menyampaikan berbagai macam arti dengan
kata-kata. Kata dapat menjadikan individu untuk menyatakan ide yang lengkap
secara komprehensip dan tepat.
Sedangkan komunikasi non verbal menurut Wikipedia (2013) adalah “proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata”. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti
pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya
36
Penggunaan komunikasi verbal dan non-verbal dalam penelitian ini
dengan maksud untuk mengembangkan kemampuan yang sebelumnya belum
optimal pada subjek. Target behavior untuk komunikasi non verbal adalah menunjukkan objek yang diinginkan dan target behavior komunikasi verbalnya adalah mengungkapkan keinginan secara lisan. Kemampuan
menunjukkan objek yang diinginkan dianggap peneliti sebagai kemampuan
dasar yang perlu dimiliki oleh subjek agar dalam proses komunikasi
selanjutnya menjadi lebih terarah dan lebih dipahami maksudnya.
2. Definisi Operasional Variabel
Kemampuan komunikasi anak autis diambil menjadi masalah yang akan
diteliti mengingat pentingnya komunikasi baik verbal maupun non verbal
untuk membangun interaksi dengan lingkungannya. Untuk meningkatkan
komunikasi verbal dan non verbal anak autis ini digunakan pola permainan
teman sebaya dengan teknis permainan yang dirancang oleh peneliti dalam
pelaksanaannya dengan tujuan agar anak autis tersebut dapat
mengkomunikasikan apa yang menjadi keinginannya dan apa yang tidak
dikehendakinya. Target behavior yang ingin dicapai adalah anak autis dapat menunjukkan objek yang diinginkan dan mengungkapkan keinginan secara
lisan.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam permainan dengan teman sebaya:
a. Menentukan anak autis yang akan menjadi subjek penelitian. Penentuan
subjek ini didasarkan atas kemampuan awal komunikasi yang dimiliki oleh
anak autis tersebut, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan
(teman).
b. Menentukan teman sebaya yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
intervensi. teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini bukan hanya
teman yang berada dalam satu kelas namun dari berbagai kelas (kakak kelas
ataupun adik kelas). Kriteria yang digunakan untuk menentukan teman
sebaya dalam penelitian ini berdasarkan atas kemampuannya untuk
37
kemampuannya yang lebih komunikatif dibandingkan dengan teman lainnya
atau bahkan dengan subjek, memiliki empati yang tinggi terhadap
lingkungan, dan memiliki inisiatif untuk membantu sekitarnya tanpa
diinstruksikan terlebih dahulu.
c. Pembuatan program (skenario) permainan yang akan digunakan.
Skenario yang dibuat menyerupai rencana program pembelajaran. Adapun
rancangan skenario permainan yang dilaksanakan dalam intervensi adalah
38
Tabel 3.1.
Skenario Permainan
1. Gambaran Umum Pelaksanaan Intervensi
Intervensi yang dilakukan berupa permainan yang melibatkan dua orang anak
autistik sebagai subjek penelitian yang didampingi oleh paling sedikit dua orang teman
sebaya yang akan memimpin jalannya permainan. Permainan yang dilakukan
difokuskan kepada peningkatan kemampuan komunikasi verbal dan non verbal dengan
tujuan anak (subjek) dapat mengungkapkan keinginannya. Waktu yang digunakan
untuk setiap sesi selama 30 menit.
2. Tahapan Pelaksanaan Intervensi
a. Teman sebaya diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh peneliti mengenai
teknis permainan yang akan dilaksanakan. Simulasi permainan dilakukan oleh
peneliti bersama teman sebaya untuk memperjelas maksud dari permainan yang
akan digunakan dalam pelaksanaan intervensi. Permainan dilakukan secara
bergiliran antara subjek ke satu dengan subjek kedua. Adapun jenis permainan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1) Membuat mozaik dari kertas berwarna
2) Membuat mozaik dari gabus kemudian dicat dengan menggunakan cat air
3) Membuat mozaik dengan menggunakan pasir dan kulit biji bunga matahari
4) Membuat emotikon (senyum, cemberut, “wow”, cool)
5) Menyusun potongan bagian rumah yang terbuat dari kertas berwarna
dengan sebelumnya diberikan klu permainan sebanyak 10 klu permainan
6) Melengkapi kalimat
7) Berhitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian)
b. Terdapat dua target behavior dalam permainan ini. Pertama adalah subjek dapat
menunjukkan objek yang diinginkannya (kemampuan komunikasi non verbal).
Target behavior pertama ini diperlukan untuk dasar dari kemampuan target
behavior kedua. Subjek dikatakan menunjukkan jika subjek:
- Mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu objek
- Mengarahkan tangannya ke salah satu objek
- Menggerakkan kepalanya ke salah satu objek
- Menggerakkan tubuhnya mengarah pada salah satu objek
39
d. Pengarahan kepada teman sebaya
Pengarahan kepada teman sebaya berkisar mengenai teknis pelaksanaan
intervensi, waktu pelaksanaan, sasaran, dan langkah pelaksanaan intervensi.
2. Teman sebaya mempimpin permainan dengan menggunakan media/objek
yang telah dipersiapkan sebelumnya (media/objek dan jenis permainan
yang digunakan dapat berubah-ubah).
3. Teman sebaya menunjukkan objek benda kepada subjek.
4. Teman sebaya menanyakan apa yang diinginkan oleh subjek berdasarkan
objek yang ditunjukkan.
5. Subjek menunjukkan apa yang ia inginkan
6. Teman sebaya merespon apa yang diinginkan oleh subjek
c. Target behavior kedua adalah subjek dapat mengungkapkan keinginan secara
lisan setelah didahului pertanyaan dari teman sebaya “……(nama subjek) apa yang kamu inginkan?”. Subjek dikatakan dapat meminta sesuatu secara lisan jika:
- Mengatakan “ini/itu/hm (sambil menunjuk ke salah satu objek)”
- Mengeluarkan kata yang memiliki makna dan berhubungan dengan objek
yang diinginkan subjek (misalnya: makan. Minum, cuci tangan, buku,
pelpen, dsb)
- Menyebutkan objek yang diinginkan dan dapat dimengerti oleh lawan
bicara (teman sebaya)
Adapun tahapan permainan pada indikator kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek bersama teman sebaya berkumpul di satu ruangan yang disebut
kelas kecil untuk melaksanakan permainan
2. Teman sebaya mempimpin permainan dengan menggunakan media/objek
yang telah dipersiapkan sebelumnya (media/objek dan jenis permainan
yang digunakan dapat berubah-ubah).
3. Teman sebaya menunjukkan objek benda kepada subjek.
4. Subjek mengungkapkan apa yang ia inginkan setelah didahului pertanyaan oleh teman sebaya“……(nama subjek) apa yang kamu inginkan?”
40
e. Pelaksanaan program intervensi
Pelaksanaan program intervensi permainan dengan teman sebaya ini
dilakukan pada saat jam istirahat sekolah dan pada saat mata pelajaran
Pengembangan Non Akademik (PNA).
f. Evaluasi pelaksanaan intervensi
Permainan yang digunakan dalam proses intervensi tidak terbatas pada satu
permainan saja namun beberapa permainan dan pemilihan permainan yang
digunakan mengacu kepada skenario yang telah dibuat sebelumnya.
Permainan dengan teman sebaya dalam penelitian ini akan diukur dengan
menggunakan instrument/alat ukur (menggunakan frekuensi) mengenai
kemampuan komunikasi verbal anak austistik (subjek) dengan kriteria
penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya (kriteria penilaian terdapat
dalam skenario permainan yaitu pada poin b dan c).
C.Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP X yang memiliki dua puluh dua orang
siswa. Tujuh orang siswa pada umumnya dan lima belas orang siswa
berkebutuhan khusus (penyandang autis sebanyak empat orang).
2. Subjek Penelitian
Untuk penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah dua orang anak
autis (kelas VIII dan IX) berjenis kelamin laki-laki yang bersekolah di salah
41
D.Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah “suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.”(Sugiyono, 148:2006). Instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini berbeda-beda
disesuaikan dengan tahapan penelitian yang digunakan. Adapun instrument yang
[image:31.595.113.509.256.727.2]digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Instrument Penelitian Target Behavior Menunjukkan Objek yang Diinginkan
Nama Subjek : BM
Pengamat : Sistri
Perilaku sasaran 1* : menunjukkan objek yang diinginkan
Fase** : A1– B – A2
Sesi Tanggal Waktu
Start-Stop
Terjadinya Perilaku
Sasaran
Total
Kejadian
1 2 Maret 2013 10.00-10.30 III 3
Keterangan:
*) kriteria pencapaian perilaku sasaran
Subjek dikatakan menunjukkan jika subjek:
- Mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu objek
- Mengarahkan tangannya ke salah satu objek
- Menggerakkan kepalanya ke salah satu objek
- Menggerakkan tubuhnya mengarah pada salah satu objek
42
Tabel 3.3.
Instrument Penelitian Target Behavior Mengungkapkan Keinginan Secara Lisan
Nama Subjek : BM
Pengamat : Sistri
Perilaku sasaran2 : meminta sesuatu secara lisan
Fase : A1– B – A2
Sesi Tanggal Waktu
Start-Stop
Terjadinya Perilaku
Sasaran
Total
Kejadian
1 2 Maret 2013 10.00-10.30 III 3
Keterangan:
*) kriteria pencapaian perilaku sasaran
Subjek dikatakan dapat meminta sesuatu secara lisan jika:
-Mengatakan “ini/itu/hm (sambil menunjuk ke salah satu objek)”
-Mengeluarkan kata yang memiliki makna dan berhubungan dengan objek
yang diinginkan subjek (misalnya: makan. Minum, cuci tangan)
-Menyebutkan objek yang diinginkan dan dapat dimengerti oleh lawan bicara
(teman sebaya)
43
E.Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan alat pengumpul data berbentuk tes. Tes yang
dipakai adalah tes hasil belajar (achievement test). Purwanto (2006 : 33) menyatakan bahwa “tes hasil belajar / achievement test adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil – hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru
kepada murid – muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswanya, dalam jangka waktu tertentu.” Dalam penelitian ini juga observasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan mengamati setiap perilaku yang ditampilkan oleh
subjek.
F. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu
observasi untuk melihat atau menentukan anak autis yang akan dijadikan subjek
dan menentukan teman sebaya yang akan dilibatkan dalam penelitian ini dan
observasi pada eksperimen SSR yang dilakukan pada saat pelaksanaan penelitian
(pengujian baseline 1-intervensi-baseline 2).
1) Tahap I ( Observasi )
Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 145:2011) mengemukakan bahwa
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. .
Dalam observasi ini, peneliti menggunakan participant observation karena peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi
partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Kegiatan observasi dilakukan untuk menjawab teman sebaya yang akan
dijadikan target untuk membantu anak autis meningkatkan kemampuan
komunikasi . Dalam kegiatan observasi ini akan dilihat kriteria teman sebaya
44
latar belakang pemilihan teman sebaya. Pada penelitian pendahuluan ini pun
diamati karakteristik anak autis yang akan menjadi subjek penelitian, yaitu
anak autis yang sebelumnya telah memiliki kemampuan berkomunikasi verbal
namun memiliki perbendaharaan kata yang masih sedikit.
2) Tahap II ( eksperimen dengan Single Subject Reseach )
Prosedur pada penelitian tahap kedua (penelitian inti) yaitu dengan cara
melihat kemampuan komunikasi siswa yang menjadi subjek penelitian sebelum,
pada saat dan setelah diberikan intervensi. Untuk pengumpulan data dilakukan
dengan cara mencatat setiap keterampilan anak yang telah ditentukan selama
observasi. Setiap peneliti mengamati sekaligus dilakukan pencatatan
keterampilan komunikasi anak dalam format instrumen yang telah disediakan
serta memberi skor. Dalam setiap fase pengumpulan data dilakukan dengan
memberikan penilaian berupa skor pada setiap keterampilan komunikasi anak
yang menjadi target penelitian.
Tahap terakhir sebelum menarik kesimpulan adalah analisis data, pada
penelitian desain kasus tunggal akan terfokus pada data individu dari pada data
kelompok, setelah data semua terkumpul kemudian data dianalisis
menggunakan teknik statistik deskriptif. Pada penelitian dengan kasus tunggal
penggunaan statistik yang komplek tidak dilakukan tetapi lebih banyak
menggunakan statistik deskriptif yang sederhana (Sunanto, 65:2006).
Adapun tujuan analisis data dalam bidang modifikasi perilaku adalah untuk
dapat melihat sejauhmana pengaruh intervensi terhadap perilaku yang ingin
dirubah atau target behavior. Metode analisis visual yang digunakan adalah
dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap data yang ditampilkan
dalam grafik, dalam proses analisis data pada penelitian subjek tunggal banyak
mempresentasikan data ke dalam grafik khususnya grafik garis. Tujuan grafik
dalam penelitian adalah peneliti dapat lebih mudah untuk menjelaskan perilaku
45
a) Analisis Dalam Kondisi
Analisis dalam kondisi adalah analisis perubahan data dalam suatu
kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi. Komponen – komponen yang dianalisis meliputi :
(1) Panjang Kondisi
Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi. Banyaknya data
dalam kondisi menggambarkan banyaknya sesi yang dilakukan pada tiap
kondisi. Panjang kondisi atau banyaknya data dalam kondisi tidak ada
ketentuan pasti. Data dalam kondisi baseline dikumpulkan sampai data menunjukkan arah yang jelas.
(2) Kecenderungan Arah
Kecenderungan arah digambarkan oleh garis lurus yang melintasi semua
data dalam suatu kondisi. Untuk membuat garis, dapat dilakukan dengan
1) metode tangan bebas (freehand) yaitu membuat garis secara langsung pada suatu kondisi sehingga membelah data sama banyak yang terletak di
atas dan di bawah garis tersebut. 2) metode belah tengah (split-middle), yaitu membuat garis lurus yang membelah data dalam suatu kondisi
berdasarkan median.
(3) Kecenderungan Stabilitas
Kecenderungan stabilitas (trend stability) yaitu menunjukkan tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data dapat
ditentukan dengan menghitung banyaknya data point yang berada di dalam rentang, kemudian dibagi banyaknya data point, dan dikalikan 100%. Jika persentase stabilitas sebesar 85 – 90% maka data tersebut dikatakan stabil,
sedangkan diluar itu dikatakan tidak stabil.
(4)Jejak Data
Jejak data yaitu perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi.
Perubahan data satu ke data berikutnya dapat terjadi tiga kemungkinan,
46
(5)Rentang
Rentang yaitu jarak antara data pertama dengan data terakhir. Rentang
memberikan informasi yang sama seperti pada analisis tentang perubahan
level (level change) (6)Perubahan Level
Perubahan level yaitu menunjukkan besarnya perubahan antara dua data.
Tingkat perubahan data dalam suatu kondisi merupakan selisih antara data
pertama dan data terakhir.
b) Analisis Antar Kondisi
Analisis antar kondisi adalah perubahan data antar suatu kondisi,
misalnya kondisi baseline (A) ke kondisi intervensi (B). Komponen – komponen analisis antar kondisi meliputi:
(1) Jumlah Variabel Yang Diubah
Dalam analisis data antar kondisi sebaiknya variabel terikat atau perilaku
sararan difokuskan pada satu perilaku. Analisis ditekankan pada efek atau
pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran.
(2) Perubahan Kecenderungan Arah Dan Efeknya
Dalam analisis data antar kondisi, perubahan kecenderungan arah grafik
antara kondisi baseline dan intervensi menunjukkan makna perubahan perilaku sasaran (target behavior) yang disebabkan oleh intervensi. Kemungkinan kecenderungan grafik antar kondisi adalah 1) mendatar ke
mendatar, 2) mendatar ke menaik, 3) mendatar ke menurun, 4) menaik ke
menaik, 5) menaik ke mendatar, 6) menaik ke menurun, 7) menurun ke
menaik, 8) menurun ke mendatar, 9) menurun ke menurun. Sedangkan
makna efek tergantung pada tujuan intervensi.
(3)Perubahan Kecenderungan Stabilitas Dan Efeknya
Perubahan kecederungan stabilitas yaitu menunjukan tingat stabilitas
perubahan dari serentetan data. Data dikatakan stabil apabila data tersebut
47
(4)Perubahan Level Data
Perubahan level data yaitu menunjukkan seberapa besar data berubah.
Tingkat perubahan data antar kondisi ditunjukkan dengan selisih antara data
terakhir pada kondisi pertama (baseline) dengan data pertama pada kondisi
berikutnya (intervensi). Nilai selisih menggambarkan seberapa besar terjadi
perubahan perilaku akibat pengaruh intervensi.
(5)Data Yang Tumpang Tindih
Data yang tumpang tindih berarti terjadi data yang sama pada kedua
kondisi (baseline dengan intervensi). Data yang tumpang tindih menunjukkan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi. Semakin banyak
data tumpang tindih, semakin menguatkan dugaan tidak adanya perubahan
pada kedua kondisi. Jika data pada kondisi baseline lebih dari 90% yang tumpang tindih pada kondisi intervensi. Dengan demikian, diketahui bahwa
pengaruh intervensi terhadap perubahan perilaku tidak dapat diyakinkan.
Dalam penelitian ini, bentuk grafik yang digunakan untuk
menganalisis data adalah grafik garis.
Sunanto, et al (30:2006) menyatakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk membuat grafik, antara lain
a. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya, sesi, hari, dan tanggal). b. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan
satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya, persen, frekuensi, dan durasi).
c. Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.
d. Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya, 0%, 25%, 50%, dan 75%).
e. Label kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi
f. Garis Perubahan Kondisi yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.
48
Judul Grafik
Label kondisi Label kondisi
Skala
Garis perubah kondisi
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
[image:38.595.110.511.110.648.2]Absis (X)
Grafik 3.1.
Komponen – komponen Grafik
Perhitungan dalam mengolah data yaitu menggunakan frekuensi.
Sunanto, et al. (15:2006) menyatakan bahwa “satuan frekuensi ini cocok digunakan jika pengamatan terfokus pada perilaku tertentu yang dilaksanakan
dalam periode waktu yang sama atau tetap dari sesi ke sesi” Alasan
menggunakan frekuensi karena peneliti akan mengukur perilaku sasaran.
Perilaku yang diukur terjadi dalam jumlah tidak terbatas tetapi
pengukurannya dilakukan dengan perode waktu yang sama.
Ord
in
at
(Y
78
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa
permainan dengan teman sebaya memiliki dampak positif terhadap peningkatan
kemampuan target behavior yang diinginkan. Target behavior yang dimaksud adalah kemampuan menunjukkan objek yang diinginkan dan kemampuan
mengungkapkan keinginan secara lisan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya
mean level.
Dalam penelitian ini intervensi yang diberikan oleh peneliti melalui
permainan dengan teman sebaya ini adalah bagaimana cara subjek untuk dapat
menunjukkan objek yang ia inginkan dan mengungkapkan keinginannya secara
lisan kepada temannya melalui beberapa permainan yang disetting oleh peneliti dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal subjek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permainan dengan teman sebaya
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis. Dengan permainan ini
kedua subjek secara perlahan menunjukkan perubahan kemampuan komunikasi
menjadi lebih baik. Subjek telah terbiasa untuk menunjukkan objek yang
diinginkan dan mengungkapkan keinginannya secara lisan kepada teman atau
orang yang ada di sekitarnya. Namun diantara kedua target behavior tersebut kedua subjek lebih menunjukkan peningkatan pada saat mengungkapkan
keinginan secara lisan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam grafik.
Dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjawab hipotesis dalam
penelitian ini bahwa permainan dengan teman sebaya dapat meningkatkan
79
B. Rekomendasi
Atas dasar kesimpulan yang telah dikemukakan di atas yang menunjukkan
bahwa permainan dengan teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi anak autis, maka peneliti memberikan rekomendasi untuk
kepentingan:
1. Pengembangan ilmu
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berharga pada
perkembangan ilmu terutama pada penerapan model-model pembelajaran
untuk meningkatkan hasil proses belajar di sekolah. Sehingga sekolah dapat
mencoba berbagai model atau strategi pembelajaran untuk mengoptimalkan
kemampuan peserta didik.
2. Pengembangan kurikulum pembelajaran
Peneliti memiliki pandangan bahwa permainan dengan teman sebaya
ini dapat dijadikan pilihan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan
kemampuan komunikasi kepada anak autis. Karena permainan ini bersifat
menyenangkan dan mudah dilakukan, sehingga dapat dijadikan sebagai
alternatif pengembangan kurikulum pembelajaran yang berpusat kepada
kebutuhan siswa.
3. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini berlaku bagi subjek pada saat penelitian
berlangsung. Untuk itu, peneliti berharap kepada peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian pada subjek yang sama dengan menggunakan metode
penelitian yang berbeda juga kepada subjek lain yang memiliki karakteristik
yang berbeda. Selain itu peneliti selanjutnya dapat mencoba menerapkan
permainan ini terhadap sasaran perilaku lain selain meningkatkan kemampuan
80
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, R.F. (2013). Pengembangan Media Alternatif dan Augmentatif Communication (AAC) dalam mengembangkan keterampilan komunikasi anak dengan hambatan komunikasi. Tesis pada Prodi Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Tidak diterbitkan.
Anggraeni, D. (2010). Apa itu Sindrom Rett. [online]. Tersedia: http://dyahanggraeni.blogspot.com/2010/04/sindrom-rett-apa-itu-sindrom-rett.html. (9 Januari 2014).
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Bagus, A. (2011). Artikel Detail. [online]. Tersedia: http://aji-bagus-fpips11.web.unair.ac.id/artikeldetail-23418.html. (1 April 2012)
Cotugno, A. (2009). Group Interventions for Children eith Autism Spectrum Disorders. London : Jessica Kingsley Publishers.
Delphi, B. (2006). Terapi Permainan 1. Bandung: Rizqi Press. ---. (2006). Terapi Permainan II. Bandung: Rizqi Press.
Ferdy. (2010). Pengertian Komunikasi Verbal dan Non Verbal. [online]. Tersedia: http://ferdy-pharm.blogspot.com/2010/01/pengertian-komunikasi-verbal-dan-non.html. ( 20 April 2012)
Freud. (2010). Macam-macam gangguan pervasive. [online]. Tersedia:
http://proffreud.blogspot.com/2010/04/macam-macam-gangguan-pervasive-pada.html. (9 januari 2014).
Haris. (2011). Definisi Komunikasi menurut Para Ahli. [online]. Tersedia: http://harisok.blogspot.com/2011/03/definisi-komunikasi-menurut-para-ahli.html. ( 7 Maret 2012)
Info Autis. (2011). Sindrom Gangguan Autisme (Autism Syndrome Disorder ). [online]. Tersedia. http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/sindrom-gangguan-autisme. (30 Maret 2012)
Kembara, P. (2010). Penyebab Autisme. [online]. Tersedia: http://www.putrakembara.com. (7 Maret 2012)
Maulana. (2007). Autisme. [online]. Tersedia: http://www.unika.ac.id. ( 1 april 2012)
Mia, P (Senin, 22 Maret 2010). P e n g e r t i a n A u t i s . [ o n l i n e ] T e r s e d i a . . http://miaputri.blogspot.com/2010/03/pengertian-autis.html. ( 1 April 2012)
Nuryanti, L. (2007). Penerapan Terapi Bermain bagi Penyandang Autisme.
[online]. Tersedia:http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-. terapi-bermain-bagi-penyandang-autisme-1/. (20 Maret 20012).
Ormrod, JE. (2002). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga
Pria. (2011). Pengertian Komunikasi Verbal. Tersedia. [online].
81
Purwanto, E .(2010). Mengembangkan Komunikasi Sosial Anak Autis Dengan
Metode Bermain.. Tersedia. [online].
http://jendelapemikiran.wordpress.com/2010/09/06/mengembangkan-komunikasi-sosial-anak-autis-dengan-metode-bermain/. (20 Maret 2012)
Rohmah, I. (2012). Terapi Bermain. [online]. Tersedia:
http://blog.elearning.unesa.ac.id/inayatur-rohmah/terapi-bermain. (20 Maret 2012)
Roswita.(2011). Efek metode priming dalam meningkatkan inisiasi spontan anak Autis terhadap teman sebaya. [online]. Tersedia:
http://www.unika.ac.id/lppm/images/uploaded/files/3_roswita.pdf (7 Maret 2012)
Shafer, M. (1984). Training Mildly Handicapped Peers to Facilitate Changes in The Sosial Interaction Skill of Autistik Childer. Journal of Applied Behavior Anaysis. Collage Park: Virginia Commonwealth University and The University of Maryland.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian Kuntitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sunanto, J., et al. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung : UPI PRESS
Tawny, W dan Gast, I. (1984). Single Subject Research In Special Education. Columbus: Charles E Merril Publishing Company.
Tim Dosen UPI. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI PRESS
Tn. (2006). Panduan Umum Pelayanan Sosial Anak Autis. Jakarta: Departemen Sosial RI Direktorat Pelayanan Sosial Anak Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
Tn.(2009). Bab 1. [online]. Tersedia.
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1fisip09/204612040/bab1.pdf). (7 Maret 2012)
Tn. (2009). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Dengan Menggunakan Pecs (Bagian 3). Tersedia. [online]. http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009/04/06/upaya-meningkatkan-kemampuan-komunikasi-anak-autis-dengan-menggunakan-pecs-bagian-3/. (20 April 2012)
Tn. (2010). PKn Chapter 2. [online]. Tersedia.
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pkn_043932_chapter2.pdf :2012). (7 Maret 2012)
Wikipedia. (2013). Komunikasi non verbal. [online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal. (9 Januari 2014) Yanuarti, D. (2010). Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Verbal Anak