• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister (S2) Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

PITRIATI

NIM.1204666

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Oleh Pitriati

S.Pd Universitas Negeri Padang, 1996

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Pitriati 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

Oleh

PITRIATI NIM. 1204666

Disetujui oleh Pembimbing I

H. Endang Cahya, M.A,Dr., M.Si

Pembimbing II

Dr. Jarnawi Afghani Dahlan., M. Kes

Mengetahui :

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN……… ... ……… i

LEMBAR PERNYATAAN……… ... ……….... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR……… ... ………. v

UCAPAN TERIMAKASIH ……… . ……… vii DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Definisi Operasional ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakekat matematika ... 15

2.2Kemampuan Penalaran Matematis ... 18

2.3Kemampuan Komunikasi Matematis ... 19

2.4Learning Cycle 7E ... 23

2.5Bahan Ajar ... 30

2.6Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 31

2.7Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu ... 33

2.8Hipotesis Penelitian ... ... ...35

(5)

3.4 Instrumen Peneltian ... 37

3.5 Teknik Analisis Instrumen ... 40

3.6 Perangkat Pembelajaran ... 49

3.7 Prosedur Penelitian... 50

3.8 Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.9 Teknik Analisis Data ... 51

3.10 Alur Uji Statistik ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 55

4.2 Deskriptif Hasil Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 56

4.3 Kemampuan Penalaran Matematis... 58

4.4 Kemampuan Komunikasi matematis ... 67

4.5 Pembahasan ... 79

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1Kesimpulan ... 92

5.2Implikasi ... 93

5.3Rekomendasi ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan Pembelajaran Learning Cycle 7E………... 27

3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis …………... 38

3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis…………... 39

3.3 Deskriptif Indikator Kemampuan Matematis ... 39

3.4 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 41

3.5 Data Hasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ………... 42

3.6 Data Hasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ………... 42

3.7 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ………... 43

3..8 Data Hasil Uji Coba Koefisien Reabilitas………... 43

3.9 Klasifikasi Daya Pembeda Tes……….... 44

3.10 Data Hasil Uji Coba Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 45

3.11 Data Hasil Uji Coba Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 45

3.12 Klasifikasi Koefisien Indeks Kesukaran ………... 46

3.13 Data Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis... 47

3.14 Data Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 47

3.15 Rekapitulasi dan Kesimpulan Data Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa………... 48

3.16 Rekapitulasi dan Kesimpulan Data Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Penalaran Matematis Siswa ………... 49

(7)

4.2 Data Hasil Uji Perbeedaan Ratan Pengkoreksian Dua Orang ... 58

4.3 Data Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Penalaran Matematis ……... 59

4.4 Ratan Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa ... 60

4.5 Data Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis……... 62

4.6 Data Uji Kesamaan Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis... 63

4.7 Data Hasil Uji Normalitas Data N-Gain kemampuan Penalaran Matematis ... 65

4.8 Data Uji Mann Whitney Skor N-Gain Kemampauan Penalaran ... 66

4.9 Data Statistik Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis…... 68

4.10 Ratan Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Komunikasi ... 68

4.11 Data Hasil Uji normalitas Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Mate-matis…... 71

4.12 Data Uji Beda Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis... 72

4.13 Data Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Mate-matis ... 74

4.14 Data Uji perbedaan Dua Rataan Skor Postes Kemampuan Komunikasi... 75

4.15 Data Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis... 76

4.16 Data Uji perbedaan Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa………...….………... 78

4.17 Data Hasil Rataan dan Klasifikasi N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis... 78

4.18 Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Analisis Uji Normalitas Data Pretes, Postes, dan Gain ... 79

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kegiatan Learning Cyccle 7E ...…………..…. 26

3.1 Prosedur Penelitian ... 50

3.2 Alur Uji Statistik ... 54

4.1 Perbandingan Rataan Skor Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran ... 60

4.2 Perbandingan Rataan Skor N-Gain Kelas Esperimen dan Kelas Kontrol Kemampuan Penalaran... 61

4.3 Perbandingan Rataan Skor Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 69

4.4 Perbandingan Rataan Skor N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kemampuan Komunikasi Matematis ... 70

4.5 Kegiatan Siswa Berdiskusi Menemukan Konsep-Konsep dan Ide-ide ... 81

4.6 Kegiatan Siswa Ketika Presentasi ... 82

4.7 Hasil Jawaban Soal No 2 Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol …...………... 82

4.8 Kegiatan Siswa Mempresentasikan Contoh Soal Komunikasi ... 85

4.9 Lembar Jawaban Soal Komunikasi...……. 85

4.10 Kegiatan Guru Menyelidiki Kemamapuan Awal Siswa ... 89

4.11 Kegiatan Guru Sedang Memotivasi Siswa ... 89

4.12 Kegiatan Siswa Sedang Diskusi Menemukan Konsep ... 89

4.13 Siswa Sedang Melakukan Presentasi ... 90

4.13 Kegiatan Siswa Saat Melakukan Penerapan Pada Contoh Soal ... 90

(9)

Pembelajaran ... 91

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman A RPP dan Instrumen Penelitian………... 99

B Analisis Hasil Uji Coba ……… 227

C Analisis Data Hasil Peneltian………. 239

(10)

PITRIATI (2014): Penerapan Model Learning Cycle 7E terhadap

Peningkatan Kemampuan Penalaran dan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP

Salah satu teknik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika adalah menerapakan strategi pembelajaran yang mendukung terwujudnya tujuan pembelajaran matematika yang sesungguhnya, yaitu dengan mengembangkan beberapa kemampuan matematis siswa di antaranya mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Learning Cycle 7E dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol dan menggunakan teknik purposive sampling. Populasi penelitian adalah siswa kelas IX pada salah satu SMP Negeri di Kota Padang tahun ajaran 2013/2014. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas IX1 sebagai kelas eksperimendan IX2 sebagai kelas kontrol yang sebelumnya sudah dipilih secara acak. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan komunikasi matematis. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 16 for windows dengan menggunakan taraf signifikan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Peningkatan kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Learning Cycle 7E lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional.

(11)

ABSTRACT

PITRIATI (2014): The Use of Learning Cycle 7e Model to Improve Junior High School Students’ Mathematical Reasoning and Communication Ability

Abstract: One of the techniques to improve the quality of mathematic learning is implementing the learning strategy to improve the real purpose of learning mathematics, that is to improve some students’ mathematics abilities such as improving the mathematical reasoning and communication ability. This research aims to study the improvement of students’ mathematical reasoning and communication ability between who got learning cycle 7E model compare with the students who got conventional learning. The research is quasi experimental with control group design and technique. The population of the research was the students of grade IX in one of junior high schools in Padang during 2013/2014 academic year. The sample were class IX1 as the experiment class and IX2 as control class that had. The instrument used was the test of mathematical reasoning and communication ability. The analyzing of the data in this research used SPSS 16 for windows with the level of significant 5 %. The result shows that the improving of mathematical reasoning and communication ability of students who got learning cycle 7e is better than the students who got conventional learning.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, secara eksplisit menyatakan dalam pasal 1 ayat 1, bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh sebab itu,

pembelajaran haruslah dipandang sebagai serangkaian usaha sadar dan

terencana oleh pendidik agar siswa bisa mencapai tujuan pendidikan.

Hal di atas menggambarkan betapa pentingnya pendidikan yang baik

dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, agar dapat menghasilkan

manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dalam berbagai bidang dunia

teknologi saat sekarang ini. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi dewasa ini telah membawa berbagai perubahan hampir

disetiap aspek kehidupan. Aplikasi ilmu pengetahuan dan tehnologi yang

diperoleh mampu menjadi salah satu faktor penting dalam menunjang

aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dunia pendidikan dalam

meningkatkan kemampuan sumberdaya manusianya.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan sumberdaya

manusia, di antaranya adalah melalui jalur pendidikan. Jalurpendidikan

tersebut dapat diperolehmelalui pendidikan formal atau pendidikan informal.

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dan melalui

sekolah manusia dapat memperoleh kemampuan dalam meningkatkan mutu

pendidikan yang berkualitas. Berbagai macam ilmu yang diperoleh melalui

(13)

bidang studi matematika. Bakhtiar (2004) menyatakan bahwa pembelajaran

matematika merupakan salah satu pembelajaran yang mendasar untuk

pencapaian ilmu lainnya. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam

perkembangan ilmu pengetahuan. Suherman, dkk (Wahyuni, 2013)

berpendapat bahwa tujuan pembelajaran metematika antara lain adalah

mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola berfikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pemerintah selalu

berusaha meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan terutama bidang studi

matematika. Usaha tersebut diantaranya berupaya meningkatkan kompetensi

guru melalui pelatihan-pelatihan atau seminar, menyempurnakan kurikulum

serta melengkapi sarana dan prasarana pendidikan matematika.

Departemen pendidikan nasional (2006) dalam Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP), juga menyatakan bahwa matematika merupakan

suatu alat dalam mengembangkan cara berfikir siswa. Khususnya melatih

penggunaan pikiran secara logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta

memiliki kemampuan kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah dan

mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Matematika juga dapat

menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

secara cepat. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang

dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000)

yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi; (2) belajar untuk bernalar; (3) belajar

untuk memecahkan masalah; (4) belajar untuk mengaitkan ide; dan (5) belajar

untuk merepresentasikan ide-ide. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa

dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak

pasti, dan kompetitif.

Tujuan pemberian pelajaran matematika dapat dilihat dalam Peraturan

(14)

tentang Standar Isi menyebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan

agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam mempelajari

masalah, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional di atas, Ekawati

(P4TK,2011) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan matematika secara

umum dapat digolongkan menjadi tujuan:

1. Bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk

kepribadiansiswa.

2. Bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah

dan menerapkan matematika.

Secara lebih terinci tujuan pembelajaran matematika dipaparkan pada

buku standar kompetensi mata pelajaran matematika sebagai berikut:

1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya

melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan

(15)

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa

ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik,

peta, diagram, dalammenjelaskan gagasan.

Menyikapi tujuan pembelajaran matematika di sekolah untuk semua

jenjang pendidikan, maka siswa seharusnya memiliki kemampuan matematis

di antaranya kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran,

kemampuan berkomunikasi. Siswa yang memiliki kemampuan matematis

tersebut akan membuat siswa mampu menyelesaikan masalah, tugas di kelas

dan dapat diselesaikan dengan baik. Semakin sering siswa mampu

menyelesaikan permasalahan pada matematika, maka proses berfikir siswa

akan berkembang bagus dan siswa juga kaya dengan variasi dalam

menyelesaikan soal-soal matematika dengan baik.

Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika

di atas pada dasarnya adalah untuk melatih siswa agar dapat menyelesaikan

suatu masalah dalam pembelajaran matematika. Ketika siswa dihadapkan

pada suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari, maka pendekatan yang

dilakukannya tidak jauh berbeda dari masalah tersebut. Pemilihan pendekatan

pembelajaran matematika yang cocok untuk topik tertentu, sehingga proses

pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien, diantaranya dengan

pendekatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis harusdimiliki oleh

siswa pada semua level jenjang pendidikan, tanpa ada pengecualian.Siswa

hendaknya mampu bernalar secara deduktif diantaranya melakukan

perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu dan menarik kesimpulan

(16)

kesimpulan umum dari data yang diamati dan memberikan penjelasan

terhadap model, fakta,sifat, atau pola yang ada. Suherman dan Winataputra

(Asmida, 2009) menyatakan bahwa penalaran merupakan suatu proses

berfikir yang dilakukan untuk menarik suatu kesimpulan. Menurut Akhadiah,

dkk (2010) penalaran adalah proses berfikir untuk menarik kesimpulan

berupa pengetahuan baru dengan menerapkan logika deduktif atau induktif

atau keduanya. Siswa juga harus mampu mengomunikasikan secara

matematis seperti menghubungkan benda nyata dan gambar serta mampu

menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika, secara lisan dan tulisan

dengan benda nyata, gambar, dan aljabar. Hal ini sejalan dengan pendapat

Wahyudin (2008) yang mengatakan bahwa matematika mampu

mengembangkan nalar seseorang karena orang yang menggunakan nalar

cenderung memperhatikan pola-pola, struktur, atau keteraturan baik itu dalam

situasi-situasi dunia nyata maupun dalam obyek-obyek simbolis.

Kemampuan penalaran matematispenting untuk membantu siswa

mengemukakan pendapat maupun idenya secara runtut dan logis. Wahyudin

(Anggraeni, 2012) menyatakan bahwa seseorang dengan kemampuan

penalaran rendah akan selalu mengalami kesulitan dalam menghadapi

berbagai persoalan. Shadiq (2004) menyatakan bahwa penalaran ini tidak

hanya dibutuhkan oleh siswa dalam mempelajari matematika ataupun

ilmu-ilmu lainnya, lebih dari itu, penalaran menjadi penting untuk memecahkan

masalah kehidupan nyata yang dihadapinya.Siswa yang mampu

mengembangkan nalar akan cenderung lebih tanggap terhadap permasalahan

disekitarnya. Siswa juga akan mampu menilai sesuatu secara kritis dan

objektif, dengan tepat serta mampu meminimalisir gejala-gejala pada dirinya

yang dapat membuat kemampuan matematikanya rendah.

Menurut Baroody (Dahlan, 2004) terdapat beberapa keuntungan apabila

siswa diperkenalkan dengan penalaran, yaitu: siswa akan terbantu dalam

(17)

menghilangkan rasa takut, dan membuat siswa lebih aktif. Pembelajaran yang

lebih menekankan pada aktivitas penalaran dan komunikasi sangat erat

kaitannya untuk pencapaian prestasi siswa yang tinggi. Sumarmo (Siregar,

2011) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam penalaran

matematis masih rendah. Sebagai contoh pembelajaran matematika di Jepang

dan Korea yang lebih menekankan pada aspek penalaran dan komunikasi

mampu menghasilkan siswa berprestasi tinggi dalam tes matematika yang

dilakukan oleh The Third International Mathematics and Science

Study(TIMSS, 2003).

The Third International Mathematics Science Study

(TIMSS)menyatakan bahwa aspek kemampuan penalaran dan komunikasi

memiliki kaitan yang erat sekali dalam pembelajaran matematika.

Kemampuan penalaran matematis siswa juga perlu dibekali dengan

kemampuan komunikasi matematis, karena dengan komunikasi matematis

siswa dapat mengorganisasikan berfikir matematisnya baik secara lisan

maupun secara tulisan yang terjadi dalam proses pembelajaran. (Asmida,

2009) menyatakan, bahwa komunikasi matematis adalah ketika seorang

memperoleh informasi berupa konsep matematika yang diberikan guru

maupun yang diperoleh dari bacaan, maka saat itu terjadi transformasi

informasi matematika dari sumber kepada siswa tersebut.Ketika siswa

menggunakan pemikiran matematisnya lewat bernalar dapat tersampaikan

secara baik kepada teman dan gurunya, maka ia perlu memiliki kemampuan

komunikasi matematis yang mendukung. Dahlan (2011) mengungkapkan

bahwa kemampuan komunikasi memegang peranan penting dalam

pembelajaran matematika sebagaimana aktivitas sosial di masyarakat.

Komunikasi matematis sebagai aktivitas yang dapat membantu siswa dalam

mengekspresikan ide-ide matematika dengan bahasa sendiri dan dapat

dipahami oleh orang lain. Diskusi yang mengungkapkan ide-ide matematika

(18)

hubungan-hubungan. Siswa akan belajar mengemukakan pendapatnya dan menghargai

pendapat orang lain.

Proses komunikasi dapat membangun makna dan kelanggengan

gagasan-gagasan, agar gagasan-gagasan tersebut dapat diketahui publik. Saat

para siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika serta

untuk mengomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka itu pada orang lain

secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk menjadi lebih tegas dan

meyakinkan.

Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis sangatlah penting

dimiliki oleh siswa, namun pada kenyataannya kedua kemampuan matematis

tersebut belumlah memuaskan. Putra (Offirstson, 2013) memberikan

keterangan bahwa Kemampuan penalaran (analogi dan generalisasi) pada

pembelajaran geometri masih rendah.Hal ini tidak hanya ditemukan oleh para

peneliti nasional yaitu rendahnya kemampuanpenalaran dan komunikasi

matematis siswa Indonesia, tetapi diperlihatkan juga oleh hasil penelitian

internasional seperti pada Programme for International Student Assesment

(PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS,

1999). PISA (2009)menyebutkan bahwa kemampuan siswa SMP Indonesia

dalam menyelasaikan soal-soal masalah matematis sangat lemah, siswa belum

mampu mengembangkan kemampuan berfikir logisnya (penalaran) secara

obtimum dalam mata pelajaran di sekolah. PISA meneliti dengan tujuan

untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk diakhir tahun pendidikan dasar

(siswa berusia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan keterampilan.

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sebagai warga negara atau

anggota masyarakat dapat berpartisipasi membangun dan bertanggung jawab,

yang meliputi kemampuan literasi matematika, literasi membaca, dan literasi

sains. TIMSS bertujuan untuk menguji kemampuan matematis siswa kelas

empat Sekolah Dasar dan kelas delapan Sekolah Menengah Pertama yang

(19)

Hasil laporan PISA, TIMSS dan beberapa penelitian sebelumnya

tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis siswa masih tergolong rendah. Meskipun hal tersebut bukan

merupakan alat ukur mutlak bagi keberhasilan pendidikan Indonesia, tetapi

hal tersebut dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk memotivasi semau pihak

dalam dunia pendidikan sehingga prestasi belajar matematis siswa di

Indonesia dapat ditingkatkan.

Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab kurang

berkembangnya kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi

matematis siswa, diantaranya adalah pelaksanaan pembelajaran dan model

pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan materi pelajaran dan karakter

siswa. Hal ini didukung oleh Gagne (Baharudin, 2007) yang menyatakan

bahwa proses belajar di sekolah terutama harus melalui tahap-tahap

(fase-fase): motivasi, konsentrasi, mengolah, menggali 1, menggali 2, prestasi dan

umpan balik.

Selama ini pelaksanaan pembelajaran lebih bersifat mekanistik, proses

pembelajaran lebih banyak menekankan pada aspek doing tetapi kurang

menekankan pada aspek thinking. Apa yang diajarkan di kelas lebih banyak

berkaitan dengan masalah keterampilan manipulatif atau bagaimana

mengerjakan sesuatu tetapi kurang berkaitan dengan mengapa demikian dan

apa aplikasinya. Artinya siswa belajar memahami hanya dalam bentuk

hafalan saja (memorizing).Model pembelajaran yang selalu digunakan adalah

pembelajaran konvensional dan tidak mempertimbangkan materi yang akan

diberikan kepada siswa. Pada proses pembelajaran siswa lebih cenderung

pasif. Hal ini terlihat pada saat guru menyampaikan materi pembelajaran

siswa cenderung menerima dan mendengar apa yang disampaikan guru dalam

bentuk demonstrasi, dimana guru yang dominan aktif sedangkan siswa pasif

(20)

tidak mau mengeluarkan ide-idenya untuk mengembangkan kemampuan

penalaran dan kemampuan komunikasi matematisnya.

Jika situasi tersebut dibiarkan terus menerus, maka prinsip dan standar

yang tertuang dalam NCTM (1989) serta tujuan pelajaran matematika di SMP

tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, peran guru yang awalnya sebagai pusat

dari proses pembelajaran (Teacher Centered) harus berubah menjadi Student

Centered. Student Centered adalah proses pembelajaran yang mengaktifkan

siswa, artinya siswa yang lebih banyak terlibat menemukan sendiri

konsep-konsep dari materi yang dipelajari atau siswa yang menjadi pusat dalam

proses pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Hal

ini sesuai dengan pendapat Sukamto dan Winata Putra (Baharudin, 2007)

menyatakan bahwa: ”Apapun yang dipelajari siswa dialah yang harus belajar,

bukan orang lain. Untuk itu, siswa yang bertindak aktif”.

Menyadari keadaan tersebut maka menggali dan mengembangkan

kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa haruslah menjadi

komitmen guru matematika sebagai bagian dari tugasnya untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Siswa mestinya mendapat kesempatan yang

banyak untuk menggunakan kemampuan bernalar dan komunikasi dengan,

menggali, berlatih, merumuskan konsep, mempresentasikan, serta

menerapkan dalam memecahkan masalah yang kompleks sehingga menuntut

siswa berusaha sangat besar dan kemudian siswa didorong untuk

merefleksikan pemikirannya dalam menarik kesimpulan yang akurat. Semua

ini tergambar dalam pembelajaran model Learning Cycle 7E, kerena dalam

pembelajaran model Learning Cycle 7Esiswa memiliki kesempatan untuk

menggali potensi dirinya dimana model ini adalah model pembelajaran yang

berpusat pada siswa.

Memilihmodel pembelajaran yang tepat adalah salah satu solusi untuk

mengatasi masalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa

(21)

berpendapat untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis

siswa bisa diberikan beberapa strategi diantaranya mengarahkan siswa untuk

menjelaskan dan memberi argumentasi pada hasil yang diberikan dan

gagasan-gagasan yang difikirkan serta mengarahkan siswa agar aktif

memproses bermacam ide dan gagasan. Hal ini juga didukung pendapat dari

Pugalee (Nisa, 2012) jika siswa diberi kesemptan berkomunikasi tentang

matematika maka siswa akan berusaha meningkatkan keterampilan dan

proses berfikirnya yang krusial dalam pengembangan menulis dan membaca

matematika.

Berbagai macam model pembelajaran diantaranya dengan menerapkan

model pembelajaran Learning Cycle 7E. Penamaan model Learning Cycle 7E

merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengoptimalkan dan mengembangkan daya nalar dan

pengomunikasian mereka masing-masing. Model pembelajaran ini juga

menuntun siswa untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari.Model

pembelajaran ini merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang

diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan

berperan aktif, guru hanya sebagai fasilitator.

Secara umum dalam model pembelajaran Learning Cycle 7E terdapat

rangkaian kegiatan yang dilakukan secara tepat dan teratur. Urutan-urutan

dalam model pembelajaran Learning Cycle 7E, menurut Anya (2013) yaitu:

(1) Elicit (memperoleh) dengan menggali potensi yang sudah dimiliki siswa

sebelumnya; (2) Engage (membangkitkan minat/memotivasi) dalam memberi

motivasi terhadap siswa untuk lebih tertarik pada materi pelajaran berikutnya;

(3) Explore (menjelajahi) dengan siswa berdiskusi mengeluarkan ide-idenya

atau mereka secara bebas mengeluarkan pendapatnya tentang materi yang

diberikan; (4) Explain (menjelaskan) siswa mampu menjelaskan hasil diskusi;

(22)

contoh soal-soal yang diberikan; (6) Evaluasi (mengevaluasi) soal-soal yang

diharapkanagar siswa mampu menyelesaikannya; (7) Extend

(menghubungkan) pembelajaran ini semoga siswa juga mampu

menghubungkannya dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Model Learning Cycle 7E dapat membuat siswa bebas berimajinatif dan

berpikir kreatif dalam bentuk gambar, simbol, lisan, grafik maupun teks

tertulis, sehingga tidak menghafal konsep semata. Model pembelajaran ini

setidaknya akan mampu melahirkan kemampuan siswa dalam bernalar dan

berkomunikasi secara matematis. Rachman (2012) dalam penelitiannya tentang

Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7E sebagai Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI TITL 2 SMK N 2 Pengasih,

menyimpulkan bahwa model Learning Cycle 7E dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa, dalam hal ini tentu jika digunakan dalam pembelajaran

matematika juga dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis siswa. Sholihah (2012), dalam penelitiannya menyatakan bahwa

menggunakan model Learning Cycle 7E dapat meningkatkan kemampuan

koneksi matematis siswa SMP sehingga siswa yang memperoleh pembelajaran

Learning Cycle 7E lebih baik daripada siswa yang memproleh pembelajaran

secara konvensional.

Gambaran umum di atas terlihat bahwa model pembelajaran Learning

Cycle 7E sangat cocok untuk mengatasi masalah proses pembelajaran yang

terjadi di sekolah agar pencapaian kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis siswa dapat meningkat. Penerapan model Learning Cycle 7E pada

pembelajaran matematika untuk tingkat SMP/MTs mampu meningkatkan

hasil belajar siswa. Penelitian yang dilaksanakan adalah untuk melihat

kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa, untuk

mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran matematika

perlu mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan kemampuan

(23)

oleh Trianto (2011) bahwa implikasinya dalam proses pembelajaran adalah

saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan

konsep–konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide–ide

dengan menggunakan pola berpikir formal. Pembelajaran Learning Cycle 7E

yang salah satu rangkaian kegiatannya menggunakan kelompok diskusi

(Kooperatif) untuk menemukan ide-ide dalam pembelajarannya. Isjono

(2009). Menyatakan bahwa pembelajaran melalui kooperatif siswa dapat

aktif dan berpartisipatif sehingga mampu menemukan ide-ide dengan

menggunakan pola berfikir formal.

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle

7E telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan model Learning cycle

3E dan 5E dengan hasilnya dapat meningkatkan kemampuan kompetensi

siswa.Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model Learning Cycle

7E untuk siswa SMP pada matapelajaran matematika yang lebih luas lagi.

Agar penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle

7Eberjalan lancarmaka digunakan Lembaran Kerja Siswa (LKS) yang dapat

menuntun langkah-langkah dari kerja siswa. Siswa diharapkan benar-benar

aktif dan mandiri sehingga dapat menyerap dan mengingat lebih lama

terhadap apa yang dipelajari.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dilakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Learning Cycle 7E

terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa SMP”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat

(24)

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran Model Learning Cycle 7E lebih baik

daripada siswa yang memperoleh pembelajaransecara konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran Model Learning Cycle 7E lebih baik

daripada siswa yang memperoleh pembelajaransecara konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian

Rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengkaji peningkatankemampuan:

1. Penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran

Learning Cycle 7E dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaransecara konvensional.

2. Komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran

Learning Cycle 7E dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaransecara konvensional.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi

berbagai kalangan di antaranya, bagi:

a. Guru, sebagai alternatif pembelajaran yang dapat dipakai untuk

meningkatkan kompetensi kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi siswa.

b. Peneliti, dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk penelitian

lain dan penelitian yang relevan.

c. Sekolah penyelenggara pendidikan, penerapkan model Learning

Cycle 7E dapat menfasilitasi siswanya dalam menimba ilmu di

sekolah dan dapat meningkatkan kualitas kemampuan penalaran

(25)

d. Siswa, penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E dapat

membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan penalaran

dan komunikasi matematisnya.

1.5Definisi Operasional

Menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah

yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa penjelasan

sebagai berikut:

a. Model Learning Cycle 7E

Model pembelajaran Learning Cycle 7E adalah merupakan rangkaian

kegiatan yang dilakukan secara berurutan dan lebih terinci. Urutan

kegiatan tersebut adalah sebagai berikut, fase:

1. Elicit, dimaksudkan untuk mengidentifikasi (memperoleh)

pengetahuan awal siswa, memastikan apakah siswa sudah

mengetahui pelajaran yang akan dipelajari.

2. Engage dimaksudkan untuk menarik perhatian atau

membangkitkan minat dan motivasi siswa terhadap konsep yang

akan diajarkan dengan mengajukan pertanyaan, bercerita,

memberikan demonstrasi, atau dengan menunjukkan suatu

objek, gambar atau video.

3. Explore, pada tahap ini melalui diskusi siswa diberikan

kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dengan

pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang

akan dipelajari. Siswa mengobervasi, mengisolasi variable,

merencanakan penyelidikan, menginterpretasikan hasil dan

mengembangkan hipotesa dan mengorganisir kesimpulan dari

(26)

4. Explain, siswa memberikan penjelasan tentang konsep,

memperkenalkan konsep-konsep, istilah dan meringkas hasil

yang diperoleh pada fase explorasi.

5. Elaborate, siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan

pengetahuan yang baru mereka temukan pada

permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari pelajaran yang

dipelajari. Misalnya memberikan latihan soal-soal dengan

tingkat analisa yang lebih dalam pada siswa.

6. Evaluate, untuk mengevaluasi pengetahuan siswa yang bau

diperoleh. Dengan menggunakan penilaian formatif untuk

melihat perkembangan siswa.

7. Extend adalah dimana siswa didorong untuk menghubungkan

dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang mereka pelajari

dengan kehidupan sehari-hari.

b. Kemampuan penalaran matematis

Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang dilakukan untuk

menarik suatu kesimpulan. Beberapa indikator yang terdapat dalam

penalaran. Indikator yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan siswa yang terkait dengan kemampuan, yaitu (1)

Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola

yang ada; (2) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau

rumus tertentu.

c. Kemampuan komunikasi matematis

Komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan gambar atau

diagram kedalam ide-ide matematika.Beberapa indikator pada

kemampuan komunikasi. Namun yang terkait dengan kemampuan siswa, yaitu : (1) Menyatakan peristiwa sehari-hari menggunakan

(27)

matematis secara lisan/tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik atau

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen

semu, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima

keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994). Subjek terdiri dari dua

kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen (kelas perlakuan) merupakan

kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

Learning Cycle 7E dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah

kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.

Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah bahwa kelas yang ada

sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan

secara acak. Apabila dilakukan pembentukan kelas baru dimungkinkan akan

menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran dan mengganggu efektivitas

pembelajaran di sekolah.

Penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol non-ekuivalen

(Sugiyono, 2012) berikut ilustrasinya:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

Keterangan:

O : Pretes atau Postes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis.

X : Model Learning Cycle 7E

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yaitu variabel

(29)

a. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu model Learning Cycle 7E.

b. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis siswa.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa pada salah satu SMP

Negeri di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat tahun ajaran 2013/2014.

Pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada

pertimbangan bahwa tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada

tahap peralihan dari tahap operasi konkrit ke operasi formal sehingga sesuai

untuk diterapkannya pembelajaran Learning Cycle 7E. Sampel penelitiannya

adalah bagian dari populasi yang harus representatif dalam arti segala

karakteristik dari populasi hendaklah tercermin (Sudjana, 2005), sehingga

sampel untuk penelitian ini diambil dua kelas dari siswa kelas IX pada salah

satu SMP Negeri di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.

Sampel penelitian ini ditentukan berdasarkanClustersampling.

Sugiyono (2012). Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah

agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam

hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan,

kondisi tempat penelitian serta prosedur perijinan.

Populasi tersebut dipilih dua kelas secara acak sebagai sampel

penelitian yaitu kelas IX1 dan IX2. Dari dua kelas tersebut kemudian dipilih

secara acak sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Terpilih kelas IX1

sebagai kelas eksperimen dan kelas IX2 sebagai kelas konrol dengan jumlah

kelompok masing-masing adalah 34 siswa dan 33 siswa.

3.4 Instrumen Penelitian

Data yang diperlukandalam penelitian ini adalahdiperoleh dengan

(30)

penalaran dan kemampuan komunikasi matematis serta postes kemampuan

penalaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berikut ini uraian

dari masing-masing yang digunakan. Tes disusun dalam dua perangkat, yaitu

tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan komunikasi matematis.

a. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes kemampuan Penalaran matematis disusun dalam bentuk uraian

sebanyak 3 soal. Tes kemampuan Penalaran matematis dibuat untuk

mengukur kemampuan penalaran matematis siswa kelas IX mengenai materi

yang dipelajarinya. Dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1) Menyusun kisi-kisi soal yang mencakup aspek penalaran yang di ukur,

indikator, nomor soal, serta skor penilaian.

2) Menyusun soal dengan alternatif jawaban dari masing-masing soal.

Penilaian yang objektif diberikan dengan kriteria skor unntuk soal tes

kemampuan penalaran matematis dari holistic scoringrubrics Cai, Lane dan

Jakabscin, (Ansari 2003). Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada

berikut:

Tabel 3.1

Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Kriteria

4 Semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematis dijawab

dengan benar dan jelas atau lengkap.

3 Hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab

dengan benar.

2 Hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab

dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran

atau menarik kesimpulan salah

(31)

b. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan komunikasi matematis disusun dalam bentuk uraian

sebanyak 3 soal. Tes kemampuan komunikasi matematis dibuat untuk

mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX mengenai

materi yang dipelajarinya.

Menyusun soal tes kemampuan komunikasi matematis, di awali

dengan menyusun kisi-kisi soal kemudian dilanjutkan dengan membuat

alternatif jawaban untuk masing-masing butir soal. Pedoman penskoran tes

kemampuan komunikasi matematis diadaptasi dari holistic scoring rubrics

Cai, Lane dan Jakabcsin, (Ansari 2003)

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Kriteria

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang komunikasi

matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap.

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang

komunikasi dan dijawab dengan benar.

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang

komunikasi dan dijawab dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang

komunikasi atau menarik kesimpulan salah

0 Tidak ada jawaban

Tabel 3.3

(32)

3.5 T e k

nik Analisis Instrumen

Sebelum soal instrumen dipergunakan dalam penelitian, soal instrumen

tersebut diuji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah memperoleh

materi yang berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba ini dilakukan untuk

mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi syarat instrumen yang

baik atau belum, yaitu validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat

kesukaran.

a. Validitas

Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan berdasarkan

hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas butir tes.

Validitas teoritik untuk instrumen evaluasi menunjukkan pada kondisi

sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan

aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan penalaran

dan kemampuan komunikasi matematis yang berkenaan dengan validitas

isi dan validitas muka oleh para ahli.

(33)

Validitas butir tes adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria

tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya

koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi

product moment dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2010)

yaitu:

r xy=

N XY−( X) ( Y)

{N X2– X2) {N Y2− ( Y2)}

Keterangan :

rxy= Koefisien validitas antara variaabel x dan variabel y

X= Skor tiap butir soal

Y= jumlah skor total

N= Jumlah subyek.

Dengan mengambil taraf signifikan 0.05 dan taraf kebebasan (dk)

= n-2, sehingga didapat interprestasi:

(i) Jika rhit≤ rtabel , maka soal tidak signifikan

(ii) Jika rhit> rtabel , maka soal signifikan

Menurut (Suherman, 2003) klasifikasi koefisien validitas sebagai berikut.

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Validitas

Sumber : Guilford (Suherman, 2003) Koefisien Validitas Interpretasi

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah

0,00< rxy≤ 0,20 Sangat rendah

(34)

Pengujian Validitas tes dilakukan dengan menggunakan bantuan software

Anates V.A for Windowsdan softwar Excel. Hasil perhitungan validitas dari soal

yang telah di uji cobakan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.5

Data Hasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal rxy thitung Kriteria Interprestasi

1 0,39 2,17 Rendah Valid

2 0,79 6,86 Tinggi Valid

3 0,67 4,63 Tinggi Valid

4 0,73 5,57 Tinggi Valid

5 0,83 7,81 Sangat Tinggi Valid

Catatan: ttabel (∝ = 0,05) = 2,052 dengan N = 30

Tabel 3.5di atas terlihat dari 5 butir soal tes kemampuan penalaran yang

diuji cobakan 3 butir soal mempunyai interprestasi tinggi, 1butir sangat

tinggi, dan 1 butir soal rendah.Semua soal mempunyai koefisien thitung lebih

besar dari ttabel = 2,052 maka dapat di simpulkan kelima soal tersebut adalah

valid.

Tabel 3.6

DataHasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan KomunikasiMatematis

Butir Soal rxy thitung Kriteria Interprestasi

1 0,62 4,14 Tinggi Valid

2 0,55 3,44 Sedang Valid

(35)

4 0,65 4,48 Tinggi Valid

5 0,83 7,84 Sangat Tinggi Valid

Catatan: ttabel = (∝ = 0,05) = 2,048 dengan N = 30

Tabel 3.6 di atas terlihat dari 5 butir soal tes kemampuan penalaran

yang diuji cobakan 3 butir soal mempunyai interprestasi tinggi , 1butir

sangat tinggi, dan 1 butir soal sedang dan semua soal valid karena kelima

soal memiliki thitung lebih besar darittabel

b. Analisis Reliabilitas

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif

tetap dan digunakan untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk

menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha (Arikunto, 2010).

11 = 1 [1−

σi2

σt2

]

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrument.

∑σi2 = jumlah varians skor tiap–tiap butir tes

σt2 = varians total.

n = banyaknya butir tes.

Menurut Suherman (2003) ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas

sebagai berikut:

Tabel 3.7

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Besarnya nilai r11 Interpretasi

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

(36)

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Sumber : Guilford (Suherman, 2003)

Pengujian Reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan bantuan

software Anates V.A for Windows. Hasil perhitungan validitas dari soal yang

telah di uji cobakan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.8

Data Hasil Uji Coba Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kemampuan r11 Klasifikasi

Penalaran Matematis 0,74 Tinggi

Komunikasi Matematis 0,63 Tinggi

Hasil analisis realiabilitas pada tabel 3.8 soal tes kemampuan penalaran

dan komunikasi yang diuji cobakan menunjukkan bahwa kedua soal tersebut

telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam

penelitian yaitu reliabel dengan klasifikasi tinggi untuk soal tes kedua

kemampuan matematis.

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda butir tes dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya

angka indeks diskriminasi butir tes. Rumus yang digunakan untuk

menentukan daya pembeda menurut Suherman (2003) adalah:

DP =JBA−JBB JSA

atau DP =JBA −JBB JSB

Keterangan:

DP = Daya pembeda

= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan

(37)

= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan

benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah.

� = Jumlah siswa kelompok atas.

� = Jumlah siswa kelompok rendah.

Menurut Suherman (2003) klasifikasi interpretasi daya pembeda soal

sebagai berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Sumber: (Suherman, 2003)

Perhitungan daya pembeda instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan

bantuan software Anates V.4 for Windows. Untuk hasil perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran B2. Berikut disajikan hasil ringkasan daya pembeda

tes pada Tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.10 DataHasil Uji CobaDaya Pembeda Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal DP Interpretasi

1 0,31 Cukup

2 0,41 Baik

3 0,34 Cukup

4 0,66 Baik

(38)

Hasil analisis daya pembeda tes kemampuan penalaran matematis di atas

menunjukkan bahwa, semua butir soal menunjukkan interpretasi bervariasi yaitu

cukup, baik, dan sangat baik.

Tabel 3.11

Data Hasil Uji Coba Daya Pembeda Butir Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir Soal DP Interpretasi

1 0,50 Baik

2 0,38 Cukup

3 0,53 Baik

4 0,47 Baik

5 0,53 Baik

Hasilanalisis daya pembeda tes kemampuan komunikasi matematis di atas

memperlihatkan bahwa, seluruh butir soal yang diujicobakan menunjukkan

interpretasi daya beda baik dan cukup. Sehingga dapat disimpulkan seluruh butir

soal tersebut mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan

siswa yang berkemampuan rendah.

d. Tingkat Kesukaran

Menurut Suherman (2003), tingkat kesukaran untuk soal uraian dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut.

= +

� + � Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran

=Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan

(39)

=Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan

benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah.

� = Jumlah siswa kelompok atas.

� = Jumlah siswa kelompok rendah.

Menurut Suherman (2003) klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai

berikut:

Tabel 3.12

Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran Kriteria Indeks Kesukaran Klasifikasi

IK = 0,00 Soal Sangat Sukar

0,00  IK  0,3 Soal Sukar

0,3 IK ≤ 0,7 Soal Sedang

0,7 IK ≤ 1,00 Soal Mudah

IK = 1,00 Soal Sangat Mudah

Sumber: (Suherman, 2003)

Perhitungan tingkat kesukaraninstrumen dalam penelitian ini dilakukan

dengan bantuan softwareAnates V.4 for Windows. Untuk hasil perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B2. Berikut disajikan hasil

ringkasan tingkat kesukaran tes pada Tabel berikut:

Tabel 3.13

Data Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No Soal TK Interpretasi

1 0,78 Soal Mudah

2 0,73 Soal Mudah

3 0.83 Soal Mudah

4 0,67 SoalSedang

(40)

Hasil analisis tingkat kesukaran tes kemampuan penalaran matematis

menunjukkan bahwa terdapat 3 butir soal yang memiliki interpretasi mudah

sedangkan 2 butir soal yang lainnya berada pada interpretasi sedang.

Tabel 3.14

Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No Soal TK Interpretasi

1 0,66 Soal Sedang

2 0,81 Soal Mudah

3 0,52 Soal Sedang

4 0,76 Soal Mudah

5 0,30 Soal Sukar

Analisis tingkat kesukaran butir tes kemampuan komunikasi matematis,

terdapat 2 butir soal mudah, 2 butir soal sedang dan 1 butir soal sukar. Data

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B4.

e. Analisis dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen

Setelah melakukan uji validitas, uji reliabilitas dan terakhir

menganalisis daya beda dan tingkat kesukaran butir soal. Untuk mendapatkan

soal yang mampu mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis siswa maka tahap berikutnya dilakukan analisis dan penarikan

kesimpulan terhadap hasil uji coba instrumen tes. Analisis dan kesimpulan

terhadap hasil uji coba instrumen tes bertujuan untuk menentukan soal mana

yang di pakai, dibuang, atau di perbaiki. Berikut akan disajikan tabel analisis

(41)

penalaran dan komunikasi matematis siswa. Data selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran B5.

Tabel 3.15

Data Hasil Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

TidakSignifikan Cukup Mudah Dibuang

2 0,785 Sangat

Signifikan Baik Mudah Dipakai

3 0,681

Signifikan Cukup Mudah Dibuang

4 0,727 Sangat

Signifikan Baik Sedang Dipakai

5 0,827 Sangat

ujicobakan, hanya 3 butir soal yang dipakai. Hal ini dikarenakan keterbatasan

waktu pelaksanaan pretes dan postes yang tersedia.

Tabel 3.16

Data Hasil Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan

(42)

Pitriati, 2014

Pengaruh Penerapan Model Learning Cycle 7e Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran

3 0,757 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai

4 0,625 Signifikan Baik Mudah Dibuang

5 0,828 Sangat Signifikan Baik Sukar Dipakai

Tabel 3.16 dapat disimpulan 4 butir soal bisa di gunakan untuk

mengukur kemampuan komunikasi siswa. Tetapi hanya 3 butir soal tes

kemampuan komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan pretes dan

postes.Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu pelaksanaan pretes dan postes

yang tersedia.

3.6 Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran pada penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada

pembimbing serta guru bidang studi matematika. RPP ini terdiri dari RPP kelas

kontrol dan RPP kelas eksperimen, yang masing-masingnya terdiri dari 8 kali

pertemuan dilengkapi dengan soal-soal latihan dan soal evaluasi yang menyangkut

materi-materi yang telah disampaikan. Setiap satu RPP dilengkapi dengan Lembar

Kegiatan Siswa (LKS).

3.7 Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam

penelitian ini:

Identifikasi Masalah

Penyusunan Bahan Ajar

(43)

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini di kumpulkan melalui: Tes yang diberikan

terdiri dari dua paket yaitu tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan

(44)

diberi perlakuan, sedangkan postes diberikan kepada kedua kelas sampel

setelah diberikan perlakuan.

3.9 Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes

kemampuan penalaran dan tes kamampuan komunikasi matematis siswa. Hal

pertama yang dilakukan adalah melakukan analisis deskriptif yang bertujuan

untuk melihat gambaran umum pencapaian kemampuan penalaran dan

kemampuan komunikasi matematis yang terdiri dari rataan dan simpangan

baku. Kemudian dilakukan analisis terhadap peningkatan kemampuan

penalaran dan kemampuan komunikasi matematis dengan uji perbedaan

rataan parametrik dan non parametrik.

Uji perbedaan rataan dipakai untuk membandingkan antara dua

keadaan, yaitu keadaan nilai rataan pretes siswa pada kelompok eksperimen

dengan siswa kelompok kontrol,sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih

dahulu dipersiapkan beberapa hal , antara lain:

1. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan

kontrol.

2. Membandingkan skor pretes dengan skor postes untuk mencari

peningkatan yang terjadi sesudah pembelajaran pada masing masing

kelompok yang dihitung dengan rumus Gain ternormalisasi. Hake

(Meltzer, 2002) yaitu:

N �� � � = −

�� � −

Hasil perhitungan N-Gain kemudian diinterpretasikan dengan

menggunakan klasifikasi pada berikut:

Tabel 3.17

(45)

Besarnya Gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

Sumber: (Hake, 1999)

3. Menentukan deskriptif statistik pretes, postes, dan gain.

Hal yang pertama dilakukan dalam analisis data adalah melakukan analisis

deskriptif bertujuan untuk melihat gambaran umum pencapaian

kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang terdiri dari rataan

dan standar deviasi.Kemudian dilakukan uji statistik untuk membuktikan

hipotesis pada penelitian. Sebelum dilakukan uji tersebut sebelunya

dilakukan uji prasarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas

varians.

4. Uji asumsi

1) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor

pretest, postest dan gain kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Adapun rumusan hipotesisnya yaitu:

Ho: Data atau sampel berdistribusi normal

H1: Data atau sampel tidak berdistribusi normal

Kriteria menggunakan uji statistik Shapiro-Wil, berdasarkansebagai

berikut:

Jika nilai Sig. < α (α =0,05), maka Ho ditolak

Jika nilai Sig. ≥ α (α =0,05), maka Ho diterima.

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan ke

pengujian nonparametric Mann-Whitney.

2) Menguji homogenitas varians skor pretest, postest dan N-gain

(46)

Uji homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

dilakukan mengetahuiapakah varians kedua kelompok homogen.

Adapun hipotesis yang akan diuji yaitu:

Ho: Kedua data bervariansi homogen

H1: Kedua data tidak bervariansi homogen

Dengan kriteria menggunakan uji Levenesebagai berikut:

Jika nilai Sig. < α (α = 0,05), maka Ho ditolak

Jika nilai Sig. ≥ α (α = 0,05), maka Ho diterima.

3) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya

dilakukan uji perbedaan rataan skor pretest dan uji perbedaan rataan skor

N-gain dengan menggunakan uji-t yaitu Independent Sample T-Test.

Kalau tidak normal digunakan uji Mann-Whitney dan jika normal tapi tidak homogen digunakan uji Parametrik (uji t’) dengan bantuan program software SPSS 16 for Windows, yang sebelumnya dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitasnya. yaitu:

Hasil perhitungan Gain ternomalisasi tersebut kemudian

diinterprestasikan dengan menggunakan

Normalized gain = � �− � � �

(47)

Uji Mann-Whitney N-Gain

Uji Normalitas Pretes dan postes

Postes Pretes

Postes Pretes

Data Data

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

ya

Tidak

Tidak

ya

Keputusan

Uji Parametrik (Uji t)

Uji Parametrik (Uji t’) Uji Homogenitas

(48)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1 KESIMPULAN

Hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, yaitumaka dapat disimpulkan bahwa modelLearning Cycle

7Eadalah model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

penalaran dan komunikasi matematis siswa.ModelLearning Cycle 7Edapat

memberi peluang kepada siswa untuk turut aktif dalam kegiatan pembelajaran

dan dapat tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

Dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

dilkukan.

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran Learning Cycle 7Elebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran secara konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran Learning Cycle 7Elebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran secara konvensional.

5.2 IMPLIKASI

Implikasi yang ditemukan dari simpulan di atasdan pembahasan di bab IV

adalah sebagai berikut:

1. Secara umum penggunaan pembelajaranLearning Cycle 7Edapat

memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis siswa.

2. Penerapan pembelajaran Learning Cycle 7Edirespon dengan baik oleh siswa sehingga pembelajaran ini dipandang berpotensi untuk mengubah

(49)

belajar tentang menghafal rumus melainkan belajar memahami

matematika dari masalah yangdialami dalam kehidupan sehari-hari.

5.3 REKOMENDASI

Kesimpulan dan implikasi penelitian, berikut ini disajikan beberapa

rekomendasi yang bersesuaian, di antaranya:

1. Pembelajaran Learning Cycle 7Ehendaknya digunakan menjadi

pembelajaranbagi guru SMP khususnya dalam meningkatkan kemampuan

penalaran dan komunikasi matematis siswa.

2. Menerapkan pembelajaran dengan modelLearning Cycle 7Esebaiknya

guru membuat sebuah skenario dan perencanaan, sehingga pembelajaran

dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan rencana, dan pemanfaatan

waktu yang efektif.

3. Model Learning Cycle 7E dapat dijadikan sebagai model pembelajaran

yang mampu mengatasi kebosanan siswa dalam menemukan

konsep-konsep materi geometri matematika.

4. Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu kurang lebih satu

bulan.Dengan waktu penelitian yang relatif terbatas ini tentu hasil

penelitiannya belum maksimal. Oleh karena itu disarankan kepada peneliti

laindapat melanjutkan penelitian dengan alokasi waktu penelitian yang

terlebih dahulu direncanakan dengan sempurna.

5. Penelitian initerbatas hanya pada satu Standar Kompetensi, yaitu bangun ruang sisi lengkung, dan terbatas pada kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis, oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain

dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan lain dan dengan

(50)

DAFTAR PUSTAKA.

Anggraeni, Y. (2012). Peningkatan Kemampaun Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Model Reciprocal Teaching. Jurnal Pendidikan Matematika: Sigma Didaktika. Bandung: APMI FPMIPA UPI

Akhadiah, dkk.(2010).Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana

Amalia.(2011).Efektivitas Penggunaan Lembar Kegiatan Siswa Pada Pembelajaran Matematika Materi Keliling Dan Luas Lingkaran Ditinjau Dari Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Yogyakarta.Skripsi UNY. Tersedia.

Ansari, B. (2003). Menumbuhkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi pada SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Anya.(2013).Model Pembelajaran Learning Cycle 7E.[oline]. Tersedia: (http://anyablackheart.wordpress.com/2013/01/31/model-pembelajaran-the-learning-cycle-7es/. diakses tanggal 11 Maret 2013

Aqib,Z.(2013).Mode-Model media, dan Strategi Pembelajaran

Kontekstual(inovatif).Bandung: Yrama Widya

Arikunto,S.(2010).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta

Asmida. (2009). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Realistik. Tesis pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Baharudin,E.(2007).Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar.Ruzzmedia.

Bakhtiar,A.(2004).Filsafat Ilmu.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Baroody, A.J. (1993) Poblem solving Reasoning dan Communicating. K-8 Helping Children Think Mathematically. New York; Machmilan Publishing. Company

Dahlan,A. J.(2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Pertama melalui PendekatanOpen-Ended. Disertasi Pada SPS UPI. Bandung: Tidak di terbitkan

Gambar

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan  Penalaran Matematis
Tabel 3.2  Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel 3.5  Data Hasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kesejahteraan psikologis merupakan gambaran kesehatan psikologis individu dalam menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, dapat menjalin hubungan

kontrak-kontrak akad dalam perbank- an syariah yang masih beriorentasi komersil, berjangka pendek dengan pergerakan bunga, sementara itu akad-akad kebaikan pun

Hasil penelitian dengan menggunakan metode brainstorming untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa mengenai materi mengomentari persoalan faktual mengalami peningkatan

Pada akhirnya program aplikasi Homepage ini akan diaplikasikan pada SMU Insan Kamil Bogor untuk mempermudah dalam penyebaran informasi mengenai SMU tersebut, yang diharapkan dapat

Untuk mempermudah dan merancang sistem ini maka dibuat menggunakan suatu bagan diagram yaitu DFD, ERD, Normalisai serta program yang mendukung. Dengan menggunakan Microsoft Accees

Sehingga dengan jumlah hasil panen yang tinggi serta kualitas buah yang bagus, maka dapat diperoleh keuntungan.Namun, ada beberapa hal yang sangat berpengaruh terhadap produksi

Dalam melakukan PO perlu diciptakan strategi yang baru dalam menghadapi tantangan di masa depan sehingga akan senantiasa proaktif terhadap perubahan Performing Organisation