Pengembangan Energi Terbarukan: Belajar dari Keberhasilan India
Belajar (berkaca) dari keberhasilan orang lain adalah salah satu upaya menuju keberhasilan dan mandiri. Kalimat tersebut sangat tepat jika ditujukan bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia yang hingga kini masih seperti berjalan di tempat.
Pertanyaannya kemudian siapa yang bisa dijadikan media pembelajaran untuk mengembangkan energi terbarukan di negeri yang sangat kaya dan bervariasi akan sumber daya energi terbarukan? Jawabannya adalah India, negara dengan penduduk terbanyak kedua di dunia sekitar lebih dari satu miliar.
Penulis tertegun, juga mungkin banyak dari peserta yang hadir pada Roundtable Discussion on Institutional Mechanism for Developing and Financing Rural
Electrification Projects in Indonesia pada 29 Agustus lalu, setelah melihat dan mendengarkan pemaparan dari delegasi India mengenai keberhasilan Program Energi Pedesaan melalui pemanfaatan energi terbarukan di negeri satu miliar penduduk tersebut.
Keberhasilan itu tidak mudah diperoleh negara berkembang mana pun, termasuk dalam komunitas commonwealth itu. Tidak hanya luasnya objek (masyarakat) yang perlu diberikan akses energi, dan keberadaan energi terbarukan itu sendiri yang secara normatif harga energi yang dihasilkan hingga saat ini masih terlalu mahal dibandingkan dengan energi konvensional, apalagi terhadap yang
disubsidi.
Kemudian pertanyaan berikutnya adalah kenapa India bisa berhasil dengan kondisi seperti itu?
Secara singkat, jawabannya adalah karena India mengembangkan energi terbarukan dengan fokus dan sungguh-sungguh. Fokus karena India, dengan sumber daya energi terbarukan yang relatif banyak dan bervariasi, bertekad untuk menjelmakan kekayaan alamnya menjadi sumber daya.
Untuk menggawanginya, maka Pemerintah India perlu mengadakan jabatan menteri yang khusus mengurusi energi terbarukan atau disebut Ministry of non-Conventional Energy Sources. Di bawah komando Kementrian Sumber Energi Non-konvensional inilah pengembangan energi terbarukan dilakukan secara sistematis, komprehensif, dan integratif.
Serta yang tak kalah pentingnya (paling ditunggu dunia usaha) adalah adanya regulasi dalam bentuk kebijakan nasional yang strategis dalam mendukung terciptanya peluang penelitian dan pengembangan serta berusaha dalam sektor energi terbarukan.
Sungguh-sungguh dalam mengembangkan energi terbarukan terwujud dengan adanya keterpaduan yang dilakukan oleh semua lembaga terkait (stakeholder) telah mampu membentuk sinergi yang baik. Keterpaduan sinergi
lembaga-lembaga itu juga secara bertahap telah mampu menempatkan posisi energi terbarukan tidak hanya memperkuat ekonomi rakyat maupun mereduksi kemiskinan masyarakat desa.
Berfungsinya lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (R&D) di bidang teknologi energi terbarukan, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), dan lembaga-lembaga penelitian di perguruan tinggi di Indonesia, terbukti melahirkan mahakarya mandiri yang tidak hanya berani mengembangkan, tetapi juga dengan bangga
menggunakan teknologi energi terbarukan buatan sendiri (indigenous technology).
Hal tersebut berhasil menginisiasi bermunculannya pusat-pusat studi di bidang
energi terbarukan seperti Advance R&D Centers and Institute Set Up, Alternate Hydro Energy Center, Center for Wind Energy Technology, dan NIRE yang tidak lain menjadi salah kunci keberhasilan implementasi energi terbarukan di India.
Lebih jauh, kebijakan peraturan yang dikeluarkan Pemerintah India melalui Kementrian Sumber Daya Terbarukan Non-konvensional mampu menghadirkan iklim yang tidak hanya memayungi swasta, tetapi juga masyarakat sebagai bagian integral dari stakeholder di bidang energi. Misalnya, peneliti program energi
Pelangi, sebuah LSM yang bergerak di bidang lingkungan, perubahan iklim, dan isu energi terbarukan. di mana masyarakat dilibatkan mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.
Beberapa teknologi energi terbarukan tersebut telah sejajar dengan teknologi negara-negara maju seperti USA, Jerman, Denmark, Swedia, dan Jepang.
Biogas plants adalah teknologi energi terbarukan yang paling maju di India dan merupakan salah satu desain yang menjadi rujukan dunia selain Cina. Disain dan teknologi biogas India menempati tempat kedua di dunia dalam jumlah
pembangkit biogas.
Pembangkit listrik tenaga angin (wind power) yang selama ini kita kenal melalui produksi negara-negara Eropa, seperti Denmark, Swedia, dan Jerman, ternyata juga telah dikuasai teknologinya dan diproduksi, baik untuk kepentingan dalam negeri India maupun untuk pasar ekspor dan berhasil menempati urutan kelima dunia.
Adapun untuk pembangkit listrik tenaga matahari (solar Photovoltaic/solar PV), India secara berurutan menempati posisi kelima dunia dalam hal memproduksi sendiri peralatan solar PV dan urutan keempat dalam hal pemanfaatannya.
Tabel 1 berikut ini memperlihatkan potensi energi terbarukan di India dan hasil
yang telah dicapai, serta rencana pengembangan lima tahun yang ke-10, tahun 2002-2007.
Pada tatanan peraturan perundangan, Kementerian Sumber Daya Energi
Non-konvensional telah mampu melahirkan kebijakan yang kondusif. Kebijakan itu, antara lain kebijakan kelembagaan pada tingkat negara (institutional
arrangements including state level), mekanisme pendanaan (financing
mechanism) yang mengadopsi pola "Grameen Bank", Fiscal Incentives, dan Technology Development & Commercialization.
Peran swasta dalam pengembangan energi terbarukan di India sangat besar.
Total nilai investasi swasta yang ditanam mencapai 82 persen dari total investasi sebesar 250 miliar rupee atau setara 46,23 triliun rupiah dengan nilai tukar 1 rupee (INR) sama dengan 184,918 rupiah (IDR) dengan kapasitas terpasang sekitar 4 GW.
Peran swasta tersebut melalui industri manufakturnya telah menghasilkan
produksi lokal per tahun yang mencapai 500 MW hingga 750 MW untuk industri tenaga angin, 32 MW untuk produksi solar cell dengan 8 perusahaan, 70 MW untuk modul PV dengan 14 perusahaan.
Selain untuk kepentingan dalam negeri, pada tahun fiskal 2002-2003, industri tenaga matahari (solar PV) juga merambah dunia dengan mengekspor sekitar 15 MW yang terdiri atas 22 MW solar cells dan 23 MW dalam bentuk modul.
Keberhasilan tersebut juga tercermin dengan meningkatnya desa yang mendapat sarana listrik melalui program energi pedesaan yang memanfaatkan energi
terbarukan. Pada akhir Mei 2003 lalu, desa yang mendapat sarana listrik mencapai 83,8 persen dari total 587.258 desa.
Keberhasilan tersebut akan terus dijalankan hingga Maret 2007 di mana target
desa yang memperoleh listrik mencapai 100 persen. Dengan kata lain, pada tahun 2007 nanti seluruh penduduk India, yang berjumlah lebih dari satu miliar, dapat menikmati listrik sebagai buah dari program yang mereka sebut
mendesentralisasi pembangkit listrik berbasis sumber energi terbarukan (Decentralized Generation Based on Renewable Energy Sources).
Dengan berkaca atas keberhasilan India dalam pengembangan energi terbarukan dan melihat potensi yang ada di bangsa Indonesia, sebenarnya keberhasilan tersebut dapat ditiru dan dilaksanakan. Terlepas perlu atau tidaknya kita
mengupayakan adanya kebijakan yang sangat kuat pada tatanan regulasi dengan mengusulkan adanya pejabat setingkat menteri untuk mengurusi pengembangan energi terbarukan.
Selain itu, kita perlu merapatkan barisan dengan meninggalkan "kegagalan
kelembagaan" yang selama ini telah menjatuhkan negara Indonesia, baik secara ekonomi, politik, maupun moral. Kejatuhan moral itu, seperti egoisme sektoral (merasa lembaganya yang paling berhak) dan korupsi dengan sejuta alasan antara lain dengan mengeksploitasi kepentingan lingkungan hidup maupun kemiskinan.
Kerja keras yang harmonis antara lembaga penelitian baik pemerintah maupun non-pemerintah, pusat kajian strategis, seperti BPPT, LIPI, industri manufaktur swasta, serta lembaga profesi, seperti Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI).
Yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah peran serta masyarakat dari awal hingga akhir proyek, yang tidak hanya memberikan hal-hal teknis dan ekonomi.
Masyarakat juga harus berperan dalam hal yang berkaitan dengan pemanfaatan energi yang dihasilkan bagi kegiatan-kegiatan yang mendorong ke arah hidup yang lebih baik, seperti memanfaatkan penerangan untuk belajar serta kegiatan yang meningkatkan pendapat masyarakat, seperti untuk menjahit, menggiling padi, dan membuat penganan.
Energi terbarukan dalam pemanfaatannya tidak hanya sekadar memberikan akses energi secara luas kepada masyarakat yang ingin dicapai (belajar dari kegagalan program listrik masuk desa yang kental muatan politik di era orde baru), tetapi juga untuk sebagai alternatif penanggulangan kemiskinan.
Satu ungkapan menarik dari Mahatma Gandhi, bapak guru dunia-untuk direnungi seperti yang disampaikan delegasi India, paling tidak kepada mereka yang terlibat di sektor energi terbarukan di Indonesia sebagai agent of development-adalah
"The earth has enough for everyone’s need but not for anyone’s greed". Artinya, bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk
mereka yang rakus (baca: koruptor).
Nasrullah Salim Manajer Program Energi, PELANGI
Oleh: Nasrullah Salim