• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh LUKMAN HAKIM NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh LUKMAN HAKIM NIM:"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL PENYERTAAN KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA

(Studi Putusan Nomor 06/Pdt.Sus/PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga.

Jkt. Pst.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

LUKMAN HAKIM NIM: 11160480000091

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2020 M

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL PENYERTAAN KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA

(Studi Putusan Nomor 06/Pdt.Sus/PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga.

Jkt. Pst.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

LUKMAN HAKIM NIM: 11160480000091

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2020 M

i

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL PENYERTAAN KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA (Studi

Putusan Nomor 06/Pdt.Sus,PembatalanPerdamaian/2016/PN.

Niaga. Jkt. Pst.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

LUKMAN HAKIM NIM: 11160480000091

Pembimbing I

Dr. Nurhasanah, M.Ag.

NIP. 1974081720022013

Pembimbing II

Nisrina Mutiara Dewi, S.E.Sy.,M.H.

NIP. 9920112862

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA 1441 H / 2020 M

ii

(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya:

Nama NIM

Program Studi Alamat

Nomor Kontak Emali

: Lukman Hakim : 11160480000091 : Ilmu Hukum

: Jalan Sirnagalih No. 6, Loji, Bogor Barat, Kota Bogor.

: 0858-8877-9213

: lukkmanhakim1998@gmail.com Dengan ini Saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya Saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penelitian ini telah Saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatatullah Jakarta.

Bogor, 13 Agustus 2020

Lukman Hakim

iv

(6)

ABSTRAK

LUKMAN HAKIM, NIM 11160480000091, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMODAL PENYERTAAN KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA (Studi Putusan Nomor 06/Pdt.Sus,PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst)”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M.

Skripsi ini ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pemodal penyertaan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada pasca pernyataan pailit terkait kasus gagal bayar, analisis hukum kepailitan serta upaya hukum yang dilakukan pemodal penyertaan atau mitra Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada. Hubungan hukum antara koperasi yang berdasarkan Undang- undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan hukum kepailitan yang berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi, serta putusan pailit Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yaitu Putusan Nomor: 06/Pdt. Sus, Pembatalan Perdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst. Jo Nomorr: 11/PKPU/

2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., menjadi menarik untuk dianalisis dengan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif.

Metode peneltian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif terapan dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan dan pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. dan studi dokumen. Pengelolaan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data dan sistematisasi data yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada telah melanggar Undang-undang perkoperasian dengan melakukan penyertaan modal yang bersumber dari masyarakat non anggota. Selain itu, Koperasi Cipaganti Karya Guna tidak melakukan restrukturisasi Koperasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan masih menggunakan undang-undang tersebut untuk melakukan penyertaan modal Koperasi. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pemodal penyertaan Koperasi yaitu secara preventif dan kuratif.

Kata Kunci : Perlindugan Hukum, Koperasi, Modal Penyertaan, Pailit Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Nurhasanah, M.Ag.

2. Nisrina Mutiara Dewi, S.E.Sy.,M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1980 sampai 2018

v

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan nikmat dan karunia yang tidak terhinggga. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman nanti. Dengan mengucap Alhamdulillâhi rabbil

‘âlamîn, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMODAL PENYERTAAN KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA (Studi Putusan Nomor 06/Pdt.Sus,PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst)”.

Skripsi ini tidak dapat peneliti selesaikan dengan baik tanpa selain Allah Swt dan bantuan serta dukungan berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini berlangsung. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah memberikan peranan secara langsung maupun tidak langsung atas pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Nurhasanah, M.Ag.dan Nisrina Mutiara Dewi, S.E.Sy.,M.H.Pembimbing Skripsi. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. Dosean Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan kesabaran dalam membimbing peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

vi

(8)

4. Kepada kedua orang tua peneliti, Ayahanda Cecep Barnas dan Ibunda Dedeh Ratnasari Dewi, S.A.P., dan juga kepada kakak-kakak dan adik-adik penelit i Muhammad Arif Sutawijaya, A.Md. , Halimah, S.Pd., Rosita Dewi, S.Hut., Rizky Amalia Dewi, dan Hanna Khoirunnisa yang selalu memberikan dukungan, baik materil maupun imateriil berupa motivasi, do’a, bahkan kepercayaan untuk dapat duduk di bangku kuliah hingga menyelesaikan gelar sarjana ini.

5. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti, baik pemikiran maupun perspektif, baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Hanya doa serta ucapan terimakasih yang dapat peneliti sampaikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikankebaikan kalian

Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan balasan yang setara kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan semoga pula skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, 13 Agustus 2020

Lukman Hakim

NIM. 11160480000091

vii

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 7

E. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II MODAL PENYERTAAN KOPERASI DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM KEPAILITAN ... ... 12

A. Modal Penyertaan Koperasi Dalam Prespektif Hukum ... 12

1. Pengertian Koperasi ... 12

2. Modal Penyertaan ... 15

3. Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi ... 17

4. Peran Pemodal Penyertaan Pada Kelangsungan Koperasi ... 20

5. Fungsi Rapat Anggota Koperasi ... 21

B. Hukum Kepailitan ... 22

1. Pengertian Kepailitan ... 22

2. Tujuan Kepailitan ... 25

viii

(10)

3. Asas HukumKepailitan ... 27

4. Mekanisme Permohonan Pailit ... 28

C. KerangkaTeori ... 30

1. Teori Perlindungan Hukum... 30

2. Teori Sistem Hukum ... 33

D. Tinjauan (Review) KajianTerdahulu ... 34

BAB III TINJAUAN UMUM KASUS GAGAL BAYAR KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA TERHADAP PEMODAL PENYERTAAN ... 35

A. Profil Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada ... 35

B. Review Kasus Gagal Bayar Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada Terhadap Pemodal Penyertaan ... 38

C. Faktor-Faktor Penyebab Pembatalan Perjanjian Perdamaian Dalam Kasus Gagal Bayar Antara Pemodal Penyertaan Dengan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada ... 42

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA (Studi Putusan Nomor 06/Pdt.Sus,PembatalanPerdamaian/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst ... ... 47

A. Analisis Kepailitan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada Berdasarkan Putusan Nomor: 06/Pdt.Sus,PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst ... ... 47

B. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal Penyertaan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada ... 58

ix

(11)

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Rekomendasi ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

x

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

Pengertian tersebut merujuk pada koperasi yang merupakan badan hukum berbasis pada kepentingan ekonomi anggotanya, wujud demokrasi ekonomi, dan gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Penjelasan pasal ini menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional, dengan memperhatikan kedudukan koperasi seperti tersebut di atas maka peran koperasi sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.1 Selain itu, koperasi merupakan suatu lembaga keuangan yang memiliki karakter sosial yang kuat dan pada dasarnya dimaksudkan untuk menjalankan kegiatan usaha dan berperan penting dalam kegiatan ekonomi rakyat.2

Di dalam koperasi terdapat istilah modal penyertaan. Artinya, koperasi melakukan penghimpunan dana yang berasal dari anggota koperasi maupun dari pemerintah. Modal penyertaan ini dilakukan dalam rangka memperluas kemampuan untuk menjalankan kegiatan dalam koperasi, terutama usaha-usaha yang membutuhkan dana untuk usaha jangka panjang.

Pasal 4 Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Nomor

1Sutantya Raharja Hadhikusuma,Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2000),h. 31.

2 G. Kartasapoetra, dkk, Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (Jakarta:PT Rineka Cipta,2001), h. 11.

1

(13)

2

11/Per./M.KUKM/IX/2015 menyebutkan bahwa penanaman modal penyertaan dapat diperoleh dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha baik itu yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Dari ketentuan tersebut maka koperasi dapat menghimpun modal dari masyarakat Iuas di Iingkungan sekitarnya, bahkan menarik modal dari Iuar negeri, baik secara manual konvensional maupun secara modern. Selain itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1998 menjelaskan bahwa modal penyertaan koperasi dilakukan dengan tujuan memperkuat struktur permodalan koperasi. Modal penyertaan berasal dapat berasal dari pemerintah, anggota, badan usaha, dan badan-badan lainnya yang kemudian disebut pemodal. Pengurus koperasi dan pemodal melakukan pemupukan modal penyertaan yang diatur dan terikat dalam perjanjian antara pengurus koperasi dan pemodal.

Dengan adanya ketentuan mengenai modal penyertaan pada koperasi, beberapa pihak kemudian memanfaatkannya untuk mendirikan lembaga keuangan berbentuk koperasi, yang kemudian dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Dengan kata lain masyarakat melakukan kegiatan investasi pada koperasi. Pemodal dengan pihak koperasi melakukan perjanjian bahwa pihak koperasi akan memberikan keuntungan beberapa persen setiap bulannya dari jumlah modal yang ditanam oleh pemodal.3 Pihak koperasi berdalih bahwasannya dana yang telah ditanamkan oleh pemodal dipergunakan untuk menjalankan kegiatan ekonomi atas nama koperasi tersebut. Permasalahan muncul ketika pihak koperasi mulai bermasalah dalam menunaikan kewajibannya kepada pemodal yaitu memberikan keuntungan beberapa persen sesuai dengan yang telah disepakati dengan pemodal. Seiring berjalannya waktu ternyata pihak koperasi sama sekali tidak melakukan kewajibannya kepada pemodal alias koperasi tersebut telah melakukan wanprestasi. Alhasil, dana yang telah ditanamkan oleh pemodal pada koperasi hilang begitu saja.

3 Muchdarsyah Sinungan, “Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya”, (Jakarta:Yagrat,1990) h. 12

(14)

3

Salah satu koperasi yang melakukan kegiatan usaha yang melibatkan modal penyertaan dengan pola bagi hasil dengan mitra usahanya adalah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP). Koperasi yang berkantor Pusat di Jl. Gatot Subroto No. 94 Bandung, telah dikenal sebagai icon bisnis berbasis ekonomi kerakyatan terbesar di Jawa Barat, bahkan mungkin hampir di Indonesia. KCKGP telah berhasil menempatkan Cipaganti Group sebagai mitra usaha korporasi nasional terbaik dengan terobosan 3 pilar bisnis, yakni Property, Otojasa dan Sewa Alat Berat, serta Pertambangan, dimana ketiganya merupakan sumberdaya kekuatan ekonomi dalam negeri. Posisi strategis ini menjadikan KCKGP mampu menarik sekitar 8000 mitra usaha yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan diperkirakan lebih dari 50% merupakan pensiunan BUMN dan PNS. Mereka secara sadar dan bermodalkan kepercayaan yang sangat tinggi telah sepakat untuk bermitra dan berjalan sinergis bersama KCKGP melalui mekanisme penyertaan modal usaha dengan nilai modal minimum Rp. 100.000.000,-.

Sebagai bentuk imbal balik, KCKGP menjanjikan keuntungan atau bagi hasil di kisaran 1,5-2% setiap bulannya.

Namun pada awal Tahun 2012, Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada KCKGP mulai mengalami berbagai kendala usaha yang telah mengganggu stabilitas dan perkembangan jalannya usaha. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan KCKGP mengalami kesulitan likuditas dan berdampak pada pembayaran imbal hasil profit bulanan kepada mitra menjadi terlambat bahkan tertunda. Menanggapi ketidakpastian penanganan permasalahan gagal bayar koperasi Cipaganti ini, pada akhirnya dua mitra usaha yang bernama Irene Bella dan Riza Rahmat melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan hukum tersebut telah dipublikasikan pada dua media massa pada tanggal 13 Mei 2014. Atas gugatan mitra usaha ini, maka Berdasarkan SK Pengadilan Negeri No. 21/Pdt.Sus/PKPU/2014 PN Jakarta Pusat tertanggal 19 Mei 2014, Koperasi Cipaganti berada dalam status hukum Penundaan

(15)

4

Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S). Status ini dipublikasikan di beberapa media nasional, salah satunya yaitu Pikiran Rakyat tanggal 21 Mei 2014 halaman 6 dan Kompas tanggal 21 Mei 2014.

Publikasi tersebut juga sekaligus merupakan panggilan kepada para mitra dan kreditor lainnya untuk mendaftarkan tagihan/piutangnya kepada KCKGP melalui tim pengurus PKPU dalam rentang waktu dan lokasi yang ditentukan.

Keterpurukan kondisi serta kesabaran mitra usaha dalam menjalani prosedur PKPU semakin diuji dengan adanya penangkapan dan penahan tiga tokoh utama KCKGP yaitu Andianto Setiabudi, Yulia Sri Rejeki, dan Yulinda Tjendrawati Setiawan oleh Polda Provinsi Jawa Barat pada tgl 23 Juni 2014. Dalam putusan pengadilan Nomor 198/Pid.B/2015/PN.BDG ketiga tokoh ini ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penipuan dan penggelapan modal penyertaan sekitar 8700 mitra usaha dengan kisaran nilai 3,2 Triliyun. Tentunya penangkapan dan penahan ini menimbulkan kendala penyelesaian proses PKPU, karena ruang gerak Andianto Setiabudi semakin terbatas. Dalam persidangan PKPU terbukti pihak KCKGP melakukan wanprestasi dengan tidak menyerahkan seluruh dokumen yang terkait dengan data-data piutang dan aset yang termasuk di dalamnya PT Pooling Aset. PT Pooling Aset merupakan istilah dari usaha-usaha yang berada di bawah naungan Cipaganti Group yang akan dikembalikan sebagai unit usaha otonom koperasi. Dalam proposal perdamaian disebutkan, data-data tersebut sangat diperlukan untuk mempermudah pengawasan dan pengelolaan aset, tetapi data tersebut tak kunjung diberikan. Hakim dalam putusannya juga menolak seluruh eksepsi KCKGP yang menilai gugatan pembatalan perdamaian ini tidak sah karena seharusnya yang mengajukan gugatan pembatalan perdamaian adalah Komite Investasi Mitra Usaha (KIMU). Hingga pada akhirnya melalui putusan Nomor 06/Pdt.Sus/ Pembatalan Perdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dinyatakan pailit karena gagal melaksanakan kesepakatan yang

(16)

5

tertuang dalam perjanjian perdamaian yang telah disepakati dengan para mitra.

Selain itu, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak KCKGP dinilai menghambat penyelesaian pengembalian dana pemodal penyertaan dan berdampak pada pengembalian dana mitra pasca putusan pailit. Para mitra sama sekali belum mendapatkan pengembalian dana baik dari pihak KCKGP maupun kurator. Kurator dalam perkara KCKGP kesulitan dalam mengelola pemberesan harta pailit dikarenakan pihak KCKGP tidak kunjung memberikan dokumen-dokumen terkait aset dan data piutang. Hal tersebut yang menjadi permasalahan utama dalam pengembalian dana mitra KCKGP pasca pernyataan pailit.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penelit i tertarik untuk menyusun penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI CIPAGANTI KARYA

GUNA PERSADA (Studi Putusan Nomor:

06/Pdt.Sus/PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst.)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti akan mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Urgensi perlindungan hukum bagi pemodal penyertaan

b. Perlindungan hukum bagi pemodal penyertaan pada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada

c. Analisis kepailitan yang dialami Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada

(17)

6

d. Pertanggung jawaban hukum Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada terhadap pemodal penyertaan

e. Pengembalian dana pemodal penyertaan pasca Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada pasca dinyatakan pailit

2. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan masalah agar dalam praktek penelitian dan penyusunan secara ilmiah tidak terlalu luas dan dapat dipahami dengan mudah. Oleh sebab itu, studi ini dibatasi hanya meneliti subjek dan objek hukum yang terdapat dalam Putusan Nomor: 06/Pdt.Sus, PembatalanPerdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst. Serta bentuk perlindungan hukum pemodal penyertaan terhadap kasus gagal bayar Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah utama yang terjadi adalah pasca pernyataan pailit pemodal penyertaan pada Koperasi Cipagant i Karya Guna Persada tidak kunjung mendapatkan pengembalian dana. Untuk mempertegas permasalahan, peneliti merumuskan pokok permasalahan yang dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana analisis kepailitan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada berdasarkan Putusan Nomor: 06/Pdt.Sus,Pembatalan Perdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst.?

b. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pemodal penyertaan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(18)

7

Untuk menjawab seluruh pertanyaan di atas maka peneliti merumuskan tujuan penelitian yang ingin dicapai, antara lain:

a. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum kepailitan yang berkaitan dengan koperasi Berdasarkan Putusan Nomor:

06/Pdt.Sus,Pembatalan Perdamaian/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst.

b. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pemodal penyertaan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis teoritis penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan khasanah keilmuan bagi peneliti dalam hukum bisnis yang menyangkut tentang perlindungan hukum bagi pemodal penyertaan koperasi. Selain itu, diharapkan dapat berkontribusi dalam kemajuan bidang hukum bisnis di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis peneliti berharap dalam penelitian ini masyarakat luas dapat mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang didapat oleh pemodal penyertaan koperasi yang telah dinyatakan pailit atau dibekukkan kegiatan usahanya.

D. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan untuk penelitian, penelit i menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

(19)

8

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif yaitu dengan mencoba menelaah implementasi ketentuan hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.4 Selain itu, terdapat juga bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang berhubungan dengan sumber bahan hukum primer dan berkaitan dengan sumber hukum primer tersebut, antara lain adalah buku-buku yang menunjang penelitian ini yaitu buku- buku tentang perkoperasian di Indonesia.

2. Pendekatan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan perundang-undangan yang mana berkaitan dengan berkaitan dengan penelitian normatif , sebagai berikut:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

d. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi.

3. Sumber Data

a. Data primer yang teridiri dari perundang-undangan dan risalah dalam pembuatan undang-undang5. Data primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, putusan-putusan hakim, dan informasi yang berbentuk dokumen-dokumen yang dipublikasikan oleh para pemodal penyertaan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.

4Abdulkadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum”, (Bandung: Citra Aditya Bangkit, 2004) h. 134.

5Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 48

(20)

9

b. Data Sekunder yang meliputi berbagai literasi seperti buku-buku, skripsi, tesis, disertasi hukum, dan jurnal-jurnal hukum yang relevan terhadap penelitian yaitu yang bertemakan tentang perkoperasian di Indonesia. Literasi yang digunakan sebagai data sekunder tersebut merupakan literasi yang berkaitan dengan perlindungan hukum dan perkoperasian.

c. Data tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang data primer dan sekunder seperti hasil wawancara, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedia, dan website resmi internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber literasi yang berkaitan dengan perkoperasian, pendapat para ahli, jurnal, kamus, dan juga informasi valid yang berasal dari internet. Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah diklasifikasikan menurut sumber dan strukturnya untuk dikaji secara komperhensif.

5. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan kegiatan pendahuluan dari suatu analisis, penelitian ini melakukan pengolahan bahan hukum dengan menginterpretasi apa yang tertulis dalam literatur dan sumber tertulis lainnya. Data yang telah didapat kemudian diseleksi dengan memilih data yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian.

Setelah itu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapan serta kejelasan dan kebenaran jawaban. Kemudian data disusun sesuai aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan.

(21)

10

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yang mana peneliti berusaha untuk mengklasifikasikan data dari berbagai sumber kepustakaan untuk kemudian menyimpulkan bagian-bagian yang menjadi landasan permasalahan penelitian.6 Selain dari sumber kepustakaan, penelitian ini juga menganalisis data-data yang berasal dari peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Peneliti berusaha memasukan pendekatan perundang-undangan dalam menganalisis data yaitu dengan membandingkan suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya guna mempelajari apakah terdapat suatu pemecah atau solusi dari permasalahan penelitian.

7. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada sistematika penulisan dalam Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penyusunan penelitian sekaligus memberikan gambaran secara menyeluruh tentang isi skripsi, maka peneliti memberikan sistematika penulisan skripsi secara garis besar, yaitu:

BAB I: Dalam bagian pendahuluan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan skripsi.

BAB II: Bab ini menyajikan kajian kepustakaan dengan metode pendekatan perundang- undangan mengenai modal penyertaan koperasi dalam

6 Matthew B. Miles & A. Michael Huberman; Penerjemah, Tjetjep Rohendi Rohidi,

“Analisis Data Kualitatif”, (Jakarta: UI-Press, 1992), h. 16.

(22)

11

konteks perlindungan hukum dan hukum kepailitan.

BAB III: Bab ini berisikan profil Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada beserta data penelitian yang merupakan data yang berkenaan dengan objek yang diteliti yaitu pemodal penyertaan koperasi.

BAB IV: Bab ini merupakan analisis permasalahan yang akan membahas dan menjawab permasalahan pada penelitian ini diantaranya bagaimana bentuk perlindungan dan pertanggung jawaban hukum bagi pemodal penyertaan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.

BAB V: Berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk penelitian.

(23)

BAB II

MODAL PENYERTAAN KOPERASI DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM KEPAILITAN

A. Modal Penyertaan Pada Koperasi Dalam Prespektif Hukum 1. Pengertian Koperasi

Koperasi memiliki definisi sekumpulan orang yang mengakui adanya kebutuhan yang sama pada kalangan mereka. Kebutuhan yang sama ini diusahakan pemenuhannya melalui usaha bersama dalam koperasi.1 Dapat dikatakan sekumpulan orang tersebut bergabung dengan suka rela dan atas kesadaran akan kebutuhan bersama tanpa paksaan dari pihak lain. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.

Usaha koperasi dijalankan secara bersama-sama dan dibangun dengan modal bersama. Oleh karena itu, diharapkan koperasi akan lebih maju dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Koperasi dijalankan secara bersama sesuai dengan asas koperasi, yakni kekeluargaan dan gotong royong. Artinya, dalam menjalankan perekonomian, rakyat secara bersama atau berkelompok membentuk suatu badan usaha. Caranya dengan mengelola modal bersama. Badan usaha yang didirikan bersama ini disesuaikan dengan kebutuhan para anggotanya.

Koperasi Indonesia adalah organisasi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.2 Pengertian tersebut telah disempurnakan oleh Undang- Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa

1Pandji Anoraga, Dinamika Koperasi, (Jakarta:Rineka Cipta, 2007), h. 4.

2Chaniago, Ekonomi dan Koperasi, (Bandung: Rosda Karya, 1998), h. 14.

12

(24)

13

koperasi Indonesia adalah badan hukum dengan melaksanakan kegiatanya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan pengertian tersebut diatas jelaslah bahwa koperasi di Indonesia adalah kumpulan orang-orang secara bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan kerja untuk memajukan kepentingan perekonomian anggota dan masyarakat secara umum.

Pasal 3 Undang-Undang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi di Indonesia berasaskan pada asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan ini adalah asas yang memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah berurat berakar dalam jiwa bangsa Indonesia. Sesuai dengan jiwa kepribadian bangsa Indonesia, koperasi Indonesia harus menyadari bahwa dalam dirinya terdapat kepribadian sebagai pencerminan kehidupan yang dipengaruhi oleh keadaan, tempat tinggal, lingkungan waktu, dengan suatu ciri khas adanya unsur Ketuhanan Yang Maha Esa, kegotongroyongan dalam arti bekerja sama, saling membantu satu sama lain, dan kekeluargaan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam hubungan kekeluargaan, segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama di tujukan untuk kepentingan bersama seluruh anggota keluarga. Usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ini biasanya disebut gotong royong. Gotong royong dalam ruang lingkup pada koperasi mempunyai pengertian yang luas, yaitu sebagai berikut:3 a. Royong dalam lingkup organisasi;

b. Bersifat terus menerus dan dinamis;

c. Dalam bidang atau hubungan ekonomi;

d. Dilaksanakan dengan terencana dan berkesinambungan.

Karakteristik koperasi berbeda dengan badan usaha lain. Perbedaan antara koperasi dengan bentuk perusahaan lainnya tidak hanya terletak pada landasan dan asasnya, tapi juga pada prinsip-prinsip pengelolaan

3Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori & Praktek, (Bogor:Ghalia Indonesia,2004) h. 45.

(25)

14

organisasi dan usaha yang dianut. Prinsip-prinsip pengelolaan koperasi merupakan penjabaran lebih lanjut dari asas kekeluargaan yang dianutnya.

Adapun prinsip-prinsip koperasi yaitu meliputi:4 a. Sifat sukarela dan terbuka bagi para anggota;

b. Sifat demokratis kekeluargaan dalam pengelolaanya;

c. Sifat pembagian hasil yang adil dan sebanding (proposional) dengan besarnya jasa para anggota;

d. Mengutamakan prinsip kesejahteraan anggota; dan e. Prinsip kemandirian, swakarsa dan swasembada.

Tujuan adanya koperasi lebih menekankan untuk para anggota yang tergabung didalamnya yaitu memberikan jasa dan meningkatan pendapatan bagi para anggota koperasi. Selain itu koperasi memiliki tujuan mengembangkan daya kreasi dan daya usaha rakyat, meningkatkan pendapatan serta taraf hidup dan kecerdasan bangsa, untuk kemudian membina kelangsungan perkembangan demokrasi ekonomi.5 Peningkatan pendapatan dan pengurangan pengangguran dapat meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan anggota koperasi dan masyarakat disekitar koperasi tersebut. Pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar lebih terarah dan tepat sasaran mengingat anggota koperasi adalah masyarakat sekitar yang menginginkan kesejahteraan hidup yang lebih dan lebih mengetahui kebutuhan masyarakat sekitar dengan lebih pasti. Dengan demikian maka semakin memperkuat kedudukan koperasi dan pelaksanaan kerjanya akan semakin lancar karena para anggotanya saling mendukung dengan etos kerja serta tanggung jawab berjuang mencapai tujuan koperasi.

Pada pelaksanaannya, koperasi mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi ekonomi dan fungsi sosial. Fungsi ekonomi ialah memperjuangkan kemakmuran bersama secara merata bagi para anggota koperasi. Fungsi sosial koperasi ialah memupuk persaudaraan dan kekeluargaan

4Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h.45.

5G. Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi, (Jakarta:PT Bina Adiaksara dan PT Rineka Cipta, 2005), h. 7.

(26)

15

secaragotong royong, yang pada akhirnya diharapkan terbina persatuan dan kesatuan bangsa.6

Dasar hukum dari koperasi terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1), yang menyatakan bahwasannya perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kemudian Dasar Hukum dari Koperasi tercantum di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Khususnya pasal 1 ayat (1), sebagai berikut:

“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang- seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan.”

Dari uraian diatas, maka kemakmuran masyarakatlah yang digunakan bukan kemakmuran orang perseorangan dan bangun badan usaha yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Jadi ketentuan dalam pasal 33 ayat 1 UndangUndang Dasar Republik Indonesia Amandemen ke IV Tahun 1945 dan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ini menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional, dan dalam Undang-Undang ini menegaskan bahwa pembinaan, pengesahan perubahan anggaran dasar dan pemberian status badan hukum koperasi merupakan wewenang serta tanggung jawab pemerintah. Wewenang tersebut dapat dilimpahkan pada menteri yang membidangi koperasi. Dengan demikian pemerintah bukan mencampuri urusan internal organisasi koperasi namun hanya mengawasi dan memperhatikan prinsip kemandirian koperasi.

2. Pengertian Modal Penyertaan

6Amin Widjaja Tunggal, Akuntansi Untuk Koperasi, (Jakarta:Rineka Cipta, 2002), h. 4.

(27)

16

Modal penyertaan adalah modal yang bersumber dari pemerintah atau masyarakat dalam bentuk investasi. Dalam hubungan ini diatur bahwa para pemilik modal penyertaan tidak mempunyai kekuasaan dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijakan koperasi secara keseluruhan.

Akan tetapi pemilik modal tersebut dapat diikutkan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi sesuai dengan perjanjian.7

Modal penyertaan memiliki makna yang berbeda dengan penyertaan modal. Karena penyertaan modal merupakan bentuk kewajiban pemilik perusahaan, sedangkan pemilik modal penyertaan tidak memiliki kekuasaan atas koperasi. Jadi pernyataan modal merupakan sebuah ekuitas modal sebagai bentuk kontribusi pemilik perusahaan. Kesertaan anggota koperasi dalam modal penyertaan hanya sebatas menanamkan atau menginvestasikan sejumlah dana dengan tujuan mendapat keuntungan berupa bagi hasil dari usaha yang dijalankan oleh koperasi dan bukan sebagai kapasitasnya sebagai anggota koperasi. Begitupun dengan non anggota koperasi yang turut serta dalam modal penyertaan tidak dapat menyatakan diri sebagai anggota koperasi. Maka dari itu non anggota koperasi tidak mempunyai hak dalam menentukan kebijakan maupun pengawasan pada koperasi. Namun hal tersebut dapat diatur dalam perjanjian antara pemodal dengan pihak koperasi. Apabila sudah diperjanjikan, pemodal yang memiliki status non anggota dapat turut serta dalam menjalankan usaha bersama dengan pihak koperasi yang modalnya berasal dari modal penyertaan.

Modal jangka panjang diperlukan untuk penyedeiaan fasilitas fisik bagi koperasi. Sedangkan modal jangka pendek diperlukan oleh koperasi untuk membiayai kegiatan koperasi, seperti gaji, pembelian bahan baku, pembayaran pajak dan asuransi, biaya penelitian, dan sebagainya. Hal-hal tersebut diperlukan koperasi simpan pinjam untuk memberikan pinjaman

7Partomo, dkk, Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2002),h.79.

(28)

17

kepada anggota-anggotanya. Modal tersebut disebut juga sebagai circulating capital.8

Karakteristik modal penyertaan menurut PERATURAN PEMERINTAH Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi yaitu:

a. Modal penyertaan dimanfaatkan untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh:

1) Koperasi; atau

2) Bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki potensi memberikan hasil yang berkelanjutan

b. Modal penyertaan dapat ditawarkan kepada:

1) Anggota; dan

2) Non-Anggota (individu, perusahaan, maupun pemerintah) c. Penawaran modal penyertaan disampaikan dalam bentuk prospektus;

d. Modal pernyataan dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara koperasi dan pemodal.

Modal penyertaan pada sistem keuangan koperasi memiliki fungsi sebagai instrumen keuangan yang dihimpun oleh pemodal untuk mengembangkan usaha pada koperasi berdasarkan kelayakan dalam menghasilkan keuntungan.9 Selain itu modal penyertaan dapat memperbaiki struktur pendanaan pada koperasi. Dengan dana yang masuk dari pemodal maka dapat meningkatkan sirkulasi perputaran dana sebagaimana diketahui koperasi simpan pinjam membutuhkan dana yang cukup untuk kelangsungannya.

3. Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi

Setiap organisasi atau badan hukum termasuk koperasi selalu berusaha untuk tumbuh dan berkembang. Untuk mencapai hal tersebut

8Hendrojogi, Koperasi; Asas-Asas, Teori, dan Praktik, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2004), h.190.

9 Suwandi, Modal Penyertaan, Mekanisme, Dan Tipologi Permasalahan Implementasi, (Jakarta:Universitas Bakrie,2018),h.8.

(29)

18

tentunya memerlukan modal yang besar. Seperti diketahui koperasi memiliki permasalahan dalam struktur permodalan yang menjadi penghambat koperasi mengembankan aktivitasnya. Namun permasalahan permodalan koperasi dapat diatasi dengan cara pemupukan modal penyertaan. Maka diperlukan peran aktif anggota dalam pemupukan modal utama dari anggota di koperasi yang berupa simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, serta ikut dalam memanfaatkan layanan yang ada di koperasi dengan sebaik mungkin maka akan meningkatkan modal koperasi. Hal tersebut tentu akan membuat perkembangan koperasi semakin membaik dan perolehan Sisa Hasil Usaha juga ikut meningkat yang nantinya juga menguntungkan para anggota koperasi.

Pemupukan modal penyertaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi. Pasal 4 PERATURAN PEMERINTAH ini menyebutkan bahwasannya pemupukan modal penyertaan dapat bersumber dari:

a. Pemerintah

Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini di wakili oleh Kementerian atau Lembaga Pemerintah atau dinas atau kantor pemerintah, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah dapat menanamkan modal dalam bentuk modal penyertaan pada koperasi atas izin atau persetujuan Menteri Keuangan atau pejabat yang berwenang untuk memberikan izin dalam pengeluaran keuangan pemerintah

b. Anggota

Sumber modal penyertaan yang berasal dari anggota, dengan ketentuan apabila sebagai anggota koperasi tetap memiliki hak suara dalam Rapat Anggotanya namun sebagai pemodal tidak diperbolehkan menggunakan hak suaranya.

c. Masyarakat

Setiap anggota masyarakat baik Warga Negara Republik Indonesia maupun Warga Negara Asing baik yang bertempat tinggal

(30)

19

di wilayah Indonesia maupun diluar negeri, telah dewasa dan mampu melaksanakan tindakan hukum, dapat menanamkan modal penyertaan pada koperasi.

d. Badan Usaha Berbadan Hukum

Sumber modal penyertaan yang berasal dari badan usaha yang berbadan hukum antara lain Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta Perseroan Terbatas (PT).

e. Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum

Sumber modal penyertaan yang berasal dari Badan usaha yang tidak berbadan hukum antara lain adalah CV (Comannditaire Venootschap) dan Firma.

Mengenai tata cara dari pelaksanaan pemupukan modal penyertaan diatur dalam pasal 7 yang menyebutkan bahwa Koperasi yang sudah mempunyai kepastian untuk menerima modal penyertaan dari pemodal, melakukan kegiatan penyelenggaraan Rapat Anggota dimana pengurus koperasi menjelaskan maksud serta tujuan pemupukan modal melalui modal penyertaan kepada anggota. Apabila Rapat Anggota menyetujui rencana pemupukan modal penyertaan tersebut maka pengurus harus mendapat mandat dan kuasa untuk menandatangani Surat Perjanjian Modal Penyertaan Pada Koperasi (SPMPKOP), menyusun rencana kegiatan-kegiatan usaha yang akan dibiayai modal penyertaan dan melakukan studi kelayakan. Kemudian dalam rencana kegiatan usaha dijelaskan antara lain kegiatan usaha yang akan dilaksanakan, profil usaha koperasi, hasil studi kelayakan usaha, rencana pengelolaan organisasi dan manajemen, rincian nilai biaya yang diperlukan, rencana alokasi dana dan pemanfaatan dana. Rencana kegiatan usaha disampaikan kepada pemodal untuk dibahas bersama sampai tercapai kesepakatan. Apabila terjadi kesepakatan antara pengurus koperasi dan pemodal ditindaklanjuti dengan membuat dan menandatangani SPMPKOP yang secara hukum mengikat para pihak.

(31)

20

4. KedudukanPemodal Penyertaan Pada Kelangsungan Koperasi

Kedudukan merupakan suatu bentuk hak dan kewajiban dalam hukum yang dilekatkan kepada seseorang atau badan hukum. Kedudukan para pemodal penyertaan terhadap tindakan penyertaan yang dilakukan dalam usaha koperasi antara lain:10

1) Pemodal memiliki hak atas keuntungan hasil usaha yang permodalannya berasal dari modal penyertaan sesuai dengan nominal penyertaan yang dilakukannya. Selain keuntungan, pemodal pun turut menanggung kerugian yang dihasilkan oleh unit usaha tersebut.

Dengan kata lain, pemodal turut andil dalam keberlangsungan usaha koperasi.

2) Pemodal memiliki hak untuk mengajukan fungsi pengawasan berupa kegiatan pemeriksaan terhadap pembukuan dan laporan-laporan terkait dengan usaha yang dimodali dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis. Pengawasan ini dilakukan guna meningkatkan kesadaran para pengelola koperasi dalam mewujudkan kondisi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3) Pemodal dapat mengajukan untuk turut dalam pengelolaan sebatas telah dituangkan keinginannya dalam perjanjian modal penyertaan antara pemodal dan Koperasi siap menanggung resiko atas akibat yang ditimbulkan oleh pemodal akibat turut dalam pengelolaan usaha yang dibiayai oleh pemodal.

4) Pemodal memiliki kewajiban untuk mematuhi ketentuan Hukum Perkoperasian dan mematuhi setiap ketentuan perjanjian yang dibuat antara pemodal dengan koperasi. Hal tersebut mutlak adanya karena bagaimanapun antara pemodal dengan koperasi sebelumnya sudah melakukan perjanjian tertulis dan kemudian menjadi sebuah acuan yang harus dipatuhi.

10 Patrisia Shinta Sari, Analisis Tanggung Jawab Koperasi Terhadap Adanya Kegiatan Modal Penyertaan Di Koperasi, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2013.

(32)

21

Selain itu, pemodal penyertaan juga dapat melakukan pengalihan modal penyertaan koperasi. Menurut pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi pemodal dapat mengalihkan modal penyertaan yang dimilikinya dalam koperasi.

Modal penyertaan yang akan dialihkan sebagaimana dimaksud wajib ditawarkan terlebih dahulu kepada pemodal lain dalam modal penyertaan atau kepada koperasi, melalui pengurus atau pengelola. Dalam hal pemodal lain dalam modal penyertaan atau koperasi tidak mengambil alih bagian modal penyertaan yang ditawarkan, maka modal penyertaan tersebut dapat ditawarkan kepada pihak lain yang berminat. Pengalihan modal penyertaan ini semakin diperkuat dengan Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi.

Dalam ayat 15 dijelaskan bahwa pemodal atau pengurus dapat mengalihkan modal penyertaan kepada pemodal lainnya, atas sepengetahuan dan persetujuan dari para pihak serta dilaporkan pada rapat anggota. Pemodal harus memberikan prioritas terlebih dahulu kepada koperasi. Selain itu, pemodal dan pengurus atau pengelola koperasi dapat menawarkan atau mengumumkan pengalihan modal penyertaan melalui media masa.

5. Fungsi Rapat Anggota Koperasi

Rapat anggota koperasi merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Hal tersebut dikaitkan atas kedudukan anggota koperasi sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi. Anggota koperasi diberikan batasan untuk turut dalam manajemen koperasi dimana anggota koperasi hanya diperkenankan untuk turut dalam menjalankan fungsi dan kehendak koperasi melalui suatu penetapan rapat anggota yang menentukan kebijakan koperasi yang dituangkan dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan keputusan lainnya yang intinya adalah mendefinisikan setiap kebijakan dan langkah-langkah operasional yang harus dipatuhi oleh pengawas dan pengurus koperasi. Selain itu rapat anggota juga

(33)

22

menjalankan fungsi kehendak koperasi atas penerimaan segala akibat perbuatan pengawas dan pengurus melalui persetujuan penerimaan laporan pertanggung jawaban kinerja terkait langkah-langkah yang telah dilakukan oleh perangkat yang tidak tertulis dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Berdasarkan pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa pengurus bertanggung jawab mengenai kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota.

Dalam hal pengurus, telah jelas disebutkan dalam pasal 31 UU Perkoperasian bahwa pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa. Sedangkan tanggung jawab pengurus berkenaan dengan tindakannya menyebabkan kerugian diatur dalam Pasal 34 UU Perkoperasian, bahwa pengurus baik bersama-sama maupun sendiri- sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Artinya, pengurus harus bertanggung jawab jika perbuatannya merugikan koperasi.

B. Hukum Kepailitan

1. Pengertian Kepailitan

Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Di samping itu istilah pailit sudah acap atau terbiasa dipergunakan dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut tidak asing lagi bagi masyarakat. Dalam Black’s LawDictionary pengertian pailit atau bankrupt adalah:

“The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.”11

11Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 83.

(34)

23

Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat dikatakan bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (diluar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan.

Pailit dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitor yang berutang yang berhenti membayar atau tidak membayar utang-utangnya, hal ini selaras dengan isi pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan bahwasannya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Adapun kepailitan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya sita umum atas seluruh kekayaan debitor;

b. Untuk kepentingan semua kreditor;

c. Debitor dalam keadaan berhenti membayar utang;

d. Debitor tidak kehilangan hak keperdataannya;

e. Terhitung sejak pernyataan pailit, debitor kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya.

Adapun kaitan kepailitan dengan koperasi yaitu berdasarkan Pasal 46 UU Perkoperasi yang menyatakan bahwa pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan rapat anggota dan keputusan pemerintah.

Kemudian diperjelas dalam pasal 47 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan bahwasannya keputusan pembubaran oleh pemerintah dilakukan apabila terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang, kegiatannya bertentangan dengan

(35)

24

ketertiban umum atau kesusilaan, dan kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan. Keputusan pembubaran karena alasan kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan, antara lain karena dinyatakan pailit.

2. Tujuan Kepailitan

Adanya lembaga kepailitan dimaksudkan untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak kreditor yang memaksa dengan berbagai cara agar debitor membayar utangnya. Selain itu, tujuan adanya kepailitan adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk menentukan hak-hak dari beberapa penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya.

Pasal 1131 KUH Perdata mnyebutkan bahwa segala kebendaan pihak berutang, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Selanjutnya Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwasannya kebendaan dari pihak yang berutang menjadi jaminan bersama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Representasi dari asas yang terkandung didalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata maka dibuat peraturan kepailitan yang dikenal sebagai Faillissement Staatblats Verordening 1905-217 Jo. Staatblats 1906-384.

Suatu pernyataan pailit pada hakekatnya bertujuan unuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan si debitor yaitu segala harta benda si debitor baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri untuk kepentingan semua kreditornya, sebagai pelunasan utang-utangnya.

Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari kepailitan yaitu suatu usaha bersama baik oleh kreditor maupun debitor untuk mendapatkan pembayaran bagi semua kreditor secara adil dan proporsional. Apabila sebelum ada putusan pailit kekayaan si berutang

(36)

25

sudah disita oleh salah seorang yang berpiutang untuk mendapatkan pelunasan piutangnya, penyitaan khusus ini menurut undang-undang menjadi hapus karena dijatuhkannya putusan pailit. Selain itu adanya lembaga kepailitan memungkinkan debitor membayar utang-utangnya secara tenang, tertib dan adil, yaitu sebagai bertikut:12

a. Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada, yakni seluruh harta kekayaan yang tersisa dari debitor.

b. Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada para kreditoryang telah diperiksa sebagai kreditor yang sah, masing-masing sesuai dengan:

1) hak preferensinya;

2) proporsional dengan hak tagihannya dibandingkan dengan besarnya hak tagihan kreditor konkuren lainnya.

3. Asas-Asas Hukum Kepailitan

Lembaga kepailitan merupakan lembaga hukum yang merupakan realisasi dari dua pasal penting dalam KUH Perdata yakni Pasal 1131 dan 1132 mengenai tanggung jawab debitor terhadap utang-utangnya. Adapun hubungan kedua pasal tersebut adalah kekayaan debitor merupakan jaminan bersama bagi semua kreditor secara proporsional, kecuali bagi kreditor dengan hak preferensi. Pada dasarnya, asas yang terkandung di dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata ini merupakan undang-undang mengatur tentang hak menagih bagi kreditor atau terhadap transaksinya dengan debitor.

Kedua pasal tersebut memberikan jaminan kepastian kepada kreditor bahwa kewajiban debitor akan tetap dipenuhi atau lunas dengan jaminan dari kekayaan debitor baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada di kemudian hari pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata ini

12Siti Soemarti Hartono, Seri Hukum Dagang, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran,( Jakarta:Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1993), h. 3.

(37)

26

merupakan perwujudan adanya asas jaminan kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan.

Adapun asas-asas kepailitan menurut Undang-Undang Kepailitan yaitu antara lain:

a. Asas Keseimbangan

Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan. Kemudian terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

b. Asas Kelangsungan Usaha

Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.

c. Asas Keadilan

Asas keadilan mengatur ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-sewenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing- masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

d. Asas Integrasi

Asas Integrasi menmiliki pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

4. Mekanisme Permohonan Pailit

Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit, yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan, yang dalam perkara biasa

(38)

27

disebut sebagai pihak penggugat.13 Sebelum mengajukan permohonan pailit, tentunya terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon pailit. Menurut pasal 2 Undang-Undang Kepailitan yang dapat mengajukan pailit atau menjadi pemohon dalam perkara pailit yaitu sebagai berikut:

a. pihak debitor itu sendiri;

b. salah satu atau lebih dari pihak kreditor;

c. pihak Kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum;

d. pihak Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank;

e. pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debitornya adalah suatu perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian;

f. pihak Menteri Keuangan jika debitornya adalah perusahaaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Sementara itu pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit menurut ketentuan Undang-Undang Kepailitan adalah debitor. Adapun kriteria dari debitor itu sendiri yaitu:

a. Orang-perorangan, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun yang belum menikah. Jika perorangan yang telah menikah maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan dengan ijin suami atau istri yang bersangkutan, kecuali antara mereka tidak ada percampuran harta;

b. Debitor yang menikah, harus ada persetujuan dari suami atau isterinya, apabila diantara mereka ada percampuran harta. Apabila seorang menikah dengan percampuran harta, maka kepailitan tersebut akan meliputi seluruh harta bersama.

c. Harta Peninggalan, dari seorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa

13Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999), h. 35.

(39)

28

hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnnya.

d. Perkumpulan Perseroan (Holding Company) dan anak-anak perusahaannnya dapat diajukan dalam satu permohonan, tetapi dapat juga diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

e. Penjaminan (Guarantor) kewajiban untuk membayar utang debitor pada kreditor ketika si debitor lalai atau cidera janji. Penjaminan baru menjadi debitor atau kewajiban untuk membayar setelah debitor utama yang utangnya cidera janji dan harta benda milik debitor utama atau debitor yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu, tetapi hasilnya tidak mencukupi untuk membayar utangnya, atau debitor utama lalai atau cidera janji sudah tidak mempunyai harta apapun.

f. Badan Hukum, diwakili oleh organ yang hanya dapat mengikatkan badan hukum jika tindakan-tindakannya didalam batas wewenangnya yang ditentukan dalam anggaran dasar, ketentuan-ketentuan lain dan hakikat dari tujuannya.

g. Perkumpulan bukan badan hukum, harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.

h. Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

i. Perusahaan Efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

j. Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara, permohonan pailit hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan.

C. Kerangka Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

(40)

29

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. Perlindungan hukum merupakan penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subjek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.14

Prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia sendiri landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara yang didasarkan pada konsep rule of the law. Dimana prinsip perlindungan hukum Indonesia menitikberatkan pada prisip perlindungan hukum pada harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila. Sedangkan prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia. Lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia tersebut merupakan konsep yang lahir dari sejarah barat, yang diarahkan kepada pembatasan- pembatasan dan peletakan kewajiban oleh masyarakat dan pemerintah.

Satjipto Rahardjo mengemukakan pendapatnya mengenai perlindungan hukum, yaitu upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingan dirinya tersebut. Selain itu, dikemukakan pula yang

14CST Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1980), h. 102.

(41)

30

merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan dan pengayoman hukum kepada masyarakat. Artinya setiap masyarakat berhak untuk dilindungi hak atas dirinya oleh hukum dan diatur dalam undang- undang. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum.15 Perlindungan hukum terbagi menjadi dua, yaitu perlindungan hukum preventif dan represif.

Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarah kepada tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi. Sedangkan pelindungan hukum represif yaitu perlindungan hukum yang bertujuan bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.16

Adapun menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dan penegak hukum dalam proses penegakan hukum yaitu:17

a. Faktor Undang-Undang

Hukum yang akan memberikan pengaruh positif pada masyarakat harus memenuhi beberapa asas peraturan perundang- undangan. Pengabaian terhadap asas-asas ini dapat menimbulkan hambatan pada penegakan hukum. Selain itu belum adanya peraturan pelaksana dan ketidakjelasan arti kata-kata dalam undang-undang juga dapat menghambat pelaksanaan penegakan hukum.

Ketidakjelasan kata dalam peraturan perundang-undangan dapat terjadi karana penggunaan kata-kata yang artinya dapat ditafsirkan secara luas.

b. Faktor Penegak Hukum

15 Satjipto Rahardjo, Permasalahan Hukum Di Indonesia, (Bandung:Alumni, 1983), h. 21

16Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia,(Surabaya:PT Bina Ilmu, 1987), h.2.

17Luthvi Febrika Nola,Upaya Perlindungan Hukum Secara Terpadu Bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Dalam Jurnal Negara Hukum:Vol. 7, No. 1, Juni 2016)

(42)

31

Faktor ini erat kaitannya dengan pihak-pihak atau pejabat yang berwenang dalam melaksanakan penegakan hukum. Namun faktor ini memiliki hambatan yang kerap dijumpai oleh para penegak hukum yaitu urangnya kemampuan adaptasi, kurang aspiratif, kurang berfikir futuristik dan inovatif. Halangan-halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri bersikap terbuka, fleksibel, peka, berilmu, sistematis, percaya diri, optimis, penuh perhitungan, tidak gagap teknologi, menghormati diri sendiri dan orang lain.

c. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Penerimaan masyarakat terhadap hukum diyakini sebagai kunci dari kedamaian. Biasanya masyarakat Indonesia mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan penegak hukum.

d. Faktor Kebudayaan

Merupakan hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Teori Sistem Hukum

Sistem hukum diartikan keseluruhan unsur-unsur hukum yang saling berkaitan atau berinteraksi, sehingga jika salah satu unsur tidak berfungsi maka keseluruhan unsur-unsur tersebut tidak dapat berjalan dengan baik.

Hans Kelsen mengatakan bahwa sistem hukum adalah suatu sistem norma, yaitu patokan berprilaku yang dapat berwujud perintah, larangan, dan kebolehan. Kelsen menekankan bahwa suatu sistem norma dikatakan valid jika diperoleh dari norma yang lebih tinggi diatasnya, yang selanjutnya sampai pada tingkat dimana norma tersebut tidak dapat

Referensi

Dokumen terkait

Rantai Pemasaran durian tidak terlalu rumit, sama dengan pemasaran duku. Durian yang telah jatuh kemudian dikumpulkan oleh petani pada pondok-pondok kecil di lahan tersebut. Hasil

Hasil dari penelitian ini diharapkan sistem dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh para tenaga medis dalam memberikan informasi tentang resiko penyakit ginjal kepada para pasien..

89 Respon terhadap privasi informasi yang berkaitan dengan pada pelanggan?. 90 Respon untuk risiko keamanan

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Septama (2012), yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan firm size terhadap

Pada penelitian ini, penulis menggunakan bahan analisis berupa Kontrak baku pada situs crowdfunding berbasis utang piutang yang beroperasi di Indonesia, yaitu pada

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan

.Menurut Imam Soepomo Imam Soepomo, kesehatan kerja mengacu pada aturan dan upaya yang dirancang untuk melindungi pekerja dari kerusakan yang dilakukan seseorang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Amil dan Pegawai pencatat nikah dari KUA dalam mengatasi nikah tidak tercatat di kecamatan Sawangan Kota Depok