• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PUNGUAN IKATAN KELUARGA BATAK DURI SEKITARNYA ( ) SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PUNGUAN IKATAN KELUARGA BATAK DURI SEKITARNYA ( ) SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PUNGUAN IKATAN KELUARGA BATAK DURI SEKITARNYA (1999-2014)

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

Program Studi Sejarah

Oleh:

Claudia Gianini 154314018

PROGRAM STUDI SEJARAH, FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

Kemenangan hanya diberikan kepada mereka yang memimpikannya Charles de Gaulle

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan teruntuk Orangtuaku yang telah berkorban untuk masa depanku. Saudara-saudariku dan sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasi serta Almamater tercinta.

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Claudia Gianini, Peran Punguan Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya Tahun (1999-2014). Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2020.

Penulisan skripsi yang berjudul ―Peran Punguan Ikatan Keluarga Duri Sekitarnya (1999-2014)‖ ini berusaha untuk menjawab tiga permasalahan dalam penelitian ini. Pertama, mengapa orang Batak mendirikan punguan Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya (IKBDS). Kedua, bagaimana peran punguan IKBDS dalam penyelesaian konflik ditengah masyarakat. Ketiga, bagaimana pengaruh punguan IKBDS terhadap masyarakat Duri.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi pustaka dengan memanfaatkan sumber tertulis seperti buku, laporan penelitian dan jurnal.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tujuan orang Batak mendirikan IKBDS adalah untuk mempersatukan kembali orang Batak yang ada di kota Duri, dan sekitarnya yang terpecah akibat konflik yang terjadi dalam kepengurusan organisasi gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang berimbas kepada kehidupan jemaatnya.

Pendirian punguan IKBDS memiliki dampak yang positif terhadap kehidupan orang Batak yang ada di kota Duri dan sekitarnya. Punguan IKBDS melakukan pendekatan secara perorangan maupun komunal dengan mengusung filosofi Dalihan Na Tolu yang setiap orang Batak harus menghidupinya. Punguan IKBDS berperan menjadi mediator ataupun mediasi bagi setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan orang Batak, baik itu permasalahan yang terjadi di dalam rumah tangga, sesama marga ataupun permasalahan terhadap lingkungannya.

Kata kunci : Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya (IKBDS), Orang Batak, konflik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan masyarakat Duri.

(9)

ix ABSTRACT

Claudia Gianini, , Peran Punguan Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya Tahun (1999-2014). An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department of History, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2020.

The writing of this thesis entitled “Peran Punguan Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya Tahun (1999-2014)” tries to answer 3 questions in this research. First, why the Batak people founded the IKBDS. Second, how the role of IKBDS in conflict resolution in the community. Third, how the IKBDS influences the Duri community.

This research is a qualitative research. The method used in this research is interview and literature review by using written resources like books, research report, and journal.

The result showed that the goal of the Batak people to establish IKBDS was to reunite the Batak people in Duri, and its surroundings which were split due to conflicts that occurred in the management of the HKBP church organization which impacted the life of the congregation.

The establishment of IKBDS association has a positive impact on the lives of Batak people in Duri and its surroundings. The IKBDS association takes an individual or communal approach by carrying out the philosophy of Dalihan Na Tolu that every Batak person must live on. The IKBDS association has the role of being a mediator for every problem that occurs in the household, fellow clans or problems with the environment.

Keyword: IKBDS, Batak people, HKBP conflict, and Duri community.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, dan perlindunganNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul

―Peran Punguan Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya (1999-2014)‖ ini telah selesai penulis susun. Karya ini tidak lepas dari bantuan orang-orang yang berada disekitar penulis, untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya bapak dan mamak, kakak dan adek penulis Hillery Sucihati, Megawati Maria Putri, dan Simon Petrus yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis.

2. Seluruh dosen Program Studi Sejarah, yang selama ini telah mengajarkan dan berbagi banyak ilmu pengetahuan.

3. Bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno M. Hum., selaku dosen pembimbing, yang banyak memberi ilmu, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Yerry Wirawan, selaku DPA, yang selama ini sudah memberikan banyak pengalaman dan ilmu yang bermanfaat.

5. Mas Heri Priyatmoko, M.A, yang selama ini sudah memberikan ilmu yang bermanfaat serta ilmu lapangan yang mengasyikkan.

6. Romo Dr. Fx Baskara T. Wardaya SJ, yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang luar biasa kepada saya.

7. Mendiang Bapak Hb. Hery Santosa M. Hum, yang sudah membimbing dan berbagi ilmu yang bermanfaat kepada saya.

(11)

xi

8. Mendiang Ibu Dr. Lucia Juningsih, M. Hum, yang sudah memberikan ilmu yang bermanfaat.

9. Sekretariat Fakultas Sastra yaitu Mas Doni yang sudah banyak membantu saya dalam menyiapkan surat izin penelitian ini serta selama perkuliahan.

10. Para informan yang sudah mau saya wawancarai yaitu, pengurus IKBDS, 11. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Laili, Nita, Luci. Terima kasih buat

waktu, kebersamaan, dukungan dan semangatnya terhadap penulis.

Semoga kita sukses dijalannya masing-masing.

12. Kepada Zenriko, terimakasih bimbingan dan masukannya selama penulis mengerjakan tugas akhir ini.

13. Teman-teman Sejarah 2015 terima kasih banyak buat waktu dan kebersamaan yang terasa singkat ini. Sukses buat kalian semua.

14. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, dan pembaca.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK………... viii ABSTRACT………... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI………... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Permasalahan ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Tinjauan Pustaka ... 8

1.6 Kerangka Teori ... 10

1.7 Metode Penelitian ... 13

1.8 Sistematika Penulisan ... 14

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 16

2.1 Kecamatan Mandau ... 16

2.2 Kependudukan ... 17

2.3 Potensi Mata Pencaharian di Kota Duri ... 29

2.4 Sarana dan Prasarana Daerah ... 32

BAB III. IKATAN KELUARGA BATAK DURI SEKITARNYA TAHUN 1999 ... 35

3.1 Kedatangan Orang Batak ke Duri ... 35

(13)

xiii

3.2 Kehidupan Orang Batak di Duri ... 37

3.3 Berdirinya Punguan Batak di Duri Tahun 1999 ... 45

BAB IV. Peran IKBDS dalam Penyelesaian Konflik Orang Batak Tahun 1999- 2014 ... 49 4.1 Pengantar………… ... 49

4.2 Pendirian HKBP ... 52

4.3 Konflik HKBP di Duri ... 62

4.4 Dampak Konflik HKBP Terhadap Umat ... 63

4.5 Konflik Etnik Batak dengan Etnik Minang dan Melayu ... 66

4.6 Peran IKBDS dalam Penyelesaian Konflik... 67

4.6.1 Peran dalam Penyelesaian Konflik HKBP ... 70

4.6.2 Peran dalam Penyelesaian Konflik dengan Etnik Minang dan Melayu Tahun 2012-2014 ... 72

BAB V. Penutup ... 75

5.1 Kesimpulan………… ... 75

5.2 Saran………… ... 79

DATAR PUSTAKA ... . ... 81

LAMPIRAN ... . ... 84

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1. Duri... . ... 84

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batak merupakan salah satu suku yang memiliki tradisi yang kuat dalam berprinsip dan bersifat kekeluargaan. Suku Batak lebih suka bergaul dan menjalin hubungan kekeluargaan dengan sesama orang Batak saja, karena mereka tidak ingin kehilangan identitasnya sebagai suku Batak. Walaupun demikian, suku Batak selalu menghargai budaya lain dan memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan kebudayaan suku lain.

Suku Batak memiliki tradisi yang selalu mereka pegang teguh, yang disebut dengan dalihan na tolu1, yang dapat mempersatukan mereka di setiap tempat, bahkan ketika mereka memiliki perbedaan dalam keyakinan agama. Adat budaya Batak ini memiliki tiga hal penting yang selalu mereka junjung tinggi, yaitu hagabeon (memiliki keturunan dan berumur panjang), hasangapon (jabatan yang baik), dan hamoraon (kehormatan).

Sangatlah penting mengenal asal-usul atau sejarah dan adat-istiadat suku sendiri. Bagaimana asal-usul tempat tinggal, pekerjaan serta budaya2, dan adat

1 Salah satu aspek budaya Batak adalah kinship sistem, yang mengatur hubungan relasional antara sesama masyarakat Batak, yang dikenal dengan sebutan Dalihan Na Tolu. Dalihan ialah tiga batu tersusun tempat tungku memasak, yang sama tingginya, sehingga tungku yang diletakkan di atasnya tidak oleng atau tidak miring. Ketiga batu tungku tersebut merupakan gambaran dari unsur-unsur kekerabatan masyarakat adat Batak, yaitu dongan tubu, hula-hula, dan boru. Ketiga unsur DNT tersebut berperan penting di dalam semua aspek pelaksanaan adat sesuai dengan budaya Batak.

2 Budaya merupakan suatu sistem penilaian terhadap akhlak, identitas kepribadian, dan norma suku bangsa tertentu. Di samping itu, budaya juga merupakan

(16)

istiadat suku Batak. Permasalahan akan muncul dalam menjaga tradisi kebudayaan Batak apabila mereka telah lama meninggalkan tempat asal-usul mereka. Sejarah dan tradisi banyak yang akan berubah, bahkan dilupakan.

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini akan mencoba menjelaskan sejarah berdirinya IKBDS (Ikatan Keluarga Besar Duri Sekitarnya) yang merupakan sebuah organisasi suku Batak yang berada di Duri.

Budaya Batak adalah salah satu bagian dari kekayaan budaya bangsa yang patut untuk dipelihara, dilestarikan, serta dijaga nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam tujuh falsafah Batak, yaitu: Mardebata (Bertuhan), Marpinompar (Berketurunan), Marturtur (Punya Kekerabatan), Marpangkiriman (Berpengarapan), Maradat (Mempunyai Adat Istiadat), Marpatik (Mempunyai Aturan), dan Maruhum (Mempunyai Hukum).3

Dalam masyarakat Batak, terutama di daerah asal, sistem kekerabatan suku Batak sangat dihormati. Mereka memiliki nilai persaudaraan dan solidaritas yang tinggi antarsesama suku Batak. Hal ini dilakukan untuk mempermudah hidup mereka dalam menjalani segala tradisi kebudayaan suku yang sangat rumit dan beragam.

Untuk menjaga rasa persaudaraan dan solidaritas agar tetap terjaga, mereka kemudian membentuk punguan (organisasi) kesukuan di setiap daerah

media berkomunikasi dalam kehidupan sosial yang dapat membentuk, mengontrol dan mendorong setiap pribadi untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma-norma yang dianutnya. Oleh karena itu, di samping agama, maka budaya selalu berfungsi sebagai sumber nilai moral dan hal-hal yang baik di dalam kehidupan manusia

3 Djapiter Tinambunan, Orang Batak Kasar?: Membangun Citra Dan Karakter, Jakarta, Gramedia, 2010. hlm. XIV.

(17)

yang ditempati. Seperti halnya di bona pasogit (daerah asal) dan di daerah perantauan.

Punguan merupakan suatu kumpulan pada suatu kelompok masyarakat Batak yang secara keluarga dan iman telah bersatu dalam rasa persaudaraan.

Terbentuknya punguan ini didasari oleh ikatan emosional sesama orang Batak.

Punguan ini biasa dijumpai pada masayarakat yang masih berada di bona pasogit maupun masyarakat Batak yang sudah meninggalkan kampung halamannya (perantauan).

Dalam kehidupan modern, mengglobal, dan penuh dengan persaingan yang amat keras, tidak sedikit orang Batak yang merasa terasingkan serta sulit mendapatkan bantuan. Dengan demikian, mereka mencari kembali tempat atau lingkungan asal tempat mereka mendapatkan kembali rasa aman dan tenteram layaknya berkumpul seperti di persekutuan keluarga, marga, suku, dan juga agama.

Berhubungan dengan hal itu, fungsi dari Punguan Batak ialah untuk memelihara identitas dan akar budaya. Seperti Contohnya mengunjungi atau dikunjungi oleh para saudara dan kerabat secara rutin, bertutur kembali dalam bahasa asal mereka, menikmati makanan khas suku Batak, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan adat. Oleh karena itu, orang Batak tetap merasakan identitasnya terpelihara. Selanjutnya, suku Batak juga merasa tetap mempunyai

(18)

akar budaya agar tidak hilang dan runtuh di tengah kehidupan yang semakin modern. 4

Dalam masyarakat Batak terdapat berbagai punguan yang didirikan oleh setiap kelompok. Jika digolongkan, keseluruhan punguan itu akan terbagi menjadi dua jenis. Pertama, punguan marga. Punguan ini ialah kumpulan warga Batak yang didasarkan atas marga5, yaitu punguan yang dibuat berdasarkan keturunan nenek moyang. Contoh punguan ini adalah Punguan marga Sihombing, punguan marga Ginting, punguan marga Pakpak, punguan marga Sibagariang, dan lain- lain. Kedua, punguan parsahutaon. Punguan ini didirikan dengan mengatasnamakan sebuah nama kampung atau daerah, misalnya IKBDS (Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya), punguan daerah tempat tinggal, punguan DOS NI ROHA PACCA (Pondok Jagung, Adena, Carisa, dan Calesta).

Keberadaan suku Batak di Kota Duri, tentunya mempengaruhi keberadaan suku yang mendiami daerah itu sebelumnya. Suku yang pertama berada di Duri ialah suku Melayu dan suku Sakai. Keberadaan suku Melayu di wilayah Duri masih mendominasi hingga saat ini, namun keberadaan suku Sakai lambat laun semakin tergusur karena jumlah suku pendatang yang berada di wilayah ini semakin banyak. Semakin berkembang dan merosotnya peradaban kedua suku ini dipengaruhi oleh faktor kemajuan zaman. Indikator kemerosotan suku Sakai ialah semakin berkurangnya jumlah mereka dalam menempati wilayah-wilayah yang ada di Duri. Suku ini semakin terpinggirkan dan tertinggal dalam hal imu

4 O.H. Purba, dkk. Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak), Medan, Monora, 1997, hlm. 5-16.

5 Dalam suku Batak, marga adalah identitas diri yang paling utama, karena tidak ada orang Batak yang tidak memiliki marga.

(19)

pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari cara kehidupan mereka yang nomaden dan mata pencaharian berburu dan mencari ikan di sungai. Suku Melayu mampu beradaptasi dan menerima dengan cepat proses kemajuan zaman.

Suku Melayu juga membuka diri dan menerima dengan cepat terhadap suku pendatang, sedangkan suku Sakai sangat lambat untuk menerima kemajuan zaman dan juga sangat tertutup terhadap masyarakat pendatang.

Secara kultural daerah Duri mempunyai kultur sendiri, yaitu kultur Melayu. Setiap suku yang berada di Duri ini mempunyai kultur yang berbeda antarsuku yang lain. Salah satunya, yaitu suku Batak. Secara kultural suku Batak dan suku Melayu sangat berbeda. Untuk menjaga kultur daerah asal agar tidak terkontaminasi dengan kultur Melayu, dari perbedaan inilah mendorong suku Batak yang ada di daerah Duri untuk membentuk suatu punguan agar tetap terjaga budaya mereka, yaitu budaya persaudaraan dan solidaritas yang tinggi serta budaya adat istiadat.6

Dengan melihat konsep Dalihan Na Tolu, dapat diketahui bahwa hubungan kekerabatan sangat penting bagi kehidupan orang Batak. Hal ini yang menjadi dasar mengapa dalam kehidupan orang Batak yang berada di perantauan sangatlah penting menjaga tradisi mereka. Dengan status sebagai suku perantau di Duri, tentunya orang Batak tidak ingin meninggalkan tradisi-tradisi kesukuan mereka. Kekhawatiran orang Batak akan kepunahan tradisi leluhur mereka menjadi faktor utama orang Batak mendirikan sebuah punguan kesukuan di mana pun mereka merantau. Suku Batak yang merantau ke daerah Duri berharap dengan

6 Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba: Bagian Sejarah Batak, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2009. hlm. 87.

(20)

berdirinya punguan Batak, semakin terjalinlah hubungan yang baik antara sesama orang Batak di daerah Duri. Orang Batak melihat bahwa tantangan mereka dalam menjaga tradisi adat leluhur mereka di Duri sangatlah sulit. Hal ini disebabkan karena Duri adalah daerah perantauan dan beberapa suku berbaur di daerah ini.

1.2 Pembatasan Masalah

Penelitian mengambil rentang waktu 1999—2014. Tahun 1999 dipilih sebagai awal periode, karena pada tahun ini IKBDS (Ikatan Keluarga Batak Duri Sekitarnya) dibentuk oleh orang Batak di Duri dan merupakan tahun rekonsiliasi terjadi atas konflik ditengah-tengah punguan orang Batak. Permasalahan yang terjadi dalam gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) mengakibatkan perpecahan kesatuan punguan suku Batak di berbagai daerah. Demikian juga dengan suku Batak yang tinggal di daerah Duri terpengaruh oleh perpecahan tersebut sehingga terjadi konflik antara suku Batak.

Tahun 2014 dipilih sebagai akhir periode penelitian tentang punguan Batak di Duri karena adanya peran IKBDS dalam pemulihan pascakonflik dengan masyarakat lokal7. Dengan mengacu pada tahun awal berdirinya suatu punguan suku Batak terbesar di Duri inilah, penelitian ini akan dibatasi dari tahun 1999—

2014.

7 Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan.

Mayarakat ada tiga jenis, yaitu: Indigineous (masyarakat asli, seperti orang Sakai), native (pendatang yang lahir, dan tinggal disana, dan memakai bahasa ibu asli daerah yang ditempati) ,lokal (suatu masyarakat yang berasal dari daerah sendiri, dan bertempat tinggal di daerah yang ditempati, seperti Minang, Jawa, Batak)

(21)

Penelitian ini dilakukan di daerah Duri. Secara administratif wilayah ini menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Mandau yang berada di Provinsi Riau.

Wilayah ini secara geografis terletak di 0o56’12‖LU—1o28’17’’LU dan 100o56’10 BT—101o43’26‖BT, sebelah utara yang berbatasan dengan Kecamatan Bathin Batuah, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pinggir, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Rokan Hilir. Wilayah ini sangat berbeda dengan daerah asal suku Batak yang berada di wilayah Sumatra Utara. Dengan adanya perbedaan letak geografis dan budaya antara daerah asal mereka dengan daerah Duri, secara perlahan tradisi budaya asal mereka akan berubah karena faktor tersebut. Salah satu contohnya adalah bahasa Batak akan dipengaruhi oleh bahasa budaya yang ada di daerah Duri, bahkan pola pikir mereka akan berubah sesuai dengan pola pikir budaya yang mereka jumpai di daerah tersebut. Dengan demikian, perubahan kebudayaan disebabkan oleh perkembangan zaman yang dimulai dengan adanya perubahan penduduk, penemuan baru, dan sebuah konflik yang terjadi di dalam masyarakat.8

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut.

1. Mengapa orang Batak mendirikan IKBDS?

8 Prof.Dr.S.Nasution. M.A, Sosiologi Pendidikan, Bandung, Jemmars, 1983, hlm.23.

(22)

2. Bagaimana peran IKBDS dalam penyelesaian konflik di tengah masyarakat?

3. Bagaimana pengaruh IKBDS terhadap masyarakat Duri?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui peran IKBDS terhadap orang Batak di Duri dan masyarakat sekitar. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana kehidupan orang Batak dalam hal sosial, ekonomi, dan budaya setelah punguan (organisasi) kesukuan itu didirikan.

Manfaat penelitian ini ialah untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai sejarah berdirinya punguan orang Batak yang berpindah ke daerah Melayu. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang sebesar- besarnya bagi semua kalangan, termasuk bagi kalangan mahasiswa yang bergelut di bidang sejarah.

1.5 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa peneliti yang menghasilkan kajian mengenai punguan, antara lain, sebagai berikut.

Dalam jurnal Apriyana Dewi Silalahi, dkk, yaitu ―Migrasi Suku Batak Toba Asal Tapanuli Utara (Sumatera Utara) Tahun 1965-1975 Ke Kelurahan Bandarjaya‖ dijelaskan bahwa faktor penyebab orang Batak berpindah ke daerah- daerah lain ialah untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan sebagai tradisi orang Batak yang suka merantau. Dalam sisi lain diperlihatkan bagaimana orang Batak ingin mempertahankan hubungan kekerabatan mereka dalam satu suku

(23)

dengan cara mendirikan punguan di daerah perantauan mereka.9 Dalam jurnal ini hanya memperlihatkan bagaimana suatu organisasi dibentuk atas tradisi turun- temurun. Namun, dalam jurnal ini tidak dibahas mengenai fungsi dari suatu punguan yang dapat mengayomi setiap permasalahan di sebuah organisasi.

Di dalam karya Etika Siburian, yaitu ―Fungsi Perkumpulan Marga Simatupang di Surabaya Bagi Para Anggotanya‖ dibahas bagaimana organisasi Simatupang membentuk suatu punguan marga di Surabaya yang bertujuan untuk mempertahankan nilai budaya dan adat Batak Toba di daerah yang sulit untuk mempertahankan nilai adat. Walaupun mereka bertempat tinggal di daerah metropolitan, mereka juga mampu mempertahankan keutuhan marganya.10 Dalam jurnal ini hanya dibahas mengenai suatu organisasi, yang dibentuk untuk melestarikan adat budaya Batak di perantauan. Namun, dalam jurnal ini tidak dibahas bagaimana suatu organisasi yang mereka bentuk tidak mengalami konflik yang besar.

Dalam karya Shinta Romaulina Nainggolan, yaitu ―Eksistensi Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu Pada Masyarakat Batak: Studi Kasus Masyarakat Batak Perantauan Di Kabupaten Brebes,‖ dibahas bahwa masyarakat Batak perantauan yang berada di Kabupaten Brebes dapat menyesuaikan diri terhadap situasi dan perkembangan yang dihadapi di daerah tersebut. Punguan yang berada di Kabupaten Brebes ini masih tetap melaksanakan adat budaya Batak, yakni

9 Apriyana Dewi Silalahi, dkk, ―Migrasi Suku Batak Toba Asal Tapanuli Utara (Sumatera Utara) Tahun 1965-1975 Ke Kelurahan Bandarjaya‖, Jurnal Penelitian Geografi Volume 1 Nomor 2, 2013, hlm.2-3.

10 Etika Siburian, ―Fungsi Perkumpulan Marga Simatupang Di Surabaya Bagi Para Anggotanya‖,Jurnal Antropologi Volume 5 Nomor 3,2016, hlm. 565-566.

(24)

Dalihan Na Tolu. Adat budaya Batak akan selalu ada di Kabupaten Brebes ini karena masyarakat perantauan di Kabupaten Brebes tersebut sangat menghormati Dalihan Na Tolu. Masyarakat di Kabupaten Brebes selalu mengingat falsafah dari Dalihan Na Tolu yang tidak akan pernah diubah atau hilang meskipun jauh dari perantauan. 11 Dalam buku ini hanya dibahas mengenai adat budaya Batak Dalihan Na Tolu yang masih dilaksanakan dan dipakai pada masyarakat Batak di perantauan dalam setiap aktivitas kegiatan adat. Namun, tidak dibahas mengenai konflik-konflik yang ada di tengah-tengah kehidupan mereka.

1.6 Kerangka Teori

Teori yang digunakan untuk menjelaskan punguan Batak di Duri ialah teori organisasi. Organisasi merupakan suatu wadah atau tempat dua orang atau lebih yang memiliki ikatan kerja sama guna mewujudkan suatu tujuan bersama.

Menurut Herbert A. Simon, organisasi merupakan suatu pola komunikasi yang kompleks dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok manusia.12

Menurut Drs. Sutarto, organisasi bukan sekadar kumpulan orang dan bukan pula sekadar pembagian kerja sebab pembagian kerja hanyalah salah satu asas organisasi. Untuk itu ia menekankan bahwa organisasi merupakan suatu

11 Shinta Romaulina Nainggolan, ―Eksistensi Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu Pada Masyarakat Batak: Studi Kasus Masyarakat Batak Perantaun Di Kabupaten Brebes‖, skripsi, Universitas Negeri Semarang, 2011, hlm. 3-4.

12 Herbert A.Simon, Administrative Behavior, New York, MacMillan, 1958, hlm.

xvi.

(25)

sistem saling pengaruh antarorang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. 13

Menurut Stephen P. Roobins, pada dasarnya organisasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari struktur dan desain organisasi, yang menjelaskan bagaimana organisasi sebenarnya distruktur dan menawarkan tentang bagaimana organisasi dapat dikonstruksi guna meningkatkan keefektifan mereka. Pada intinya bahwa organisasi merupakan bentuk lembaga yang dominan dalam masyarakat yang meresap ke dalam semua aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh, baik ekonomi dan bahkan kehidupan pribadi.14

Dengan memakai teori organisasi, tulisan ini akan melihat bagaimana orang Batak dapat melaksanakan punguan yang berpengaruh terhadap sistem sosial ekonomi yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Organisasi inilah yang merupakan fondasi mereka untuk menuju masa depan yang lebih maju.

Topik tulisan ini dianalisis berdasarkan teori Stephen P. Roobins bahwa organisasi merupakan bentuk lembaga yang dominan dalam masyarakat yang meresap ke dalam semua aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh, baik ekonomi dan bahkan kehidupan pribadi.

Selain mempergunakan Teori Organisasi dari Stephen P. Roobins, penelitian ini juga mempergunakan Teori Peran. Peran merupakan seperangkat patokan yang membatasi perilaku yang mesti dilakukan seseorang yang menduduki suatu posisi. Dalam setiap pergaulan sosial, sudah ada skenario yang

13 Drs. Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1979, hlm.36.

14 Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi Edisi 3,Jakarta, Arcan, 1994,hlm. 7-9.

(26)

disusun oleh masyarakat yang mengatur bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. 15.

Menurut Merton, peran merupakan pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Merton mendefinisikan kumpulan peran sebagai pelengkap hubungan-hubungan peran yang dimiliki sesorang berdasarkan suatu status sosial tertentu yang dipegangnya.16

Menurut Udai Pareek, peran merupakan sekumpulan fungsi yang dilakukan seseorang sebagai tanggapan terhadap harapan-harapan dari para anggota penting sistem sosial yang bersangkutan dan harapan-harapanya sendiri dari jabatan yang ia duduki dalam sistem sosial tersebut. Daya guna peran mempunyai beberapa dimensi. Makin banyak dimensi terdapat dalam suatu peran, membuat semakin tinggi daya guna peran itu17.

Menurut Katz dan Khan, peran merupakan sebuah tindakan yang dilakukan seseorang dengan sebuah karakter dan kedudukannya. Hal tersebut didasarkan pada fungsi yang dilakukan dalam menunjukkan kedudukannya serta setiap karakter kepribadian manusia yang menjalankannya18.

Topik tulisan ini didukung oleh Udai Pareek yang menyatakan bahwa peran merupakan sekumpulan fungsi yang dilakukan seseorang sebagai

15 Edy Suhardono, Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasinya, Jakarta, Gramedia, hlm.15.

16 R.K, Merton. Sosial Theory And Social Structure, Gleneoe: Free Press, 1957, hlm 369

17 Udai, Pareek, Role Efficacy Scale, California: University Associates, 1980, hlm. 100-105.

18 Daniel, Katz dan Robert L. Khan, The Social Psychology Of Organizations, New York: John Wiley, 1966, hlm. 31.

(27)

tanggapan terhadap harapan-harapan dari para anggota penting sistem sosial yang bersangkutan dan harapan-harapanya sendiri dari jabatan yang ia duduki dalam sistem sosial tersebut. Daya guna peran mempunyai beberapa dimensi. Makin banyak dimensi terdapat dalam suatu peran, membuat semakin tinggi daya guna peran itu.

Penelitian ini memiliki perspektif sejarah sosial dalam memperkuat penelitian. Adapun yang akan diulas meliputi unsur kelembagaan dari punguan tersebut serta melihat bagaimana interaksi sosial dalam punguan, status sosial, dan juga kehidupan sosial para anggota punguan.

1.7 Metode Penelitian

Sejarah adalah sebuah ilmu yang memiliki metode penelitian. Metode sejarah ini digunakan sebagai cara untuk terselesaikannya suatu penelitian atau proses rekonstruksi peristiwa masa lampau. Adapun metode sejarah ini tertuang dalam langkah-langkah sebagai berikut, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi sumber, dan historiografi. Historiografi dilakukan dengan mengumpulkan data yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan seleksi terhadap data-data yang ada, seorang sejarawan harus mengerti bahwa tulisan itu bukan hanya sekadar kepetingan seorang saja, melainkan kepentingan para pembaca. Maka dari itu, perlu dipertimbangkan struktur dan gaya penulisan.19

19 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 2013) hlm.

69.

(28)

Penyajian data penelitian ini berdasarkan studi pustaka dan arsip, yaitu dokumen-dokumen yang berada di Gereja HKBP Immanuel dan dokumen- dokumen yang berada di IKBDS.

Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif, yakni dengan penyajian data berdasarkan pengamatan dan penelitian secara langsung di lapangan.

Penelitian ini akan memakai teknik wawancara yang akan berguna untuk melengkapi sumber yang sudah ada. Teknik wawancara yang dipakai ialah dengan bertanya secara langsung kepada masyarakat yang hidup satu masa dengan tahun penelitian tersebut, seperti mantan ketua punguan dan juga masyarakat yang pernah terjun langsung dalam mengikuti punguan ini.

1.8 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri atas lima bab dan lampiran dengan rincian sebagai berikut.

Bab I menjelaskan latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, serta jadwal penelitian.

Bab II menjelaskan latar gambaran umum lokasi penelitian.

Bab III menyajikan hasil dan pembahasan mengenai sejarah suku Batak, kedatangan suku Batak ke Kota Duri, kehidupan suku Batak di Kota Duri, dan latar belakang dari pendirian punguan IKBDS serta perannya dalam masyarakat.

Bab IV membahas permasalahan yang terjadi dalam Gereja HKBP serta peran IKBDS dalam pemulihan kesatuan suku Batak di Duri sebagai akibat dari konflik Gereja HKBP Tarutung.

(29)

Peran IKBDS dalam penyelesaian konflik yang terjadi di dalam masyarakat Batak di Duri sebagai akibat dari konflik HKBP Tarutung.

Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan terhadap hasil penelitian ini. Dalam bab ini juga terdapat saran untuk pengembangan penelitian ini yang berkaitan dengan orang Batak di Duri.

(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Kecamatan Mandau

Duri merupakan kota yang terdapat di wilayah Kecamatan Mandau20 yang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Kota Duri memiliki letak wilayah yang strategis, yaitu sebagai jalur lintas yang menghubungkan setiap kota yang ada di Provinsi Riau dan juga merupakan jalur lintas Sumatra. Luas wilayah Kota Duri 937,47 dengan letak wilayah berada di titik koordinat 0⁰ 56’12 LU—1⁰ 28’17’’LU dan 100⁰ 56’10 BT—101⁰ 43’26’’BT21.

Kota Duri berbatasan dengan beberapa wilayah, seperti bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Bahtin Batuah, Bukit Datuk, dan Kota Dumai.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pinggir, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu.

Wilayah Kota Duri berada di dataran dengan ketinggian wilayah 15—200 meter di atas permukaan laut. Sama dengan kebanyakan wilayah Indonesia lainnya, Duri memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga Duri memiliki

20 Kecamatan Mandau termasuk kecamatan yang asli (tertua) terbentuk bersamaan dengan terbentuknya Kabupaten Bengkalis. Kecamatan Mandau pertama kali berada di Muara Kelantan yang sekarang berada di wilayah Kabupaten Siak yaitu Kecamatan Sungai Mandau. Tahun 1960 ibukota Kecamatan Mandau pindah ke Kota Duri dengan kantor pertamanya di Pokok Jengkol. Pada tahun 1977 kantor Camat Mandau pindah ke kantor yang sekarang berada di Jalan Sudirman Duri.

21Kecamatan Mandau Dalam Angka 2014

(31)

iklim tropis basah. Walaupun memiliki tingkat curah hujan yang tinggi, Kota Duri tergolong pada daerah yang memiliki cuaca panas dengan suhu 24—26⁰C pada pagi hari, 30—34⁰C pada siang hari dan 26—30⁰C pada malam hari. Sebagian besar wilayah Duri adalah rawa yang sangat sulit untuk diubah menjadi daratan.

2.2 Kependudukan

Berdasarkan data pada tahun 2014, jumlah penduduk Kota Duri sebanyak 270.822 jiwa. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1: Jumlah Penduduk Kota Duri

No Keadaan Penduduk Jumlah

1 Jumlah Kepala Keluarga 70.417 2 Penduduk Laki-laki 140.918 3 Penduduk Perempuan 129.904

Sumber: UPT Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kecamatan Mandau, 2014 Tabel di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kota Duri sangat pesat. Kota Duri sudah menjadi kota yang padat penduduk. Perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Duri cukup berimbang. Walaupun demikian, dapat diketahui bahwa penduduk laki-laki di Kota Duri lebih banyak 11.014 dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.

Tabel 2: Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

(32)

No Tingkat Usia Jumlah

1 0-9 Tahun 51.575 2 10-19 Tahun 55.988 3 20-29 Tahun 46.290 4 30-39 Tahun 49.229 5 40-49 Tahun 36.328 6 50-59 Tahun 19.559 7 60-69 Tahun 8.145 8 70-75 Tahun 3.708

Jumlah 270.822

Sumber: UPT Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kecamatan Mandau, 2014 Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata penduduk yang ada di Kota Duri memiliki umur yang produktif, yakni umur 20-29 tahun 5, 85%, umur 30-39 tahun 5,5%, umur 40-49 tahun 7,45%, dan umur 50-59 tahun 1,40% .

Penduduk Kota Duri terdiri atas penduduk asli dan pendatang yang terdiri atas berbagai jenis suku, agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan, seperti:

- Suku Sakai

Sakai adalah komunitas asli yang hidup di daratan Riau. Mereka selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan.

Mereka meyakini bahwa leluhur mereka memang berasal dari Negeri Pagaruyung.

Kehidupan mereka biasanya berada di daerah kampung, di tepi-tepi hutan, di hulu-hulu anak sungai, dan di tempat yang memiliki banyak ikan yang berguna untuk kehidupannya. Komunitas suku Sakai ini banyak terdapat di Kabupaten Bengkalis dan di Kecamatan Mandau22.

- Suku Melayu

22 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Riau, Monografi Propinsi Riau 1981, Pekanbaru, Keluarga Berencana. hlm.11.

(33)

Suku Melayu adalah suku asli Riau. Mereka berdomisili di daerah Duri sejak zaman pemerintahan Kerajaan Sriwijaya berkuasa di Nusantara. Penduduk suku Melayu banyak tersebar mulai dari Sumatra sampai ke Negara Malaysia.

Mayoritas penduduk ini memeluk agama Islam. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah suku Melayu yang menduduki daerah Riau semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena para pendatang menggeser posisi mereka sebagai tuan rumah.23

- Suku Minang

Suku ini sering juga disebut dengan sebutan orang Padang. Mereka berasal dari daerah Sumatra Barat. Dalam tradisi kebudayaan mereka, setiap anggota suku yang sudah dianggap dewasa haruslah pergi merantau ke tempat lain untuk mencari pekerjaan. Faktor tradisi inilah yang mendorong banyak suku ini dijumpai di setiap daerah yang ada di Indonesia. Mayoritas orang Minang memeluk agama Islam dan kebudayaan mereka sangat mirip dengan kebudayaan Melayu.24

23 Sa’Diah Musthafa Yatim, Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Riau, Pekanbaru, Biro Bina Sosial Tingkat I Riau, 1998/1999, hlm.11

24 Syahrial De Saputra, dkk, Persepsi Tentang Etos Kerja: Kaitannya dengan Nilai Budaya Masyarakat Melayu Daerah Riau, Riau, Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Riau, 1996/1997, hlm. 76

(34)

- Suku Jawa

Suku Jawa adalah pendatang yang berasal dari Pulau Jawa. Kedatangan mereka banyak disebabkan oleh faktor pekerjaan. Mayoritas suku Jawa banyak yang tinggal di daerah perkebunan kelapa sawit dan mayoritas mereka memeluk agama Islam.25

- Suku Batak

Batak merupakan suku pendatang yang berasal dari Sumatra Utara. Awal mula kedatangan orang Batak ke daerah Duri berlangsung sekitar tahun 1950. Sejak kedatangan itu orang Batak semakin berkembang di daerah Duri dan semakin banyak jumlahnya. Suku Batak terdiri atas enam bagian, yaitu Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Angkola, dan Batak Pakpak Dairi. Keenam kelompok ini dapat ditemui keberadaannya di daerah Duri.

Berdirinya Gereja HKBP sebagai tanda bahwa di daerah ini memiliki suku Batak.26

Deskripsi Orang Batak

Batak merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan kelompok suku yang mendiami daratan tinggi wilayah Sumatra bagian utara. Kelompok ini berasal dari keturunan yang disebut sebagai Raja Batak. Suku Batak berasal dari suku bangsa Melayu Tua yang mendiami Indocina atau Hindia belakang. Banyak

25 Sa’Diah Musthafa Yatim, op.cit. hlm.12.

26 Wawancara dengan Aleteng Pakpahan dirumahnya, Jalan Jawa, pada tanggal 31 Mei 2019.

(35)

pendapat yang mengatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari utara kemudian berpindah ke wilayah Filipina dan berpindah lagi ke wilayah Sulawesi Selatan. Setelah itu, mereka berlayar hingga akhirnya menempati wilayah Barus.

Dari sanalah mereka menyebar hingga ke pedalaman dan wilayah kaki gunung Pusuk Buhit yang berada di tepi Pulau Samosir. Hal ini juga disebut sebagai asal mula peradaban orang Batak.27

Suku Batak terbagi menjadi enam jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun, pada prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.28

 Sistem Religi

Di daerah Batak khususnya di Tapanuli Utara, pada umumnya menganut agama Kristen dan sebagian lagi ada yang beragama Islam, Katolik, dan Malim.

Orang Batak secara tradisional memiliki pemahaman bahwa alam ini beserta dengan isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon.29 Debata Mulajadi Nabolon adalah Tuhan yang Maha Esa yang dianggap orang Batak memiliki kekuasaan yang terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon yang menyangkut jiwa dan roh. Orang Batak mengenal tiga konsep, yaitu Tondi (jiwa

27 Simanjuntak Bungaran Antonius, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2006, hlm. 25

28 Ibid., hlm. 18

29 Simanjuntak Bungaran Antonius, dkk, Karakter Batak; Masa Lalu, Kini dan Masa Depan, Jakarta, YOI, 2014, hlm. 168-169

(36)

atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya), Sahala (jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang), dan Begu (Tondi yang sudah meninggal)30.

 Sistem Perkawinan

Dalam tradisi suku Batak, kebebasan seorang laki-laki dalam mencari pasangan hidup sangat terbatas dan diatur oleh orang tua. Anak laki-laki lebih ditekankan untuk menikahi pariban31. Hal ini banyak dilakukan oleh orang tua suku Batak zaman dahulu untuk menghindari pernikahan terlarang. Pernikahan terlarang dalam suku Batak adalah pernikahan antara satu marga (inces) dan juga pernikahan dengan suku lain.

 Sistem Kekerabatan

Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada sebuah tradisi yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, yaitu hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan terjadi dalam kelompok kekerabatan seseorang, yaitu antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya. Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut:

1) Hula-hula 2) Anak boru 3) Dongan tubu

Hula-hula adalah keluarga dari pihak istri (pemberi istri). Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat istiadat Batak

30 Ketika kematian terjadi, dalam kepercayaan tradisional Batak dipahami bahwa:

daging I gabe tano, hosa i gabe alogo, tondi I gabe begu.

31 Anak perempuan dari saudara laki-laki dari ibunya

(37)

(semua suku bangso Batak) sehingga semua orang Batak harus hormat kepada hula-hula (somba marhula-hula). Hula-hula mempunyai sifat yang peka dan rapuh. Jika tidak hati-hati dalam tindakan atau perlakuan terhadap hula-hula, mudah saja hubungan yang telah ada menjadi putus dan biasanya tidak bisa diperbaiki dan akhirnya terhapus sama sekali.32

Boru/anak boru (penerima istri) adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga (keluarga lain). Boru di dalam budaya Batak memiliki peran yang sangat penting. Tanpa boru orang Batak tidak akan mampu melakukan adat dengan baik. Peran boru dalam adat Batak adalah sebagai pelayan (parhobas).

Dalam kehidupan orang Batak, seorang boru harus bisa diambil hatinya, dimanja, dan juga dibujuk. Walaupun tugasnya sebagai pelayan, tidak menjadikan boru mendapat perlakuan semena-mena. Seorang Batak menekankan istilah Elek Mar Boru.

Dongan tubu atau dongan sabutuha adalah saudara satu marga dari pihak laki-laki (dari perut yang sama). Dongan tubu memiliki peran dalam mengatasi permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh keluarganya. Dengan adanya dongan tubu, segala beban di dalam hidup akan semakin mudah dihadapi, baik dalam kebutuhan ekonomi maupun sosial. Dalam kehidupan, setiap orang Batak harus bijaksana kepada saudara semarganya. Apabila tidak bijaksana dalam berhubungan, akan terjadi keretakan dan pertikaian. Namun demikian, semua orang Batak (berbudaya Batak) harus bijaksana kepada saudara semarga atau dalam artian Bataknya Manat Mardongan Tubu.

32 T.M. Sihombing, Filsafat Batak: Tentang Kebiasaan-kebiasaan Adat Istiadat, Jakarta, Balai Pustaka,1986, hlm.76.

(38)

Melihat sistem kekerabatan yang terdapat dalam budaya Batak, banyak yang beranggapan bahwa dalam budaya Batak ada sistem pengkastaan di kehidupan sehari-hari. Hal itu merupakan anggapan yang salah. Walaupun adat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Batak, tidak ada sistem pengkastaan di dalamnya. Hal ini terjadi di dalam kehidupan orang Batak karena mereka menerapkan sistem kekerabatan yang disebut dengan Dalihan Na Tolu.

Dengan menerapkan sistem seperti ini, semua orang Batak memiliki peran masing-masing dalam kehidupannya dan peran itu bukan untuk merendahkan status sosial mereka, melainkan lebih untuk menempatkan kedudukan mereka di dalam setiap kegiatan penting adat Batak.

Dalam kehidupan masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1) Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupaya menjadikan musyawarah Dalihan Na Tolu. Dalam pelaksanaanya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula dan boru dalam Dalihan Na Tolu).

2) Bidang agama. Agama Kristen Protestan dan Katolik dipegang oleh Pendeta dan Pastor, agama Islam dipegang oleh Kyai atau Ustaz, dan agama suku/tradisional dipegang oleh Malim.

3) Bidang pemerintahan. Kepemimpinan dalam bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.

(39)

Suku Batak juga memiliki tradisi lain yang lebih unik yang tidak dimiliki oleh suku lain. Suku Batak memiliki pandangan bahwa sesama orang Batak adalah raja dan boru ni raja. Hal demikian dilakukan mereka untuk menjaga strata sosial dan kedudukan yang sama rata di antara orang Batak. Dengan demikian, seorang laki-laki dalam adat Batak disebut dengan raja dan perempuan dalam adat Batak disebut dengan boru ni raja. Dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut dengan istilah raja hula-hula, raja ni dongan tubu, dan raja ni boru.

Dalam bidang pertanian suku Batak mengenal tradisi gotong royong yang dalam istilah Batak disebut dengan Marsirumpa/marsiadapari (saling membantu).33 Sistem yang terjadi dalam tradisi marsirumpa adalah masing- masing anggota dari kelompok akan saling membantu dalam menyelesaikan lahan pertanian mereka, mulai dari masa mengolah tanah, menanam bibit, sampai masa panen. Keanggotaan dari kelompok marsirumpa adalah tidak terbatas dan sukarela. Kelompok ini terbentuk karena ada beberapa orang yang memiliki kebutuhan yang sama dan bersedia saling membantu.

Dalam menyelesaikan pekerjaannya, kelompok marsirumpa akan saling bergantian mengerjakan lahan setiap anggota kelompok. Perhitungan yang dilakukan untuk mencapai keadilan dalam setiap pekerjaannya adalah ketika kelompok marsirumpa mengerjakan ladang si A selama lima hari, kelompok tersebut akan menyelesaikan ladang si B selama lima hari dan demikian seterusnya sampai ladang semua anggota kelompok dikerjakan dengan waktu lima hari. Setiap anggota tidak akan memperoleh upah dalam bentuk materi. Dengan

33 H. Billy Situmorang, Ruhut-ruhut Ni Adat Batak, University of California, 1983, hlm. 127-128.

(40)

demikian, anggota kelompok marsirumpa yang ladangnya dikerjakan tidak perlu mengeluarkan banyak materi, cukup hanya memberikan makanan dan minuman saat bekerja.

Dalam bercocok tanam, suku Batak selalu mempelajari perubahan yang terjadi terhadap iklim. Misalnya saat musim hujan orang Batak akan menanam tanaman yang cocok untuk musim hujan dan ketika musim kemarau, orang Batak akan menanam tanaman yang cocok untuk musim kemarau. Tidak hanya itu saja, suku Batak juga selalu mempelajari struktur tanah dan jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di wilayah mereka. Hal ini dipelajari suku Batak secara tradisional di dalam kehidupannya yaitu, Maniti Ari.34

Suku Batak merupakan suku yang sangat fanatik terhadap adat istiadat.

Segala kegiatan kehidupan sehari-hari mereka tidak pernah terlepas dari kebudayaan dan hukum adat yang mereka miliki. Jadi, dapat dikatakan bahwa kehidupan sehari-hari orang Batak diatur oleh sistem adat yang sudah berlaku.

Orang yang di dalam kehidupannya berperilaku tidak sesuai dengan adat yang berlaku, maka dia akan disebut sebagai orang naso maradat (yang tidak memiliki etika, moral, atau melanggar aturan adat). Ungkapan naso maradat di dalam kehidupan orang Batak adalah ungkapan yang sangat menyakitkan karena orang yang disebut demikian adalah orang yang dikucilkan dan dianggap ―kotor‖ dalam kehidupan komunitas.

Ungkapan naso maradat akan disampaikan kepada orang-orang yang melakukan perkawinan semarga dan perkawinan incest, pencurian pencemaran

34 Bungaran Antonius Simanjuntak, Sistem Perpindahan Penguasaan Sawah Pada Masyarakat Batak Toba, Medan, UNIMED 2005, hlm. 11

(41)

nama baik, pemerkosaan, serta perilaku lain yang dianggap meresahkan masyarakat pada umumnya. Orang Batak memercayai bahwa orang yang melakukan pelanggaran akan menerima sanksi yang diterima dari Tuhan yang mereka percayai, seperti penyakit, kesusahan hidup, bahkan sampai kematian.

Ketika seseorang mengatakan naso maradat terhadap orang Batak, dia akan marah. Orang Batak lebih baik dikatakan tidak beragama daripada tidak punya adat. Demi menjaga adatnya, orang Batak akan melakukan hal apa pun. Mereka tidak peduli mengeluarkan materi sebanyak apa pun bahkan sampai miliaran.

Tabel 3: Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku

Suku Jumlah

Melayu 81.246 Jiwa Minang 108.328 Jiwa Batak 27.084 Jiwa Jawa 27.082 Jiwa Daerah Lainnya 27.082 Jiwa Jumlah 270.822 Jiwa Sumber: UPT Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kecamatan Mandau, 2014 Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di Kota Duri adalah suku Minang dan suku Melayu. Sementara itu, jumlah suku yang lain memiliki jumlah yang hampir sama dengan minoritas. Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa budaya yang lebih berpengaruh di Kota Duri adalah budaya Minang dan Melayu. Walaupun demikian, tidak berarti budaya lain menjadi terbuang dan tertolak. Akan tetapi, masing-masing masyarakat saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan budaya.

Dilihat dari komposisi penduduk Kota Duri yang penuh kemajemukan dengan latar belakang sosial budaya, bahasa, dan agama yang berbeda, pada

(42)

dasarnya merupakan warisan bagi daerah Duri. Agama yang dianut oleh penduduk Duri ini sangat beragam, seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha.

Tabel 4: Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Sumber: UPT Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kecamatan Mandau, 2014 Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kota Duri adalah beragama Islam. Jadi apabila bepergian ke kota Duri, kita akan merasakan nuansa Islamiah yang berpadu dengan nuansa budaya Melayu di kota tersebut.

Akan tetapi walaupun penduduk kota Duri mayoritas Islam, hal ini bukan menjadi hambatan bagi agama lain untuk berbaur dan bersosial. Tingkat kerukunan beragama di Kota Duri sangat baik dan jarang sekali terjadi konflik antaragama di kota tersebut.

Berbagai sarana dan prasarana peribadatan terdapat di seluruh penjuru Duri. Berikut salah satu tempat peribadatan bagi masyarakat Duri, seperti:

- Bagi umat Islam terdapat Masjid Raya Arafah Duri, Masjid Agung Ushuludin PT Chevron, dan Masjid Agung AL-Kautsar.

Agama Jumlah

Islam 221.657

Kristen 43.193

Katolik 3.501

Hindu 69

Buddha 2.307

Konghuchu 19

Aliran Kepercayaan 76

Jumlah 270.822

(43)

- Bagi umat Kristen terdapat HKBP CPI Ressort Duri, HKBP Simpang Padang, HKBP Bukit Karmel, GPIB Bukit Zaitun, Gereja Katolik Santo Yosef, dan GBKP Duri.

- Bagi umat Buddha terdapat Vihara Pubbrama Duri.

Bahasa pengantar masyarakat Duri pada umumnya menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Minang dan bahasa Batak juga banyak digunakan oleh penduduk Duri. Selain itu bahasa Hokkien juga banyak digunakan oleh kalangan suku Tionghoa di Duri.

2.3 Potensi Mata Pencaharian di Kota Duri

Secara letak geografis, Kota Duri merupakan sebuah kota yang kaya akan sumber daya alam. Keberadaan sumber daya alam minyak bumi menjadi salah satu pendorong utama dalam peningkatan perekonomian daerah tersebut. Selain itu, perkebunan kelapa sawit juga banyak dijumpai di daerah ini. Kota Duri terbagi atas dua wilayah. Yang pertama ialah wilayah yang sudah maju (perkotaan) dan yang kedua ialah wilayah tertinggal (pinggiran kota/pedesaan).

Perbedaan wilayah akan membuat perbedaan sistem pekerjaan. Sistem mata pencaharian layaknya perkotaan sangat variatif, yakni dari pekerjaan ―kotor‖, yang dianggap rendah seperti pemulung atau pembersih jalan dan parit, sampai pekerjaan yang ―bersih‖, yaitu pegawai pemerintah dan swasta.

Sementara itu, masyarakat yang berada di luar kota, sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan petani, khususnya orang Sakai. Mereka mayoritas menggantungkan hidupnya dari berladang, berkebun, dan bertani. Pada mulanya mereka sebagai peladang yang berpindah ladang dan sekaligus berpindah

(44)

tempat tinggal. Sekarang ini mereka rata-rata sudah memiliki ladang yang tetap karena memang untuk mengadakan perladangan berpindah sudah terbatas. Hal tersebut disebabkan oleh hutan di sekitarnya sudah banyak yang dikuasai penguasa dengan Hak Penguasaan Hutan (HPH) yang dimilikinya. Oleh karena itu, jika mereka sesuka hatinya untuk berpindah berladang, mereka akan berhadapan dengan pemegang HPH.

Namun dengan kondisi seperti itu, adakalanya hal yang terjadi menimbulkan sisi yang positif bagi orang Sakai. Saat ini orang Sakai sudah mulai menetap di suatu tempat dan tidak berpindah lagi, bahkan seiring berjalannya waktu telah terjadi peningkatan ekonomi yang cukup signifikan dalam kehidupan orang Sakai. Rumah yang dulunya seadanya sekarang sudah banyak yang permanen dan memiliki perabotan rumah tangga yang sama dengan orang-orang Melayu atau suku bangsa lainnya yang ada di Duri. Kaum muda Sakai sudah mulai mencari sektor ekonomi lainnya yang dianggap lebih baik, yakni sebagai pegawai negeri maupun swasta seperti bekerja di pertambangan minyak35 Caltex36. Kehadiran industri menciptakan pola pikir baru bagi para suku yang tertinggal dalam hal modernisasi. Masyarakat suku tertinggal yang selama ini bergantung pada tanah sebagai sarana produksi mereka kini telah berubah. Kini

35 Drs. Syahrial De Saputra, Dra. Nurbaiti Usman (ed), Kearifan Lokal Yang Terkandung Dalam Upacara Tradisional Kepercayaan Masyarakat Sakai – Riau, Tanjung Pinang, Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional, 2010, hlm. 21 – 20.

36 Caltex merupakan perusahaan yang didirikan oleh Amerika dan seiring perkembangan waktu Caltex berganti nama menjadi Chevron (perusahaan internasional) yang merupakan gabungan dari perusahan-perusahaan besar yang ada di dunia.

(45)

masyarakat yang tinggal di wilayah Duri menggantungkan kehidupan mereka pada industri pertambangan minyak.37

Dengan pembangunan industri, hal itu akan mengundang kondisi-kondisi positif dan negatif pada lokasi-lokasi industri yang dahulunya merupakan lokasi masyarakat agraris. Sehubungan dengan hal itu, untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat industri yang diharapkan, perlu pula disiapkan pola pembinaan masyarakat agar dapat menjadi masyarakat industri yang serasi38.

Tabel 5: Potensi Mata Pencaharian di Kota Duri

No Mata Pencaharian Jumlah

1 PNS/Honorer 2.085

2 TNI/POLRI 264

3 Guru 2.891

4 Karyawan BUMD 27

5 Wiraswasta 15.948

6 Petani 10.554

7 Pedagang 503

8 Tukang 199

9 Peternakan 10 10 Tidak Bekerja 82.493

Jumlah 114.974

Sumber: UPT Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kecamatan Mandau, 2014 Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di Kota Duri adalah wiraswasta dan petani. Namun, peningkatan jumlah penduduk yang sangat tinggi menjadi suatu tantangan yang besar bagi pemerintah daerah.

Pengaruhnya adalah akibat peningkatan jumlah penduduk yang sangat tinggi,

37 Dra. S. Wahjoeni, Perubahan Pola Kehidupan Mayarakat Akibat Pertumbuhan Industri Di Daerah Riau, Tanjung Pinang, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989. hlm. 3.

38Ibid.,hlm. 4-5.

(46)

angka pengangguran di Kota Duri juga meningkat setiap tahun. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang tinggal di kota tersebut.

2.4 Sarana dan Prasarana Daerah

Sebuah daerah yang telah maju seperti Kota Duri harus diiringi dengan sarana dan prasarana masyarakat sebagai penunjang untuk peningkatan nilai pendidikan, ekonomi, dan kerohanian demi kesejahteraan masyarakat. Potensi sarana dan prasarana yang dimiliki Kota Duri dapat dilihat dalam tabel berikut ini

Tabel 6: Fasilitas Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 TK 27

2 SD 32

3 SMP 33

4 SMA 7

6 Universitas 2 JUMLAH 101

Sumber: Dokumentasi Pemerintahan Kecamatan Mandau, 2014

Tabel di atas menunjukkan bahwa pemerintah sudah mempersiapkan fasilitas pendidikan yang baik bagi masyarakat di kota Duri. Masyarakat Kota Duri tidak perlu lagi meninggalkan daerah mereka untuk menimba ilmu pendidikan. Dengan berdirinya beberapa fasilitas pendidikan ini, dapat dipastikan bahwa jumlah penduduk yang buta huruf akan semakin berkurang setiap tahunnya.

(47)

Tabel 7: Data Penduduk Menurut Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 SD 40.395

2 SLTP 34.284

3 SLTA 71.485

4 Diploma 7.403

5 Sarjana/S1 9.581

6 S2 318

7 S3 13

Jumlah 163.379

Sumber: UPT Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kecamatan Mandau, 2014 Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di Kota Duri sangat peduli dengan pendidikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penduduk yang tinggal di Kota Duri adalah orang-orang yang berpendidikan.

Tabel 8: Tempat Ibadah

Sumber: Dokumentasi Pemerintahan Kecamatan Mandau, 2014

Tabel di atas menunjukkan bahwa agama yang terdapat di Kota Duri cukup beragam. Masyarakat yang tinggal di Kota Duri adalah masyarakat yang sangat peduli dan taat beribadah. Pembangunan rumah ibadah adalah sebuah bukti yang menunjukkan bahwa mereka adalah umat yang taat dan tunduk kepada Tuhan. Keberagaman pendirian rumah ibadah di Kota Duri menunjukkan bahwa masyarakat saling menerima satu sama lain dalam hal keberagaman agama.

No Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 116

2 Mushalla 50

3 Gereja 98

4 Kelenteng 1

5 Vihara 1

Jumlah 266

No Sarana dan Prasarana Jumlah

(48)

Tabel 9: Sarana dan Prasarana Kesehatan Sumber: Dokumentasi Pemerintahan Kecamatan Mandau, 2014

Tabel di atas menunjukkan bahwa masyarakat Duri sudah mengenal sistem atau cara pengobatan yang modern. Masyarakat yang tinggal di Kota Duri juga tidak perlu khawatir dalam hal kesehatan dan mencari pengobatan ketika sakit sebab di daerah mereka sudah memiliki fasilitas yang memadai. Hal ini sangat menunjang kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat Kota Duri.

1 RSU 5

2 Puskesmas 2

3 Poliklinik 14

4 Toko Obat 17

5 Posyandu 1

Jumlah 39

(49)

BAB III

IKATAN KELUARGA BATAK DURI SEKITARNYA TAHUN 1999

3.1 Kedatangan Orang Batak ke Duri

Keberadaan Duri sebagai kota yang maju pada saat ini merupakan pengaruh dari ditemukannya sumber minyak bumi yang berlimpah. Sebelum ditemukannya sumber daya alam minyak tersebut, Duri hanyalah sebuah daerah hutan yang lebat dengan beragam hewan liar yang buas. Tidak ada kehidupan dan peradaban manusia yang maju seperti saat ini. Pada waktu itu masih banyak orang yang belum mengenal daerah Duri karena pada zaman itu sama sekali tidak ada pembangunan jalan lintas dari Minas ke Duri dan ke daerah lainnya. Hubungan antara Pekanbaru dan Duri hanya dapat dilakukan melalui sungai Siak dan sungai Pungut hingga Terminal Balai Pungut.39

Sejarah kehidupan Duri berkaitan erat dengan perkembangan usaha perminyakan di daerah ini. Lapangan minyak pertama yang ditemukan di Riau adalah di Sebangah pada tahun 1940 dan disusul lapangan minyak Duri pada tahun 1941. Kegiatan eksplorasi perusahaan terhenti pada tahun 1942 karena pecahnya Perang Dunia II. Pada saat itu Indonesia diduduki Jepang. Pada tahun 1944 tentara Jepang juga melakukan pencarian minyak bumi dan berhasil menemukan lapangan minyak Minas. Setelah berakhirnya Perang Dunia II Caltex meneruskan kegiatannya mencari minyak di daerah Riau. Pada tahun 1952

39 50 Tahun HKBP Duri 1957-2007, HKBP, Ressort Duri, Distrik XXII Riau, hlm. i.

(50)

dimulai produksi perdana dari lapangan minyak Minas I yang sekarang lazim disebut lapangan minyak bersejarah. Pada tahun 1956 perusahaan Caltex banyak menerima karyawan di lapangan dan pekerja eksplorasi di hutan.40

Sejak tahun 1956 situasi dan keadaan Duri berubah drastis, yang dulunya hanya kampung kecil berubah menjadi kota yang ramai karena daerah ini banyak mengandung minyak yang berisi emas hitam yang dibutuhkan manusia. Banyak orang datang ke Duri untuk mencari pekerjaan, termasuk di antara mereka adalah orang-orang Batak yang beragama Kristen yang kemudian membentuk perkumpulan sosial sesama mereka. Pada awalnya jumlah mereka hanya sedikit, namun lama-kelamaan jumlah mereka semakin banyak dan berhasil mendirikan Gereja Huria Kristen Batak Protestan) Duri. Mereka berasal dari beberapa sekte atau gereja yang berbeda di kampung asal, tetapi di daerah Duri ini mereka sepakat untuk mendirikan Gereja HKBP Immanuel.41

Pada tahun 1957 terdengarlah berita bahwa ada sebuah perusahaan asing yang berusaha mencari sumur minyak yang baru di wilayah Duri. Berita ini sampai ke telinga orang-orang Batak yang bertempat tinggal di Tapanuli Utara.

Akibatnya, mereka berdatangan ke Riau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

Pada saat itu mereka ada yang datang bersama keluarganya, namun ada juga yang datang sendiri, sementara keluarganya tinggal di kampung halaman sebelum mendapatkan pekerjaan. Selain mereka yang sudah berkeluarga, banyak juga pria lajang yang datang mencari pekerjaan ke Riau.

40 Ibid., hlm. i-ii.

41 Pada 8 Maret 1959 telah diresmikan Gereja HKBP Duri yang saat itu memiliki anggota 13 KK dan 25 orang pemuda dan pemudi yang lajang.

Referensi

Dokumen terkait

supervisi pembelajaran kepala madrasah dalam meningkatkan motivasi mengajar guru dan disiplin kerja guru. Berguna bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan, khususnya

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai rmse yang sangat kecil yaitu 0,010237 sehingga kurva fitting berimpit antara permeabilitas batuan inti terhadap

Untuk maksud penetapan batas laut teritorial, instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bagian integral dari sistem pelabuhan dianggap sebagai bagian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik jenis mesin, exhaust type, jenis bahan bakar, distribusi umur kendaraan, jarak tempuh kendaraan (VKT),

) Standard CMOS Features Advanced BIOS Features Advanced Chipset Features Integrated Peripherals Power Management Setup PnP/PCIConfigurations : Select Item F10: Save & Exit

Lebih lanjut, dalam konteks Islamisasi ilmu ekonomi, jika kita mengklaim bahwa ekonomi konvensional dikembangkan dengan perspektif dan nilai yang mungkin tidak sesuai dengan visi

Wisatawan berharap adanya pengembangan lebih lanjut pada daerah wisata alam tirta Bukit Lawang yang dapat dilihat dari hasil kuisioner wisatawan terbesar yang

1) Layanan informasi dilaksanakan di SMK bertujuan agar siswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang dirinya sendiri (self concept). 2) Layanan informasi dilaksanakan di