• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di Teluk Jakarta (Turkandi et al 1992). Secara geografis, wilayah Jakarta terletak antara 5o19’12” – 6o23’54” LS dan 106o22’42” – 106o58’18” BT.

Batas-batas wilayah Jakarta adalah:

Sebelah utara : Teluk Jakarta Sebelah timur : Kabupaten Bekasi Sebelah selatan : Kabupaten Bogor Sebelah barat : Kabupaten Tangerang

4.1.2 Kondisi Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson wilayah Jakarta termasuk daerah tropis yang bertipe iklim c dan D yang mempunyai kisaran suhu rata-rata tahunan 27oC dan memiliki curah hujan rata-rata sebesar 2000 mm per tahun (BMKG 2011).

4.1.3 Kondisi Topografi

Berdasarkan keterangan Departemen Kehutanan (www.dephut.go.id), keadaan topografi wilayah Jakarta dikategorikan sebagai wilayah datar hingga landai karena hanya memiliki kemiringan 0 – 0.5% dengan relief gelombang. Ketinggian wilayah ini berkisar antara 0 – 10 meter di atas permukaan laut. Di daerah selatan terdapat perbukitan rendah dengan ketinggian 50 – 75 meter.

4.1.4 Kondisi Geologi

Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta yang dibuat oleh Turkandi et al (1992) dan Suherman dan Sudaryanto (2009) dengan skala 1:100.000 (terlihat pada lampiran 1), susunan batuan wilayah Jakarta terdiri atas empat satuan batuan, yaitu:

1. Satuan Alluvium yang terdiri atas campuran lempung, pasir dan kerikil.

Sebaran batuan ini terletak di sepanjang pantai utara (Teluk Jakarta).

2. Satuan Endapan Pematang Pantai, terdiri atas pasir halus hingga pasir kasar.

Sebaran dari satuan batuan ini umumnya berada di barat – timur searah dengan bentuk pantai.

3. Satuan Batupasir Tufaan dan Konglomerat yang terdiri atas tufa halus, konglomerat, pasir dan batu apung.

4. Satuan Tuf Banten yang terdiri atas tufa batu apung dan batu pasir.

4.1.5 Kondisi Hidrogeologi

Menurut Fachri et al (2002), Herlambang dan Indriatmoko (2005) dan Hutasoit et al (2007), cekungan airbumi Jakarta secara hidrostratigrafi dari tua ke muda disusun oleh:

1. Formasi Citalang dan Endapan Vulkanik Kwarter yang didominasi oleh lapisan yang lolos air sehingga membentuk sistem akifer yang disebut Zona I.

2. Formasi Kaliwangu Bagian Atas yang didominasi oleh lapisan kedap air sehingga membentuk akitar yang disebut Zona II.

3. Formasi Genteng, Kaliwangu Bagian Tengah dan Serpong yang didominasi oleh lapisan yang lolos air sehingga membentuk suatu sistem akifer yang disebut Zona III.

4. Formasi Kaliwangu Bagian Bawah yang didominasi oleh lapisan kedap air, sehingga membentuk suatu sistem akitar.

Sistem akitar ini disebut Zona IV.

4.2 Deskripsi Lokasi Sumur Jakarta Dalam penelitian ini digunakan 14 sumur produksi yang tersebar di lima pemerintahan kota Jakarta, masing-masing 1 sumur produksi di Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat, 3 sumur bor di Jakarta Barat dan 8 sumur bor di Jakarta Selatan. Letak setiap sumur produksi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

(2)

Gambar 4 Peta lokasi sumur produksi Jakarta 4.3 Karakteristik Akifer

Karakteristik akifer ditentukan berdasar- kan hasil analisis terhadap data uji pemompa- an yang dilakukan pada 14 sumur produksi di Jakarta.

4.3.1 Karakteristik Akifer Jakarta Utara Kajian akifer di Jakarta Utara terdiri dari satu lokasi sumur, yaitu dengan kode sumur SUG. Berdasarkan data uji pemompaan, diperoleh tinggi muka air sebesar 27 meter di bawah permukaan tanah. Drawdown test dilakukan selama 3840 menit, dimana pada waktu tersebut permukaan airbumi menurun hingga mencapai kedalaman 36 meter.

Sedangkan, untuk memulihkan kembali saat recovery test dibutuhkan waktu 40 menit untuk mencapai kedudukan muka air semula.

Secara keseluruhan perubahan tinggi muka airbumi dapat dilihat pada Gambar 5.

Akibat recovery test dimulai pada menit ke-3840 dan skala grafik yang besar sehingga grafik recovery test pada Gambar 5 terlihat seperti tegak lurus. Grafik perubahan muka airbumi saat recovery test yang tepat ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 5 Perubahan muka airbumi sumur SUG

Dari Gambar 6 terlihat bahwa penurunan muka airbumi pada saat drawdown test terjadi sangat lambat dibandingkan pada saat recovery test. Hal ini disebabkan karena pada saat recovery test, pompa dimatikan sehingga muka airbumi langsung naik mengisi kekosongan debit muka air pada saat pumping test.

27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

1 100 10000

drawdown (m)

time (detik)

Drawdown test

Rec ov er y tes t

(3)

Tabel 2 Nilai parameter akifer hasil analisis data uji pemompaan sumur bor di Jakarta Utara Kode

Sumur

Debit (m3/hari)

T (m2/hari) Tebal akifer (m)

Konduktivitas hidrolik (m/hari) drawdown recovery rata-rata

SUG 216 18,69 8,59 13,64 9 1,52

Gambar 6 Perubahan muka airbumi saat recovery test sumur SUG

Hasil analisis data uji pemompaan diperoleh nilai Δs pada drawdown test dan recovery test sebesar 3.49 m dan 4.5 m.

Besarnya nilai tersebut menentukan besarnya nilai transmisivitas yang diperoleh masing- masing uji pemompaan, dimana semakin besar perubahan muka airbumi maka akan semakin kecil nilai transmisivitasnya. Pada drawdown test diperoleh nilai transmisivitas sebesar 18.69 m2/hari sedangkan pada recovery test diperoleh nilai transmisivitas sebesar 8.59 m2/hari. Jadi, sumur SUG yang dipompa dengan debit pemompaan sebesar 216 m3/hari memiliki nilai transmisivitas rata- rata sebesar 13.64 m2/hari.

Data geological log pada sumur SUG (seperti lampiran 3) menunjukkan bahwa sumur tersebut terdiri dari 5 lapisan akifer, yaitu lapisan akifer ke-1 terletak pada kedalaman 92.86 – 115.71 meter, lapisan akifer ke-2 berada pada kedalaman 134.29 – 158.57 meter, lapisan akifer ke-3 berada pada kedalaman 164. 29 – 171.43 meter, lapisan akifer ke-4 berada pada kedalaman 188.57 – 194.29 meter dan lapisan akifer ke-5 berada pada kedalaman 250 – 300 meter di bawah permukaan tanah. Berdasarkan letak lapisan akifer tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tipe akifer di wilayah tersebut merupakan tipe akifer tertekan.

Dilihat dari lapisan batuan dan posisi screen yang terpasang pada sumur diketahui

tebal akifer dalam sumur tersebut sebesar 9 meter. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi geologi sebenarnya maka ketebalan akifer yang terdapat di sumur tersebut sebesar 67.25 m sehingga potensi air akan jauh lebih besar. Berdasarkan tebal akifer dan nilai transmisivitas maka diperoleh nilai konduktivitas hidrolik sebesar 1.52 m/hari.

Nilai tersebut dapat menggambarkan jenis batuan yang terdapat di daerah penelitian berupa pasir halus.

4.3.2 Karakteristik Akifer Jakarta Timur Kajian akifer di Jakarta Timur terdiri dari satu lokasi sumur, yaitu sumur STM.

Berdasarkan data uji pemompaan, diperoleh tinggi muka airbumi awal berada pada kedalaman 24.68 meter di bawah permukaan tanah. Drawdown test dilakukan selama 420 menit dengan kedudukan muka airbumi berada pada kedalaman 29.35 meter di bawah permukaan tanah. Recovery test dilakukan selama 420 menit hingga kedudukan muka air mencapai 24.99 meter di bawah permukaan tanah. Perubahan tinggi muka airbumi pada saat pemompaan dapat dilihat pada Gambar 7.

Saat terjadi drawdown test terlihat bahwa penurunan muka airbumi terjadi secara signifikan pada menit pertama pemompaan, dimana penurunan muka airbumi yang terjadi dari kedalaman 24.68 meter hingga 27.12 meter di bawah permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena sumur tersebut dipompa dengan laju sebesar 230.4 m3/hari sehingga penurunan permukaan air dan air yang keluar sama dengan besar pemompaan. Pada menit ke-420 terlihat bahwa sudah terjadi proses recovery dengan menaiknya tinggi muka airbumi hingga mencapai 24.99 meter.

Hasil analisis dari data uji pemompaan, diperoleh nilai Δs untuk masing-masing uji pemompaan sebesar 0.84 meter untuk drawdown test dan 1.25 meter untuk recovery test. Dari besarnya nilai perubahan muka airbumi, diperoleh nilai transmisivitas untuk drawdown test sebesar 50.23 m2/hari dan recovery test sebesar 33.75 m2/hari. Jadi, pada uji pemompaan yang dilakukan di sumur STM dengan debit 230.4 m3/hari memiliki nilai transmisivitas rata-rata sebesar 42 m2/hari.

27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

1 10 100 1000

drawdown (m)

t/t' (menit)

(4)

Tabel 3 Nilai parameter akifer hasil analisis data uji pemompaan sumur bor di Jakarta Timur Kode

Sumur

Debit (m3/hari)

T (m2/hari) Tebal akifer (m)

Konduktivitas hidrolik (m/hari) drawdown Recovery rata-rata

STM 230,4 50.23 33.75 41.99 3 13.99

Berdasarkan data geological log dari data uji pemompaan sumur STM terdapat dua lapisan akifer. Lapisan akifer pertama berada pada kedalaman 61.7 – 68.57 meter dan lapisan ke-2 berada pada kedalaman 170.36 – 202.5 meter. Kedua lapisan tersebut menunjukkan bahwa tipe akifer di wilayah tersebut adalah akifer tertekan.

Gambar 7 Perubahan muka airbumi sumur STM

Tebal akifer diperoleh berdasarkan lapisan batuan dan posisi screen yang terpasang pada sumur. Pada gambar konstruksi sumur STM yang terdapat pada lampiran 6 terdapat tiga buah screen yang terpasang dengan tebal 9 meter, namun hanya satu screen dengan tebal 3 meter yang terpasang pada lapisan akifer, yaitu lapisan pasir hitam. Sedangkan, untuk screen yang lain dengan tebal masing-masing 3 meter berada pada lapisan lempung. Kesalahan dalam pemasangan screen tersebut dapat menyebabkan efisiensi sumur rendah. Berbeda jika tebal akifer ditentukan berdasarkan kondisi geologi sebenarnya dimana tebal akifer mencapai 17 meter maka akan menghasilkan nilai transmisivitas yang lebih besar dan potensi air yang dapat dimanfaatkan jauh lebih besar. Berdasarkan tebal akifer dan nilai transmisivitas maka diperoleh nilai konduktivitas hidrolik sebesar 14 m/hari. Nilai tersebut menunjukkan jenis batuan yang

terdapat di daerah penelitian berupa pasir sedang.

4.3.3 Karakteristik Akifer Jakarta Pusat Kajian akifer di Jakarta Pusat juga terdiri dari satu lokasi sumur, yaitu sumur SPR.

Berdasarkan data uji pemompaan diperoleh tinggi muka airbumi di wilayah ini lebih tinggi daripada di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur, yaitu berada pada kedalaman 19.59 meter. Drawdown test dilakukan sampai kedudukan muka air statis pada kedalaman 35.95 meter dan recovery test pada kedalaman 20.75 meter. Untuk mencapai kedudukan muka air statis dibutuhkan waktu selama 240 menit. Perubahan tinggi muka airbumi secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8.

Saat drawdown test terlihat bahwa penurunan muka air terjadi secara signifikan pada menit pertama ketika dipompa dimana penurunan muka air yang terjadi dari kedalaman 19.59 meter hingga 35.50 meter di bawah permukaan tanah. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan airbumi dalam akifer yang masih maksimum sehingga pada saat di pompa dengan debit sebesar 316.8 m3/hari penurunan permukaan air dan air yang keluar sama dengan besar pemompaan.

Gambar 8 Perubahan muka airbumi sumur SPR

Berdasarkan Gambar 8 dapat ditentukan nilai Δs untuk masing-masing uji pemompaan.

Pada drawdown test diperoleh nilai Δs sebesar 0.075 meter sehingga di dapat nilai transmisivitas sebesar 776.96 m2/hari.

24,68

25,68

26,68

27,68

28,68

29,68

30,68

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

Drawdown Test

Recovery test

19,59 21,59 23,59 25,59 27,59 29,59 31,59 33,59 35,59 37,59

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

Drawdown test

Recovery

tes t

(5)

Tabel 4 Nilai parameter akifer hasil analisis data uji pemompaan sumur bor di Jakarta Pusat Kode

Sumur

Debit (m3/hari)

T (m2/hari) Tebal akifer (m)

Konduktivitas hidrolik (m/hari) drawdown recovery rata-rata

SPR 316,8 776.96 14,50 522.80 9 58.09

Sedangkan nilai Δs untuk recovery test sebesar 4 meter sehingga nilai transmisivitas yang diperoleh sebesar 14.50 m2/hari. Jadi, pada uji pemompaan yang dilakukan pada sumur SPR dengan debit 316.8 m3/hari memiliki nilai transmisivitas rata-rata sebesar 522.8 m2/hari. Nilai transmisivitas yang besar disebabkan karena ketepatan pemasangan screen di pompa pada lapisan akifer sehingga air yang mengalir besar. Selain itu, jenis batuan yang terdapat di wilayah tersebut mempengaruhi aliran air yang dibawa.

Berdasarkan data geological log dari data uji pemompaan sumur STM, terdapat 4 lapisan akifer dengan kedalaman bervariasi.

Lapisan akifer pertama terletak pada kedalaman 25 – 67.65 meter, lapisan akifer ke-2 terletak pada kedalaman 80.88 – 114.71 meter, lapisan akifer ke-3 berada pada kedalaman 130.88 – 172.06 meter dan lapisan akifer ke- 4 berada pada kedalaman 185.29 – 239.71 meter. Lapisan-lapisan tersebut menggambarkan tipe akifer di wilayah tersebut merupakan lapisan akifer tertekan.

Dari lapisan batuan dan posisi screen yang terpasang pada sumur dapat diketahui tebal akifer dalam sumur tersebut sebesar 9 meter. Berdasarkan tebal akifer dan nilai transmisivitas maka diperoleh nilai konduktivitas hidrolik sebesar 58.09 m/hari.

Nilai tersebut dapat menggambarkan jenis batuan yang terdapat di daerah penelitian berupa pasir halus hingga pasir kasar.

4.3.4 Karakteristik Akifer Jakarta Barat Kajian akifer di Jakarta Barat terdiri dari sumur SBC, SBP dan SBB. Berdasarkan data uji pemompaan diperoleh tinggi muka air dimasing-masing wilayah secara berurut adalah 37, 25.50 dan 25 meter. Uji pemompaan yang dilakukan pada ketiga sumur tersebut juga terdiri dari dua tahap, yaitu drawdown test dan recovery test. Pada sumur SBC ketinggian muka air statis pada drawdown test dan recovery test adalah 44 m dan 37 m dengan waktu yang dibutuhkan 180 menit. Pada sumur SBP ketinggian muka air statis pada drawdown test dan recovery test adalah 35.75 m dan 25.5 m dengan waktu yang dibutuhkan 1540 menit dan 270 menit.

Sedangkan pada sumur SBB ketinggian muka air pada drawdown test dan recovery test adalah 43 m dan 25 m dengan waktu yang dibutuhkan 480 menit dan 360 menit. Secara keseluruhan perubahan muka airbumi dapat dilihat pada Gambar 9.

Dari Gambar 9 terlihat bahwa penurunan muka airbumi secara cepat pada saat drawdown test terjadi pada sumur SBC dan SBB dimana pada menit pertama terjadi penurunan muka air sekitar 2 sampai 6 meter.

Selain itu, pada sumur SBB juga terjadi penurunan muka air secara signifikan pada menit ke 420. Hasil tersebut memungkinkan adanya kesalahan teknis dalam pengukuran seperti adanya kebocoran pada pompa.

Hasil analisis dari data uji pemompaan sumur bor yang terletak di 3 lokasi Jakarta Barat menunjukkan adanya perbedaan nilai transmisivitas di 3 lokasi tersebut meskipun ketiganya memiliki debit pemompaan yang sama, yaitu 288 m3/hari. Pada sumur SBP nilai transmisivitas yang diperoleh sebesar 12.83 m2/hari. Pada sumur SBC nilai transmisivitas yang diperoleh sebesar 10.16 m2/hari. Sedangkan, nilai transmisivitas di lokasi sumur SBB lebih besar dibandingkan dengan lokasi lain, yaitu 20.72 m2/hari. Hal tersebut disebabkan pemasangan screen pada pompa yang tepat di akifer membuat air yang mengalir lebih cepat. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai konduktivitas hidrolik berkisar antara 1.69 – 4.28 m/hari.

Nilai tersebut menunjukkan lapisan batuan yang ada di lokasi penelitian berupa pasir halus.

Berdasarkan data geological log dari data uji pemompaan sumur di wilayah Jakarta Barat, sumur SBC memiliki 5 lapisan akifer, sedangkan pada sumur SBP terdiri dari 2 lapisan akifer tertekan dan sumur SBB terdiri dari 4 lapisan akifer. Pada sumur SBC, lapisan akifer pertama berada pada kedalaman 20 – 50 meter, lapisan akifer ke-2 berada pada kedalaman 55 – 80 meter, lapisan akifer ke-3 berada pada kedalaman 130 – 155 meter, lapisan akifer ke-4 berada pada kedalaman 165 – 185 meter dan lapisan akifer ke-5 berada pada kedalaman 195 – 245 meter di bawah permukaan tanah.

(6)

(a) (b)

(c)

Gambar 9 Perubahan muka airbumi sumur SBC (a), sumur SBP (b) dan sumur SBB(c) Pada sumur SBB, lapisan akifer pertama

pada kedalaman 71.25 – 76.25 meter, lapisan akifer ke-2 berada pada kedalaman 125 – 140 meter, lapisan akifer ke-3 berada pada kedalaman 178.25 – 198.75 meter dan lapisan akifer ke-4 berada pada kedalaman 232.5 – 245 meter di bawah permukaan tanah. Pada

sumur SBP, lapisan akifer pertama berada pada kedalaman 135 – 150 meter dan lapisan akifer ke-2 berada pada kedalaman 165 – 175 meter di bawah permukaan tanah.

Berdasarkan struktur lapisan tanah di setiap sumur dapat disimpulkan bahwa pada ketiga sumur tersebut memiliki tipe akifer tertekan.

Tabel 5 Nilai parameter akifer hasil analisis data uji pemompaan sumur bor di Jakarta Barat Kode

Sumur

Debit (m3/hari)

T (m2/hari) Tebal

akifer (m)

Konduktivitas hidrolik (m/hari) drawdown recovery rata-rata

SBC 288 10,55 9,77 10,16 6 1,69

SBP 288 15,51 10,14 12,83 3 4,28

SBB 288 36,37 4,88 20,72 9 2,29

37,00 38,00 39,00 40,00 41,00 42,00 43,00 44,00 45,00

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

drawdown test

recovery test

25,50

27,50

29,50

31,50

33,50

35,50

37,50

1 10 100 1000 10000

drawdown (m)

time (menit)

recoverytest

25,00 27,00 29,00 31,00 33,00 35,00 37,00 39,00 41,00 43,00 45,00

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

(7)

4.3.5 Karakteristik Akifer Jakarta Selatan Berbeda dengan wilayah Jakarta lainnya, untuk wilayah Jakarta Selatan kajian akifer dilakukan pada 8 sumur bor produksi, yaitu SSF, SSG5, SSP, SSB, SSG6, SSA, SSD, dan SST. Berdasarkan data uji pemompaaan yang diperoleh, perubahan muka airbumi pada setiap sumur dapat dilihat pada Gambar 10.

Pada Gambar 10, ketinggian muka air rata-rata untuk wilayah Jakarta Selatan berada pada kedalaman 21 – 27 meter, kecuali untuk sumur SSP dan sumur SSB memiliki ketinggian muka air pada kedalaman 40 – 43 meter di bawah permukaan tanah. Secara umum, perubahan muka air pada saat recovery test maupun drawdown test di wilayah ini lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain.

Hal ini disebabkan karena wilayah Jakarta Selatan yang dekat dengan daerah recharge yang merupakan sumber airbumi berasal dari Bogor sehingga proses recovery berlangsung cepat.

Dari hasil analisis data uji pemompaan, terlihat bahwa nilai transmisivitas yang dihasilkan pada setiap sumur berbeda-beda.

Nilai transmisivitas di wilayah Jakarta Selatan berkisar antara 8 m2/hari sampai 39 m2/hari.

Hal tersebut disebabkan karena susunan lapisan batuan yang berbeda-beda pada setiap sumur. Pada sumur SSF yang memiliki debit 361,44 m3/ hari, memiliki nilai transmisivitas yang rendah, yaitu 9.61 m2/hari. Ini terjadi karena lapisan batuan pada sumur tersebut didominasi oleh lapisan tanah lempung sehingga sangat sulit untuk meloloskan air.

Pada sumur SSA yang dipompa dengan debit 360 m3/hari memiliki transmisivitas yang besar pula, yaitu 39.73 m2/hari. Hal ini dikarenakan pada sumur tersebut didominasi oleh lapisan batuan berupa pasir hitam.

Nilai konduktifitas hidrolik ditentukan oleh besarnya nilai transmisivitas dan tebal

akifer. Tebal akifer tersebut ditentukan berdasarkan posisi screen yang berada pada lapisan akifer. Secara umum, terdapat tiga buah screen dengan tebal seluruhnya 9 meter.

Namun, pada beberapa sumur seperti SSP, SSA dan SSD ketebalan akifer hanya sekitar 2 – 7 meter. Hal ini dikarenakan beberapa posisi screen yang dipasang pada pompa berada pada lapisan batuan berupa lempung yang tidak dapat meloloskan air dengan baik.

Pemasangan screen yang tidak tepat ini menyebabkan efisiensi sumur rendah sehingga potensi airbumi yang dapat terambil belum maksimal. Nilai konduktivitas hidrolik berkisar antara 0.63 m/hari – 19.87 m/hari.

Berdasarkan nilai konduktivitas hidrolik yang diperoleh pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa jenis batuan yang ada di daerah Jakarta Selatan adalah batu pasir.

Berdasarkan data geological log dari data uji pemompaan terdapat 4 sampai 8 lapisan akifer pada setiap sumur di wilayah Jakarta Selatan yang menunjukkan tipe akifer di wilayah tersebut adalah akifer tertekan.

Sumur SSF terdiri dari 4 lapisan akifer yang merupakan akifer tertekan dimana pada lapisan akifer pertama berada pada kedalaman 86.6 – 113.77 meter di bawah permukaan tanah, lapisan akifer ke-2 berada pada kedalaman 143.66 – 168.12 meter, lapisan akifer ke-3 berada pada kedalaman 184.42 – 192.58 meter dan lapisan akifer ke-4 berada pada kedalaman 230.62 – 227.9 meter di bawah permukaan tanah. Sumur SST terdiri dari 4 lapisan akifer yang merupakan akifer tertekan. Sumur SSG5, SSG6, SSB dan SSP memiliki 5 lapisan akifer yang merupakan akifer tertekan. Pada sumur SSA dan SSD masing-masing memiliki 8 dan 6 lapisan akifer yang keduanya merupakan tipe akifer tertekan.

Tabel 6 Nilai parameter akifer hasil analisis data uji pemompaan sumur bor di Jakarta Selatan Kode

Sumur

Debit (m3/hari)

T (m2/hari) Tebal akifer (m)

Konduktivitas hidrolik (m/hari) drawdown recovery rata-rata

SSF 361,44 10,51 8,71 9,61 9 1,07

SSG5 344,16 19,69 7,00 13,35 9 1,48

SSP 259,2 39,16 15,82 27,49 7 3,93

SSB 316,8 6,17 3,87 5,02 8 0,63

SSG6 332,64 32,99 14,50 26,83 9 2,98

SSA 360 73,25 6,22 39,73 2 19,87

SSD 288 25,11 24,53 24,82 6 4,14

SST 358,56 34,55 29,84 31,20 9 3,58

(8)

Gambar 10 Perubahan muka airbumi sumur SSF (a), sumur SSG5 (b), sumur SSP (c), sumur SSB (d), sumur SSG6 (e), sumur SSA (f), sumur SSD (g), dan sumur SST (h)

21,30 23,30 25,30 27,30 29,30 31,30 33,30 35,30 37,30 39,30

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

recovery test

27,00 29,00 31,00 33,00 35,00 37,00 39,00 41,00 43,00

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

(b)

recovery test

42,30 43,30 44,30 45,30 46,30 47,30 48,30 49,30

1 10 100 1000

drawdown (m)

time (menit)

(c)

40

45

50

55

60

65

1 10 100 1000 10000

drawdown (m)

time (menit)

(d)

27,50 29,50 31,50 33,50 35,50 37,50 39,50 41,50 43,50

1 10 100 1000

Drawdown (m)

time (menit)

(e)

22,00 24,00 26,00 28,00 30,00 32,00 34,00 36,00 38,00 40,00

1 10 100 1000

Drawdown (m)

time (menit)

(f)

25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 31,00

1 10 100 1000

Drawdown (m)

time (menit)

(g) (g)

27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00 33,00

1 10 100 1000

Drawdown (m)

time (menit)

(h)

Referensi

Dokumen terkait

permohonan untuk lKOT Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuknya harus telah menugaskan Kepala Balai untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan lOT atau lKOT

Operasional amplifier (Op-Amp) adalah suatu penguat berpenguatan tinggi yang terintegrasi dalam sebuah chip IC yang memiliki dua input inverting dan non-inverting

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

yang  ketentuan  lebih  lanjut  diatur  dalam  peraturan  pemerintah.  Ikan  hasil 

Beberapa permasalahan yang dirasakan perlu untuk diangkat dalam program pemberdayaan masyarakat berbasis agrotechno prenuership yaitu Belum adanya sistem budidaya pertanian

Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemungut, yang selanjutnya disingkat SKPD Pemungut adalah Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang yang selanjutnya disingkat

Seusai kegiatan ini dilaksanakan dengan baik mitra pengabdian masyarakat yaitu BSMK yang terdiri dari para relawan telah mampu memilah jenis sampah yang sesuai

UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Yaswir Yasrin, AIF Labor Farmakolosi.. 3 dr. Rudv Afriant, SpPD Labor