• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TANAMAN ECENG GONDOK ( EICHORNIA CRASSIPES ) DALAM MENURUNKAN KADAR BOD DAN COD PADA LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEKTIVITAS TANAMAN ECENG GONDOK ( EICHORNIA CRASSIPES ) DALAM MENURUNKAN KADAR BOD DAN COD PADA LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TANAMAN ECENG GONDOK ( EICHORNIA CRASSIPES ) DALAM MENURUNKAN KADAR BOD

DAN COD PADA LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

ANNISA HAFIZA NIM. 141000704

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh ANNISA HAFIZA

NIM. 141000704

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)

Judul Skripsi : Efektivitas Tanaman Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes ) dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD pada Limbah Cair Rumah Tangga Tahun 2019

Nama Mahasiswa : Annisa Hafiza Nomor Induk Mahasiswa : 141000704

Departemen : Kesehatan Lingkungan

Menyetujui Pembimbing:

(dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes.) NIP. 197002191998022001

Tanggal Lulus: 07 Februari 2019

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes.

Anggota : 1. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D.

2. Ir. Indra Chahaya S., M.Si.

(5)

3

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Efektivitas Tanaman Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes ) dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD pada Limbah Cair Rumah Tangga Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Februari 2019

Annisa Hafiza

(6)

Abstrak

Limbah cair rumah tangga adalah hasil bahan buangan dalam bentuk larutan/zat cair dari kegiatan manusia yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat umum lain yang telah mengalami penurunan kualitas yang dapat membahayakan kehidupan serta mengganggu kelestarian hidup. Salah satu cara sederhana untuk mengolah air limbahnya yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan air seperti eceng gondok. Eceng gondok itu sendiri memiliki kemampuan untuk menurunkan kandungan BOD, COD, phospat, dan padatan tersuspensi yang merupakan tolak ukur pencemaran oleh zat zat organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas eceng gondok dengan kepadatan 8 rumpun, 10 rumpun dan 12 rumpun dalam menurunkan kadar BOD, dan COD pada air limbah cair rumah tangga. Penelitian ini adalah suatu bentuk penelitian eksperimen dengan sampel air limbah cair rumah tangga. Pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, tahap pertaman penanaman eceng gondok selama 2 minggu kemudian tahap kedua pemberian sampel limbah cair rumah tangga dan dibiarkan selama 5 hari. Hasil penelitian yang telah dibiarkan selama lima hari akan diuji di laboratorium. Hasil penurunan dengan perlakuan menggunakan 8, 10, dan 12 rumpun dapat menurunkan dengan rata - rata presentase sebesar 25,80 % untuk BOD dan 32,33

% untuk COD. 8 rumpun eceng gondok sudah dapat menurunkan kadar BOD dan COD dibawah standar baku mutu limbah cair domestik. Dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian tersebut, eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD dan COD pada limbah cair rumah tangga meskipun presentasenya tidak terlalu besar.

Kata kunci: Eceng gondok, limbah, BOD, COD

(7)

5

Abstract

Household liquid waste is the result of waste material in the form of a solution / liquid from human activities originating from households, industries and other public places that have experienced a decline in quality that can endanger life and disrupt the sustainability of life. One simple way to treat wastewater is by using water plants such as Eichornia Crassipes. Eichornia Crassipes itself has the ability to reduce the content of BOD, COD, phosphate, and suspended solids which are benchmarks for pollution by organic substances. The purpose of this study was to determine the effectiveness of Eichornia Crassipes with a density of 8 clumps, 10 clumps and 12 clumps in reducing BOD and COD levels in household wastewater. This research is a form of experimental research with samples of household wastewater. In this study it was divided into two stages, the first stage of planting water hyacinth for the next 2 weeks, the second stage was giving samples of household liquid waste and left for 5 days. The results of research that has been left for five days will be tested in the laboratory. The results of the decrease with treatment using 8, 10, and 12 clumps can decrease with an average percentage of 25.80% for BOD and 32.33% for COD. 8 Eichornia Crassipes clumps have been able to reduce the levels of BOD and COD below the domestic liquid waste quality standards. It can be concluded that from the results of these studies, water hyacinth can reduce levels of BOD and COD in household wastewater even though the percentage is not too large.

Keywords: Eichornia crassipes, waste, BOD, COD

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Tanaman Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes ) dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD pada Limbah Cair Rumah Tangga Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen Penguji I dan Ir. Indra Chahaya S, M.Si. selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

(9)

7

6. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus Dian Afriyanti.

9. Teristimewa untuk orang tua (Nurhafiz dan Dewi Mulyani Lubis) yang telah memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi dukungan kepada penulis.

10. Terkhusus untuk saudara (Harmain Hafiz, Rizky Hafiz, dan Fauzi Hafiz) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

11. Teman dekat penulis M. Fahrian Syawindra Tarigan yang selalu memberi semangat dan membantu demi kelancaran penyelesaian skripsi.

12. Teman-teman seperjuangan skripsi (Nadhira Marsha, Dhiaty Atika, Cindhy Giovanni) yang selalu saling menyemangati satu sama lain dalam penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Februari 2019

Annisa Hafiza

(10)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Tujuan umum 4

Tujuan khusus 4

Manfaat Penelitian 5

Tinjauan Pustaka 6

Air Limbah Rumah Tangga 6

Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga 7

Karakter fisik 7

Karakteristik kimiawi 7

Karakteristik bakteriologis 7

Parameter Pencemaran Air 8

BOD atau Biologycal Oxygen Demand 8

COD atau Chemical Oxygen Demand 11

pH 12

Total Suspended Solid 12

DO 14

Suhu 14

Dampak Pembuangan Air Limbah 15

Gangguan kesehatan 15

Penurunan kualitas lingkungan 15

Gangguan terhadap keindahan 15

Gangguan terhadap kerusakan benda 16

Pengolahan Air Limbah 16

(11)

9

Fitoremediasi 17

Proses fitoremediasi 19

Konsep penerapan fitoremediasi 20

Eceng Gondok 21

Klasifikasi eceng gondok 22

Mekanisme pertumbuhan eceng gondok 23

Morfologi eceng gondok 26

Manfaat eceng gondok 27

Dampak eceng gondok terhadap lingkungan 28

Landasan Teori 29

Kerangka Konsep 30

Metode Penelitian 33

Jenis Penelitian 31

Lokasi dan Waktu Penelitian 31

Lokasi penelitian 31

Waktu penelitian 31

Objek Penelitian 31

Variabel dan Definisi Operasional 31

Variabel 31

Definisi operasional 31

Metode Pengumpulan Data 33

Metode Pengukuran 33

Pengukuran BOD 34

Pengukuran COD 35

Metode Analisis Data 37

Hasil Penelitian 38

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38

Jalan Bono Kecamatan Medan Timur Kelurahan Glugur Darat I 38

Hasil Penelitian 38

Pembahasan 41

Hasil Pemeriksaan Parameter Limbah Cair Rumah Tangga 41 Pengaruh Penanaman Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes ) dengan

Metode Fitoremediasi terhadap Penurunan Kadar BOD

( Biologycal Oxygen Demand ), COD ( Chemical Oxygen Demand ) 42 Perbandingan Jumlah Rumpun Tanaman Eceng Gondok

( Eichornia Crassipes ) pada Penurunan Kadar BOD

( Biologycal Oxygen Demand ), COD ( Chemical Oxygen Demand ) 45

Keterbatasan Penelitian 47

Kesimpulan dan Saran 48

(12)

Kesimpulan 48

Saran 49

Daftar Pustaka 50

Lampiran 52

(13)

11

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Hasil Parameter Limbah Cair Rumah Tangga 38

2 Penurunan Kadar BOD pada hari ke – 5 39 3 Penurunan Kadar COD pada hari ke – 5 40 4 Nilai Rata – Rata Penurunan Kadar BOD dan COD Setelah

Perlakuan dengan Menggunakan 8,10, dan 12 Rumpun

Eceng Gondok dalam Waktu 5 hari 40

(14)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Tumbuhan eceng gondok 22

2 Kerangka konsep 30

(15)

13

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Surat Izin Penelitian 52

2 Surat Izin Pemakaian Lab 53

3 Surat Keterangan Selesai Penelitian 54

4 Lampiran Dokumentasi 55

(16)

Daftar Istilah

BOD Biologycal Oxygen Demand COD Chemical Oxygen Demand TSS Total Suspended Solid

(17)

15

Riwayat Hidup

Penulis bernama Annisa Hafiza berumur 22 tahun. Penulis lahir di Medan pada tanggal 25 Juli 1996. Penulis beragama Islam, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nurhafiz dan Ibu Dewi Mulyani Lubis.

Pendidikan formal dimulai di TK Aisyiah Medan Tahun 2001. Pendidikan sekolah dasar di SD Harapan 1 Medan Tahun 2002 – 2008, sekolah menengah pertama di SMP Harapan I Medan Tahun 2009-2011, dan sekolah menengah atas di SMA Harapan I Medan Tahun 2012-2014. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Februari 2019

Annisa Hafiza

(18)

Pendahuluan

Latar Belakang

Dewasa ini, tingginya aktivitas masyarakat menyebabkan semakin meningkatnya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan salah satunya yaitu pencemaran air yang berasal dari limbah. Pencemaran lingkungan di Indonesia terutama pencemaran sungai, danau, dan sarana perairan umum lainnya dalam beberapa tahun belakangan ini terus meningkat. Penyebab utama pencemaran ini adalah akibat limbah rumah tangga (40%), limbah industri (30%), dan sisanya berasal dari limbah pertanian dan peternakan (Kurniadie, 2001).

Limbah merupakan hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapat digunakan kembali, apabila limbah ini terlalu banyak di lingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan berdampak pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Salah satu jenis limbah yang berkontribusi besar adalah limbah rumah tangga maupun industri. Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya.

Air limbah yang dibuang langsung ke badan air dalam tingkatan yang tinggi akan mengakibatkan pencemaran yang berdampak adanya ketidakseimbangan bahkan kerusakan pada ekosistem air (Nurhayati, 2013).

Berdasarkan sifatnya limbah dibedakan menjadi dua yaitu: limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik yaitu bahan buangan yang dapat terurai

(19)

17

dengan adanya organisme pengurai, sedangkan limbah anorganik yaitu bahan buangan yang tidak dapat terurai oleh organisme pengurai (Nurhayati, 2003).

Pencemaran air terjadi karena adanya perubahan sifat-sifat air dari keadaan normalnya akibat masuk/ dimasukinya benda asing yang menimbulkan dampak buruk terhadap organisme di dalamnya (Polar, 2004). Salah satu cara untuk mengetahui tingkat pencemaran pada air limbah adalah mengukur Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) ( Suharto, 2011).

BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam limbah cair (Suharto, 2011). COD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi (Alert & Santika, 1984). Air limbah perlu dikelola dengan baik agar menghasilkan air limbah yang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Salah satu parameter yang diukur dalam menentukan kualitas hasil pengolahan limbah cair adalah kadar BOD, COD dan DO dalam limbah cair. Kadar limbah organik yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mendegradasi (memecah) sampah organik yang dikenal dengan istilah Biological Oxygen Demand (BOD), dan kadar limbah anorganik yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk memecah limbah anorganik yang dikenal sebagai angka Chemical Oxygen Demand (COD).

Pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara fisik, kimia, ataupun biologi. Salah satu pengolahan limbah secara biologi yaitu dengan pemanfaatan tanaman eceng gondok. Tanaman eceng gondok mampu menyerap berbagai zat yang terkandung di dalam air, baik terlarut ataupun tersuspensi (Dyah, 2013).

(20)

Eceng gondok merupakan gulma di air karena pertumbuhannya yang begitu cepat.

Karena pertumbuhan yang cepat, maka eceng gondok dapat menutupi permukaan air dan menimbulkan masalah pada lingkungan. Selain merugikan karena cepat menutupi permukaan air, eceng gondok ternyata juga bermanfaat karena mampu menyerap zat organik, anorganik serta logam berat lain yang merupakan bahan pencemar. Pada sistem ini, mikroorganisme akan menguraikan zat organik, sehingga kandungan zat organik dalam limbah cair dapat dikurangi.

Pada dasarnya pengolahan limbah cair telah banyak dilakukan di berbagai tempat dengan menggunakan sistem pengolahan yang berbeda-beda. Umumnya sistem pengolahan limbah yang telah dilakukan berupa pengolahan secara fisik, seperti kolam pengendapan, parit terbuka, saringan percikan, dan sebagainya.

Namun demikian, sistem-sistem pengolahan tersebut belum memberikan hasil yang maksimal karena masih memiliki kelemahan-kelemahan tersendiri dalam pengoperasiannya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu upaya untuk mengembangkan sistem pengolahan limbah cair yang telah ada agar dapat diperoleh hasil yang lebih baik untuk menanggulangi masalah limbah cair rumah tangga yang semakin membutuhkan penanganan yang serius (Tato, 2004).

Banyaknya usaha laundry dan warung makan di pemukiman jl bono merupakan salah satu hal yang mendasari penelitian ini. Adanya laundry dan rumah makan merupakan buangan terbanyak pada limbah untuk limbah cair rumah tangga dan tingginya aktivitas dapat mencemarkan limbah cair tersebut.

Telah dilakukan survey pendahuluan terhadap sampel limbah cair rumah tangga, didapati bahwa kadar BOD pada limbah cair rumah tangga tersebut 109,4 mg/l

(21)

19

dan COD 168 mg/l. Dari hasil survey pendahuluan kita bisa mengetahui bahwa kadar BOD dan COD pada limbah cair rumah tangga tersebut telah melewati nilai baku mutu pada limbah cair domestik.

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Rukmi dan Rahayu tahun 2013 menggunakan eceng gondok mendapatkan hasil yaitu dapat menurunkan kadar deterjen (19,63%) , BOD (37,24%) , COD (20,93%) pada limbah laundry.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin meneliti keefektifan tanaman eceng gondok dalam menurunkan kadar BOD dan COD pada limbah rumah tangga.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana efektivitas eceng gondok dalam menurunkan kadar BOD, dan COD pada limbah cair rumah tangga tahun 2018. ”

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas tanaman eceng gondok dalam menurunkan kadar BOD dan COD pada limbah cair rumah tangga.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kadar BOD dan COD sebelum menggunakan tanaman eceng gondok.

2. Mengetahui kadar BOD dan COD setelah perlakuan menggunakan 8 rumpun tanaman eceng gondok.

3. Mengetahui kadar BOD dan COD setelah perlakuan menggunakan 10 rumpun tanaman eceng gondok.

(22)

4. Mengetahui kadar BOD dan COD setelah perlakuan menggunakan 12 rumpun tanaman eceng gondok.

5. Mengetahui berapa rumpun yang paling efektif menurunkan kadar BOD dan COD.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai manfaat tanaman eceng gondok bagi penanganan limbah cair.

2. Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi alternatif untuk pengolahan limbah cair.

3. Mengetahui efektivitas eceng gondok dalam menurunkan kadar BOD dan COD pada limbah cair.

(23)

Tinjauan Pustaka

Air Limbah Rumah Tangga

Hasil bahan buangan dalam bentuk larutan / zat cair dari kegiatan manusia yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat umum lain yang telah mengalami penurunan kualitas yang dapat membahayakan kehidupan serta menggangu kelestarian hidup (Nurhayati, 2003; Sugiharto, 1997).

Sumber air limbah dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Limbah domestik

Semua bahan buangan yang bersumber dari rumah tangga yang terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen.

2. Limbah non domestik

Limbah non domestik terdiri amtara lain : a. Limbah pertanian

Bahan buangan sisa hasil proses pertanian, yang terdiri dari bahan pupuk, pestisida maupun bahan padat bekas tanaman yang bersifat organik. Bahan pupuk menyisakan bahan buangan berupa bahan kimia yang mengandung fosfat yang merangsang tumbuhnya gulma, sedangkan penggunaan insektisida yang berlebihan menyebabkan kematian pada hewan yang bukan sasarannya yang justru bermanfaat bagi tanaman pertanian.

b. Limbah industri

Bahan buangan sisa hasil produksi. Limbah industri pada umumnya

(24)

mengandung limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga dapat membahayakan kesehatan dan kelangsungan hidup dan makhluk lainnya.

Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga

Karakterisitik air limbah perlu dikenal karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi karakter fisik, kimiawi, dan bakteriologis.

Karakteristik fisik. Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayuran, bagian- bagian tinja, dan sebagainya.

Karakteristik kimiawi. Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia an organik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine, dan sampah-sampah lainnya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung bau adam apabila sudah mulai membusuk.

Karakteristik bakteriologis. Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung dari mana sumbernya.

Namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan ( Notoatmodjo. S, 2007)

(25)

23

Parameter Pencemaran Air

Pencemaran air terdiri dari beberapa parameter, yaitu BOD, COD, pH, TSS, DO dan suhu.

BOD atau Biochemical Oxygen Demand. BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988;

Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.

Selain waktu analisis yang lama, kelemahan dari penentuan BOD lainnya adalah (Metcalf & Eddy, 1991): diperlukannya benih bakteri (seed) yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan toksik; dan efek atau pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying organism) harus dikurangi.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai

(26)

sekarang. Hal ini menurut Metcalf & Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu

1. BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi;

2. Untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah;

3. Untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah;

4. Untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah.

Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DO1) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DO1 dan DO5 (DO1 - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran

(27)

25

BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu.

Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).

Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi dan bisa menjadi memperbandingkan. Temperatur 20o C dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20o C adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 250 C – 30oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang

(28)

diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.

COD atau Chemical Oxygen Demand. COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bias lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux (Gambar 1) diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromatditera dengan cara titrasi.

Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya,

(29)

27

senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit „over estimate‟ untuk gambaran kandungan bahan organik.

Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.

pH. pH air limbah memiliki pengaruh terhadap perubahan ratio BOD dan COD. Ratio Bod dan COD mengalami peningkatan maksimum pada pH yang netral dibandingkan pH basa(Setiadi dkk, 1997). Pada kondisi netral bahan organik mengalami proses dekomposisi dengan lebih cepat (Setiarini, 2013 ).

Kadar pH dalam perairan sehat yaitu 6-8 agar dapat mendukung semua proses biologis khususnya bakteri pengurai (Akbar;Sumardji, 2013). Pertumbuhan tanaman air dipengaruhi oleh pH pada pH < 4 sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi dengan pH rendah (Sriyana, 2006).

Total Suspended Solid (TSS). Total Suspended Solid adalah endapan dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel lebih besar dari ukuran partikel koloid (Sutrisno, 1991). TSS digunakan untuk menentukan

(30)

kepekatan air limbah, efisiensi proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap kadar residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses control (Suharto, 2011).

Penyebab tingginya kadar TSS. Berikut adalah penyebab – penyebab tingginya kadar TSS:

1. Kandungan senyawa organik yang tinggi pada air limbah

2. Adanya erosi tanah akibat aliran permukaan (Sastrawijaya, 2000).

3. Masih banyaknya padatan yang belum mengendap (Sugiharto, 1997).

4. Dampak yang ditimbulkan kadar TSS yang tinggi (Karahma, dkk, 2003) 5. Menghalangi sinar matahari ke dalam air sehingga pertumbuhan organism

terganggu

6. Menyebabkan kekeruhan sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan

7. Mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air

Faktor yang mempengaruhi kadar TSS. Berikut adalah faktor – faktor yang mempengaruhi kadar TSS:

1. Waktu tinggal. Waktu tinggal memberikan waktu untuk padatan/ partikel untuk mengendap secara alami ataupun dengan bantuan bahan kimia(21).

Bahan padatan/ pertikel yang telah mengendap akan mengurangi nilai TSS dalam air limbah.( Supradata, 2015)

2. Jenis air limbah. Karakteristik jenis limbah sangat berpengaruh terhadap kadar TSS dalam air. Limbah/ padatan yang berasal dari limbah-limbah organik menyebabkan TSS tinggi (Lumaela, dkk, 2013).

(31)

29

3. Proses pembusukan tumbuhan dan hewan

Tumbuhan atau hewan yang membusuk melepaskan partikel organik tersuspensi qsehingga berkontribusi pada kadar TSS.

DO. Kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan salah satu parameter kualitas air yang penting bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Fungsi pengukuran DO yaitu untuk mengetahui ketersediaan oksigen di dalam suatu perairan untuk proses respirasi.

Suhu. Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Suhu disebut juga temperatur. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mengukur suhu cenderung menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer untuk mengukur suhu dengan valid (Septialfatiana, 2015)

Tabel 1

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Limbah.

Parameter Satuan Kadar Paling Tinggi

Ph 6-9

BOD mg/l 100

TSS mg/l 100

Minyak dan Lemak mg/l 10

Dampak Pembuangan Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

(32)

yaitu, gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda.

Gangguan kesehatan. Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu di dalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya.

Penurunan kualitas lingkungan. Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya: sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (Dissolved Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya.

Gangguan terhadap keindahan. Ada kalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada bagian air penerima.

Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut. Kadang- kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut.

(33)

31

Gangguan terhadap kerusakan benda. Ada kalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah) dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material ( Sumantri, 2010)

Pengolahan Air Limbah

Air limbah adalah sisa dari suatu atau usaha kegiatan yang berwujud cair.

Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media dari suatu usaha atau kegiatan. Sesuai surat keputusan menteri negara KLH Nomor 05/MENKLH/H/2014 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi. Melalui surat keputusan menteri negara KLH tersebut kegiatan industri yang telah beroperasi sebelum surat keputusan menteri KLH tersebut ditetapkan, berkewajiban untuk menjaga air limbah yang dibuang ke lingkungan sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan ketentuan tersebut diharapkan pencemaran lingkungan dapat ditekan sampai sekecil-kecilnya (Wardhana, 2004).

Tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan- bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta

(34)

mengurangi organisme patogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengolahan air limbah sekarang ini juga terkait dengan aspek estetika dan lingkungan (Sumantri, 2010).

Fitoremediasi

Ada beberapa proses yang sudah banyak digunakan untuk mengolah limbah cair agar tidak mencemari lingkungan, antara lain proses menggunakan reaktor aerob-anaerob, biofilter aerob, dan fitoremediasi. Pada penelitian ini penulis memilih proses fitoremediasi, fitoremediasi berasal dari bahasa Yunani phyto (phyton) yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), remediare (bahasa Latin) yang artinya memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu, dimana fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat mengubah zat kontaminan (tercemar) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Metode remediasi yang dikenal sebagai fitoremediasi ini mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organik. Fitoremediasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan proses lainnya yaitu murah dari segi biaya, pengoperasian dan perawatan lebih mudah, mempunyai efisien yang cukup tinggi, dapat menghilangkan logam-logam berat, serta dapat memberikan keuntungan yang tidak langsung seperti mendukung fungsi ekologis (Sungkowo, 2015). Kelemahan fitoremediasi adalah dari segi waktu yang dibutuhkan lebih lama dan juga tedapat kemungkinan masuknya komtaminan ke dalam rantai

(35)

33

makanan melalui konsumsi hewan dari tanaman tesebut (Pratomo, 2004).

Tanaman yang dapat digunakan pada penelitian fitoremediasi adalah tanaman yang cepat tumbuh, mampu mengonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih dari satu polutan, dan toleransi yang tinggi terhadap polutan (Fatmawati, 2013).

Metode ini banyak dikembangkan dan dipilih untuk meremediasi dan memungut ulang polutan dari sistem tercemar karena mempunyai kelebihan diantaranya, ramah lingkungan, biaya operasional yang rendah dan dapat memelihara kualitas lingkungan menjadi lebih baik, sampai kini telah ada lebih dari 400 jenis tanaman yang dipelajari kemampuan mengakumulasi polutan logam dan senyawa organik (Volesky, 1998). Fitoremediasi merupakan suatu teknik yang menjanjikan dapat mengatasi pencemaran dengan murah, efektif, dan dapat digunakan secara langsung di tempat yang tercemar, serta dapat digunakan secara langsung di tempat yang terkena pencemaran dengan menggunakan pepohonan, tanaman pangan dan tanaman berbunga (Fahruddin, 2010). Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu : fitoekstraksi, fitovolayilisasi, fitodrgradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi polutan (Nurmitha dkk, 2013). Proses fitoremediasi bermula dari akar tumbuhan yang menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air. Kemudian melalui proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan polutan dialirkan ke seluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih dari polutan. Tumbuhan ini dapat berperan langsung atau tidak langsung dalam proses remediasi lingkungan yang tercemar (Surtikanti, 2011: 145). Jika

(36)

tumbuhan uji berperan sangat baik maka dia akan berperan dalam mendukung laju penyerapan unsur hara yang ada. Sehingga semakin tinggi aktivitas fotosintesis akan berakibat semakin tinggi pula oksigen terlarut yang dihasilkan yang akan memicu kinerja mikroorganisme dalam meremoval senyawa organik yang ada.

Sehingga tumbuhan akan memanfaatkan zat organik dari mikroorganisme untuk berfotosintesis (Katarina, 2013).

Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan fitoremediasi yaitu kemampuan daya akumulasi berbagai jenis tanaman untuk berbagai jenis polutan dan konsentrasi; sifat kimia dan fisika, serta fisiologi tanaman; jumlah zat kimia berbahaya; mekanisme akumulasi dan hiperkumulasi ditinjau secara fisiologi, biokimia, dan molekular; serta konsentrasi limbah yang digunakan (Kurniawan, 2008).

Proses fitoremediasi. Menurut Fitri (2013), ada lima proses fitoremediasi yaitu, Phytoacumulation, Rhizofilyration, Phytostabilization, Rhyzodegradation, dan Phytovolatilization.

Phytoacumulation. Phytoacumulation atau nama lainnya phytoextraction

yaitu proses tumbuhan yang sangat menarik zat kontaminan sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan.

Rhizofiltration. Rhizofiltration yang juga dikenal sebagai Phytoacumulation

merupakan proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar tumbuhan tersebut. Proses ini hampir sama dengan phytoextraction tetapi yang membedakannya adalah metode remediasi air kontaminan dibandingkan estrakan yang dilakukan atas tanah tercemar. Untuk

(37)

35

metode ini, ada penelitian terdahulu yang dilakukan dengan menanam bunga matahari di dalam kolam yang mengandung bahan kimia radioaktif yang dilakukan Chemobyl Ukraina.

Phytostabilization. Phytostabilization adalah satu proses dimana penempelan

zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan.

Rhyzodegradation. Rhyzodegradation disebut juga sebagai “Echanced

rhezosphere biodegradation of plented-assisted bioremediation degradation”

yaitu proses penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada di sekeliling tumbuhan.

Phytovolatilization. Phytovolatilization juga adalah proses menarik dan

transparan zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi yang berikutnya akan menguap ke ruang atmosfer.

Konsep penerapan fitoremediasi. Fitoremediasi diaplikasikan di lahan basah yang merupakan penampungan dari limbah yang mengandung bahan pencemar. Karena itu, harus disediakan terlebih dahulu areal penengendapan limbah berupa bak/kolam. Konstruksinya berupa kolam dengan pasangan batu kedap air dengan kedalaman sekitar 1 meter. Kolam ini dilengkapi dengan pipa inlet dan outlet. Di dalamnya diisi media koral (batu pecah atau kerikil) dengan diameter 5 mm-10 mm setebal 80 cm. Di lahan basah itu kemudian ditanami tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat, dengan melubangi lapisan media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan.

(38)

Air limbah diatur kedalamannya/levelnya. Tinggi permukaan air limbah yang dianjurkan 70 cm dari dasar kolam. Dengan demikian posisi air limbah selalu 10 cm di bawah permukan koral.

Eceng Gondok

Eceng gondok termasuk famili Pontederiaceae. Tanaman ini hidup didaerah tropis maupun subtropis. Eceng gondok digolongkan sebagai gulma perairan yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan berkembang biak secara cepat. Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman eceng gondok adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-30 C dan kondisi pH berkisar 4-12. Di perairan yang dalam dan berair jernih di daratan tinggi, tanaman ini sulit tumbuh. Eceng gondok mampu menghisap air dan menguapkannya ke udara melalui proses evaporasi (Gerbano, 2005).

Eceng gondok memiliki keunggulan dalam kegiatan fotosintesis, penyediaan oksigen dan penyerapan sinar matahari. Bagian dinding permukaan akar, batang dan daunnya memiliki lapisan yang sangat peka sehingga pada kedalaman yang ekstrem sampai 8 meter di bawah permukaan air masih mampu menyerap sinar matahari serta zat-zat yang larut di bawah permukaan air. Akar, batang, dan daunnya juga memiliki kantung-kantung udara sehingga mampu mengapung di air. Keunggulan lain dari eceng gondok adalah dapat menyerap senyawa nitrogen dan fosfor dari air yang tercemar, berpotensi untuk digunakan sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga. Karena kemampuannya yang besar, tanaman ini diteliti oleh NASA untuk digunakan sebagai tanaman pembersih air di pesawat ruang angkasa. Menurut

(39)

37

Zimmel (2006) eceng gondok juga dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi COD dari air limbah.

Eceng gondok mempunyai daya tahan yang cukup kuat dan tidak mudah mati serta mempunyai akar serabut yang sangat lebat sehingga penyerapan terhadap bahan pencemar terhadap unsur hara yang dibutuhkan relatif besar (Sungkowo, 2015)

Menurut Gerbano tahun 2005 menjelaskan bahwa eceng gondok ( Eichornia crassipes ) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari.

Klasifikasi eceng gondok. Berikut adalah klasifikasi dari Tanaman Eceng Gondok:

Gambar 1. Tumbuhan eceng gondok ( Eichornia crassipes) Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

(40)

Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichhornia

Spesies : Eichornia crassipes (Mart) Solm.

Mekanisme pertumbuhan eceng gondok. Eceng gondok ( Eichornia crassipes) merupakan herba yang mengapung, menghasilkan tunas merayap yang keluar dari ketiak daun yang dapat tumbuh lagi menjadi tumbuhan baru dengan tinggi 0,4-0,8 tumbuhan ini memiliki bentuk fisik berupa daun-daun yang tersusun dalam bentuk radikal (roset). Setiap tangkai pada helaian daun yang dewasa memiliki ukuran pendek dan berkerut. Helaian daun (lamina) berbentuk bulat telur lebar dengan tulang daun yang melengkung rapat panjang 7-25 cm, gundul dan warna daun hijau licin mengkilat ( Hernowo, 1999 dalam Al-Ayubi, 2007).

Eceng gondok ( Eichornia crassipes ) merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar di dasar bila air dangkal.

Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif.

Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru. Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbaik menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan. Hal ini membuat eceng gondok dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40-80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7-25. Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Muhtar, 2008).

(41)

39

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tanaman yang berakar serabut dan tidak bercabang, mempunyai tudung akar yang mencolok. Akarnya memproduksi sejumlah besar akar lateral yaitu 70 buah/cm. Akar panjangnya bervariasi mulai dari 10-300 cm. Sistem perakaran eceng gondok pada umumnya lebih dari 50 % dari seluruh biomassa tumbuhan, tetapi perakarannya kecil apabila tumbuh dalam lumpur (Muhtar, 2008). Akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut. Berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dalam air. Susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel- partikel yang terlarut dalam air (Ardiwinata 1950 dalam Muhtar, 2008). Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang didalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapungkan tanaman di permukaan air. Rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Pandey 1950 dalam Muhtar, 2008). Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40- 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7-25 cm. Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Nursyakia, 2014). Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak d atas permukaan air. Di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Di permukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses

(42)

fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas kedalam air (Pandey 1980 dalam Muhtar, 2008).

Daun eceng gondok memiliki asam amino sebagai senyawa aktif dalam proses adsorpsi, hal ini didukung dengan hasil analisa kimia dari eceng gondok dalam keadaan segar diperoleh bahwa kadar N total 0.28 %, bahan organik 36,59

%, C organik 21,23 %, P total 0,0011 % dan K total 0,016 % (Hernowo, 1999 dalam AlAyubi, 2007). Daun eceng gondok berbentuk bulat telur, berwarna hijau, segar dan mengkilap. Di perairan yang mengandung nitrogen tinggi, eceng gondok memiliki daun yang relatif lebar dan berwarna dan berwarna hijau tua.

Sebaliknya di perairan yang mengandung nitrogen rendah, eceng gondok memiliki daun yang relatif kecil dan berwarna kekuning – kuningan, karena pertumbuhan eceng gondok tergantung dari nutrisi tersedia dan cahaya matahari untuk fotosintersis (Repley, 2006). Lebih lanjut, Masan 1981 dalam Al Ayubi (2007) menerangkan, bahwa kerangka bunga berbentuk bulir, bertangkai panjang, berbunga 10-35, tangkai dengan dua daun pelindung yang sangat dekat, yang terbawa dengan helaian 4 kecil dan pelepah yang berbentuk tabung dan bagian atas juga berbentuk tabung. Poros bulir sangat bersegi, tabung tenda bunga 1,5-2 cm panjangnya dengan pangkal hijau dan ujung pucat. Benang sari 6, bengkok, 3 dari benang sari tersebut lebih besar dari yang lain. Bakal buah beruang 3 dan berisi banyak. Tangkai daun pada eceng gondok bersifat mendangkalkan dan membangun spon yang membuat tumbuhan ini mengambang. Eceng gondok berkembang biak dengan stolon (vegetatif) dan juga secara generatif.

(43)

41

Perkembangbiakan secara vegetatif mempunyai peranan penting dalam pembentukan koloni. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Pertumbuhan eceng gondok tersebut akan semakin baik apabila hidup pada air yang dipenuhi limbah pertanian atau pabrik. Oleh karena itu banyaknya eceng gondok di suatu wilayah sering merupakan indikator dari tercemar tidaknya wilayah tersebut (Nursyakia, 2014).

Morfologi eceng gondok. Adapun bagian-bagian tanaman yang berperan dalam penguraian air limbah adalah akar, daun, tangkai, dan bunga.

Akar. Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang

berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Peranan akar sebagian besar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air.

Pada ujung akar terdapat kantung yang mana di bawah sinar matahari kantung akar ini bewarna merah. Susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikel yang terlarut dalam air.

Daun. Daun tergolong dalam mikrofita yang terletak di atas permukaan

air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara yang berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidermis, dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga befungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi

(44)

tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas ke dalam air.

Tangkai.Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di

dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengampungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidemis, kemudian di bagian bawahnya terdapat jaringan pengangkat (xylem dan floem). Rongga- rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis bewarna putih.

Bunga. Eceng gondok berbunga dengan warna mahkota lembayung muda,

berbunga majemuk dengan jumlah 6 – 35 berbentuk karangan bunga bulir dengan putik tunggal (Gerbano, 2005)

Manfaat eceng gondok. Eceng gondok mempunyai siat-sidat yang menguntungkan, selain sebagai penjernih air dan menyerap polutan di air limbah, eceng gondok dapat dijadikan sebagai pupuk organik. Berdasarkan penelitian, eceng gondok diketahui kaya akan asam humat yang menghasilkan senyawa fitohara yang sangat bagus untuk mempercepat pertumbuhan akar pada tanaman.

Eceng gondok juga mengandung asam triterpenoid, sianida, alkaloid, dan kaya akan kalsium sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pupuk organik dapat dimanfaatkan untuk memupuk sayuran dan buah-buahan.

Eceng gondok juga sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak di daerah pedesaan. Ternak yang diberi makan eceng gondok biasanya menjadi lebih gemuk dan sehat. Eceng gondok diketahuin mengandung sejumlah vitamin yang baik untuk tubuh seperti vitamin A, B1, dan vitamin C. Eceng gondok juga megandung K, Mg, Na, dan Fe. Selain digunakan sebagai bahan

(45)

43

pakan ternak, eceng gondok ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai media petumbuhan jamur sehingga bisa dijadikan sebagai media alternatif dalam budidaya jamur. Jamur yang dapat tumbuh di media eceng gondok ini adalah jamur merang.

Eceng gondok dapat menggantikan bahan baku kertas karna mengandung serat dan selulosa sehingga bisa menjadi altenatif pengganti pohon. Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat dan dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Eceng gondok juga bisa menjadi bahan pembuat biogas.

Biogas adalah campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan anaerobik.

Dampak eceng gondok terhadap lingkungan. Rata – rata air danau dan rawa dilairkan kembali ke bagian lain seperti sungai. Dan air memang sangat dibutuhkan oleh sawah. Tanaman eceng gondok yang tumbuh liar dan tidak terkontrol memang dapat menyumbat saluran air dan mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat di pedalaman yang kehidupannya masih sangat bergantung dari sungai dan sawah, dan proses pendangkalan bisa sangat cepat terjadi karena tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan, dan eceng gondok dapat menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

Sebagai hama yang sangat agresif, eceng gondok dapat membahayakan ekosistem perairan dengan ledakan populasi dan menggantikan tanaman asli yang menyediakan makanan dan habitat bagi hewan liar dan burung. Kumpulan tumbuhan air yang terapung mencegah oksigen berdifusi dengan badan air, dan

(46)

pembusukan tanaman akan menambah konsumsi oksigen terlarut dalam air.

Proses ini akan menghabiskan oksigen yang diperlukan oleh ikan dan organisme perairan lainnya dan dapat berdampak buruk bagi habitat ikan serta dapat menyebabkan kematian bagi ikan. Pertumbuhan eceng gondok juga dapat mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke lapisan air dibawahnya, dan berdampak pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup dan fitoplankton dan tanaman lainnya. Penutupan secara luas dapat mengganggu sirkulasi dan pencampuran air. Secara umum melimpahnya eceng gondok akan menurunkan produksi perikanan, menutupi tanaman sub-demersal, menggusur tanaman alami, dan mengurangi diversitas biologi pada ekosistem perairan. Habitat alami dapat berubah secara luas dengan hilangnya area perairan terbuka pada kepadatan tinggi eceng gondok yang terapung. Hamparan tanaman terapung menyediakan habitat yang sangat baik bagi nyamuk penyebar penyakit.

Landasan Teori

Sesuai surat keputusan menteri negara KLH Nomor 05/MENKLH/H/2014 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi. Melalui surat keputusan menteri negara KLH tersebut kegiatan industri yang telah beroperasi sebelum surat keputusan menteri KLH tersebut ditetapkan, berkewajiban untuk menjaga air limbah yang dibuang ke lingkungan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Penelitian yang dilakukan untuk mengukur ada atau tidaknya penurunan kadar BOD dan COD pada limbah cair rumah tangga dengan menggunakan suatu tanaman agar sesuai dengan Baku Mutu PERMEN LH 2014.

(47)

45

Penelitian terhadap limbah cair rumah tangga di lokasi penelitian ini juga dilengkapi dengan Tanaman Eceng Gondok.

Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep Limbah Cair Rumah

Tangga

Penurunan Perlakuan eceng Gondok

Rumpun : 8, 10, 12 Waktu : 5 hari

Limbah Cair Rumah Tangga Setelah Perlakuan

- BOD

- COD Tidak Terjadi

Penurunan

(48)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen murni yang dilanjutkan dengan analisis sampel di Laboratorium untuk mengetahui kemampuan pengolahan limbah rumah tangga dengan memanfaatkan tumbuhan eceng gondok.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi pengambilan sampel di Jalan Bono Kecamatan Medan Timur Kelurahan Glugur Darat I, dan persiapan pembuatan kompartemen dan perlakuan limbah cair rumah tangga dilakukan di Kediaman Peneliti Jalan Bono No. 69 Medan. Untuk pemeriksaan sampel sebelum dan setelah pengolahan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan mulai bulan Oktober sampai November 2018.

Objek penelitian.

Objek penelitian ini adalah limbah cair rumah tangga.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel dari penelitian ini adalah BOD, COD, dan DO dalam limbah cair rumah tangga.

Definisi Operasional. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan batasan – batasan sebagai berikut:

(49)

47

1. Limbah rumah tangga (domestik) adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia.

2. BOD adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik . 3. COD adalah menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan

untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara non biologis (nonbiodegrable).

4. Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.

5. 8 rumpun eceng gondok adalah adanya 8 jumlah batang pada tanaman eceng gondok.

6. 10 rumpun eceng gondok adalah adanya 10 jumlah batang pada tanaman eceng gondok.

7. 12 rumpun eceng gondok adalah adanya 12 jumlah batang pada tanaman eceng gondok.

8. Waktu 5 hari adalah jumlah hari untuk proses penanaman eceng gondok pada limbah cair rumah tangga.

(50)

9. Penurunan adalah berkurangnya angka dari nilai BOD dan COD dari sebelum diberi perlakuan ke sesudah diberi perlakuan.

10. Tidak Terjadi Penurunan adalah tidak ada berkurangnya angka dari nilai BOD dan COD sebelum diberi perlakuan ke sesudah diberi perlakuan.

Metode Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini meliputi hasil pengukuran BOD, COD dan DO sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan menggunakan metode Fitoremediasi dengan tanaman eceng gondok.

Metode Pengukuran

Penanaman eceng gondok terlebih dahulu yang dilakukan selama 2 minggu dengan bak kompartemen yang berdiameter 60 cm dan tinggi bak 30 cm.

Pengambilan sampel air limbah rumah tangga diambil dari saluran drainase permukiman di Jl. Bono Medan dimasukkan ke dalam masing-masing bak kompartemen yang tersedia. Air sampel tidak langsung diberi ke bak perlakuan melainkan berkala di hari pertama 1 liter hari kedua 1 liter hingga 3 liter sampai hari ke 3. Penelitian utama ini bertujuan untuk mendapatkan nilai kadar BOD, COD, dan DO yang terkandung di limbah rumah tangga tersebut dan untuk pemilihan eceng gondok diambil dari salah satu waduk yang terdapat di daerah Johor Medan. Berdasarkan hasil pengamatan tumbuhan eceng gondok yang digunakan adalah tumbuhan dengan jumlah helai daun tiap rumpun 8-12 helai, tinggi rata-rata eceng gondok 70 – 80,45 cm, dan panjang akar rata-rata 9,5-10,2 cm. Dengan berat tumbuhan eceng gondok tiap rumpun 315-470 gram dan sekitar

(51)

49

± 4314,70 gram/kompartemen (kompartemen I, II, dan III). Untuk pengujian parameter fisik dan kimia limbah cair, tahap ini merupakan pemeriksaan sampel limbah cair rumah tangga berdasarkan baku mutu limbah cair domestik PERMEN LH no 5 tahun 2014. Pengukuran karakteristik sampel dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia pada limbah cair rumah tangga. Hasil pengukuran ini digunakan sebagai dasar penentuan objek penelitian yang merupakan parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pengukuran BOD. Metode Pengukuran : Winkler (Titrasi di Laboratorium).

Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik.

Alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan BOD ini

adalah sebagai berikut:

1. Botol-botol winkler lengkap dengan tutupnya.

2. Inkubator 3. Pipet gondok 4. Tabung Erlenmeyer 5. Pipet tetes

6. Labu takar 500 ml 7. Aquades

(52)

Bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan BOD adalah sebagai berikut:

1. Sampel air 2. KI

3. MnSO4 10 % 4. H2SO4 pekat 5. Larutan Thiosulfat 6. Indikator kanji

Prosedur kerja. Prosedur kerja dalam pemeriksaan BOD (uji pengenceran)

adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan sampel I sebanyak 25 ml ke labu takar lalu mengencerkannya 20x dengan aquadest sampai 500 ml.

2. Memindahkannya ke botol winkler pelan-pelan, dibagi 2 bagian yaitu pada botol winkler besar 350 ml dan botol winkler 150 ml.

3. Pada sampel II sebanyak 50 ml dincerkan 10x dengan aquadest sampai 500 ml pada labu takar.

4. Kemudian melakukan hal yang sama pada sampel II seperti sampel I, begitu pula dengan blanko.

Pengukuran COD. Metode pengukuran dilakukan dengan refluks (titrasi di laboratorium). Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator K2Cr2O7 yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu.

Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan

(53)

51

jalan titrasi dengan fero amonium sulfat (FAS), oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm.

Alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan COD ini

adalah sebagai berikut:

1. Alat refluks, terdiri dari gelas erlenmeyer 250 ml, kondensor, dan alat pemanas bunsen.

2. Pemanas listrik atau pembakar bunsen 3. Pipet

4. Gelas ukur 5. Buret

Bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan COD ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel air

2. Merkuri sulfat HgSO4 3. K2Cr2O7 0,1 N 4. H2SO4 pekat

5. Larutan standard fero amonium sulfat (FAS) 6. Indikator fenantrolin fero sulfat (feroin) 7. Aquades

Prosedur kerja. Prosedur kerja dalam pemeriksaan COD adalah sebagai

berikut:

1. Menyiapkan 3 gelas erlenmeyer COD 250 ml untuk sampel 1(air limbah tahu), sampel 2 (air sungai kalimas), dan blanko.

Gambar

Gambar 1. Tumbuhan eceng gondok ( Eichornia crassipes)   Divisi  : Spermatophyta
Gambar 2. Kerangka konsep Limbah Cair Rumah

Referensi

Dokumen terkait

Lalu, pada saat yang bersamaan juga, Iman Katolik juga merefleksikan demikian, “namun, rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta … sebab mereka yang

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan terhadap nilai pengguna, kepuasan dan loyalitas pemustaka di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu melalui peningkatan

Berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Hasyim, 2014:87) dimana dalam penelitiannya memberikan penjelasan bahwa pengaruh lingkungan sosial terhadap perubahan

Telah dibuat sebuah sistem irigasi tanaman otomatis menggunakan wireless sensor network dengan 2 node , 1 router dan 1 server yang dapat berkomunikasi antar modul

Peningkatan harga saham yang terjadi selama 3 (tiga) tahun dan adanya perbedaan hasil penelitian inilah yang mendasari untuk meneliti kembali variabel apa saja

Pada ketiga kontaktor magnit di atas dilabel dan disesuaikan dengan fungsinya masing-masing sebagai contoh pada kontaktor magnit 1 dilabel dengan MC ( main contactor )

Perancangan sistem Smart Minimarket ini terdiri dari komponen-komponen pembentuk sistem yang saling terintegrasi dan berkesinambungan supaya diperoleh tujuan yang

Dosis aman pada pemberian ekstrak air daun katuk Sauropus androgynous yaitu dosis 45 mg/kgBB sampai dengan dosis 60 mg/kgBB tidak menimbulkan efek toksik secara subkronik terhadap