• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2010)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA

TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA

KARYAWAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG TAHUN 2010)

LAPORAN AKHIR

Oleh : 1. Nurjanah, S.KM (NPP. 0686.11.2000.233) 2. Suharyo, S.KM, M.Kes (NPP. 0686.11.2002.299)

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2010

(2)

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN USUL PENELITIAN

1. a. Judul Penelitian : Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Olah Raga terhadap Kapasitas Vital Paru (Studi pada Karyawan Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2010) b. Bidang Ilmu : Kesehatan

c. Kategori : Penelitian Ipteks

2. Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap dan Gelar : Nurjanah, S.KM b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. Golongan Pangkat dan NPP : - / 0686.11.2000.223 d. Jabatan fungsional : Asisten Ahli

e. Jabatan Struktural : -

f. Fakultas / Program Studi : Kesehatan / Kesehatan Masyarakat g. Pusat Penelitian : Universitas Dian Nuswantoro Semarang 3. Alamat Ketua Peneliti :

a. Alamat Kantor : Jl. Nakula I No 5 Semarang Tlp/fax (024) 3549948

4. Jumlah Anggota Peneliti : 1 orang

Nama Anggota Peneliti : Suharyo, SKM, M.Kes 5. Lokasi Penelitian : Semarang

6. Lama Penelitian : 5 bulan Mulai penelitian : Mei 2010 Selesai penelitian : September 2010 7. Biaya Penelitian : Rp. 5.000.000,00

8. Sumber Biaya Penelitian : Universitas Dian Nuswantoro Semarang Semarang, 29 Maret 2010 Mengetahui,

Dekan Fakultas Kesehatan

Universitas Dian Nuswantoro Semarang Ketua Peneliti,

( Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes ) ( Nurjanah, S.KM ) NPP. 0686.20.2007.174 NPP.

0686.11.2000.223 Menyetujui,

Ketua LP2M Udinus

Tyas Catur Pramudi. S.Si, M.Kom NPP. 0686.11.1993.041

(3)

FORMULIR ISIAN USUL PENELITIAN

1. a. Nomor ID : [ | | | | | ] b. Tahun Anggaran : [ 10 ]

2. Judul Penelitian : Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Olah Raga terhadap Kapasitas Vital Paru (Studi pada Karyawan Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2010)

3. Tim Peneliti :

No Nama Peneliti NPP Tanggal

Lahir Jabatan Akademik Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir 1 (Ketua Tim) NURJANAH 0686.11.2000.223 [29-10-75] [ 04 ] [ 02 ] S [1] 2 (Anggota) SUHARYO 0686.11.2002.299 [18-05-79] [ 03 ] [ 01 ] S [2]

Tanggal lahir : isikan tanggal, bulan, tahun kelahiran

Jabatan Akademik diisi salah satu : 01=GB, 02=LK, 03=L, 04=AA, 05=AAM Jenis kelamin : isikan 01=laki-laki, 02=perempuan

5. Nama Fakultas/Prodi: Kesehatan/ Kesehatan Masyarakat 6. Kategori Penelitian : Penelitian Ipteks

7. Lingkup Penelitian : Universitas 8. Bidang ilmu yang diteliti : Kesehatan 9. Lokasi Penelitian : UDINUS 10. Macam Penelitian : Survei 11. Lama dan waktu penelitian :

a. Lama penelitian : [ 05 ] bulan

b. Bulan Penelitian : Mei 2010 – September 2010 12. Biaya Penelitian

a. Jumlah : Rp. 5.000.000,00

c. Sumber Biaya : Universitas Dian Nuswantoro 13. Rencana Mahasiswa yang dilibatkan dalam penelitian : 3 Orang

Semarang, Maret 2010 Ketua Tim Peneliti,

(Nurjanah, S. KM) NPP. 0686.11.2000.223

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul penelitian... i

Halaman Pengesahan... ii

Daftar Isi... iii

Daftar Tabel... iv

Daftar Gambar... v

Bab I. Pendahuluan... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan masalah... 3

Bab II. Tinjauan Pustaka... 4

1. Anatomi dan Fisiologi Organ Pernafasan... 4

2. Kapasitas Vital Paru... 6

3. Kebiasaan Merokok... 9

4. Kebiasaan Olah Raga... 10

5. Kerangka Teori... 11

Bab III. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 12

Bab IV. Metode Penelitian... 13

Bab V. Hasil dan Pembahasan... 22

Bab VI. Simpulan dan Saran... 37 Daftar Pustaka

Lampiran

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada umumnya kesehatan tenaga kerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara umum bahwa kesehatan tenaga kerja dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi, dimana kondisi karyawan yang sehat dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja dan meningkatkan penghasilan pekerja. Kinerja yang baik dapat meningkatkan pelayanan dan produktifitas kerja (Soekidjo, 2003).

Salah satu indikator kondisi kesehatan tenaga kerja adalah fungsi paru sebagai organ pemasok oksigen yang digunakan dalam pembakaran untuk penyediaan energi dan metabolisme tubuh. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sebagai akibat frekuensi, lamanya seseorang bekerja pada lingkungan yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja. Faktor internal tersebut meliputi usia, kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga, dan asupan gizi. Fungsi paru dapat dipantau dengan pemeriksaan spirometer (Suparman, 1994).

Hasil observasi awal menunjukkan masih dijumpai karyawan Udinus yang merokok baik di dalam gedung, warung makan, dan di sekitar kampus. Kebiasaan merokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat merugikan orang lain karena paparan asap ke lingkungan

(environment tobacco smoke). Kebiasaan merokok merupakan salah satu

penyebab kematian. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit kanker paru, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan. World

Health Organization (WHO), melaporkan bahwa rokok diperkirakan

menyebabkan kematian 427.948 orang pertahun pada tahun 2001 atau sekitar 1.172 orang perhari. Separuh kematian akibat rokok berada pada

(6)

usia produktif. Biaya akibat konsumsi tembakau tahun 2001 diperkirakan sebesar Rp 127,7 trilliun meliputi biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli rokok, biaya pengobatan dan biaya tidak langsung akibat hilangnya produktifitas karena kematian, sakit dan kecacatan.

Kondisi kesehatan seseorang dapat diupayakan baik jika menjaga stamina dan berolahraga dengan teratur dan sesuai komposisi. Melalui olahraga yang teratur dan sesuai komposisi, maka kemampuan maksimal mengambil oksigen (bernafas) akan meningkat 10-12%. Lain halnya dengan seorang perokok yang menghabiskan satu bungkus sehari maka kemampuan maksimal mengambil oksigen akan turun 7-10%. Selain itu, zat nikotin dan karbonmonoksida yang berada dalam aliran darah juga akan menghambat pengikatan oksigen sehingga akan mengganggu metabolisme tubuh (Jos Usin, 2000).

Universitas Dian Nuswantoro merupakan institusi pendidikan yang mempunyai kebijakan mutu sebagai perguruan tinggi yang berkualitas, Universitas Dian Nuswantoro mampu memberikan kepuasan kepada stakeholder, menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi dan memiliki kemampuan wirausaha. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang bermutu baik tenaga di bidang akademik, administratif dan tenaga penunjang pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi mahasiswa. Sumberdaya manusia yang bermutu sangat tergantung dari kondisi kesehatan baik fisik maupun psikis.

Melihat data hasil observasi awal terhadap perilaku merokok pada karyawan Udinus dan memandang kebutuhan SDM yang mempunyai kondisi kesehatan yang baik, maka penulis tertarik meneliti “Pengaruh kebiasaan merokok dan berolahraga terhadap kapasitas vital paru pada karyawan Udinus”.

(7)

B. PERUMUSAN MASALAH

Hasil observasi awal penulis. Menunjukkan masih dijumpai karyawan Udinus baik administrasi maupun akademik yang merokok dan atau melakukan olahraga. Secara teori, kebiasaan merokok dapat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu ditetapkan pertanyaan penelitiannya adalah “Bagaimana pengaruh kebiasaan merokok dan berolah raga terhadap kapasitas vital paru pada karyawan Udinus?”

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Organ Pernafasan

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh

(Evelyn C. Pearce, 2002).

Anatomi pernafasan terdiri dari: 1. Rongga Hidung

Hidung merupakan saluran pernafasan udara yang pertama, mempunyai 2 (dua) lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung ini dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan semua selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung (Syaifuddin, 2003).

2. Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan jalan pernafasan dan jalan makanan. Berada di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. 3. Batang Tenggorok

Batang tenggorok atau trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kaki kuda (huruf: C). Sebelah dalam

trakea diliputi oleh selaput lendir yang berburu getar yang disebut sel

bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan (Syaifuddin, 2003).

(9)

4. Cabang Tenggorok (Bronkus)

Cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 (dua) buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke-4 dan ke-5.

Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh

sel yang sama (Syaifuddin, 2003). 5. Paru-paru

Paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa) atau alveoli. Gelembung-gelembung ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru jika dibentangkan luas permukaan kurang lebih 90 meter persegi. Pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, oksigen masuk ke dalam darah dan karbondioksida keluar dari darah.

Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru atau pernafasan eksterna, oksigen diperoleh melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris (Evelyn C. Pearce, 1999).

Proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksternal:

a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

b. Arus darah melalui paru-paru.

c. Distrrbusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.

Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 telah lebih mudah berdifusi daripada oksigen (Evelyn C.

(10)

B. Kapasitas Vital Paru

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan nafas. Kapasitas mencakup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Penilaiannya dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur.

Menurut Al Sagaff (1993), kapasitas vital paru merupakan volume udara maksimal yang dapat dihembuskan setelah inspirasi yang maksimal.

Tabel 1. Kategori Penilaian Volume dan Kapasitas Vital Paru pada Laki-laki dan Perempuan

Jenis Laki-laki (20-40 tahun) Perempuan (20-30 tahun) Laki-laki (41-60 tahun) Tidal Volume 600 500 500 Inspiratory capacity 3600 2400 2600 Inspiratory Reserv 2600 1900 2100 Volume 1200 800 1000 Expiratory Reserv 4800 3200 3600 Volume 2400 1000 1200 Vital capacity 3400 1800 2400 Residual volume 6000 4200 6000 Fungtional Residual 20 % 24 % 40 %

(11)

1. Uji Fungsi Paru

Spirometer adalah alat untuk mengukur pernafasan, mengukur pemasukan dan pengeluaran udara. Dengan alat ini dapat dilakukan penelitian mengenai kapasitas ventilasi paru-paru seseorang yaitu (Tabrani Rab. 1996) :

a. EVC : Estimated Vital Capacity (Harga perkiraan kapasitas vital) Adalah perkiraan besarnya kapasitas vital paru-paru seseorang. Dengan menghubungkan umur dengan tinggi badan (TB)/cm, atau dengan rumus :

EVC laki-laki = {27,73 – (0,02 x umur)} x Tinggi Badan EVC wanita = { 21,78 – (0,101 x umur)}x Tinggi Badan

b. VC : Vital Capacity (Kapasitas Vital)

Adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru-paru seseorang setelah ia mengisinya sampai batas maksimal dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya.

c. FVC : Forced Vital Capacity (Kapasitas vital yang dipaksakan) Pengukuran kapasitas vital yang dihasilkan dengan ekspirasi yang cepat dan sekuat-kuatnya setelah inspirasi maksimal.

d. FEV : Forced Expiratory Volume (Volume ekspirasi yang dipaksakan)

Volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu standar selama pengukuran FVC.

e. % VC = % perbandingan antara VC dengan EVC %VC =

EVC VC

(12)

f. % FVC = % perbandingan antara FVC dengan EVC % FVC =

EVC FVC

x 100%

g. % FEV I = % perbandingan antara FEV I dengan FVC %FEV I =

FVC FEVI

x 100%

h. MEFR : Maximum Expiratory Flow Rate (Nilai penghembusan udara secepat-cepatnya per menit).

Adalah udara yang dikeluarkan selama satu menit apabila dihembuskan secepat mungkin.

Harga normal:

Dewasa : >150 lt / menit

70 tahun ke atas : >100 lt / menit

i. IPU (Indeks Penangkap Udara)

Adalah untuk mengetahui sejenis kelainan ventilasi paru-paru yang disebabkan oleh buruknya keelastisan paru-paru.

Rumus : IPU = VC FVC VC  X 100 % Harga normal = < 5 % 2. Kesehatan Paru

Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot pernafasan dapat berkurang akibat sakit. Kapasitas vital paru akan berkurang pada penyakit paru-paru, jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan otot paru (Guyton, 1997).

Penurunan kapasitas vital paru dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan kapasitas vital paru akan cepat setelah umur 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya akan

(13)

mencapai nilai maksimum pada usia 19-21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia. Jenis kelamin akan mempengaruhi kapasitas paru, karena secara anatomi sudah berbeda. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20-50 % lebih kecil daripada pria (Guyton, 1997).

Debu dapat menyebabkan reflek batuk atau penghentian pernafasan. Jika zat-zat ini menembus ke dalam paru-paru dapat terjadi bronkitis, edema paru atau pneumonitis (World Health Organization, 1995). Hubungan paparan debu dan efek bergantung pada lamanya paparan dalam kondisi kerja tertentu yaitu dengan tingkat paparan yang biasanya berlaku di negara-negara industri maka penyakit paru dan gangguan fungsi paru akan timbul. Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh tenaga kerja, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Sugeng Budiono, 2003).

Pelindung pernafasan adalah alat yang penting, mengingat 90% kasus keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan kimia beracun atau korosi lewat saluran pernafasan. Alat pelindung diri pernafasan memberikan perlindungan terhadap sumber bahaya di udara tempat kerja seperti pencemaran oleh partikel (debu, asap), pencemaran udara oleh gas (uap), kekurangan O2 (Sugeng Budiono, 2003).

C. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronchitis dan emfisema. Pada kedua keadaan ini terjadi penurunan fingsi paru dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit tersebut. Selain itu pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual, sulit tidur, dan lain-lain. Kalau gejala-gejala di atas tidak segera diatasi maka gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti

(14)

semakin sulit untuk bernafas, kecepatan pernafasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain (Jos Usin, 2000).

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penuruna faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa per tahun adalah 28,721 ml untuk non perokok, 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar daripada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.

Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Triswanto Sugeng, 2007).

Kebiasaan merokok menurut aktifitas merokoknya dibedakan menjadi perokok aktif dan perokok pasif, berdasarkan cara menghisapnya dibedakan menjadi perokok inhaler dan non inhaler, serta berdasarkan jumlah batang yang dihisap dibedakan menjadi perokok ringan, sedang, dan berat. Perokok aktif yaitu orang yang langsung menghisap rokok sedangkan perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi terpapar langsung oleh asap tembakau dari orang lain yang merokok. Perokok inhaler adalah prokok aktif yang pada saat merokok menelan sampai dada tetapi yang non inhaler tidak sampai ditelan. Perokok ringan jika menghisap rokok kurang dari 10 batang perhari, sedang jika 11-20 rokok perhari, dan berat jika lebih dari 20 batang per hari (Triswanto, 2007). D. Kebiasaan Olah Raga

Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital

(15)

Kapasitas vital paru pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Guyton, 1997).

Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik, gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat. Olah raga merupakan keseluruhan harmoni gerak tubuh yang teratur, standar yang dianjurkan adalah minimal seminggu 3 kali selama 4,5 jam (Soekarman R.1987).

E. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Guyton (1997); Suma’mur (1996); HJ. Mukono (2000)

Faktor Eksternal: - Alat Pelindung Diri - Lama Paparan Debu - Kebiasaan Merokok - Pemakaian Masker - Kebiasaan Berolahraga - Lingkungan Faktor Internal: - Umur - Jenis Kelamin - Riwayat Penyakit - Status Gizi

(16)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan kebiasaan merokok pada karyawan Udinus. 2. Mendeskripsikan kebiasaan berolahraga pada karyawan Udinus. 3. Mendeskripsikan kapasitas vital paru karyawan Udinus.

4. Menganalisis pengaruh kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru karyawan Udinus.

5. Menganalisis pengaruh kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru karyawan Udinus.

6. Mengidentifikasi variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap kapasitas vital paru karyawan Udinus.

B. Manfaat Penelitian 1. Bagi Keilmuan

Menambah referensi fakta lapangan tentang kaitan perilaku dengan status kesehatan khususnya perilaku merokok dan olahraga dengan kapasitas paru.

2. Bagi Universitas Dian Nuswantoro

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perencanaan program peningkatan kesehatan karyawan khususnya kesehatan paru. Bahan perencanaan pengaturan perilaku merokok di lingkungan kampus Udinus.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan media peningkatan kemampuan meneliti. Hasil penelitian ini dapat digunakan peneliti sebagai referensi tambahan dalam pembelajaran Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.

4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau pengetahuan tentang pengaruh kebiasaan merokok dan berolahraga terhadap kapasitas vital paru.

(17)

Kapasitas vital paru

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga 2. Variabel terikat: kapasitas vital paru

Kebiasaan Berolahraga Kebiasaan Merokok

(18)

14 B. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Nama Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

Kapasitas vital paru

Jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah

(dikeluarkan) dari paru-paru ke alat spirometri yang paling kuatpada satu tarikan nafas.

Pemeriksaan Spirometer Hutchinson

 Normal, Laki-laki (20-40 th) ≥ 3400 (41-60 th) ≥ 2400

 Tidak normal, Laki-laki (20-40 th) < 3400 (41-60 th) < 2400 (MC. Ardle WD. 1991) Nominal Kebiasaan merokok

Kebiasaan responden dalam menghisap rokok 6 bulan terakhir, terutama jumlah batang yang dihisap setiap hari.

Wawancara Kuesioner 1. Perokok 2. bukan perokok

Nominal

Kebiasaan berolahraga

Gerak tubuh atau aktivitas fisik seseorang meliputi jenis, frekuensi, dan durasi per minggu.

Wawancara Kuesioner 1. baik ( x > mean ) 2. kurang baik ( x < mean)

(19)

15 C. Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross-sectional study). Studi ini mempelajari hubungan antara faktor risiko (paparan) dan efek (outcome) dengan cara mengamati status faktor risiko (paparan) dan efek secara serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau satu periode (Sudigdo Sastroasmoro, 2002). Studi dimulai dengan menyeleksi populasi studi yang memenuhi kriteria inklusi, lalu dipilih secara acak sampai jumlah sampel terpenuhi. Kemudian dilakukan pengukuran status efek (kapasitas vital paru) dan pengukuran status faktor risiko dengan wawancara.

Ya

Tidak

Gambar 4.2. Struktur Dasar Studi Cross-Sectional Untuk Menilai Peran Faktor Risiko Dalam Terjadinya Efek.

Tabel 4.2. Format Tabel Silang untuk Penyajian Data Penelitian Efek

Ya Tidak Jumlah

Ya a b a + b

Faktor risiko Tidak c d c + d

Jumlah a + c b + d a+b+c+d

a = Subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek b = Subyek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek

Pengukuran faktor risiko dan efek dilakukan satu kali

a Efek (+) b Efek (-) c Efek (+) d Efek (-) Faktor Risiko

(20)

c = Subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek d = Subyek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan laki-laki Udinus baik pada bagian administrasi maupun bagian edukatif (dosen) yang berjumlah 255.

Sampel merupakan bagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi tersebut. Sampel yang akan diteliti diambil secara simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama terhadap anggota populasi untuk dijadikan sampel.

Rumus yang digunakan untuk menghitung besar sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Zα2PQ N =

d2

Tingkat kepercayaan yang ditetapkan peneliti sebesar 95% sehingga Zα = 1,96. P adalah proporsi masalah penelitian, dari data terdahulu atau pustaka, karena belum pernah ada penelitian sebelumnya maka ditetapkan P = 0,5 sehingga Q = 0,5 (Q = 1 – P). Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki peneliti sebesar 80% sehingga d = 0,2.

Rumus tersebut sesuai untuk penelitian yang bertujuan untuk mencari proporsi dan hipotesis pada sampel tunggal (Sudigdo, 2002).

Hasil perhitungan dengan rumus tersebut diperoleh sampel sebesar 24 responden. Untuk memperbesar presisi maka sampel yang diambil ditingkatkan dan telah menjangkau sebanyak 33 responden.

(21)

E. Pengumpulan Data a. Data Primer.

Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dengan responden untuk mengetahui kebiasaan merokok dan berolahraga dengan alat bantu kuesioner. Data kapasitas vital paru diketahui dari pemeriksaan fisik responden dengan alat spirometri.

Cara penggunaan spirometri adalah sebagai berikut:

(1) Terlebih dahulu memasukkan air ke dalam spirometer sebatas garis.

(2) Memasang skala ukur pada tempatnya dan disesuaikan dengan suhu ruangan pada saat itu.

(3) Membersihkan corong dengan alkohol, hal ini juga dilakukan setiap kali pergantian.

(4) Responden diberi penjelasan sebelum dilakukan pengukuran mengenai tujuan dan maksud pengukuran.

(5) Melepaskan pengunci yang menahan putaran tabung sehingga apabila ke dalam tabung dihembuskan udara, maka tabung akan berputar.

(6) Meniupkan palung udara dan responden siap menghirup udara sebanyak-banyaknya melalui hidung.

(7) Mengatupkan kuat-kuat corong hembusan pada mulut dan hidung ditutup rapat-rapat agar tidak ada bocoran udara, kemudian menghembuskan udara lewat mulut ke dalam corong sehingga yang bersangkutan tidak lagi mampu menghembuskan udara dari paru-paru, dengan hembusan itu maka talang putarnya akan berputar dan akan berhenti. (8) Mencatat hasil yang didapat, pengukuran dilakukan sampai 3

(22)

b. Data Sekunder.

Data sekunder berupa gambaran umum Udinus baik organisasi maupun data karyawan yang didapat dari catatan di bagian kepegawaian Udinus.

F. Instrumen Penelitian a. Kuesioner

Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang:

1) Identitas responden (umur) 2) Riwayat penyakit paru 3) Kebiasaan olahraga 4) Kebiasaan merokok b. Spirometer

Spirometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah spirometer jenis hutchinson (rotari spirometer). Spirometer ini digunakan untuk mengukur kapasitas vital paru.

G. Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diolah dengan langkah sebagai berikut :

a. Editing, merupakan langkah memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari hasil pengukuran.

b. Coding, melakukan pengelompokan jawaban responden dan memberikan kode untuk memudahkan pengolahan data

c. Data entry, proses pemindahan data ke dalam media komputer agar diperoleh data masukan yang siap diolah.

d. Tabulating, pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian memasukkan ke dalam tabel.

(23)

H. Analisa Data

Analisis Data dengan menggunakan program SPSS yang terdiri dari : a. Diskripsi karakteristik responden, dengan menyajikan distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti. b. Analisis bivariat.

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square karena data yang digunakan berskala nominal.45) Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi maka uji alternatifnya dalah Fisher’s exact. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% dengan nilai kemaknaan 5%. Untuk menafsirkan dan penyimpulan hasil yaitu dengan membandingkan nilai p (probabilitas) hasil analisa (menggunakan program SPSS) dengan nilai yang telah ditentukan yaitu 0,05 (karena interval kepercayaannya 95%). Jika nilai p hitung lebih besar dari 0,05 maka kesimpulannya tidak ada hubungan dan kebalikannya bila nilai p hitung lebih kecil dari 0,05 maka terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Untuk mengetahui kontribusi masing-masing variabel bebas maka digunakan indikator rasio prevalensi (RP). RP adalah perbandingan antara prevalens efek pada kelompok dengan penyebab, dengan prevalens efek pada kelompok tanpa penyebab.

Dari tabel 3.1 maka RP dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Sudigdo Sastroasmoro, 2002).

RP = a/(a+b) : c/(c+d)

Interpretasi hasil RP adalah sebagai berikut:

Jika RP = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek atau dengan kata lain ia bersifat netral.

(24)

Jika RP > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya efek.

Jika RP < 1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, maka berarti faktor yang diteliti justru akan mengurangi kejadian efek, bahakan variabel tersebut merupakan faktor protektif

Jika nilai interval kepercayaan RP mencakup angka 1, berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut mungkin RP = 1, sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji merupakan faktor risiko atau faktor protektif.

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan satu variabel terikat dengan beberapa variabel bebas yang potensial. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi ganda logistik karena data dari variabel berskala nominal. Tujuan dilakukan analisis regresi ganda logistik adalah:

1) Menemukan model regresi yang paling sesuai, paling irit, sekaligus masuk akal dan untuk menggambarkan hubungan antara variabel terikat dan beberapa variabel bebas dalam populasi.

2) Meramalkan terjadinya variabel terikat pada individu berdasarkan nilai-nilai variabel bebas yang diukur.

Pemakaian analisis regresi mampu memperkirakan probabilitas individu untuk melakukan atau tidak suatu praktik berdasarkan nilai-nilai beberapa variabel bebas yang diukur. Prediksi dari model regresi ganda logistik dapat dirumuskan sebagai berikut (Bhisma Murti, 1997):

1 P =

(25)

Keterangan:

P : peluang untuk mengalami efek

a : konstanta

b1, b2, b3...dst : variabel bebas yang pengaruhnya akan diteliti e : bilangan logaritma natural (2,71828)

Prosedur analisis regresi ganda logistik dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) dilakukan uji bivariat variabel-variabel bebas dan bila hasil analisis menunjukkan nilai p < 0,25, maka variabel bebas tersebut dapat dimasukkan ke dalam model multivariat. 2) Semua variabel kandidat dimasukkan bersama-sama untuk

dipertimbangkan menjadi model apabila hasil analisis menunjukkan nilai p yang signifikan yaitu nilai p < 0,05. variabel yang terpilih dimasukkan ke dalam model dan nilai p yang tidak signifikan dikeluarkan dari model.

4 JADWAL PENELITIAN

Tabel 3. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan

Bulan

Mei Juni Juli Agst Sept

1 Persiapan (perijinan) X

2 Persiapan interviewer X

3 Uji coba kuesioner X X

4 Pengukuran variabel penelitian X X X

5 Pengolahan dan analisis data X

(26)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Universitas Dian Nuswantoro merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di kota Semarang yang memiliki 5 fakultas yaitu Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Bahasa dan Sastra, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kesehatan, dan Fakultas Teknik serta program Pasca Sarjana. Universitas Dian Nuswantoro Terletak di pusat Kota Semarang yang berkomitmen memajukan dunia pendidikan melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Udinus mempunyai misi ‘Menjadi Universitas pilihan Utama di bidang pendidikan dan kewirausahaan’. Pada saat ini Udinus sedang menata organisasi guna mengahasilkan lulusan yang berkualitas dan siap bersaing di dunia kerja melalui penjaminan mutu pendidikan. Kebijakan mutu Udinus ‘Sebagai perguruan tinggi yang berkualitas, Universitas Dian Nuswantoro mampu memberikan kepuasan kepada stakeholder, menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi dan memiliki kemampuan wirausaha’, oleh karena itu diupayakan usaha-usaha yang optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya. Cita-cita tersebut menjadi tanggung jawab bersama segenap civitas akademik, baik mahasiswa dan yang lebih penting adalah segenap karyawan baik dosen maupun administrasi. Saat dilakukan penelitian ini, terdapat 255 karyawan laki-laki di Universits Dian Nuswantoro.

Program yang sudah dilakukan oleh Udinus untuk meningkatkan kenyamanan kerja khususnya melalui pemeliharaan kesehatan pegawai dilakukan melalui penyediaan layanan pengobatan oleh unit poliklinik, pendanaan biaya perawatan rawat inap dan melahirkan dengan plafon 7 kali gaji tiap tahunnya, selain itu juga disediakan program makanan

(27)

bergizi tambahan setiap hari jum’at. Di bidang olahraga difasilitasi olahraga badminton bersama setiap rabu dan sabtu.

Berkaitan dengan program kesehatan akibat bahaya rokok telah dilakukan sosialisasi kepada segenap civitas akademika khususnya pegawai Udinus baik secara melalui media maupun ceramah secara langsung. Kawasan bebas asap rokok juga telah diberlakukan di dalam gedung, walaupun belum ada aturan tertulis dari Universitas yang mengaturnya. Di Fakultas Kesehatan sudah terdapat SK Dekan tentang kawasan bebas asap rokok.

B. Gambaran Karakteristik Responden

Tabel 4. Distribusi Umur Karyawan Laki-Laki Udinus Kelompok Umur

(tahun) Frekuensi Persentase

20 – 40 > 40 24 9 72,7 27,3 Jumlah 33 100,0

Hampir tigaperempat dari karyawan laki-laki Udinus berumur tidak lebih dari 40 tahun. Hasil pengolahan data diketahui bahwa rata-rata umur responden 35,6 tahun, minimum 22 tahun dan tertua 50 tahun. Semua umur responden telah sesuai dengan rencana pengkategorian kapasitas vital paru menurut Mc. Ardle (1991).

C. Gambaran Kapasitas Vital Paru Responden

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Kategori Kapasitas Vital Paru Frekuensi Persentase Tidak normal Normal 21 12 63,6 36,4 Jumlah 33 100,0

(28)

Pada karyawan dengan kelompok umur 20 – 40 tahun, rerata KVP nya hanya mencapai 2722,9. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 Tahun reratanya mencapai 2588,9. Menurut MC. Ardle WD, 1991 Rerata KVP pada umur 20-40 tahun ini berada dalam kategori tidak normal sedangkan rerata KVP pada umur lebih dari 40 tahun justru masih berada pada kategori normal.

Fungsi paru berubah-ubah akibat sejumlah faktor. Angka itu dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ukuran paru, etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan pengamat, kekeliruan alat, variasi diurnal dan suhu lingkungan sekitar (Harington dan Gill, 2005:84). Kapasitas paru berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot pernapasan (Evelyn C. Pearce, 1999:221).

Hasil kapasitas paru yang berbeda pada kelompok umur 20-40 dengan kelompok umur >40 menunjukkan adanya perbedaan nilai. Meskipun kelompok umur >40 tahun KVP-nya lebih rendah, tetapi masih dalam batas normal. Penelitian Sumardiyono, 2007 pada pekerja yang terpapar debu tembakau, ada hubungan kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi paru jenis obstruktif (r = 0,310, p = 0,013), ada hubungan masa kerja dan kebiasaan merokok dengan kapasitas fungsi paru jenis obstruktif (F = 4,309, p = 0,019), ada hubungan masa kerja dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif (r = -0,451, p = 0,000), ada hubungan

kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif (r = -0,510, p = 0,000), serta ada hubungan masa kerja dan kebiasaan

merokok dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif (F = 11,520, p = 0,000).

(29)

D. Gambaran Kebiasaan Merokok Responden

Tabel 6. Distribusi Status Kebiasaan Merokok Karyawan Laki-Laki Udinus

Status Merokok Frekuensi Persentase Merokok Tidak Merokok 17 16 51,5 48,5 Jumlah 33 100,0

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah karyawan laki-laki yang merokok sedikit lebih besar dari yang tidak merokok. Ini menunjukkan bahwa karyawan laki-laki di Udinus sebagian besar berpotensi mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan asap rokok. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Udinus, proporsi karyawan yang merokok lebih kecil dari proporsi mahasiswa yang merokok (lebih dari 75%). Proporsi ini juga lebih kecil dari angka prevalensi nasional yang menunjukkan angka 63,1%. (Barber, 2008)

Lebih detil perilaku merokok karyawan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi responden menurut Lama, Jumlah, dan Alokasi Dana untuk Konsumsi Rokok

Item Kebiasaan Merokok

Rerata Minimum Maksimum

Lama merokok (tahun) Konsumsi rokok perhari ( batang ) Alokasi dana perbulan ( Rp. ) 12,5 11,2 263.529 0,5 2 60.000 24,3 22 600.000

(30)

Ditinjau dari cara menghisapnya, lebih dari duapertiganya (64,7%) menghisap asap rokok tersebut sampai dada. Seluruh responden menyukai rokok yang berjenis filter.

Karyawan perokok sudah merokok dalam waktu yang cukup lama yaitu rata-rata 12,5 tahun. Lamanya seseorang merokok akan berpengaruh terhadap adiksi nikotin.

Rata-rata alokasi dana yang untuk konsumsi rokok cukup besar, yaitu Rp 263.000. Dana sebesar ini adalah sekitar 10% gaji yang

diperoleh tiap bulan. Angka ini cukup hampir sama dengan angka nasional, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005, dalam rumah tangga dengan perokok di dalamnya, mengeluarkan rata-rata 11,5% belanja keluarga untuk rokok, sedikit lebih besar dari total pengeluaran untuk ikan, telur, daging dan susu sebesar 11%, dan jauh lebih besar dibanding 2,3% pengeluaran untuk kesehatan dan 3,2% untuk pendidikan. (Barber, 2008)

Tabel 8. Distribusi responden perokok menurut jumlah konsumsi rokok (kategori perokok)

Kategori Perokok f %

Ringan (1-4) batang/hari) 1 5,9

Sedang (5-14 batang/hari) 11 64,7

Berat (≥ 15 batang/hari) 5 29,4

Total 17 100,0

Sebagian besar responden perokok (64,7%) termasuk dalam kategori perokok sedang, yaitu menghisap rokok antara 5-14 batang per hari, dan 29,4% berada pada kategori perokok berat yang menghisap 15 batang rokok atau lebihper hari. H (Smet, 1994). Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap menunjukkan tingkat adiksi terhadap nikotin yang semakin kuat pula.

Adiksi atau ketergantungan suatu ketika didefinisikan sebagai adaptasi kondisi fisiologis terhadap hadirnya suatu bahan kimia di dalam tubuh sehingga ketiadaan obat tersebut akan memicu disfungsi

(31)

fisiologis yang akan muncul sebagai kesakitan, tidak nyaman atau gejala penarikan diri. Orang yang mengalami adiksi adalah ketika seseorang tersebut mengkonsumsi zat kimia lagi untuk menjaga fungsi fisiologis agar tetap merasa normal.

Menurut West, dalam Theory of Addiction, 2005, Rokok adalah salah satu produk yang potensial mengakibatkan perilaku adiktif karena di dalamnya terdapat nikotin. Dalam buku ”Theory of

Addiction” nicotine digolongkan ke dalam ”high potential” selain

heroin dan methadone. Potensi adiksi nikotin lebih besar dibandingkan amphetamines, ecstasy, cocaine, alcohol, marijuana, benzodiazepines dan perilaku judi.

Dalam Safarino, 1994, dijelaskan bahwa faktor biologis menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara biologis.Nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang.

UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan PP No. 19 tahun 2003 serta Perwal Semarang No. 12 Tahun 2009 menyatakan bahwa Tempat Proses Belajar Mengajar dan Tempat Kerja adalah kawasan tanpa rokok. Penegakan aturan tentang kawasan tanpa rokok ini perlu disosialisasikan kepada pihak manajemen dan diimplementasikan ke dalam aturan universitas tentang kawasan tanpa rokok. Implementasi

(32)

aturan kawasan tanpa rokok ini terutama adalah larangan merokok di dalam gedung yang sudah pernah disosialisasikan namun belum ada penegakan aturan dengan sangsi yang tegas. Hal inilah yang menyebabkan perilaku merokok masih sulit dikendalikan.

E. Gambaran Kebiasaan berolahraga Responden Tabel 9. Distribusi Responden Menurut

Kategori Kebiasaan Berolahraga Kategori Kebiasaan Berolahraga Frekuensi Persentase Kurang baik Baik 20 13 60,6 39,4 Jumlah 33 100,0

Kategori kebiasaan berolahraga pada tabel 9. didasarkan pada nilai rerata jumlah jam untuk melakukan olahraga dalam sebulan. Data tentang kebiasaan berolahraga meliputi status olahraga, jenis olahraga, frekuensi dalam sebulan, dan jumlah jam yang dihabiskan untuk berolahraga dapat dijelaskan sebagai berikut. Masih terdapat 30,3% karyawan laki-laki yang sama sekali tidak pernah melakukan olah raga sebulan terakhir. Jenis olah raga yang paling banyak dilakukan oleh karyawan adalah badminton, tenis meja, dan futsal. Selain itu ada juga jalan sehat, lari, bersepeda, dan karate. Diantara karyawan yang berolahraga, rerata frekuensi olahraga per bulan sebanyak 10,5 kali dengan jumlah jam yang dihabiskan hanya 14,4 jam. Ada responden yang hanya sekali dalam sebulan berolahraga seperti renang, itupun hanya 1 jam. Namun demikian masih ada yang dalam sebulan melakukan olahraga 32 kali dengan menghabiskan waktu sebanyak 48 jam.

(33)

F. Hasil Uji Statistik Kebiasaan Merokok dan Berolahraga dengan Kapasitas Vital Paru

Tabel 10. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan Merokok

Status Merokok Kapasitas Vital Paru Total Tidak Normal Normal

f % f % f % Merokok Tidak merokok 9 12 52,9 75,0 8 4 47,1 25,0 17 16 100,0 100,0

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p sebesar 0,188 yang berarti lebih besar dari 0,05 berarti tidak ada hubungan antara status merokok dengan kapasitas vital paru. Oleh karena itu analisis besar asosiasi antar keduanya tidak perlu dilakukan.

Perilaku merokok tidak berhubungan dengan KVP karena ternyata pada karyawan-karyawan perokok lebih banyak yang berolahraga daripada karyawan yang tidak perokok, seperti yang terlihat pada tabel berikut :

Tabel 11. Distribusi Kategori Perokok Berdasarkan Status Kebiasaan Olah Raga

Kategori Olah Raga Status Merokok Total Merokok Tidak Merokok f % f % F % Kurang Baik 8 40,0 12 60,0 20 100,0 Baik 9 69,2 4 30,8 13 100,0

Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa karyawan yang tidak merokok lebih banyak memiliki kebiasaan olah raga yang kurang baik (60,0%), dibanding yang kebiasaan olah raganya baik (40,0%),

(34)

sedangkan karyawan yang tidak merokok lebih sedikit memiliki kebiasaan olah raga yang baik (30,8%) dibanding dengan yang kebiasaan olah raganya kurang baik (60,0%).

Tabel 12. Distribusi Kategori Perokok Berdasarkan Status Kebiasaan Olah Raga

Kategori Olah Raga Kategori Perokok Total Ringan (1-4 bt) Sedang (5-14 bt) Berat (≥15 bt) f % f % f % f % Kurang baik 0 0,0 6 66,7 3 33,3 9 100 Baik 1 12,5 5 62,5 2 25,0 8 100

Para perokok berat ternyata memiliki kebiasaan olah raga yang lebih baik (25%) dibanding para perokok ringan (12,5%).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronchitis dan emfisema. Pada kedua keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit tersebut. Selain itu pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual, sukar tidur dan lain-lain. Kalau gejala-gejala diatas tidak segera diatasi maka gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk bernapas, kecepatan pernapasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain (Jos Usin. 1999:7).

Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan Joko Suyono (2001:218) yang menyatakan bahwa Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja.

Kapasitas vital paru yang hampir sama antara perokok dan non perokok dimungkinkan karena para perokok melakukan perilaku merokok di dalam ruangan sehingga paparan asap rokok kepada karyawan non

(35)

perokok justru menyebabkan gangguan yang lebih besar. Perilaku merokok karyawan Udinus yang banyak dilakukan di dalam ruangan, sementara ruangan yang ada di Udinus adalah ruang ber-AC dan tertutup, maka paparan asap rokok lingkungan (Environmental Tobacco Smoke) menjadi sangat berbahaya bagi orang-orang yang ada di dalam ruangan, termasuk yang tidak merokok. Environmental Tobacco Smoke (ETS) terdiri dari asap rokok utama/mainstream smoke (asap dari yang dihirup dan dikeluarkan oleh perokok aktif) dan asap sampingan/sidestream

smoke (asap rokok hasil pembakaran rokok). ETS mengandung zat

berbahaya sama seperti yang dihisap perokok. Faktanya, asap sampingan terbentuk pada temperature lebih rendah ternyata mengandung bahan beracun dan penyebab kanker yang lebih banyak daripada asap utama. Terdapat fakta utama ETS berbahaya untuk kesehatan, setiap tahun di US 49.900 orang dewasa bukan perokok meninggal karena kanker paru atau penyakit jantung akibat menghirup asap rokok lingkungan. Bayi juga berisiko mengalami SIDS, perempuan hamil berisiko memiliki bayi berat lahir rendah dan kelahiran prematur serta keguguran bila terpapar asap rokok lingkungan.

Para peneliti menyimpulkan bahwa asap jenis Sidestream mengandung kadar tembakau dan gas berbahaya yang sangat tinggi lebih dari kadar Mainstream Smoke. Asap Sidestream memiliki kandungan gas karbon monoksida 5 kali lipat dari kandungan yang ada pada asap Mainstream. Sedangkan kandungan nikotin dan tar yang ada padanya melebihi kandungan yang ada pada asap Mainstream atau 3 kali lipat. Kandungan carcinogenics yang ada padanya mencapai 4 kali lipat dari asap Mainstream. Kandungan ammonia yang ada padanya mencapai 46 kali lipat dari asap Mainstream; dan juga kandungan lainnya yang lebih tinggi kadarnya dari asap Mainstream. (Husaini, 2006). Kebiasaan merokok di kampus, terutama yang dilakukan dosen dan mahasiswa dapat menjadi faktor penguat perilaku merokok remaja,

(36)

dalam hal ini adalah mahasiswa. Global Youth Study Survey (GYTS) tahun 2000 menemukan bahwa paparan ETS pada anak-anak sangat tinggi, dimana 7 dari 10 pelajar tinggal di rumah dimana terdapat perokok yang merokok di dalam rumah, sedangkan 8 dari 10 terpapar ETS di tempat umum dan 6 dari 10 mempunyai orang tua perokok. (Aditama, 2000)

Tabel 13. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan Berolahraga

Kebiasaan Berolahraga

Kapasitas Vital Paru Total Tidak Normal Normal

f % f % f % Kurang baik Baik 14 7 70,0 53,8 6 6 30,0 46,2 20 13 100,0 100,0

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p sebesar 0,465 yang berarti lebih besar dari 0,05 berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vital paru. Oleh karena itu analisis besar asosiasi antar keduanya tidak perlu dilakukan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Syukri Sahab MS (1997:25) yang menyatakan bahwa seseorang yang aktif dalam latihan fisik akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi. Selain itu hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Guyton dan Hall, 1997:605).

Faktor yang diduga menjadi penyebab kebiasaan olahraga tidak berhubungan dengan kapasitas vital paru adalah frekuensi olahraga responden yang kurang dari 3 kali dalam satu minggu.

(37)

Uji pengaruh kebiasaan merokok dan kebiasaan olah raga terhadap kapasitas vital paru tidak dapat dilakukan karena kedua variabel bebas tersebut tidak berhubungan secara signifikan dengan kapasitas vital paru. Meskipun hipotesis penelitian tidak terbukti namun penelitin ini merupakan bukti telah terjadinya paparan asap rokok lingkungan (environment tobacco smoke) terhadap para karyawan yang tidak merokok. Kapasitas vital paru perokok dan tidak perokok tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.

Dengan bukti ini perlu dilakukan upaya pengandalian perilaku merokok, terutama di dalam gedung. Pada beberapa gedung, terutama gedung D, perilaku merokok di dalam gedung masih banyak dijumpai. Gedung yang tertutup dengan ventilasi yang sangat terbatas menyebabkan asap rokok dari para perokok juga dihirup oleh karyawan yang bukan perokok, dimana juga terdapat perempuan bahkan yang sedang hamil. Selain terhadap karyawan, asap rokok para perokok ini juga akan oleh penghuni gedung lain, yaitu mahasiswa

(38)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Cukup banyak karyawan yang memiliki kapasitas vital paru tidak normal, yaitu sebanyak 63,6%. Pada karyawan dengan kelompok umur 20 – 40 tahun, rerata KVP nya hanya mencapai 2722,9. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 Tahun reratanya mencapai 2588,9.

2. Jumlah karyawan laki-laki yang merokok sedikit lebih besar (51,5%) dari yang tidak merokok (48,5%). Ditinjau dari cara menghisapnya, lebih dari duapertiganya (64,7%) menghisap asap rokok tersebut sampai dada. Seluruh responden menyukai rokok yang berjenis filter. Sebagian besar responden perokok (64,7%) termasuk dalam kategori perokok sedang, yaitu menghisap rokok antara 5-14 batang per hari, dan 29,4% berada pada kategori perokok berat yang menghisap 15 batang rokok atau lebih per hari. 3. Terdapat 30,3% karyawan laki-laki yang sama sekali tidak pernah melakukan olah raga sebulan terakhir. Jenis olah raga yang paling banyak dilakukan oleh karyawan adalah badminton, tenis meja, dan futsal. Selain itu ada juga jalan sehat, lari, bersepeda, dan karate. Diantara karyawan yang berolahraga, rerata frekuensi olahraga per bulan sebanyak 10,5 kali dengan jumlah jam yang dihabiskan hanya 14,4 jam.

4. Tidak ada hubungan antara status merokok dengan kapasitas vital paru. (p-value 0,188). Kemungkinan karyawan yang tidak merokok terpapar asap rokok orang lain karena dari hasil observasi banyak dijumpai karyawan yang merokok di dalam ruangan maupun di tempat dimana banyak orang yang tidak merokok.

5. Karyawan yang tidak merokok lebih banyak memiliki kebiasaan olah raga yang kurang baik (60,0%), dibanding yang kebiasaan

(39)

olah raganya baik (40,0%), sedangkan karyawan yang tidak merokok lebih sedikit memiliki kebiasaan olah raga yang baik (30,8%) dibanding dengan yang kebiasaan olah raganya kurang baik (60,0%).

6. Tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vital paru (p-value 0,465).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan upaya pengendalian perilaku merokok terutama di dalam ruangan sehingga tidak berakibat terjadinya paparan asap rokok kepada karyawan bukan perokok.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan mengendalikan perilaku olah raga sehingga dapat diperbandingkan dengan nyata kapasitas vital paru perokok dan non perokok.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. Global Youth Study Survey (GYTS). Jakarta. Indonesia. 2000. Unpublished report. Summary results are available at

www.cdc.factsheet.

Barber, S, Adioetomo SM, Ahsan A, Setyonaluri D. Tobacco Economic in

Indonesia. MPOWER. International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease (The Union). 2008

Bhisma Murti. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. UGM Press. Yogyakarta

Evelyn C. Pearce. 1991. Anatomi Fisiologis untuk Paramedis. PT. Gramedia Pusat Utama. Jakarta

Guyton A.E., John E. Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawan.EGC . Jakarta

Herry K & Eram T.P, 2005. Panduan Praktikum Laboratorium Kesehatan Kerja. UPT UNNES Press. Semarang

Husaini, 2006. Tobat Merokok, cetakan 1. Pustaka Iman, Bandung

Jos Usin. 2000. Pernapasan Untuk Kesehatan. Elex Media komputindo. Jakarta Junsul Hairy, 1989. Fisiologi Olahraga jilid I. Depdikbud Direktorat Jendral

Perguruan Tinggi. Jakarta

Smet, Bart. Psikologi Kesehatan. PT Grasindo. Jakarta. 1994

Soekidjo Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta

Sugeng Budiono, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Tri Tunggal Fajar. Jakarta

Suparman, Warpadji. 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Syaifuddin B. A. C. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta

(41)

______________. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.EGC. Jakarta

Soekarman R.1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina Pelatih Dan Atlet. Depdikbud. Inti Sedayu Perss. Jakarta

Sudigdo Sastroasmoro, 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sagung Seto, Jakarta

Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta . Jakarta Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian.Alfabeta, Bandung

Triswanto Sugeng, 2007. Stop Smoking, Progressif Books, Yogyakarta Tabrani Rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates, Jakarta

World Health Organization. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Terjemahan oleh dr. Joko Suyono.EGC. Jakarta

(42)

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAH RAGA TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

TAHUN 2010)

A. PENDAHULUAN

1. Interviewer mengucapkan salam.

2. Interviewer memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud penelitian

3. Interviewer menyampaikan bahwa hasil penelitian ini semata untuk kepentingan keilmuan sehingga informasi yang diberikan responden akan dijaga kerahasiaannya.

4. Interviewer mohon ijin pengambilan gambar saat wawancara.

B. IDENTITAS RESPONDEN 1. Bagian : a. Rektorat/biro b. Fakultas ... c. Pascasarjana d. UPT... e. TV-Ku 2. Nama :... 3. Umur :...tahun. C. KEBIASAAN MEROKOK

1. Dalam 6 bulan terakhir apakah anda merokok? 1. Ya 2. Tidak (lanjut huruf D)

2. Jika ya, Sudah berapa lama anda merokok? ...bulan 3. Berapa batang rata-rata rokok yang dihisap setiap harinya?

...batang

4. Berapa banyak uang yang anda belikan rokok dalam sebulan?.Rp... 5. Bagaimana cara anda menghisap?

(43)

D. KEBIASAAN BEROLAHRAGA

1. Dalam sebulan terakhir apakah anda pernah berolahraga? 1. Ya 2. Tidak

2. Jika pernah,

Jenis Olahraga Frekuensi/minggu Durasi (jam)/waktu

E. PENUTUP

1. Interviewer mengecek kembali kelengkapan jawaban responden. 2. Interviewer mengucapkan dan memberikan tanda terimakasih. 3. Mengucapkan salam penutup

(44)

RIWAYAT HIDUP KETUA DAN ANGGOTA PENELITI Nama Lengkap dan Gelar : Nurjanah, SKM

NPP : 0686.11.2000.223

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Wonogiri, 29 Oktober 1975

Alamat Kantor/ Telepon : Jl. Nakula I 5-11 Semarang, 081 565 77170

E-Mail : -

Fakultas/Jurusan : Kesehatan/Kesehatan Masyarakat Pangkat/Golongan : Asisten Ahli/IIIA

Bidang Keahlian : Promosi Kesehatan

Pendidikan Profesional : S-1 Kesehatan Masyarakat tahun 1998 Riwayat Pekerjaan : Dosen di Fakultas Kesehatan UDINUS, 2000-sekarang

Riwayat Penelitian :

1. Ketua Tim Peneliti Imlementasi Pasal 83 UU No. 13 Th 2003 tentang Hak Menyusui Pekerja Perempuan Selama Waktu Kerja Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Anak, dibiayai Dipa DP2M Dikti Nomor : 242/D3/Pl/2007

2. Anggota tim Peneliti “Kesiapan Petani Tembakau Menghadapi RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (Studi Kasus di Kabupaten Temanggung)” bersama Balitbang Propinsi Jawa Tengah (2009)

Publikasi Ilmiah :

2. Pembicara pada seminar “Kesiapan Petani Tembakau menghadapi RUU Pengendalian Tembakau” di Bappeda Kabupaten Temanggung 2. Pembicara pada Workshop Perencanaan dan Evaluasi Program Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah dengan judul “Amanah Pasal-pasal tentang Tembakau pada UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan”

Semarang, Maret 2010 Ketua Peneliti

Nurjanah, S.KM NPP 0686.11.2000.223

(45)

Nama Lengkap dan Gelar : Suharyo, SKM, M.Kes

NPP : 0686.11.2002.299

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat/Tanggal Lahir : Pekalongan, 18 Mei 1979

Alamat Kantor/ Telepon : Jl. Nakula I 5-11 Semarang, 08122562818

E-Mail : -

Fakultas/Jurusan : Kesehatan/Kesehatan Masyarakat Pangkat/Golongan : Lektor/IIIC

Bidang Keahlian : Epidemiologi

Pendidikan Profesional : S-1 Kesehatan Masyarakat tahun 2001 S-2 Promosi Kesehatan tahun 2009

Riwayat Pekerjaan : Dosen di Fakultas Kesehatan UDINUS, 2002-sekarang

Riwayat Penelitian :

1. Hubungan antara kejadian gondok akibat kurang iodium dengan tingkat konsentrasi dan prestasi belajar pada murid SD/MI kelas V di Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati tahun 2001.(mandiri)

3. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kebugaran jasmani pada manusia usia lanjut di Jawa Tengah (studi kasus di panti wreda Kota Semarang), 2004 (dibiayai oleh P & K Jateng)

Publikasi Ilmiah :

1. Hubungan antara kejadian gondok akibat kurang iodium dengan tingkat konsentrasi dan prestasi belajar pada murid SD/MI kelas V di Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati tahun 2001.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian katarak senilis (studi kasus di Kota Semarang dan sekitarnya), 2003

4. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kebugaran jasmani pada manusia usia lanjut di Jawa Tengah (studi kasus di panti wreda Kota Semarang), 2004

Semarang, Maret 2010 Anggota Peneliti

Suharyo, S.KM NPP 0686.11.2002.299

Gambar

Tabel 1. Kategori Penilaian Volume dan Kapasitas Vital Paru   pada Laki-laki dan Perempuan
Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
Gambar 4.2. Struktur Dasar Studi Cross-Sectional Untuk Menilai Peran  Faktor Risiko Dalam Terjadinya Efek
+2

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.4 Perintah untuk menginstal cacti yang nantinya akan di gunakan untuk monitoring jaringan. Setelah instalasi selesai. Buka web browser dan masukkan ip yang telah

Sebelumnya dalam sistem reservasi tempat di Restoran Palace hanya dapat dilakukan secara manual yaitu pelanggan harus menelepon restoran ataupun datang langsung ke restoran untuk

a) Metakognisi yaitu suatu komponen mengenai kemampuan individu untuk memahami apa yang dibutuhkan dalam menghadapi suatu situasi dalam belajar seperti memahami apa

هيلع علط نم ناهذلأ اقفاومو ايندلاو نيدلا في.. ثحبلا ةيفلخ رقلا آ يذلا ينملسملل سدقلما باتكلا وه ن هلزنأ محمد بينلا لىإ الله صلى الله عليه وسلم ةطساوب

[r]

Besaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2016 tentang

[r]

Menanya - Guru mempersilahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dari gambar yang diamati dan dari renungan yang telah dikaji - Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang