iv
ASPEK HUKUM PENYADAPAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI INDONESIA OLEH AUSTRALIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN
2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA
Teuku Mochammad Triviansha 110110080416
ABSTRAK
Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Teknologi informasi tidak hanya dipakai dalam bidang industri ataupun ekonomi, tetapi juga dibidang pertahanan yang banyak memanfaatkan teknologi informasi untuk proses penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan. Salah satu cara suatu negara mendapatkan informasi ialah dengan melakukan tindakan penyadapan jaringan telekomunikasi melalui lembaga intelijen dengan kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tiap negaranya. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui aspek hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia terhadap tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia dan menjelaskan tanggung jawab penyelenggara telekomunikasi di Indonesia terhadap penyadapan.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yakni menggambarkan permasalahan yang diteliti dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif dengan meneliti bahan pustaka dan bahan hukum lainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Analisis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan menarik kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan permasalahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia termasuk kedalam penyadapan yang tidak sah (unlawful interception). Meskipun tindakan penyadapan merupakan suatu hal yang biasa dilakukan oleh tiap negara namun dengan bocornya dokumen intelijen Australia maka menghilangkan prinsip kerahasiaan badan intelijen tersebut sehingga tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan tindak pidana. Diketahui pula bahwa penyelenggara telekomunikasi di Indonesia berdasarkan UU Telekomunikasi menerapkan prinsip pertanggungjawaban praduga bersalah (presumed
liability), dimana penyelenggara telekomunikasi dibebankan kewajiban untuk