• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sudah sejak lama kuda dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, zaman dahulu kuda digunakan untuk alat transportasi karena kuda mempunyai tenaga yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, kuda menjadi banyak sekali manfaatnya diantaranya digunakan untuk mengangkut barang dan transportasi, dapat juga dijadikan untuk sumber daya pertanian dan peternakan, wisata, simbol kebudayaan, alat militer atau polisi, dan juga dapat dipakai olahraga.

Kuda merupakan ternak yang mempunyai keunggulan dalam berlari dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Peternakan kuda di Indonesia sudah ada sejak lama yaitu di Sumatera Barat dan untuk pacuan kuda sudah ada pada tahun 1900. Hal itu dibuktikan dengan adanya gelanggang pacuan kuda Bukit Ambacang Bukittinggi dan Kubu Gadang Payakumbuh beserta gelanggang Bukit Gombak Batusangkar yang hingga sekarang sudah ada 6 gelanggang pacuan kuda dengan tipe model sama (berkeliling 800-1.000 meter) bentukan kolonial Belanda, kecuali gelanggang pacuan kuda Tunggul Hitam Padang 1.600 meter dan Kandih Sawahlunto berkeliling 1.400 meter(Soehardjono, 1990).

Kuda Sumba atau lebih dikenal Sandel merupakan kuda lokal Indonesia. Kuda Sumba merupakan cikal bakal kuda lokal yang ada di Indonesia, seperti kuda Batak, kuda Sulawesi, kuda Aceh dan masih banyak lagi. Hal tersebut dikarenakan pada jaman dahulu setiap kerajaan disetiap daerah membeli kuda untuk dijadikan alat transportasi, oleh karena itu setiap daerah memberi nama

(2)

kuda sesuai nama daerahnya. Keistimewaan darikuda Sumba memiliki daya tahan tinggi terhadap iklim tropis dan juga memiliki kecepatan lari yang baik. Kuda Sumba memiliki tinggi pundak 123-133 cm, oleh karena itu kuda Sumba digolongkan ke dalam kuda jenis Poni yang memiliki tinggi pundak kurang dari 145 cm. Warna dasar kuda adalah hitam, putih dan merah, warna bulu kuda Sumba memiliki variasi yaitu dragem (cokelat-salak/bay), Dun, Roan dan chesnut (cokelat-salak lebih muda). Kuda lokal Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri kuda ini harus memiliki standarisasi. Hingga saat ini informasi mengenai karakteristik kuda Sumba untuk dijadikan standarisasi masih belum lengkap dan jelas, maka langkah awal yang perlu dilakukan untuk membudidayakan serta menggali potensi sumber daya kuda Sumba adalah dengan cara menghimpun informasi dan karakterisasi yang berdasarkan sifat kuantitatif dan sifat kualitatif Kuda Sumba. Sifat kuantitatif kuda Sumba diantaranya berat badan, panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada, lebar dada dan tinggi pinggul. Sifat kualitatif kuda Sumba diantaranya warna bulu, warna ekor, bentuk tubuh, temperamen, daya adaptasi. Data yang akan diambil dapat dijadikan informasi untuk berbagai kalangan dan berguna untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam kegiatan pemuliaan sehingga dapat dibuat standarisasi Kuda Sumba sebagai rumpun Kuda lokal Indonesia.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian yang berjudul “Identifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada Kuda Sumba Jantan (Kasus Peternakan Kuda Di Kota Waingapu,Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)”perlu untuk dilakukan.

(3)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, identifikasi masalah yang dapat diambil dalam pengamatan ini adalah bagaimana sifat kualitatif dan sifat kuantatitatif pada kuda Sumba jantan yang ada di peternakan kuda di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman dan mempelajari sifat kualitatif dan sifat kuantitatif kuda Sumba jantan yang ada di peternakan kuda di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dasar mengenai sifat kualitatif dan sifat kuantitatif kuda Sumba sebagai kuda lokal Indonesia. Sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rumusan dalam melakukan standarisasi kuda Sumba serta menjadi informasi ilmiah untuk penelitian lebih lanjut.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus. Leluhur nenek moyang kuda berasal dari binatang kecil yang tingginya itu hanya 25-45 cm dengan setiap kakinya memiliki 3 teracak. Dilihat dari perkembangan leluhur

(4)

kuda mempunyai daya adaptasi yang membuat perubahan pada kaki. Pada kaki terdapat perubahan karena adaptasi terhadap lingkungannya, yang awalnya berjari lima berubah menjadi empat, berjari empat menjadi tiga, hingga akhirnya berjari satu. Satu jari depan mengalami retraksi menjadi splint (Blakely dan Bade, 1991). Kuda termasuk hewan yang bertulang belakang dan mempunyai kelenjar susu untuk menyusui anaknya. Perkembangan setiap zamannya kuda mempunyai klasifikasi zoologis sebagai berikut, kingdom Animalia (hewan), filum chordata (vertebrata), kelas Mamalia (menyusui), ordo Perissodactyla (berteracak tidak memamah biak), famili Equidae, genus Equus,dan spesies Equus caballus (Ensminger, 1962).

Kuda dibedakan menjadi kuda berdarah dingin (coldblood), berdarah panas (hotblood), dan berdarah hangat (warmblood). Kuda hotblood identik dengan kuda tipe ringan yang agresif seperti kuda Arab, sedangkan kuda coldblood indentik dengan kuda tipe berat yang sering digunakan untuk menarik beban. Kuda diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat, dan kuda poni berdasarkan ukuran, bentuk tubuh, dan kegunaan. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi 1,45-1,75 meter saat berdiri, bobot badan 450-700 kilogram, dan sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 meter saat berdiri, dengan bobot badan lebih dari 700 kilogram dan biasa digunakan untuk kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 meter jika berdiri dan bobot badan 250-450 kilogram. Beberapa kuda berukuran kecil biasanya terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Edwards, 1994).

(5)

Pemuliaan kuda di Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungan sehingga menyebabkan kuda-kuda yang ada di Indonesia menjadi kuda yang berukuran kecil. Kuda yang ada di Indonesia memiliki tinggi berkisar 1,15-1,35 meter. Bentuk kepala itu umumnya lebih besar daripada kuda Arab, wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Dilihat dari beberapa cirinya kuda lokal Indonesia termasuk kuda poni (Edwards, 1994).

Budaya pertanian masyarakat Sumba khususnya Sumba Timur adalah peternakan. Memiliki ternak harus menjadi spirit manusia sepanjang hidupnya karena dikemudian hari akan mengangkat namanya, dikaitkan dengan kepercayaan asli, ternak sebagai korban memiliki nilai tertinggi. Kuda Sandelwood memiliki prestise sosial bagi masyarakat Sumba terutama terkait dengan upacara pasola yang setiap tahun diadakan. Masyarakat Sumba menggunakan kuda untuk transportasi, olahraga pacuan kuda, mahar (belis), upacara adat, dan juga sebagai kendaraan ketika masyarakat Sumba meninggal. Pemeliharaan kuda Sumba sudah membudaya dan menunjukan status sosial bagi pemiliknya. Masyarakat Sumba sudah melihat peluang usaha untuk menjadikan kuda sebagai sumber penghasilan dengan menjual kuda keluar pulau Sumba.

Saat ini populasi kuda Sumba setiap tahunnya semakin menurun, hal itu dibuktikan dengan evaluasi data populasi kuda Sumba setiap tahunnya yang dilakukan oleh dinas peternakan kabupaten Sumba Timur. Populasi kuda di Pulau Sumba pada tahun 2000 mencapai 214.540 ekor. Pada tahun 2008 turun menjadi 145.760 ekor, berarti selama kurun waktu 8 tahun terjadi penurunan populasi sebesar 32% atau 4% per tahun. Kuda ini memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, kaki yang yang cukup kuat, intelegensia yang tinggi, dan kecepatan lari yang baik. Keistimewaan lainnya kuda ini terletak pada kaki dan kukunya yang

(6)

kuat dan leher besar. Kuda ini memiliki temperamen yang tenang dibandingkan dengan jenis kuda lainnya. Kuda ini memiliki tingkat adaptasi yang baik terhadap lingkungannya. Warna rambut kuda Sumba bervariasi yaitu dragem (cokelat-salak/bay), Dun, Roan, chesnut (cokelat-salak lebih muda), abu-abu (dawuk), atau juga belang (plongko) (Soehardjono, 1990).

Habitat kuda ini adalah padang rumput yang sangat luas, padang rumput di Pulau Sumba sangat luas sehingga dapat menjadi habitat kuda dan ternak lainnya seperti sapi SO (Sumba Ongole). Kuda ini seringkali digunakan untuk upacara tradisional Pasola yaitu perang-perangan dengan cara melemparkan lembing yang terbuat dari kayu. Selain upacara adat Pasola, kuda ini juga digunakan untuk sarana olahraga yaitu pacuan kuda.

Kuda Sumba bagi masyarakat di Pulau Sumba sangat bermanfaat untuk acara adat tradisional dapat juga dimanfaatkan untuk sumber penghasilan dengan cara membudidayakan kuda Sumba untuk dijual ke berbagai daerah di Indonesia. Kuda Sumba digunakan untuk olahraga pacuan kuda di kota Waingapu. Pacuan kuda di Kota Waingapu yang dilaksanakan di lapangan Rihi eti setiap tahunnya diikuti oleh lebih dari 700 peserta, yang pada tahun ini dilaksankan pada tanggal 28 Oktober 2015. Perlombaan pacuan kuda terbagi dalam 15 kelas yang memperebutkan piala Bupati Sumba Timur. Keunikan dari pacuan kuda di Kota Waingapu adalah rute atau jalur yang ditempuh itu ke kiri atau berlawanan dengan arah jarum jam.

Kuda telah menjadi komoditi perdagangan orang Sumba ke daerah lain di Nusantara paling tidak sejak 1.840 melalui Waingapu yang kebanyakan dilakukan oleh bangsawan setempat. Penyebaran kuda Sumba di Indonesia dari pulau Sumba menyebabkan timbulnya jenis-jenis kuda baru seperti kuda batak, kuda

(7)

timor, kuda Sumbawa, kuda jawa, dan kuda-kuda lainnya. Kuda-kuda jenis yang ada di Indonesia itu sebenarnya adalah kuda Sumba, namun akibat keadaan lingkungan dan habitat setiap daerah itu berbeda akan menyebabkan sifat kualitatif dan kuantitatif yang berbeda pula tiap jenisnya.

Penampilan tubuh suatu individu (performa) dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik diturunkan oleh tetua pada generasi selanjutnya dan bersifat kekal terkecuali terjadi mutasi gen penyusunnya. Faktor lingkungan tidak diturunkan kepada keturunannya dan bersifat temporer (tidak tetap), bergantung kepada lingkungan individu tersebut berada.

Sifat kualitatif adalah suatu sifat yang dapat diklasifikasikan ke dalam satu dari dua kelompok atau lebih dengan pengelompokan yang berbeda jelas satu sama lain. Sifat kualitatif dapat diartikan sebagai sifat luar yang tampak dengan sedikit atau bahkan tidak berhubungan dengan kemampuan produksi (Warwick, 1995).

Sifat kuantitatif adalah sifat yang dikendalikan oleh banyak pasang gen (polygen), dan dalam manifestasinya sifat ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berperan besar. Sifat kuantitatif dapat diukur dan berhubungan dengan kemampuan produksi suatu individu ternak, seperti produksi susu, laju pertumbuhan, dan ukuran-ukuran tubuh (Warwick, 1995).

Sifat kuantitatif ini sering digunakan sebagai kriteria seleksi ternak sebelum dilakukan perkawinan untuk memperoleh bibit unggul. Ukuran-ukuran yang dapat diamati adalah bobot badan, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dan dalam dada (Hardjosubroto, 1994).

Informasi mengenai Kuda Sumba masih belum jelas bahkan penelitian lebih lanjut tentang karakterisasi kuda Sumba masih jarang dilakukan.

(8)

Karakterisasi kuda Sumba dapat diketahui dengan cara mencari keragaman berdasarkan sifat kualitatif dan sifat kuantitatif kuda Sumba. Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi sumber data dan bermanfaat untuk kegiatan pemuliaan sehingga dapat dibuat standarisasi kuda Sumba sebagai rumpun kuda lokal Indonesia.

1.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat peternak-peternak kuda yang ada di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Lama penelitian adalah dua minggu, yaitu terhitung dari 20 Oktober sampai dengan 7 November 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan ini akan memberikan arahan dalam melakukan investigasi terkait dengan cara ia memainkan peran , teknik yang akan dilakukan dan informasi yang akan diharapkan diperoleh

Hasil dari penelitian pendahuluan akan dijadikan acuan untuk penelitian utama, pada penelitian pendahuluan didapatkan hasil bahwa pada perlakuan P2 dengan menggunakan

TASPEN (Persero), dimana perbaikan tersebut sangat mempengaruhi keberlanjutan dari Peraturan Direksi sebagai pedoman pelayanan pelaksanaan Program Tabungan Hari Tua, Program

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam

Namun dalam perjalannya transaksi tersebut rusak ketika pihak penyewa meminta tambahan biaya dari biaya yang telah di tentukan di awal akad sehingga disini terjadi

Tidak dipungkiri bahwa penggunaan printer dalam suatu pekerjaan tidak selalu efektif. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan printer dalam sebuah perusahaan, seperti

Mencermati tingginya peningkatan pinjaman untuk keperluan investasi serta juga didukung kontribusi investasi yang cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Kubu Raya yaitu 37,8

Mengenai pengaruh kebudayaan terhadap budaya politik masyarakat Samin (Sedulur Sikep) dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan asli yang dipegang warga masyarakat Samin