• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Level Protein dengan Penambahan Asam Amino Esensial dalam Pakan Terhadap Produksi Karkas Ayam Kampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Level Protein dengan Penambahan Asam Amino Esensial dalam Pakan Terhadap Produksi Karkas Ayam Kampung"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Level Protein dengan Penambahan Asam Amino Esensial dalam Pakan

Terhadap Produksi Karkas Ayam Kampung

Effect of the Dietary Protein Level by Essential Amino Acid Supplementation on Carcass Production of Native Chicken

Harimurti Februari Trisiwi1, Zuprizal2, dan Supadmo2 1Akademi Peternakan Brahmaputra

2Fakultas Peternakan UGM

Abstract

The study was conducted to know the effect of protein level by essential amino acid supplementation (lysine, methionine, threonine) on carcass production of native chicken. One hundred unsexed day old native chickens were randomly divided into 4 groups of treatment in 5 replications and consisted of 5 birds each. The native chickens were kept up to 10 weeks old receiving 4 ration treatment i.e crude protein level of 18% (P1), 16% (P2), 14% (P3), and 12% (P4), 4 ration treatments were isoenergy (2600 kcal/kg) with level of lysine of 0.98%, methionine 0.36%, and threonine 0.69%. Ration and drinking water were offered ad libitum. The meat samples were taken from breast for physical characteristic and fatness. Those of the physical properties were pH, water holding capacity (WHC), cooking loss, and tenderness. The collected data were analysed by a one way classification of variance analysis (CRD), followed by testing the significant means by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The result showed that the lowering protein level from 18 decrease to 16% by lysine, methionine, and threonine supplementation maintained native chicken carcass percentage and carcass quality. Highest fat percentage was observed at 12% crude protein ration. Key words: Native chicken, Protein, Essential amino acid, Carcass quality, Meat fat.



Pendahuluan

Pengembangan ayam kampung mempunyai kendala yaitu rendahnya tingkat produksi yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan dan pem-berian pakan. Peningkatan level protein meningkat-kan pertumbuhan, tetapi bahan pameningkat-kan sumber protein relatif mahal dan pertumbuhan sebenarnya dipengaruhi oleh proporsi asam amino esensial (AAE) dalam pakan.

Menurut Widyani (1999) metionin merupakan asam amino pembatas pertama pada pakan unggas, disusul lisin dan treonin. Bila kebutuhan akan AAE terpenuhi, level protein pakan dapat diturunkan dengan penambahan AAE sesuai dengan proporsinya untuk menghemat bahan pakan sumber protein.

Hasil-hasil penelitian yang dilakukan pada ayam kampung menunjukkan bahwa persentase karkas yang lebih tinggi dengan kualitas karkas yang sama berhubungan dengan level protein pakan yang tinggi. Penurunan level protein pakan dengan penambahan AAE diharapkan dapat mempertahankan persentase karkas, kadar lemak daging, dan kualitas karkas.

Menurut Soeparno (1992-b) karkas ayam adalah ayam yang telah disembelih dikurangi dengan darah, bulu, kepala, leher, shank, isi rongga dada dan perut, ginjal dan paru-paru termasuk karkas karena sukar dipisahkan. Selanjutnya, berat dan persentase karkas dipengaruhi oleh berat ayam, perlemakan tubuh, daging dada, faktor nutrisi, jenis kelamin, dan umur potong.

Mengenai karbohidrat dan lemak, Rook dan Thomas (1983) mengemukakan bahwa penggunaan karbohidrat dan asam-asam lemak yang diabsorbsi yang utama untuk memenuhi kebutuhan energi, kemudian terjadi deposisi nutrien sebagian kecil berupa glikogen dan terutama berupa lemak.

Soeparno (1992) menyebutkan bahwa susut masak, pH, daya ikat air (DIA), dan keempukan merupakan komponen kualitas daging. Daging dada dapat digunakan sebagai penentu kualitas karkas karena bagian dada adalah bagian karkas dengan jumlah daging terbanyak. (Soeparno, 1992-a).

Menurut Swatland (1984) keasaman daging diukur melalui konsentrasi ion hidrogennya, pH menurun bila

(2)

konsentrasi ion hidrogen lebih banyak. Selanjutnya, daging mengandung buffer (dengan adanya ATP dan fosfat) yang dapat mengikat ion-ion hidrogen.

Ayam setelah dipotong supply oksigen dan nutrien pada jaringan berhenti, konsentrasi adenosine

triphosphat (ATP) dipertahankan dengan pemecahan

kreatin fosfat kemudian glikogen oleh enzim dalam sarcoplasma otot dengan hasil asam laktat sehingga terjadi perubahan keasaman otot dari pH 7,0 (awal setelah pemotongan) menjadi pH ultimat 5,6 – 5,8 pada daging dada (Mead, 1989). Menurut Soeparno (1992) nilai pH ultimate (akhir) adalah pH yang tercapai setelah glikogen otot habis atau glikogen tidak sensitif terhadap serangan enzim glikolitik.

Swatland ( 1984 ) menyebutkan bahwa daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya. Pada pH yang lebih tinggi dari pada pH isoelektrik protein daging (5,0 –5,1) terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Penurunan pH otot menurunkan DIA daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan meninggalkan serabut otot.

Soeparno (1992) menyebutkan bahwa susut masak adalah berat yang hilang selama pemasakan.

Disamping DIA, lemak daging juga dapat mem-pengaruhi susut masak. Keempukan adalah kualitas daging masak berdasarkan kemudahannya dikunyah tanpa kehilangan sifat jaringan yang layak (Triatmojo

et al. 1986).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penurunan level protein dengan penamba-han asam amino lisin, metionin, dan treonin (dengan level yang sama pada setiap level protein pakan) terhadap berat hidup, berat karkas, persentase karkas, kadar lemak daging, dan kualitas karkas ayam kampung.

Metode Penelitian

Penelitian selama 69 hari ini menggunakan seratus ekor day old chick (DOC) ayam kampung

unsexed yang dibagi secara acak ke dalam 20 kandang,

setiap kandang berisi 5 ekor, setiap 5 kandang untuk satu macam perlakuan pakan.

Pakan perlakuan (P1, P2, P3 dan P4) yang digunakan dalam penelitian ini tercantum pada Tabel 1. Untuk melengkapi kekurangan lisin, metionin dan treonin pada P2, P3 dan P4 ditambahkan asam-asam amino sintetis.

Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan

Bahan pakan (%) P1 P2 P3 P4

Dedak halus Jagung kuning giling Bungkil kedelai Tepung ikan NaCl Top mix1 Filler CaCO3 Biofos L-Lisin HCl DL-Metionin L-Treonin 17,00 52,00 9,00 13,00 0,25 0,30 7,85 0,60 0,00 0,00 0,00 0,00 29,50 49,04 12,00 6,35 0,25 0,30 0,38 1,17 0,74 0,17 0,04 0,06 22,00 56,00 12,50 2,45 0,25 0,30 3,05 1,55 1,28 0,37 0,10 0,15 26,00 58,60 6,55 1,00 0,25 0,30 3,12 1,70 1,50 0,60 0,13 0,25 Total 100 100 100 100 Kandungan Nutrien: PK (%)2 18,16 16,35 14,29 12,01 ME (kcal / kg) SK (%) EE (%) Ca (%) P tersedia (%) 2609 3,61 5,12 1,01 0,48 2580 4,80 6,09 1,01 0,48 2592 4,15 5,21 1,02 0,48 2580 4,26 5,63 1,02 0,48 Asam a mino (%):3 Lisin

Arginin Metionin Sistin Treonin 0,98 0,86 0,36 0,25 0,69 0,98 0,77 0,36 0,26 0,69 0,98 0,61 0,36 0,24 0,69 0,98 0,57 0,36 0,20 0,69 1Produksi PT. Medion; 2Hasil analisis proksimat di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM;

(3)

Penentuan level metabolis energi (ME) 2600 kcal/kg menurut pendapat Resnawati (1998) dan Sinurat (1999), sedangkan protein kasar (PK) 18% pada P1 menurut pendapat Resnawati (1998) Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum.

Variabel yang diamati meliputi berat hidup (g/ekor), berat karkas (g/ekor), karkas (%), lemak daging (%), pH, DIA (%), susut masak (%), dan keempukan (kg/cm2). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dari rancangan acak lengkap pola searah, jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (Astuti, 1980).

Hasil dan Pembahasan

Berat hidup, berat karkas, persentase karkas, lemak daging, kualitas fisik daging ayam kampung pada umur 70 hari tercantum pada Tabel 2.

Penurunan level protein menyebabkan penuru-nan berat hidup dan berat karkas pada P3 dan P4, tetapi penambahan ketiga AAE dapat mempertahan-kan berat hidup dan berat karkas dengan penurunan level protein 2 point pada P2. Ketidakseimbangan AAE menyebabkan penurunan berat karkas pada P3 dibanding P1 (p<0,01) dan pada P4 dibanding P3 (p<0,01).

Persentase karkas yang dihasilkan pada keempat perlakuan berbeda tidak nyata karena efisiensi pengunaan protein yang lebih baik dan kadar lemak daging yang lebih tinggi pada ayam dengan level protein pakan yang lebih rendah.

Kadar lemak daging cenderung meningkat dan berbeda sangat nyata (p<0,01) pada P4 dibanding perlakuan lainnya. MacLeod (1991) menyebutkan bahwa respon unggas yang sedang tumbuh terhadap variasi rasio energi dan protein pakan bukan dengan pelepasan energi melalui panas tetapi dengan merubah jumlah energi yang disimpan (retained) dan dalam pembagian energi antara protein dan lemak.

Van Es (1980) menyebutkan bahwa estimasi penggunaan ME bagi energi yang terdeposisi sebagai protein jaringan berkisar antara 40-60% dan sisanya untuk deposisi lemak. Pada P4 terjadi konsumsi ME yang melebihi kebutuhan untuk deposisi protein sebagai akibat usaha memperoleh kecukupan AAE sehingga terjadi deposisi lemak 1,07 %.

Nilai pH keempat perlakuan berbeda tidak nyata. Soeparno (1992) menyebutkan bahwa nilai pH banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem dan cadangan glikogen otot. Lehninger (1982) menyebut-kan bahwa glikolisis anaerob terjadi ketika oksigen tak dapat dibawa ke otot dengan cepat untuk mengoksidasi piruvat untuk menghasilkan ATP. Dengan demikian, otot menggunakan cadangan glikogen untuk menghasilkan ATP dengan hasil akhir laktat.

Menurut Church dan Pond (1982) cadangan glikogen terbatas sehingga ingesti karbohidrat yang melebihi kebutuhan pembentukan glikogen pada suatu saat dikonversi menjadi lemak. Cadangan glikogen yang diduga sama pada keempat perlakuan menghasilkan laktat yang sama dan kemudian nilai pH yang berbeda tidak nyata.

Daya ikat air (DIA) berbeda tidak nyata pada keempat perlakuan karena pH yang berbeda tidak nyata dan kemungkinan kadar protein daging juga berbeda tidak nyata Soeparno (1992) menyebutkan bahwa faktor pH dan sintesis protein dapat mempengaruhi DIA.

Swatland (1984) menyebutkan bila pH post

mortem berkurang, DIA juga berkurang dan banyak

air yang bergabung dengan protein otot sebelum pemotongan bebas meninggalkan serat otot. Widyani (1989) menyebutkan bahwa protein karkas meningkat secara linier dengan bertambahnya level lisin dan mencapai plateau pada level 1,2%.

Tabel 2. Pengaruh Level Protein Terhadap Produksi Karkas Ayam Kampung Umur 70 Hari

Variabel P1 P2 P3 P4 Sig

Berat hidup (g/ekor) Berat karkas (g/ekor) Karkas (%) Lemak daging (%) PH DIA (%) Susut masak (%) Keempukan (kg/cm2) 792,64 a 493,82 a 62,46 0,53a 5,90 25,30 20,22 0,63 746,74ab 457,10ab 63,50 0,53a 5,80 24,00 17,12 0,65 692,85b 439,63b 63,47 0,65a 5,82 20,79 16,95 0,68 583,99c 361,48 c 61,77 1,07b 5,86 21,61 23,19 0,56 ** ** ns ** ns ns ns ns abc Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (p< 0,01)

(4)

Pada penelitian ini digunakan level 3 AAE yang sama sehingga protein karkasnya diduga relatif sama. Dengan pH yang berbeda tidak nyata dan kadar protein yang relatif sama dihasilkan DIA yang berbeda tidak nyata. DIA pada P1 dan P2 yang secara angka lebih tinggi daripada DIA pada P3 dan P4 kemungkinan dipengaruhi oleh kadar lemaknya. Menurut Soeparno (1992-b) otot yang lebih sedikit mengandung lemak, lebih banyak ruang pada protein daging untuk mengikat air.

Pakan perlakuan menghasilkan susut masak yang berbeda tidak nyata. Soeparno (1992b) menyebut-kan bahwa DIA dan lemak daging mempengaruhi susut masak. Lemak daging meleleh saat pemasakan dan sebagian menutup permukaan daging sehingga kehilangan cairan pada otot yang mengandung lebih banyak lemak lebih kecil, tetapi pada daging yang mengandung lemak marbling lebih besar akan kehilangan lemak lebih besar (Soeparno, 1992).

DIA daging dada pada P1 dan P2 relatif lebih tinggi dari pada P3 dan P4, tetapi kadar lemak daging dada P3 dan P4 relatif lebih tinggi daripada P1 dan P2 sehingga susut masak berbeda tidak nyata.

Susut masak relatif lebih tinggi pada P4 daripada ketiga perlakuan lainnya karena kandungan lemak dagingnya lebih tinggi secara sangat nyata. Menurut Soeparno (1992) pada saat pemasakan lemak daging meleleh dan melarutkan kolagen menjadi gelatin, sedangkan Aurand et al. (1987) berpendapat bahwa kolagen adalah suatu protein dalam daging, komponen penting jaringan ikat, tendon dan tulang yang mengandung hidroksiprolin lebih tinggi daripada protein pada umumnya dan ketika dipanaskan hingga 80º C kolagen dikonversi menjadi gelatin yang larut dalam air.

Keempukan berbeda tidak nyata antara keempat perlakuan, tetapi nilai P4 menghasilkan keempukan daging tertinggi yaitu 0,56 kg/cm2. Keempukan daging berhubungan dengan DIA dan kandungan lemak daging. DIA pada P1 dan P2 relatif lebih tinggi dari-pada DIA dari-pada P3 dan P4, tetapi kadar lemak daging pada P2 dan P4 relatif lebih tinggi daripada P1 dan P2.

Soeparno (1992) menyebutkan bahwa keempukan ditentukan oleh struktur myofibril dan kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan ikatan silangnya, DIA protein daging dan jus daging. Selanjutnya, pada pemasakan daging, meskipun serabut otot mengalami kontraksi dan menjadi lebih alot, lemak daging meleleh dan melarutkan kolagen menjadi gelatin, sehingga pengaruh pemasakan secara keseluruhan adalah meningkatkan keempukan daging.

Kesimpulan

Penurunan level protein pakan dari 18 hingga

mempertahankan persentase karkas dan kualitas fisik daging, tetapi menurunkan berat karkas pada level protein pakan 14%, dan kadar lemak daging dada meningkat pada level protein pakan 12%.

Daftar Pustaka

Astuti, M. 1980. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik. Bagian Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Aurand, L. W., A. E. Woods and M. R. Wells. 1987. Food Composition and Analysis. Van Nostrand Reinhold Co. New York.

Church, D. C. and W. G. Pond. 1982. Basic Animal Nutrition and Feeding 3rd Ed. John Wiley and Sons. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosukojo dan A. D. Tillman. 1980. Tabel-Tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Utah State University. Utah.

Lehninger, A. L. 1982. Biochemistry. Worth Publisher Inc. New York.

MacLeod, M. G. 1991. Fat Deposition and Heat Production as Responses to Surplus Dietary Energy in Fowls Given a Wide Range of Metabolizable Energy : Protein Ratios. British Poultry Sci., 32 : 1097-1108.

Mead, G. C. 1989. Processing of Poultry. Elsevier Applied Science. London, New York.

Resnawati, H. 1998. The Nutritional Requirements for Native Chickens. Bulletin of Animal Sci., Supplement Ed. 1998 : 522-527.

Rook, J. A. and P. C. Thomas. 1983. Nutritional of Physiology of Farm Animal. Longman. London, New York.

Sinurat, A. P. 1999. Penggunaan Bahan Lokal dalam Pembuatan Ransum Ayam Buras. Wartazoa Vol. 9 No. 1 : 12-20.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeparno, 1992-a. Komposisi Tubuh dan Evaluasi Daging Pedoman Penilaian Kualitas Produk Ayam Jantan. Buletin Peternakan Vol XVI : 6-14. Soeparno. 1992-b. Laporan Penelitian Daging Dada

(Pectoralis superficialis) sebagai Standar Penilaian Kualitas Daging. Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animal. Prentice Hall Inc. Englewood

(5)

Triatmojo, S., C. P. Nugroho dan Soeparno. 1986. Keempukan dan Cooking Loss Daging Ayam Kampung yang Disuntik Antemortem Enzim Papain. Buletin Peternakan Th. X No. 1 : 17-21. Van Es, A. J. H. 1980. Energy Costs of Protein

Deposition. Protein Deposition in Animals. Butterworths. London, Boston, Sydney, Wellington, Durban, Toronto.

Widyani, R. R. 1989. Standarisasi Kebutuhan Asam Amino Esensial pada Pakan Broiler di Indonesia. Tesis. Fakultas Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Widyani, R. R. 1999. Persyaratan Asam Amino Pembatas Utama pada Pakan Ayam Pedaging di Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan
Tabel 2. Pengaruh Level Protein Terhadap Produksi Karkas Ayam Kampung Umur 70 Hari

Referensi

Dokumen terkait

BNI Syariah memiliki berbagai jenis produk dan jasa yang relatif lengkap untuk memenuhi kebutuhan individu, usaha kecil, dan institusi. Produk dan jasa yang

Dari teori-teori diatas ada beberapa hasil penelitian yang ditemukan, ada pun kesehatan mental tersangaka yang menjalani proses hukum pidana ditingkat penyidikan

sebaliknya jika semakin rendah indeksnya, maka dominansi akan semakin menyebar pada lebih banyak jenis. Sumber:

Di dalam sebuah sistem yang dibuat dari subsistem-subsistem yang seimbang, perilaku kolektif sebagai komponen utama gerakan sosial menyatakan ketegangan-ketegangan yang

Masalah penjadwalan kegiatan perkuliahan semester ganjil di Program Studi S1 Matematika yang tumpang tindih menyebabkan mahasiswa tidak nyaman dalam memilih mata kuliah yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panen pada tingkat kemasakan kuning seluruh malai menghasilkan bobot gabah kering panen dan kering simpan yang paling tinggi serta daya

Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa pada pemahaman membaca dengan menggunakan strategi Multiple Intelligences. Tujuan dari penelitian ini

Sharp Elektronik Indonesia Cabang Palembang yang mampu menginput data pemesanan, data toko, data pengiriman serta output laporan pengiriman, cetak bukti