• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari famili cyprinidae. Ikan mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari famili cyprinidae. Ikan mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang,"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)

Spesies ikan mas (Cyprinus carpio L.) masuk dalam genus cyprinus dari famili cyprinidae. Ikan mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang, sedikit pipih kesamping. Mulut terletak diujung tengah (terminal), mempunyai sungut dua pasang, sirip punggung dengan jari-jari keras berjumlah 17-22 serta sirip dada dengan jumlah 15 jari-jari keras. Letak permulaan sirip punggung ini berseberangan dengan permulaan sirip perut yang hanya ada satu dengan jumlah jari-jari keras antara 7-9. Ikan mas mempunyai sisik yang relatif besar dengan tipe cycloid, mempunyai garis rusuk yang lengkap pada pertengahan sirip ekor dengan jumlah antara 35-39 (Saanin, 1984).

2.2 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata Subphyllum : Vertebrata Classis : Pisces Subclassis : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Cyprinoidea 5

(2)

Famili : Cyprinidae Subfamili : Cyprininae Genus : Cyprinus

Species : (Cyprinus carpio L.)

2.3 Penyakit Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)

Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi / struktur dari alat tubuh / sebagian alat tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara 3 faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air) kondisi inang (ikan), dan adanya jasad patogen (jasad penyakit). Dengan demikian timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan tubuh yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi,2004).

Dalam budidaya ikan, penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. Kerugian yang ditimbulkan bergantung pada presentase populasi yang terserang penyakit, umur ikan yang sakit, parahnya penyakit, dan adanya infeksi sekunder. Penyakit-penyakit tersebut banyak yang bersifat infeksi seperti juga penyakit pada hewan berdarah panas. Bagi ikan, faktor-faktor noninfeksi juga sangat berperan (Zonneveld et al.1991).

(3)

Degradasi lingkungan lahan budidaya akibat tingginya cemaran dan kesalahan pengelolaan budidaya yang merupakan akibat dari kurang efisiensinya penggunaan bahan baku / input produksi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya masalah penyakit pada usaha budidaya ikan (Supriyadi, 2004). Penyakit ikan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius pada usaha budidaya ikan. Kerugian yang diderita akibat wabah penyakit ini biasanya cukup besar. Selain kematian ikan, kerugian yang lain adalah berupa penurunan kualitas ikan. Hal ini tentu saja mengakibatkan pada harga jual dari ikan tersebut menjadi rendah.

Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), penyakit dibedakan menjadi 2, yaitu non parasiter adalah penyakit yang ditimbulkan bukan oleh hama dan organisme parasit. Penyakit MAS merupakan non parasiter karena ditimbulkan oleh bakteri bukan parasit. sedangkan penyakit parasiter diakibatkan oleh parasit. Organisme parasit adalah organisme yang hidup didalam atau pada tubuh organisme lain, dan mendapatkan makanan untuk hidupnya tanpa adanya kompensasi.

Penyebab penyakit ikan antara lain infeksi organisme parasit seperti virus, bakteri, protozoa dan crustacea stress akibat dari kepadatan tinggi, adanya bahan beracun, mutu pakan kurang baik / pakan tercemar, serta terjadinya perubahan lingkungan secara drastis. Infeksi penyakit yang sering terjadi pada usaha pembesaran ikan mas antara lain cacar, mata menonjol, bisul pada pangkal ekor, bintik darah dibawah sirip, dan pada gelembung renangnya (Supriyadi et al. 2002).Bakteri A.hydrophila tidak membentuk

(4)

kapsul maupun spora. Koloni berbentuk bulat, tepi rata, cembung, dan berwarna kuning keputih-putihan. (Post, 1983; Sarono et al., 1993).

Dilihat dari cara hidupnya, A. hydrophila bersifat patogen oportunistik, selalu berada dalam air dan menyerang ikan pada waktu ikan lemah. Bakteri ini dapat hidup di perairan air tawar, juga dapat hidup diperairan payau, dan laut (Newman, 1982).Kemampuan A. hydrophila menimbulkan penyakit cukup tinggi. Tingkat keganasan yang diukur dengan LD50 cukup bervariasi, yaitu berkisar antara 104-106 sel / ml (Sarono et al. 1993).

Penyakit bakterial yang disebabkan oleh A. hydrophila disebut dengan MAS (Motil Aeromonas Septicemia). Gejala eksternal yang muncul akibat penyakit ini adalah adanya ulser yang berbentuk bulat atau tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi, dan erosi didalam rongga dan sekitar mulut seperti redmouth disease. Selain itu terjadi hemorrhagik pada sirip serta mata membengkak dan menonjol (Sarono et al., 1993). Gejala internal dari penyakit MAS adalah pembengkakan ginjal tetapi tidak lembek, petikiae (bintik merah) pada otot daging dan peritoneum, usus tidak berisi makanan tetapi berisi cairan kuning dan gejala khas dari bakteri ini adalah adanya sejumlah besar cairan kuning pada rongga perut (Sarono et al., 1993).

Sistem pertahanan tubuh pada ikan dipengaruhi oleh kondisi anatomis, fisiologis, spesies umum, berat badan, dan lingkungan luar sehingga memungkinkan adanya tingkatan yang berbeda-beda (Schaperclaus, 1992). Sistem pertahanan tubuh ikan terdiri dari dua macam, yaitu sistem pertahanan nonspesifik dan spesifik (Davies, 1997).

(5)

1. Sistem Pertahanan Nonspesifik

Sistem pertahanan nonspesifik berfungsi untuk melawan segala jenis patogen bersifat permanen, diturunkan kepada anakanya, dan tidak perlu adanya rangsangan (Schaperclaus, 1992). Sistem pertahanan ini melindungi tubuh ikan dengan cara nenghambat pertumbuhan mikrobia. Pada ikan, pertahanan pertama untuk melawan patogen terdapat pada permukaan tubuh. Secara fisik daerah permukaan tubuh dapat menghambat masuknya patogen ke dalam tubuh ikan (Atlas, 1997). 2. Sistem Pertahanan Spesifik

Sistem pertahanan spesifik berfungsi untuk mempertahankan diri terhadap penyakit tertentu dan pembentukanya memerlukan rangsangan terlebih dahulu. Rangsangan dapat terjadi secara alami dan buatan atau dengan vaksinasi (Ellis, 1989).

Bakteri A. hydrohila umumnya hidup diperairan tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Bakteri ini bersifat Gram negatif, berbentuk batang. A. hydrophila termasuk bakteri yang bergerak aktif dan memiliki satu flagela yang keluar dari salah satu kutubnya dan lebih suka hidup dilingkungan bersuhu 15-300C dengan pH 5,5- 9 (Anonim, 2002).

Gejala yang diakibatkan oleh bakteri A. hydrophila yaitu pendarahan pada tubuh ikan baik pada pangkal sirip, ekor dan bagian tubuh yang lain serta kulit luka dan akhirnya menjadi borok. Selanjutnya ikan mati lemas yang sering ditemukan dipermukaan maupun pada dasar

(6)

kolam. Bercak merah sering terjadi pada saat perubahan musim kemarau kemusim hujan. Faktor pendukung lain adalah kualitas air yang buruk, terutama bahan organik tinggi yang merupakan media pertumbuhan jenis bakteri A. hydrophila (Anonim, 2002).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila ini tergolong ganas mudah menular dan mengakibatkan ikan mati. Wabah A.

hydrophila dapat ditularkan melalui air, sentuhan langsung, atau dari

peralatan yang sudah tercemar jenis penyakit ini dapat menyerang benih ikan dan ikan dewasa (Irwan, 2000).

2.5 Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam sistematika tumbuhan menurut klasifikasi Cronquist (1981) adalah sebagai berikut : Divisio : Magnoliophyta

Classis : Liliopsida Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

2.5.1 Morfologi Temulawak

Temulawak merupakan semak berimpang yang tingginya mencapai 2 meter. Batangnya semu berbentuk dan pelepah daun yang

(7)

saling bertautan lunak pada pangkalnya berbentuk rimpang besar berwarna kuning muda, globular, kulit rimpang kuning tua atau cokelat kemerahan. Daging rimpang orange kecoklatan, bercabang dengan warna cabang yang lebih pucat, dan mempunyai bau merangsang berasa agak pahit. Rimpang terdiri dari rimpang induk berbentuk bulat telur dengan anakan rimpang yang lebing langsing berjumlah 34 daunnya berbentuk oval, tunggal, dengan ujung meruncing, permukaan licin, dan tipisnya rata. Pertulangan daun menyirip, warna daun hijau dengan tulang hijau yang ditengah ungu. Bunga temulawak tumbuh pada bagian dekat dengan tanah, berupa bunga mejemuk berbulir, memiliki banyak daun pelindung, kelopaknya berambut putih, mahkota juga putih berbentuk tabung dengan lobus berwarna merah, benang sari kuning muda (Backer & van den Brink, 1968).

Temulawak tumbuh tersebar luas di Indonesia, di Jawa tumbuh liar di hutan-hutan jati, di tanah yang kering dan pada ilalang atau sengaja ditanam di tegalan. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 1500 m diatas permukaan laut. Curah hujan optimum 100-200 mm per tahun, tidak tahan penggenangan. Temulawak merupakan tanaman yang menyukai lingkungan gelap dan lembab tetapi tidak terlalu tergantung pada kondisi tanah. Temulawak mempunyai nama daerah yang berbeda-beda, seperti Temulawak (Sumatera, Melayu),Koneng gede (Sunda), temulawak (Jawa), temulabak (Madura) (Depkes, 1979).

(8)

2.5.2 Metabolit Sekunder

Tumbuhan dan hewan menghasilkan beraneka ragam senyawa organik yang tidak berperan langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan, namun diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Senyawa-senyawa tersebut dikenal sebagai metabolit sekunder, produk sekunder atau produk alami.Metabolit sekunder sangat penting untuk kelangsungan hidup tumbuhan,antara lain sebagai bagian dari sistem pertahanan diri melawan herbivora dan mikroorganisme patogen. Metabolit sekunder dari tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu senyawa fenolik, terpenoid, dan senyawa mengandung nitrogen (Taiz & Zeiger, 2003).

A. Golongan senyawa fenolik.

Senyawa fenolik adalah metabolit sekunder yang mengandung gugus fenol, yaitu gugus fungsional hidroksil pada cincin aromatik.Golongan ini meliputi bermacam-macam senyawa antara lain flavonoid dan tanin.

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik

(9)

oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang terbesar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai karbon dengan salah satu dari cincin benzene (Robinson, 1995).

2. Tanin

Tanin merupakan sejenis kandungan tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai kemampuan menyamak kulit, tetapi secara kimia tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin tidak terhidrolisis. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Bagian alkohol dari ester ini biasanya gula dan seringkali glukosa, tetapi dalam beberapa tanin mungkin saja ada gula lain, inositol, asam kuinat atau senyawa sejenis. Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna cokelat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid yang bukan larutan sebenarnya, semakin murni tanin semakin kurang kelarutannya dalam air dan mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Kadar tanin yang tinggi mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan. (Robinson, 1995)

(10)

B. Terpenoid

Terpenoid merupakan golongan yang paling besar dari metabolit sekunder. Meliputi berbagai senyawa yang secara umum tidak larut dalam air dan biosintesisnya berawal dari asetil KoA. Secara biosintesis terpenoid diperoleh dari molekul isoprena, yaitu senyawa yang memang terdapat sebagai bahan alam (Taiz & Zeiger, 2003).

C. Senyawa mengandung N

Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan yang dalam strukturnya terdapat atom nitrogen yang terikat pada lingkar heterosiklik bersifat basa berasa pahit. Alkaloid dibedakan berdasarkan sifat kebasaanya. Oleh karena itu senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai asam organik. Garam ini sering sebagai alkaloid bebas, berupa senyawa padat berbentuk kristal tanpa warna (Robinson, 1995).

2.5.3 Kandungan Kimia Temulawak

Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak adalah zat warna kuning (kurkuminoid) 12%, minyak atsiri 5%, pati 40%, abu 7%, dan serat 4%. Komponen minyak atsiri (termasuk golongan terpenoid) temulawak mengandung pheladran, kanfer borneol, xanthorrhizol, turmerol, turunan lisabolen, bisakuron A, biskuron B, turmeron, germakron, seskuiterpen, dan sineal. Kandungan

(11)

utama dalam minyak atsiri temulawak adalah xanthorrhizol. Xanthorrhizol merupakan komponen volatil yang merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam minyak atsiri temulawak (Nur, 2006).

Mekanisme kerja senyawa terpenoid dalam melawan mikroba melalui beberapa cara. Antara laindengan cara merusak dinding sel mikroba sehingga menyebabkan lisis, mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, menyebabkan terjadinya denaturasi protein sel dan menghambat kerja enzim didalam sel (Herbert, 1995).

2.6.Kualitas Air

Kualitas air merupakan suatu peubah yang dapat mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup, pembenihan, serta produksi ikan. Kondisi air harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi kebutuhan biota yang dipelihara (Mulyanto, 1992).

a. Suhu

Dalam kehidupan ikan, temperatur sangat berpengaruh karena pada keadaan umum menunjukkan bahwa reaksi biologi dan kimia meningkat dua kali, untuk kenaikan ideal suhu sebesar 100C. Menurut Barus (2002) kisaran suhu air yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropits berkisar antara 23-320C.

(12)

b. Dissolved Oxygen (DO)

Kandungan oksigen terlarut optimal adalah 5 mg/ L dan lebih baik jika 7 mg/L. Oksigen terlarut dalam air sebanyak 5-6 mg/L dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak ikan dalam kolam (Susanto, 1997).

c. Derajat keasaman (pH)

pH optimal untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5-9. Derajat keasaman air yang sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan kematian ikan. Keadaan air yang sangat basa juga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Kordi, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Jika data eksperimen tidak ada, kita harus mempunyai metoda yang reasonable -berdasar pada asumsi sesuai dengan pengetahuan kita- sebelum kita menerapkan pada masalah yang akan

Peran dan Fungsi Tenaga Kesehatan Pada Home Care.. Kondisi

Adapun kajian yang akan dibahas penulis adalah “Studi Komparasi antara Hukum Positif dan Hukum Islam tentang Menipulasi Akta Nikah dalam perkawinan” dari semua yang

Pada jam ke-20 sampai jam ke-24 grafik refleksi menurun kemudian stabil karena ikan telah mengalami perubahan menjadi fase post rigor, yaitu kondisi daging ikan

Ragam  bahasa  ini  cukup  beragam, di antaranya ada yang dikenal  dengan  sebutan  bahasa  prokem  dan  bahasa  gaul.  Ragam  bahasa  ini  cukup  menonjol 

Setelah mengikuti proses pembelajaran dengan melalui pendekatan saintifik dengan menggunakan, model Project Based Learning , peserta didik diharapkan dapat

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pengadilan Agama Mukomuko Tahun 2020, dilakukan dengan cara membandingkan antara Realisasi pencapaian

Penulis menanyakan apa upaya yang sedang atau telah dilakukan untuk meningkatkan usaha Sate Pasar Lama, kemudian pemilik Sate Pasar Lama menjawab bahwa beliau