• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama – sama menghasilkan karya – karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi – puisi klasik yang merupakan dasar dari munculnya karya sastra puisi – puisi masa sekarang. Akan tetapi, sudah pasti ada perbedaan dan juga persamaan antara unsur puisi klasik Jepang dengan puisi klasik Indonesia sehingga diperlukan perbandingan dari keduanya. Dalam perbandingan dari dua jenis karya sastra yang sama tetapi berbeda tempat asalnya ini, penulis ingin menemukan adanya hal-hal yang menjadi persamaan dan hal-hal yang menjadi perbedaan yang terdapat di dalamnya.

Dalam hal membandingkan karya sastra puisi klasik dari Jepang dengan puisi klasik Indonesia, maka disini akan digunakan tanka sebagai bahan perbandingan yang mewakili Jepang untuk dibandingkan dengan pantun Melayu yang mewakili Indonesia. Namun, sebelumnya diuraikan terlebih dahulu definisi dari puisi itu sendiri.

Menurut Zubeirsyah ( 1992:184 ) menyatakan bahwa pengertian puisi secara umum yaitu sebagai bagian dari genre sastra, puisi merupakan jenis sastra yang bentuknya dipilih dan ditata dengan cermat sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi, irama, dan makna khusus.

(2)

Dengan demikian, tanka dan pantun Melayu merupakan jenis sastra yang bentuknya dipilih dan memiliki bunyi, irama, serta makna khusus di dalamnya yang dapat membuat orang sadar akan suatu pengalaman dan memberikan tanggapan khusus terhadap puisi itu sendiri.

Tanka sendiri merupakan salah satu jenis waka ( puisi Jepang ) dari sekian banyak jenis puisi Jepang seperti; choka, bussokusekika, sedoka, renga, haikai no renga, haikai, haiku, dan sebagainya. Waka kadang – kadang disebut juga tanka. Ungkapan itu sebenarnya kurang tepat karena tanka merupakan bagian dari jenis waka. Jenis dari tanka ada somonka, ada banka, dan ada zoka. Puisi tanka memiliki pola yaitu pola 57577 dimana bagian pertama 5 suku kata , bagian kedua 7 suku kata , bagian ketiga 5 suku kata , bagian keempat 7 suku kata , bagian kelima 7 suku kata.

Selanjutnya puisi klasik dari Indonesia yang menjadi bahan perbandingan disini adalah pantun Melayu. Pantun merupakan puisi klasik Indonesia yang paling banyak dihasilkan dibandingkan puisi – puisi klasik Indonesia lainnya. Pantun merupakan kesusastraan hasil karya bangsa Indonesia sendiri umumnya dan suku Melayu khususnya. Menurut Nursito ( 2000:1 ), bahwa pantun dianggap orang Melayu sebagai buah kesusastraan nenek moyang.

Pantun Melayu ada banyak jenisnya. Pola pantun terdiri atas empat larik ( empat baris bila dituliskan ), bersajak ab-ab. Tiap baris biasanya terdiri dari 8 sampai 12 suku kata. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam ( flora dan fauna ), dua baris terakhir merupakan isi dari pantun Melayu tersebut.

(3)

Tanka dan pantun Melayu merupakan puisi klasik dan puisi klasik identik dengan adanya unsur pengikat yang tegas dan jelas dibandingkan puisi modern. Unsur pengikat tersebut biasanya didasarkan pada rima atau persamaan bunyi, jumlah suku kata dalam satu baris atau bagian, jumlah baris dalam satu bait. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan terciptanya bentuk dari puisi-puisi klasik seperti tanka dan pantun Melayu. Unsur – unsur pengikat ini juga termasuk ke dalam unsur bentuk pada tanka dan pantun Melayu

Misalnya, unsur bentuk yang dimiliki pantun Melayu yaitu rima atau persamaan bunyi yang selalu ada pada setiap akhir baris, irama, jumlah suku kata dalam satu baris, dan jumlah baris dalam satu bait. Hal tersebut dapat dilihat pada sebuah contoh pantun Melayu berikut:

www.melayuonline.com : Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh.

Akan tetapi, unsur bentuk yang dimiliki tanka yaitu jumlah suku kata dalam satu bagian, rima atau persamaan bunyi tetapi tidak selalu ada pada setiap akhir bagian, irama, tanpa ketentuan jumlah baris dalam satu bait. Hal tersebut dapat dilihat pada sebuah contoh tanka berikut:

(4)

Kokinshu I: 20 ( www.2001wakaforjapan.com ) :

adusayumi / oshite harusame / kefu furinu / asu sahe furaba / wakana tsumitemu

Terjemahan:

Ketapelku yang bengkok / aku luruskan dan hujan musim semi / jatuh hari ini / jika besok masih turun /

aku akan pergi mengumpulkan tumbuh-tumbuhan segar

Selain itu, tanka dan pantun Melayu merupakan puisi yang memiliki isi. Penulis melihat tanka dan pantun Melayu memiliki persamaan isi karena tema dan unsur ektrinsik yang sama.

Contohnya, tanka dan pantun Melayu sama-sama memiliki tema-tema yang umum pada puisi seperti, kesedihan, percintaan, alam, dan religi. Akan tetapi, tema pada tanka banyak yang dipengaruhi oleh empat musim sehingga di dalam isinya terdapat kata-kata yang menunjukkan fenomena-fenomena alam yang terjadi di dalam empat musim sedangkan tema pada pantun Melayu dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat Melayu dalam memandang suatu hal yang ada di alam atau kehidupan sehari-hari untuk dihubungkan dengan pengalaman didalam kehidupan.

Penulis juga melihat tanka dan pantun Melayu memiliki persamaan unsur bentuk seperti persamaan bunyi pada pantun Melayu yang juga ada pada tanka. Akan tetapi, persamaan bunyi pada tanka tidak beraturan seperti pada pantun Melayu. Dari uraian – uraian tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti

(5)

unsur-unsur bentuk dan isi dari tanka dan pantun Melayu untuk menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan lainnya..

1.2. Perumusan Masalah

Tanka dan pantun Melayu memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai salah satu jenis puisi klasik yang terdapat di negaranya masing – masing yaitu tanka yang ada di Jepang serta pantun Melayu yang ada di Indonesia. Akan tetapi, karena tanka dan pantun Melayu berasal dari negara yang berbeda , maka hal ini sudah pasti membuat tanka berbeda dengan pantun Melayu.

Di sini penulis ingin menemukan perbedaan dan persamaan antara tanka dan pantun Melayu dengan cara membandingkan bentuk dan isi dari tanka dengan bentuk dan isi dari pantun Melayu. Apakah dalam hal perbandingan tersebut terdapat unsur-unsur bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk tanka dan bentuk pantun Melayu. Apabila ada terdapat perbedaan dari keduanya, maka hal-hal apa saja yang membedakan bentuk tanka dengan bentuk pantun Melayu. Akan tetapi, apabila ada terdapat persamaan dari keduanya, maka hal-hal apapula yang dapat menjadi persamaan antara bentuk tanka dengan bentuk pantun Melayu .

Dilihat dari segi unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik yang membuat terciptanya isi suatu puisi termasuk tanka dan pantun Melayu, apakah ada terdapat perbedaan dan persamaan unsur-unsur tersebut dalam isi tanka dan isi pantun Melayu. Jika ada unsur-unsur tersebut yang sama, maka unsur-unsur apa saja yang dimiliki isi tanka yang sama dengan yang dimiliki isi pantun Melayu atau sebaliknya. Akan tetapi, jika ada unsur tersebut yang berbeda, maka unsur-unsur apa saja yang dimiliki isi tanka yang berbeda dengan yang dimiliki isi

(6)

pantun Melayu atau sebaliknya. Apakah ada isi dari tanka dan pantun Melayu memiliki tema yang sama atau berbeda.

Dengan begitu penulis dapat menemukan hal-hal apa saja dari bentuk dan isi tanka yang dapat dijadikan persamaan dan perbedaan dengan bentuk dan isi pantun Melayu atau sebaliknya.

Permasalahan dalam bentuk pertanyaan adalah sebagai berikut:

1. Apakah perbedaan tanka dengan pantun Melayu dari segi bentuk dan isi. 2. Apakah persamaan tanka dengan pantun Melayu dari segi bentuk dan isi.

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Tanka dan pantun Melayu memiliki pengertian dan sejarahnya masing – masing. Untuk itu, penulis akan menguraikan pengertian masing – masing dari

Tanka dan pantun Melayu. Penulis juga akan menguraikan sejarah dari Tanka dan pantun Melayu secara umum. Tanka dan pantun Melayu juga terdapat beberapa jenis di dalamnya. Untuk itu, penulis juga akan menguraikan jenis – jenis Tanka dan jenis – jenis pantun Melayu

Tanka dan pantun Melayu memiliki aturan atau syarat masing – masing dan unsur – unsur bentuk di dalamnya. Di sini penulis akan menyajikan beberapa tanka dan pantun Melayu untuk membandingkan keduanya serta menemukan persamaan dan perbedaan dari unsur - unsur bentuknya. Misalnya, bunyi (irama dan rima), suku kata, dan tipografi ( baris dan bait ).

Di sini penulis juga akan menyajikan beberapa tanka dan pantun Melayu untuk membandingkan keduanya serta menemukan persamaan dan perbedaan dari unsur - unsur ektrinsiknya karena unsur ektrinsiklah yang melatarbelakangi unsur

(7)

intrinsik isi suatu puisi yaitu tema dan pesan. Unsur – unsur ekstrinsik misalnya, unsur alam, keyakinan agama pengarang, pengalaman, perasaan, dan pandangan lain dari sang pengarang dalam memandang sesuatu di dunia dan kehidupan. Unsur – unsur intrinsik isi misalnya, tema percintaan, kesedihan, religi, dan sebagainya. Akan tetapi, penulis akan membahas tema yang sama atau berbeda saja serta unsur ekstrinsik dari tanka dan pantun Melayu.

Dalam penganalisaan hal – hal tersebut digunakan beberapa tanka dari

manyoshu yang terangkum dalam situs www.2001wakaforjapan.com dan buku Ajip Rosidi dengan judul “Mengenal Sastra dan Sastrawan Jepang” dan beberapa contoh tanka dari situs – situs waka di internet. Untuk pantun Melayu akan digunakan beberapa pantun Melayu yang terangkum dalam situs www.melayuonline.com dan buku yang ditulis oleh Nursito dengan judul “Ikhtisar Kesusastraan Indonesia” serta beberapa contoh pantun Melayu dari situs-situs pantun di internet.

Selain itu, juga digunakan beberapa buku dan beberapa artikel yang berasal dari internet yang dapat membantu dalam hal menguraikan pengertian, sejarah, dan jenis - jenis dari tanka dan pantun Melayu secara umum serta yang dapat membantu dalam menganalisa perbandingan antara tanka dengan pantun Melayu dari segi bentuk dan isinya.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Menurut Rosidi (1989:11) yang menyatakan bahwa tanka adalah suatu jenis puisi yang merupakan bagian dari waka ( puisi Jepang ). Waka secara harfiah

(8)

di dalam bahasa Jepang berarti puisi Jepang. Kata tersebut pada mulanya digunakan sepanjang periode Heian untuk membedakan antara puisi asli Jepang dengan kanshi ( puisi dari Cina ) dimana semua rakyat Jepang dididik untuk terbiasa dengan itu.

Waka merupakan pengembangan dari kayo ( nyanyian rakyat ) yang merupakan dasar dari semua persajakan di Jepang. Ekspresinya masih dipengaruhi oleh kayo. Waka memiliki sebuah ungkapan yang maknanya mewakili sekelompok kata dan tidak memiliki hubungan makna dengan isi waka dikenal dengan istilah makura kotoba yang merupakan semacam ungkapan tetap yang ditempatkan pada bagian pertama atau bagian ketiga dari waka.

Tanka sendiri secara harafiah memiliki pengertian yaitu puisi pendek dengan pola 57577 dimana bagian pertama 5 suku kata , bagian kedua 7 suku kata , bagian ketiga 5 suku kata , bagian keempat 7 suku kata , bagian kelima 7 suku kata. Jenis dari tanka ada somonka, ada banka, dan ada zoka. Makura kotoba yang merupakan bentuk retorika waka juga digunakan dalam tanka.

Makura kotoba merupakan semacam ungkapan tetap yang ditempatkan pada baris pertama atau ketiga pada puisi – puisi waka termasuk pada tanka untuk memenuhi syarat pola 5 suku kata. Makura kotoba merupakan sebuah kata ungkapan yang mewakili sekelompok kata atau beberapa kata. Adakalanya makura kotoba tidak memiliki hubungan arti dengan tema utama tanka.

Begitu juga dengan pantun Melayu. Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama dalam beberapa bahasa Nusantara, terutama bahasa Melayu. Oleh karena itu, pantun Melayu lebih dikenal daripada pantun-pantun lain yang ada di Indonesia. Pantun telah lama tersebar dalam kehidupan bangsa Indonesia.

(9)

Menurut Nursito ( 2000:11 ), bahwa kata pantun mengandung arti yaitu sebagai, seperti, ibarat, umpama, laksana.

Dalam pantun Melayu ada istilah sampiran dan isi. R.B. Slamet Mulyana dalam bukunya “Bimbingan Seni Sastra” membuat kesimpulan bahwa mula – mula memang ada hubungan baris 1-2 dengan baris 3-4 pada pantun Melayu. Akan tetapi, karena banyak pencipta pantun Melayu yang sebenarnya tidak ahli membuat pantun Melayu, mereka akhirnya membuat pantun Melayu tidak berdasarkan aturan. Mereka hanya memperhatikan yang tampak saja dalam hal ini yaitu persamaan bunyi. Jika didasarkan pada isi, pantun Melayu banyak jenisnya. Misalnya, pantun anak – anak yang terbagi atas pantun duka dan pantun suka. Pantun remaja yang terbagi atas pantun cinta, jenaka, teka – teki. Pantun orang tua yang terbagi atas pantun agama, adat, nasehat.

1.4.2. Kerangka Teori

Menurut Abdul Rozak Zaidan,dkk dalam buku berjudul “Kamus Istilah Sastra” ( 1991:123 ) yang mengatakan bahwa sastra bandingan ialah telaah dan analisa terhadap kesamaan pertalian karya sastra berbagai bahasa dan bangsa serta salah satu bidang kajian kesusastraan bandingan adalah masalah bentuk atau jenis sastra. Oleh karena itu, Perbandingan antara tanka dengan pantun Melayu merupakan sastra bandingan.

Teori yang digunakan dalam perbandingan antara tanka dengan pantun Melayu adalah teori strukturalisme dinamik. Menurut Nyoman Kutha Ratna( 2004:93 ) secara definitif, strukturalisme memberikan perhatian terhadap

(10)

analisis unsur – unsur karya. Setiap karya sastra, baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun yang berbeda, memiliki unsur – unsur yang berbeda.

Untuk itu digunakan teori tersebut dalam hal perbandingan tanka dengan pantun Melayu karena keduanya merupakan karya sastra yang memiliki jenis yang sama tetapi unsur-unsurnya sudah pasti tidak sama seluruhnya, tentu ada perbedaan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis menggunakan teori ini untuk menemukan unsur-unsur yang berbeda.

Selanjutnya mengenai bentuk dan isi tanka dan pantun Melayu. Menurut Suminto Sayuti ( 1985:16 ), bahwa puisi memiliki unsur intrinsik yang terbagi atas unsur bentuk dan unsur isi, unsur bentuk adalah bunyi (irama dan rima), kata ( diksi, suku kata, gaya bahasa ) dan tipografi ( baris dan bait ), unsur isi adalah tema dan pesan. Berdasarkan teori tersebut dalam kaitannya dengan perbandingan

tanka dan pantun Melayu, penulis membatasi hanya membahas unsur intrinsik bentuk yaitu bunyi (irama dan rima), suku kata, dan tipografi ( baris dan bait ), serta unsur isi yaitu tema dan pesan.

Selanjutnya mengenai unsur ektrinsik yang membangun isi tanka dan pantun Melayu. Menurut Suminto Sayuti ( 1985:17 ), bahwa isi sebuah puisi dibangun oleh unsur ekstrinsik karena unsur ektrinsik adalah isi yang mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra yaitu, alam, religi, ide, pengalaman, perasaan, dan pandangan lain dari sang pengarang dalam memandang sesuatu di dunia dan kehidupan. Unsur – unsur ekstrinsik itulah yang membuat terciptanya unsur intrinsik isi puisi seperti tema dan pesan. Penulis akan membahas unsur – unsur ektrinsik yang mempengaruhi isi tanka dan pantun

(11)

Melayu berdasarkan teori tersebut dalam kaitannya dengan perbandingan tanka dan pantun Melayu,

Adapun pendekatan yang digunakan dalam menganalisa perbandingan antara tanka dengan pantun Melayu adalah pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Nyoman Kutha Ratna ( 2004:78-79 ) yang menyatakan bahwa karya sastra dapat dianalisa dengan dua cara. Pertama, menganalisa unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra. Kedua, menganalisa unsur-unsur diluarnya. Analisa pertama dilakukan melalui pendekatan intrinsik, sedangkan analisa yang kedua dilakukan melalui pendekatan ekstrinsik. Sastra bandingan dilakukan atas dasar kedua analisa.

Berdasarkan pendapat tersebut maka akan digunakan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik di dalam menganalisa perbandingan tanka dan pantun Melayu. Pendekatan intrinsik untuk membandingkan unsur-unsur intrinsik yang terkandung di dalam tanka dan pantun Melayu. Akan tetapi, pendekatan ekstrinsik digunakan untuk mengetahui unsur-unsur ekstrinsik dari isi tanka dan pantun Melayu. Misalnya, unsur ekstrinsik dalam tanka yaitu pengaruh empat musim yang ada di Jepang dan dalam pantun Melayu yaitu agama.

Dalam hal untuk memahami isi dari tanka dan isi dari pantun Melayu, maka digunakan pendekatan semiotik karena untuk memahami isi diperlukan pemahaman terhadap makna di dalamnya. Menurut Pradopo, dkk ( 2001:71) menyatakan bahwa semiotika merupakan ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena-fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan merupakan tanda-tanda, Tanda-tanda tersebut bermanfaat dalam melihat sejauh mana peran serta sosial dalam lahirnya suatu karya sastra. Sedangkan didalam

(12)

semiotika sendiri dipelajari sistem-sistem, aturan-aturan, serta konvensi-konvensi yang menunjukkan tanda-tanda tersebut memiliki arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penulis menggunakan pendekatan semiotik untuk menguraikan tanda-tanda dan fenomena –fenomena yang terdapat di dalam isi tanka dan pantun Melayu sehingga dapat diketahui makna isi tanka dan pantun Melayu tersebut.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk menemukan perbedaan dan persamaan antara tanka dengan pantun Melayu dari segi isi dan bentuknya.

2. Untuk mengetahui sejarah mengenai tanka dan pantun Melayu. b. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang tanka dan pantun Melayu.

2. Memberikan wawasan baru tentang perbedaan dan persamaan antara tanka dengan pantun Melayu dari segi isi dan bentuk.

3. Memberikan wawasan tentang hal-hal ekstrinsik yang mempengaruhi tanka dan pantun Melayu.

(13)

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode formal. Menurut Nyoman Kutha Ratna (2004:51), menyatakan bahwa metode formal adalah analisa dengan mempertimbangkan unsur-unsur bentuk karya sastra. Berdasarkan metode tersebut, maka penulis akan meneliti unsur-unsur bentuk karya sastra puisi yang terdiri dari rima, suku kata, bait atau baris pada tanka dan pantun Melayu. Hal itu dikarenakan tanka dan pantun Melayu tergolong karya sastra dengan jenis puisi.

Metode penelitian yang kedua adalah metode deskriptif analisa. Metode deskriptif analisa dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan penganalisaan. Menurut Nyoman Kutha Ratna ( 2004:53 ), menyatakan bahwa secara etimologis deskripsi dan analisa berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisa yang berasal dari bahasa yunani telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Metode deskriptif analisa juga dapat digabungkan dengan metode formal. Caranya, mula-mula data dideskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisa, bahkan juga dibandingkan.

Berdasarkan metode tersebut, maka peneliti akan menguraikan sumber-sumber yang berhubungan dengan tanka dan pantun Melayu serta memberikan penjelasannya lalu menganalisanya dan membandingkan antara tanka dengan pantun Melayu dari segi bentuk dan isi.

Data yang digunakan adalah data tulisan. Data tulisan ini dikutip dari berbagai buku yang berhubungan dengan permasalahan yang ada seperti buku-buku tentang tanka dan pantun Melayu serta yang berhubungan dengan

(14)

kesusastraan Jepang dan Indonesia. Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelaahan buku-buku kepustakaan. Peneliti juga menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang berasal dari internet.

Selain itu, dikarenakan penggunaan bahan-bahan dengan bahasa asing, maka peneliti akan menggunakan metode terjemahan. Menurut Machali (2004:48), menyatakan bahwa metode terjemahan adalah metode yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan ( analisa, pengalihan, dan penyerasian ) penerjemahan.

Referensi

Dokumen terkait

Konseptual merupakan unsur penting dalam penelitian berdasarkan kajian teoritis di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran pada umumnya adalah kegiatan yang

Perbaikan mekanisme ini bertujuan untuk mempermudah Disassembly dan Assembly komponen bracket, Disassembly dan Assembly bracket terhadap komponen lainya serta menaikan

Penelitian ini menemukan hubungan fungsi pen- catatan buku KIA dengan pengetahuan KIA, tetapi de- ngan hasil terbalik, ibu yang mempunyai catatan buku KIA tidak lengkap justru

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri dan Ghullam Hamdu bahwa kecerdasn dan motivasi adalah dua variabel yang menentukan besarnya prestasi

e) Menghilangkan/memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan. f) Mengembalikan lahan

Maka dapat diartikan pula dalam X2 (Manajemen Material) dan X5 (Pekerja) mempengaruhi terhadap Y (Penyebab Kecelakaan) sedangkan dalam uji f dijelaskan bahwa

Dari hasil kuesioner, menunjukkan bahwa secara umum masyarakat Duri Kepa membuang sampah secara rutin yang berarti mereka sebenarnya mengerti bahwa sampah sebaiknya segera

Meningkatkan ketrampilan berbicara siswa merupakan hal yang menantang bagia setiap guru. Namun, kemampuan siswa dalam memfungsikan suatu bahasa dicirikan dengan