• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH:

RENDY MUSTOFA

NIM. P. 10050

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(2)

ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RENDY MUSTOFA

NIM : P. 10050

Program Studi : DIII KEPERAWATAN

Judul Karya Tulis Ilmiah : “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA”.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan , maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 8 Juni 2013 Yang Membuat Pernyataan

RENDY MUSTOFA NIM. P. 10050

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENGLIHATAN

DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada yang terhormat :

1. Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku Ketua program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan sekaligus penguji III yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Amalia Agustin, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

(6)

vi

5. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

6. Kepada Ibunda tercinta dan adik saya tersayang yang telah memberikan dorongan materiil maupun moril kepada saya dalam menyelesaikan pendidikan selama ini.

7. Partner terbaik saya, Devi Trisiwi Ramadhani yang telah membantu dan memberi semangat dalam menyelasaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 8 Juni 2013

Penulis

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penulisan ... 5

C. Manfaat Penulisan ... 6

BAB II LAPORAN KASUS A. Pengkajian ... 7

B. Perumusan Masalah Keperawatan ... 12

C. Perencanaan Keperawatan ... 13

D. Implementasi Keperawatan ... 16

E. Evaluasi Keperawatan ... 17

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan ... 20

B. Simpulan ... 32

C. Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Genogram ... 9 Gambar 2.2 Pohon Masalah ... 14

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Log Book

Lampiran 2: Format Pendelegasian

Lampiran 3: Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Lampiran 4: Asuhan Keperawatan

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stress yang serius (Direja, 2011).

Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaraan dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa terjadi apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup masyarakat. Hal ini dipicu oleh adanya keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan hidup sehingga seseorang dihadapkan untuk berpikir, berkeinginan untuk mencapai cita-cita yang mengharuskan seseorang berhubungan dengan orang lain. Akibatnya, timbullah perasaan tertekan, yang ditandai dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan, yang juga akan berimbas pada menurunnya semua fungsi kejiwaan, terutama minat dan motivasi sehingga

(11)

membuat seseorang gagal dalam mempertahankan kualitas hidup. Perasaan tertekan atau depresi akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi sebuah tuntutan tersebut akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang merupakan awal dari terjadinya gangguan jiwa (Nasir, 2011).

Proses terjadi gangguan jiwa ada tiga fase. Fase Prodomal berlangsung antara enam bulan sampai satu tahun, gangguan dapat berupa self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi. Fase Aktif berlangsung kurang lebih satu bulan, gangguan dapat berupa gejala psikotik halusinasi, delusi, disorganisasi proses berpikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi. Fase Residual merupakan fase dimana klien mengalami minimal dua gejala gangguan afek dan gangguan peran biasanya serangan ini bersifat berulang (Yosep, 2010).

Gangguan jiwa yang umum terjadi pada masyarakat sekitar adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2005). Skizofrenia ditemukan 7 per 1.000 orang dewasa dan terbanyak usia 15-35 tahun (Nasir dan Abdul, 2008). Kira-kira 1% dari populasi akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya. Bagi 95% penderita skizofrenia, penyakit ini berlangsung seumur hidup. Penderita skizofrenia menempati 25% tempat tidur rawat inap di rumah sakit. Kira-kira 33%

(12)

3

sampai 50% tunawisma di Amerika Serikat menderita skizofrenia. Lebih dari 50% penderita skizofrenia bermasalah dengan alcohol atau atau obat-obatan, yang mungkin berusaha mengatasi sendiri gejala-gejala stresnya (Isaacs, 2005).

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Daerah khusus Ibu kota Jakarta (24,3%), Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera Barat (17,7%), NTB (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%) dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun (2007), menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Hidayati, 2012).

Terdapat beberapa masalah keperawatan yang terjadi pada skizofrenia seperti halusinasi, harga diri rendah, isolasi sosial, perilaku kekerasan, waham, depresi dan lain sebagainya. Masalah keperawatan halusinasi terjadi lebih dari 90% klien dengan skizofrenia (Yosep, 2012).

Halusinasi merupakan kondisi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal dunia luar. Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Halusinasi dapat di bedakan menjadi tujuh, pertama halusinasi pendengaran, kedua halusinasi penglihatan, ketiga halusinasi penghidu, keempat halusinasi pengecapan, kelima halusinasi

(13)

perabaan, keenam halusinasi cenesthetic, ketujuh halusinasi kinestetika. Pada klien dengan halusinasi penglihatan, klien mengalami stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks, bayangan bias menyenangkan atau menakutkan. Klien halusinasi memiliki persepsi yang berbeda terhadap kenyataan lingkungan yang ada jika tidak segera ditangani maka klien halusinasi akan menimbulkan beberapa perilaku yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain seperti melukai diri sendiri dan orang lain, adanya gangguan orientasi realitas, gangguan interpersonal menarik diri, gangguan komunikasi verbal dan nonverbal, koping individu tidak efektif, gangguan perawatan mandiri, koping keluarga tidak efektif, potensi amuk, potensial gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif (Kusumawati, 2010).

Dari data di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tahun 2012 yang terdapat pasien rawat inap 2.906 dan pasien rawat jalan 26.449. Yang mengalami skizofrenia 2.233 pasien, laki-laki sebanyak 1495 (66,9%) dan perempuan sebanyak 738 (33,1%) (Rekam Medik, 2012). Berdasarkan komunikasi dengan perawat di bangsal Abimanyu di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada 25 sampai 27 April 2013 diketahui jumlah pasien 32 pasien 15 diantaranya menderita gangguan perilaku kekerasan, halusinasi 11 orang, dan waham 6 orang.

Salah satu masalah dari gangguan jiwa yang menjadi penyebab penderita di bawa ke rumah sakit adalah halusinasi. Observasi yang dilakukan penulis pada tanggal 25 April 2013 pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan di ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah

(14)

5

Surakarta, didapatkan bahwa klien yang kooperatif dan dapat membina hubungan saling percaya adalah Tn. P. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan dan ketika klien menceritakan apa penyebab dia masuk rumah sakit klien menunjukkan tanda-tanda halusinasi seperti bicara sendiri, senyum sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah dengan judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Penglihatan di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Melaporkan kasus asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan di Bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan karya tulis ini adalah agar penulis mampu :

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. P dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

(15)

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. P dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. P dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.

b. Meningkatkan ketrampilan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

2. Profesi Keperawatan

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya pada kasus gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan. 3. Bagi Institusi

a. Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya pada kasus gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

b. Pendidikan

Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi pendidikan DIII keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di masa yang akan datang.

(16)

7 BAB II LAPORAN KASUS

Bab ini menjelaskan tentang ringkasan asuhan keperawatan jiwa yang dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 25 April 2013 - 27 April 2013. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Klien masuk tanggal 20 April 2013, pengkajian dilakukan tanggal 25 - 27 April 2013 jam 09.00 WIB di ruang Abimanyu RSJD Surakarta, pengkajian pada kasus ini dilakukan dengan metode Auto anamnese dan Allo anamnese. Data-data seperti genogram dan riwayat penyakit dahulu diperoleh dari buku status pasien, sedangkan pengkajian dan pemeriksaan fisik dilakukan perawat secara langsung. Saat pengkajian didapatkan hasil identitas klien, bernama Tn. P umur 24 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, alamat Kedungupit Sragen yang dirawat di ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Klien didiagnosa dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan. Penanggung jawab Tn. P adalah Tn. G umur 30 tahun, hubungan dengan klien adalah sebagai kakak sepupunya.

Hasi pengkajian alasan masuk, keluarga klien mengatakan ± 2 minggu ini klien tampak bingung, mondar-mandir, sulit tidur, tertawa sendiri,

(17)

mengatakan melihat bayangan putih-putih seperti setan yang berwujud perempuan. Klien sering melamun, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul selama 2 hingga 5 menit saat klien sedang sendiri. Klien mengatakan terganggu dengan bayangan tersebut.

Hasil pengkajian faktor predisposisi, klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, terakhir pada tanggal 30 juni 2012 dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta selama 2 kali, klien pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu ditinggal mantan pacarnya menikah dengan orang lain. Klien juga tidak teratur minum obatnya dan jarang kontrol. Pengkajian faktor presipitasi, keluarga klien mengatakan ± 2 minggu ini klien tampak bingung, mondar-mandir, sulit tidur, tertawa sendiri, sering melamun,, mengatakan melihat bayangan putih-putih seperti setan yang berwujud perempuan. Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dan klien belum pernah mengalami penganiayaan fisik sebelumnya, baik oleh keluarga maupun orang lain.

Psikososial Gambar 2.1 Genogram Tn. P 24 th Tn. P dengan Halusinasi penglihatan

(18)

9 Keterangan : : laki - laki : perempuan : laki-laki meninggal : perempuan meninggal : tinggal serumah : klien

Pengkajian psikososial genogram, klien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dan tinggal serumah bersama ayah, ibu dan adiknya. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data tanda-tanda vital tekanan darah 110 / 70 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu 36,3º C dan didapatkan tinggi badan 174 cm, berat badan 64 kg.

Pengkajian konsep diri pada gambaran diri, klien mengatakan dirinya sehat, klien menerima tubuhnya dan yang paling disukai adalah mata, dan yang tidak disukai adalah bibirnya karena agak tebal. Pengkajian identitas, klien adalah seorang laki-laki belum menikah, ia anak pertama dari dua bersaudara, klien merasa senang bisa membantu keluarganya di rumah. Pengkajian peran diri didapatkan data, klien mengatakan dulu pernah bekerja sebagai montir (bengkel). Klien selalu disiplin dalam pekerjaannya tidak pernah membolos saat bekerja. Ideal diri klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang bertemu dengan keluarganya. Harga diri klien mengatakan tidak malu dengan keadaan dirinya saat ini. Dalam kehidupan sehari-hari klien bersikap baik dengan keluarga dan tetangganya.

(19)

Klien mengatakan pada pengkajian hubungan sosial, orang terdekat klien adalah ayahnya. Peran serta klien dalam kegiatan masyarakat, klien mengatakan mengikuti kegiatan sosial di dalam masyarakat. Tidak ada hambatan dalam bersosialisasi dengan orang lain dan tidak merasa malu dengan keadaannya. Spiritual nilai dan keyakinan, klien mengatakan beragama Islam dan tidak rutin menjalankan sholat 5 waktu. Klien mengatakan akan berusaha beribadah dengan teratur. Kegiatan ibadah, klien mengatakan jarang beribadah sholat 5 waktu.

Pengkajian status mental yang pertama yaitu penampilan, pada pengkajian penampilan, klien mengatakan selama dirumah sakit berpakaian cukup rapi, rambut tidak acak-acakan 1 hari sekali ganti baju. Pembicaraan, klien ketika diajak bicara tampak kooperatif, bicara lambat dan kadang tertawa sendiri karena terbayang pacarnya. Pengkajian aktitivitas motorik, klien mondar-mandir, tampak lesu seperti kebingungan ketika dilakukan pengkajian. Alam perasaan, klien tampak senang sering tertawa sendiri karena terbayang pacarnya dan raut muka terlihat segar. Afek klien tumpul, hal ini dibuktikan saat klien diberikan stimulus klien hanya bereaksi apabila ada stimulus yang kuat. Interaksi selama wawancara, ketika klien diajak berinteraksi klien kooperatif, klien menceritakan masalahnya kadang-kadang tertawa sendiri, kontak mata ada. Pengkajian persepsi didapatkan data persepsi diri, klien mengatakan sering melihat bayangan putih-putih seperti setan yang berwujud perempuan. Klien sering melamun, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul, selama 2 hingga 5 menit. Klien mengatakan merasa terganggu dengan suara tersebut.

(20)

11

Pengkajian status mental berikutnya yaitu proses pikir, pembicaraan klien langsung pada intinya, misal ‘’mas sudah makan?’ sudah. Isi pikir, klien memiliki dan ingin bertemu dengan orang yang disukainya. Tingkat kesadaran, klien tidak bingung dengan kondisinya saat ini, klien bisa mengenal dan mampu berorientasi dengan waktu, tempat, kondisi dan orang lain. Memori, memori daya ingat klien masih baik antara jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat konsentrasi dan berhitung, pembicaraan klien mudah dialihkan, kontak mata ada, klien bisa berhitung 1-10 dengan benar. Pengkajian kemampuan penilaian didapatkan data penilaian, klien mengambil keputusan sendiri secara sederhana tanpa bantuan orang lain, jika disuruh mengobrol atau tidur klien lebih suka tidur. Pengkajian daya tilik diri, klien mengatakan bahwa ia sakit di rawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dan klien mengatakan ingin cepat pulang.

Hasil pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan data klien mengatakan makan 3x sehari secara teratur, klien makan habis 1 porsi yang disediakan dari rumah sakit dengan menu nasi, sayur, dan lauk-pauk dan buah. Klien minum air putih dan teh ± 8 gelas belimbing per hari, sehabis makan klien mencuci piring. Klien mengatakan BAK / BAB lancar tidak ada gangguan. BAB 1x sehari dan BAK 3 – 4 kali sehari, klien mandi dengan mandiri, sehari 2x dengan memakai sabun, gosok gigi, dan keramas 2x dalam seminggu. Klien mengatakan ganti baju sehari sekali, pakaian bersih, memakai seragam dari RSJD dan menyisir rambut sambil becermin. Istirahat dan tidur, klien tidur siang kurang lebih 1 jam dari jam 2 hingga jam 3 sore.

(21)

Tidur malam dari jam 8 malam hingga jam setengah 5 pagi, tidak ada kebiasaan khusus saat tidur dan setelah tidur. Penggunaan obat, klien mengatakan sehabis makan selalu minum obat yang disediakan oleh perawat, yaitu berwarna putih dan orange. Pemeliharaan kesehatan, klien mengatakan dapat dukungan dari keluarganya selama dirawat dirumah sakit jiwa. Kegiatan didalam rumah, klien biasanya mencuci bajunya sendiri. Kegiatan diluar rumah, biasanya klien keluar rumah untuk bekerja di bengkel.

Pada pengkajian mekanisme koping mal adaptif, klien biasa diam dan senang menyendiri. Masalah psikososial dan lingkungan, klien mendapat dukungan dari keluarganya, masalah berhubungan dengan lingkunganya klien baik dengan tetangga disekitar rumahnya. Klien tidak ada masalah di rumahnya dan klien tinggal bersama ayah ibu dan adiknya. Pengkajian pengetahuan didapatkan dari klien dengan mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit yang dideritanya.

Klien mendapatkan terapi obat Trihexypenidil 5 mg dengan pemberian 3 x sehari, Haloperidol 2 mg dengan pemberian 3 x sehari, diagnosa medik F.20.3 dan pemeriksaan penunjang diperoleh tanggal 24 April 2013 Gula Darah Sewaktu 65 mg/dl, SGOT : 38 µ/L, SGPT : 16 µ/L.

B. Daftar Perumusan Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian diatas penulis melakukan analisa data, kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan, dari data subyektif yang diperoleh, klien mengatakan masih sering melihat bayangan putih-putih

(22)

13

seperti setan, yang berwujud perempuan, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul selama 2 hingga 5 menit. Klien juga tidak merasa takut jika bayangan itu muncul, tetapi klien mengatakan terganggu dengan bayangan tersebut. Kemudian data obyektif yang diperoleh penulis saat observasi adalah klien tampak bingung dan melamun serta tampak menyendiri, bicara lambat dan kadang tertawa sendiri karena terbayang pacarnya, klien tampak senang sering tertawa sendiri. Dari masalah yang didapat prioritas utamanya yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan, perumusan masalah diatas didapatkan pohon masalah sebagai berikut :

Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan (akibat)

Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan (core problem)

Isolasi Sosial : menarik diri (penyebab) Gambar 2.2 Pohon Masalah

C. Perencanaan Keperawatan

Berdasarkan dari hasil pengkajian rencana keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan. Tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

(23)

Tujuan khusus yang pertama membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi setelah 2 x 15 menit pertemuan, klien tampak menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan perawat, jelaskan tujuan berkenalan, tanyakan nama panggilan yang disukai, buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi dari klien.

Tujuan khusus yang kedua dapat mengenal halusinasinya. Kriteria evaluasi setelah 2 x 15 menit pertemuan klien menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi. Intervensi: observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi penglihatan), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami halusinasi namun perawat tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat), katakan bahwa ada teman klien yang mengalami hal yang sama namun perawat akan membantu klien. Diskusikan dengan klien isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

(24)

15

Tujuan khusus yang ketiga dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya. Kriteria evaluasi setelah 2 x 15 menit pertemuan, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasinya. Intervensi: identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan saat terjadi halusinasi, diskusikan cara yang digunakan klien saat halusinasi muncul, jika cara yang digunakan mal adaptif diskusikan kerugian cara tersebut, jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi: menghardik, menemui orang lain, melakukan kegiatan harian, minum obat sesuai resep dokter. Beri kesempatan klien mempraktekan cara yang telah dipilih, jika berhasil beri pujian.

Tujuan khusus yang keempat dapat menyebutkan manfaat minum obat, menyebutkan kerugian tidak minum obat. Kriteria evaluasi setelah 2 x 15 menit pertemuan, klien dapat menyebutkan nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat. Intervensi: diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat. Pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter / perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tujuan khusus yang kelima dapat dukungan dari keluarga dalam mengontol halusinasinya. Kriteria evaluasi setelah 2 x 15 menit pertemuan, keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala halusinasi.

(25)

Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan keluarga pada saat pertemuan (pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, cara memutuskan halusinasi).

D. Implementasi Keperawatan

Adapun tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan, pada hari pertama hari kamis 25 April 2013, jam 09.15 WIB, dilakukan SP 1, bina hubungan saling percaya, mengidentifikasi masalah klien halusinasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan perasaan klien, mendiskusikan cara pertama mengontrol halusinasi, mengajarkan cara mengontrol halusinasi yang pertama menghardik, mengajarkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Respon klien yaitu klien mau di ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

Pada hari kedua hari jumat 26 April 2013, jam 09.50 WIB, dilakukan SP 2, penulis melakukan salam terapeutik, mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, memvalidasi SP 1 cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, mengajarkan dan melatih cara kedua bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan klien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Respon klien yaitu klien mau diajarkan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

(26)

17

Pada hari ketiga hari sabtu 27 April 2013, jam 10.20 WIB, dilakukan SP 3, penulis mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di rumah, menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 1 cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, SP 2 bercakap-cakap dengan orang lain dan SP 3 kegiatan jadwal harian yang telah dilakukan. Respon klien yaitu klien mau diajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian.

E. Evaluasi

Setelah dilakukan implementasi didapatkan evaluasi dengan diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan, evaluasi dilakukan setiap hari. Evaluasi hari pertama dilakukan pada hari kamis tanggal 25 April 2013 jam 12.45 WIB hasil evaluasi yang penulis dapatkan meliputi data subyektifnya yaitu klien mengatakan melihat bayangan putih-putih seperti setan yang berwujud perempuan, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul selama 2 hingga 5 menit, dan klien mengatakan merasa terganggu dengan bayangan tersebut. Data obyektif, klien tampak melamun, kontak mata lemah, tampak gelisah, klien dapat mempraktekan cara mengontol halusinasinya dengan cara menghardik. Hasil yang didapat setelah dilakukan interaksi dengan klien yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya, mengungkapkan halusinasi yang dialami dan klien bisa menyebutkan dan

(27)

mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik secara benar. Rencana keperawatan selanjutnya anjurkan klien berlatih menghardik dan melakukan cara menghardik jika halusinasi muncul, anjurkan klien mempraktekkan sesuai jadwal harian, rencana klien yaitu evaluasi cara menghardik, lanjutkan SP 2 mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

Selanjutnya evaluasi hari kedua dilakukan pada hari jumat tanggal 26 April 2013 jam 09.50 WIB, hasil evaluasi penulis dapatkan dengan data subyektif klien mengatakan masih sering melihat bayangan itu ketika sedang sendiri, klien mengatakan sudah bisa cara menghardik. Data obyektifnya kontak mata lemah, klien tampak kooperatif, klien mampu melakukan kembali cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Hasil yang didapat penulis setelah dilakukan interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara mengontrol halusinasinya dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Rencana keperawatan anjurkan klien berlatih dan menerapkan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Rencana klien selanjutnya evaluasi cara kedua bercakap-cakap dengan orang lain, lanjutkan SP 3 melakukan kegiatan sesuai jadwal

Evaluasi hari ketiga dilakukan pada hari sabtu tanggal 27 April 2013 jam 10.20 WIB, evaluasi penulis yang dapatkan dengan data subyektif klien mengatakan kadang sudah tidak melihat bayangan tersebut, klien mau bercakap-cakap dengan orang lain. Data obyektif klien kooperatif, kontak mata ada, klien tampak melakukan aktivitas seperti mencuci piring,

(28)

19

merapikan tempat tidur, bercakap-cakap dengan orang lain. Hasil yang didapatkan penulis setelah dilakukan interaksi dengan klien yaitu klien mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sesuai jadwal. Rencana klien yaitu evaluasi cara pertama menghardik, kedua bercakap-cakap dengan orang lain, ketiga melakukan kegiatan sesuai jadwal, kemudian lanjutkan SP 4 melatih cara minum obat secara teratur.

(29)

20 A. Pembahasan

Bab pembahasan ini penulis akan membahas tentang kesenjangan yang terdapat pada konsep dasar teori dan studi kasus pada klien dengan masalah persepsi sensori: halusinasi penglihatan pada Tn. P di bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 25 April 2013 dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, interevensi, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Menurut Craven dan Hirnle, pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif secara sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga dan komunitas oleh karena itu dibutuhkan format pengkajian yang dapat menjadi alat bantu perawat dalam pengumpulan data. Format pengkajian meliputi aspek-aspek identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik (Damaiyanti, 2012).

Pengumpulan data, penulis menggunakan metode wawancara dengan klien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien

(30)

21

dan juga dari medical record. Dalam pengkajian keperawatan yang dilakukan pada kasus Tn. P sesuai dengan teori diatas ini, dikumpulkan data tentang identitas klien, diagnosa medis, identitas penanggung jawab, catatan masuk, alasan masuk, riwayat kesehatan klien, pengkajian pola, kognitif-perceptual, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi medis, analisa data, prioritas diagnosa keperawatan serta pohon masalah.

Menurut Fitria (2009), faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Teori ini sesuai dengan alasan masuk karena keluarga klien mengatakan ± 2 minggu ini klien tampak bingung, mondar-mandir, sulit tidur, tertawa sendiri, mengatakan melihat bayangan putih-putih seperti setan yang berwujud perempuan. Klien sering melamun, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul, selama 2 hingga 5 menit saat klien sedang sendiri.

Dalam teori, menurut Fitria (2009) faktor predisposisi adalah faktor risiko yang memengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Teori ini sesuai pada kasus Tn. P faktor yang mempengaruhi timbulnya halusinasi kembali adalah tidak teratur minum obat dan jarang kontrol akhirnya pasien

(31)

kambuh lagi. Itulah yang menjadi salah satu faktor predisposisi munculnya halusinasi pada klien.

Perubahan persepsi sensori : halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Teori ini sesuai dengan hasil dalam pengkajian di dapatkan data bahwa klien sering melihat bayangan putih-putih seperti setan, yang berwujud perempuan. Klien sering melamun bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul, selama 2 hingga 5 menit saat klien sedang sendiri. Klien mengatakan terganggu dengan bayangan tersebut. Klien mengatakan perasaannya saat melihat bayangan itu klien merasa cemas dan gelisah, tetapi klien menanggapinya hanya dengan berdiam, biasanya bayangan itu hilang dengan sendirinya dan tidak diketahui secara pasti penyebab bayangan itu muncul (Cook dan Fontaine, 2009).

Menurut Wilkinson (2007), menyebutkan beberapa batasan karakteristik dari gangguan persepsi sensori yaitu munculnya halusinasi, kurang konsentrasi, gelisah, disorientasi waktu, tempat, orang, serta perubahan kemampuan penyelesaian masalah. Teori ini sesuai dengan pengkajian status mental pada Tn. P dimana pada pembicaraan ketika klien di ajak bicara tampak kooperatif, bicara lambat dan kadang tertawa sendiri karena terbayang pacarnya. Namun di temukan beberapa hal yang berbeda yang dilakukan karena klien bisa mengenal dan mampu berorientasi

(32)

23

dengan waktu, tempat, kondisi dan orang lain. Memori, memori daya ingat klien masih baik antara jangka panjang dan jangka pendek. Serta untuk perubahan kemampuan pemecahan masalah, klien mengambil keputusan sendiri secara sederhana tanpa bantuan orang lain, jika disuruh mengobrol atau tidur klien lebih suka tidur.

Klien mendapatkan terapi obat Trihexypenidil 5 mg dengan pemberian 3 x sehari digunakan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat dan mengobati semua bentuk parkinsons, Haloperidol 2 mg dengan pemberian 3 x sehari untuk klien dengan indikasi skizofrenia, psikosis akut dan keadaan maniak akut, gangguan skizofrenia dan sindrom paranoid, gangguan perilaku karena keterlambatan mental (obat tambahan) (ISO, 2011).

2. Diagnosa keperawatan

Menurut Deswani (2009) diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. Selain itu, diagnosis keperawatan adalah seni dalam mengidentifikasi masalah dari tanda dan gejala yang ada dan merupakan pernyataan atau kesimpulan yang berfokus pada sifat dasar dari kondisi atau masalah.

(33)

Pada kasus Tn. P ditemukan kasus halusinasi penglihatan dalam pengambilan diagnosa penulis didukung data-data yang mengacu pada diagnosa tersebut yaitu klien mengatakan masih sering melihat bayangan putih-putih seperti setan, yang berwujud perempuan, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri di sore hari. Klien mengatakan bayangan itu muncul selama 2 hingga 5 menit. Klien juga tidak merasa takut jika bayangan itu muncul, tetapi klien mengatakan terganggu dengan bayangan tersebut. Data obyektif klien tampak bingung dan melamun serta tampak menyendiri.

Menurut Fitria ( 2009 ), pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial : menarik diri merupakan etiologi sedangkan yang menjadi core problem yaitu halusinasi, klien yang mengalami gangguan isolasi sosial : menarik diri sulit untuk berhubungan dengan orang lain ketika konsep diri tidak jelas, akibatnya bisa muncul halusinasi, sedangkan akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, halusinasi dapat menyebabkan insomnia dan pada kesempatan lain, klien akan curiga dan yakin ada bahaya yang mengancam dirinya. Namun pada Tn. P, pada analisa data penulis menemukan data yang lebih memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan, dengan data subyektif klien mengatakan masih sering melihat bayangan putih-putih seperti setan, yang berwujud perempuan. Klien sering melamun bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu

(34)

25

muncul, selama 2 hingga 5 menit. Klien juga tidak merasa takut jika bayangan itu muncul, tetapi klien mengatakan terganggu dengan bayangan tersebut. Data obyektif klien tampak bingung dan melamun serta tampak menyendiri.

Menurut Fitria (2009) halusinasi penglihatan yaitu dimana klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulasi yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya. Dengan data objektif menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada suatu yang tidak jelas. Sedangkan data subjektifnya melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu atau monster.

3. Intervensi

Menurut Direja (2011) perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.

Berdasarkan teori Rasmun (2009) rencana keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan yaitu pada tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya sedangkan tujuan khusus yang pertama membina hubungan saling percaya, rasional hubungan saling percaya merupakan dasar untuk

(35)

kelancaran hubungan interaksi yang terapetik perawat klien. Tujuan khusus yang kedua dapat mengenal halusinasinya, rasional halusinasi harus dikenalkan terlebih dahulu oleh perawat agar intervensi efektif. Tujuan khusus yang ketiga dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya, rasional upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut. Tujuan khusus yang keempat dapat menyebutkan manfaat minum obat, rasional diharapkan klien menyebutkan dosis, frekuensi, dan manfaat obat, dan melaksanakan program pengobatan dengan prinsip lima benar penggunaan obat. Tujuan khusus yang kelima dapat dukungan dari keluarga dalam mengontol halusinasinya, rasional klien mendapatkan bantuan keluarga mengontrol halusinasi.

Rencana keperawatan yang penulis susun pada Tn. P disesuaikan dengan teori Rasmun dimana tujuan umum dari tindakan ini berguna untuk mengatasi halusinasi pada klien dan penulis merencanakan lima tujuan khusus pada klien halusinasi penglihatan.

4. Implementasi

Tindakan keperawatan merupakan standar dari standar asuhan yang berhubungan dengan aktivitas keperawatan professional yang dilakukan oleh perawat, di mana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat. Dalam mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan mental (Damaiyanti, 2012).

(36)

27

Strategi pelaksanaan klien halusinasi ada empat yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pelaksanaan kedua melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Strategi pelaksanaan ketiga melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan harian. Strategi pelaksanaan keempat memberikan penkes tentang penggunaan obat secara teratur (Keliat, 2009 ).

Pada hari pertama hari kamis 25 April 2013, jam 09.15 WIB, dilakukan SP 1, bina hubungan saling percaya, mengidentifikasi masalah klien halusinasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan perasaan klien, mendiskusikan cara pertama mengontrol halusinasi, mengajarkan cara mengontrol halusinasi yang pertama menghardik, mengajarkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Fungsi dari tindakanstrategi pelaksanaanyaitu SP 1 menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya (Keliat, 2009).

Pada hari kedua hari jumat 26 April 2013, jam 09.50 WIB, dilakukan SP 2, penulis melakukan salam terapeutik, mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, memvalidasi SP 1 cara mengontrol halusinasi dengan

(37)

menghardik, mengajarkan dan melatih cara kedua bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan klien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Fungsi dari tindakan strategi pelaksanaan yaitu SP 2 bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi distraksi fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain (Keliat, 2009).

Pada hari ketiga hari sabtu 27 April 2013, jam 10.20 WIB, dilakukan SP 3, penulis mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di rumah, menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 1 cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, SP 2 bercakap-cakap dengan orang lain dan SP 3 kegiatan jadwal harian yang telah dilakukan. Fungsi dari tindakan strategi pelaksanaan yaitu SP 3 melakukan aktivitas yang terjadwal dilakukan untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun samapi tidur malam.

SP 4 minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering

(38)

29

mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan tejadi, untuk mencapai kondisi seperti semula akan membuthkan waktu. Oleh karena itu, pasien harus dilatih minum obat sesuai program dan berkelanjutan (Keliat, 2009).

Interaksi yang dilakukan penulis tidak mampu mencapai tujuan khusus keempat dan tujuan khusus yang kelima karena waktu yang digunakan tiga hari. Pada tiga hari pengelolaan kasus tersebut keluarga klien tidak ada yang datang mengunjungi sehingga tujuan khusus keempat tidak dapat dicapai. Sehingga tujuan khusus keempat dan kelima penulis akan mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melanjutkannya. 5. Evaluasi

Menurut Lynn (2006) evaluasi adalah fase akhir dalam proses keperawatan. Dengan cara evaluasi, perawat dapat memberikan pendapat pada kuantitas dan kualitas asuhan yang diberikan. Evaluasi adalah aktivitas terus menerus yang memainkan peran penting selama seluruh fase proses keperawatan. Evaluasi kontinu asuhan adalah satu-satunya cara menentukan apakah asuhan yang diperlukan telah mencapai hasil yang sesuai. Terminasi hubungan perawatan yang berarti diakhiri dengan wawancara pemulangan, yang secara jelas berfungsi evaluatif.

Hasil evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis buat. Evaluasi yang dapat penulis capai antara lain pada tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi meliputi data subyektifnya yaitu klien mengatakan melihat

(39)

bayangan putih-putih seperti setan yang berwujud perempuan. Klien sering melamun, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul selama 2 hingga 5 menit. Klien mengatakan merasa terganggu dengan bayangan tersebut. Data obyektif, klien tampak melamun, kontak mata lemah, tampak gelisah, klien dapat mempraktekan cara mengontol halusinasinya dengan cara menghardik. Hasil yang didapat setelah dilakukan interaksi dengan klien yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya dapat teratasi.

Hasil evaluasi penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus kedua yaitu klien dapat mengenali halusinasinya. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat, yaitu seperti klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi dan klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi. Hasil evaluasi yang didapat dari klien terdapat pada data subyektif klien mengatakan masih sering melihat bayangan itu ketika sedang sendiri, klien mengatakan sudah bisa cara menghardik. Data obyektifnya kontak mata lemah, klien tampak kooperatif, klien mampu melakukan kembali cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Hasil evaluasi ini dapat membuktikan bahwa tujuan khusus kedua yaitu klien dapat mengenali halusinasinya dapat tercapai.

Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengontrol halusinasinya. Evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan evaluasi penulis yang dapatkan dengan

(40)

31

data subyektif klien mengatakan kadang sudah tidak melihat bayangan tersebut, klien mau bercakap-cakap dengan orang lain. Data obyektif klien kooperatif, kontak mata ada, klien tampak melakukan aktivitas seperti mencuci piring, merapikan tempat tidur, bercakap-cakap dengan orang lain. Hasil yang didapatkan penulis setelah dilakukan interaksi dengan klien yaitu klien mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sesuai jadwal. Rencana klien yaitu evaluasi cara pertama menghardik, kedua bercakap-cakap dengan orang lain, ketiga melakukan kegiatan sesuai jadwal. Kriteria evaluasi berikutnya yang dapat dicapai klien adalah klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah dilakukan klien, hasil evaluasi yang didapat dari data klien seperti dalam jadwal kegiatan harian klien, klien lebih suka berlatih menghardik. Maka dapat disimpulkan klien lebih suka mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik. Hasil evaluasi ini dapat membuktikan bahwa tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengontrol halusinasinya dapat tercapai.

Selama proses keperawatan dilakukan penulis mengalami beberapa kesulitan yaitu tujuan khusus dalam diagnosa keperawatan belum dapat tercapai semua. Tujuan khusus keempat klien dapat memanfaatkan obat dengan baik tidak dapat tercapai, tujuan khusus kelima klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi juga tidak tercapai karena keterbatasan waktu sehingga penulis akan mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melanjutkannya.

(41)

B. Simpulan a. Pembahasan

Dari uraian bab pembahasan tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif secara sistematis. Data subyektif klien mengatakan masih sering melihat bayangan putih-putih seperti setan, yang berwujud perempuan, bayangan itu muncul saat klien sedang sendiri pada sore hari pukul 16.00 WIB. Klien mengatakan bayangan itu muncul selama 2 hingga 5 menit. Klien juga tidak merasa takut jika bayangan itu muncul, tetapi klien mengatakan terganggu dengan bayangan tersebut. Data obyektif klien tampak bingung dan melamun serta tampak menyendiri, bicara lambat dan kadang tertawa sendiri karena terbayang pacarnya, klien tampak senang sering tertawa sendiri.

b. Diagnosa utama yang muncul pada Tn. P saat dilakukan pengkajian adalah gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan.

c. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Serta untuk tujuan khusus yang pertama membina hubungan saling percaya, tujuan khusus yang kedua dapat mengenal halusinasinya, tujuan khusus yang ketiga dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya, tujuan khusus yang keempat dapat menyebutkan manfaat minum obat, tujuan khusus yang kelima dapat dukungan dari keluarga dalam mengontol halusinasinya.

(42)

33

d. Implementasi yang penulis sudah lakukan pada Tn. P SP 1 cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, SP 2 bercakap-cakap dengan orang lain dan SP 3 kegiatan jadwal harian yang telah dilakukan.

e. Evaluasi yang penulis lakukan pada Tn. P berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan bahwa klien SP 1 mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, SP 2 bercakap – cakap dengan orang lain, SP 3 kegiatan jadwal harian dan SP 4 cara minum obat dengan benar dan SP 5 klien dapat dukungan keluarga tidak dapat dilaksanakan karena terbatasnya waktu dan kurangnya dukungan dari keluarga.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan adalah: a. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien jiwa dengan semaksimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. b. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.

(43)

c. Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa secara optimal.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama; Bandung

Deswani. (2009). Proses keperawatan & Berpikir Kritis. Salemba Medika; Jakarta

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Muha Medika; Jakarta

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP dan SP ). Salemba

Medika; Jakarta

Hidayati, Eni. 2012. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan

Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia.

http://www.jurnalkesmas.org/files/kesehatanjiwa.pdf (diakses pada tanggal 26 April 2013)

Isaacs, Anna. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik Edisi 3. EGC; Jakarta

ISO. 2010. Informasi Spesialite Obat. PT ISFI; Jakarta Barat

Keliat, Budi A dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Jiwa. EGC; Jakarta

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika; Jakarta

Lynn, Basford. 2006. Teori & Praktek Keperawatan. EGC; Jakarta

Nasir Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa:

Pengantar dan Teori. Salemba Medika; Jakarta

Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan

Keluarga. Sagung Seto; Jakarta

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC; Jakarta

Wilkinson, Judith, M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan

Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Penerjemah Widyawati,

(45)

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama; Bandung

Yosep, Iyus. 2012. Keperawatan Jiwa (edisi revisi). PT Refika Aditama; Bandung

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk nilai hedonik terendah terhadap aroma permen jelly ubi Cilembu adalah 3,4 yaitu terdapat pada perlakuan konsentrasi ubi Cilembu (K2) dengan penggunaan tapioka

Penelitian ini dilakukan sebanyak 3 siklus dengan hasil peningkatan yang signifikan pada persentase Ketuntasan Belajar Siswa Klasikal (KBSK) setiap siklusnya. Hasil

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil

Eblek (kuda kepang) yang terbuat dari anyaman bambu yang ditunggangi penari Jathil juga berwarna putih dengan motif berwarna hitam. Pada saat itu, langitnya memiliki

The result of the data analysis of this research revealed that the students taught using explicit teaching instruction of English phrases gained better improvement

In interview with the teacher, the writer will ask about suggestion of strategies that can be used by students who often make errors in reading comprehension

Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tegal

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor Bauran