• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN-KABUPATEN PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN-KABUPATEN PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

8

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN-KABUPATEN

PROVINSI JAWA BARAT

Oleh: Juri Juswadi

Program Studi Agribisnis Universitas Wiralodra e-mail: yuswadi_yuri@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai location quetion (LQ) sektor industri pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat dan perkembangannya selama periode 2012-2014, serta menetapan lokasi kawasan industri berbasis agro di Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian ini adalah deskriptif untuk menguraikan nilai LQ dan hubungannya dengan penetapan kawasan industri berbasis agro (agroindustri) di Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai LQ sektor Industri Pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat selama periode 2012-2014 tertinggi pada Kabupaten Bekasi, yaitu: 1,81, Kabupaten Purwakarta, 1,3, Kabupaten Bandung Barat 1,00, dan Kota Depok 0,80, sedangkan kabupaten lainnya kurang dari 0,5. Nilai LQ sektor pertanian masih tinggi, seperti Kabupaten Sukabumi 2,6, Kuningan 2,91, Cirebon 2,11, Majalengka 3,09, Garut 4,43, Tasikmalaya 4,46, dan Bandung Barat 1,30, sedangkan Depok dan Bekasi hanya 0,16 serta Purwakarta 0,84. Selama periode 2012-2014 tidak terjadi perkembangan yang nyata nilai LQ sektor Industri Pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan nilai LQ sektor idustri pengolahan dan lokasi geografis, Kabupaten Bandung Barat paling potensial mengembangkan Kawasan industri berbasis agro, selanjutnya adalah Kabupaten Sukabumi, dan Majalengka.

Kata kunci : location question, agroindustri

PENDAHULUAN

Pengembangan sektor industri penting dilakukan oleh setiap kabupaten dalam upaya 1) meningkatkan PDRB, 2) pengurangan tenaga kerja sektor pertanian yang beralih (transformasi) ke sektor industri, dan 3) peningkatan kesejahteraan eknonomi masyarakat. Jika sektor ekonomi didominasi oleh sektor pertanian, maka upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi akan terhambat karena rendahnya pendapatan per kapita tenaga kerja sektor pertanian. Industri yang sesuai adalah industri yang berbasis produk pertanian primer (agroindustri) yang produknya terdiri dari berbagai jenis komoditas dengan produksi yang tersebar di seluruh wilayah

Provinsi Jawa Barat. Pengembangan agroindustri tersebut lebih cepat jika dapat dikembangkan dalam suatu kawasan industri berbasis agro pada beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat.

Menurut Kementerian Perindustrian, Jawa barat dijadikan tempat rujukan untuk dibangunnya kawasan industri berbasis agro. Saat ini Indonesia belum memiliki kawasan industri berbasis agro yang menjadi pusat pengolahan hasil pertanian sehingga bernilai tambah. Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustriaan Imam Hayono mengatakan: “saat ini memang belum ada kawasan industri khusus untuk agro, sebab hasil agro

(2)

9

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

itu terpencar-pencar disetiap daerah memiliki unggulannya masing-masing, jadi agak sulit membentuk kawasan industri agro (Pikiran Rakyat 18 Maret 2015 dalam Kemenperin.go.id)

Pembangunan ekonomi suatu wilayah merupakan tujuan utama setiap para pengambil kebijakan, agar dapat tercapai kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut. Salah satu strategi pembangunan yang banyak digunakan adalah model ekonomi basis, yang menitikberatkan pentingnya sektor ekspor untuk manghasilkan devisa yang akan digunakan sebagai input internal sektor-sektor lain yang tidak mampu mengekspor. Adanya sektor ekspor tersebut akan menciptakan pengganda output maupun pengganda pekerjaan, yang akan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut.

Sektor produksi yang mampu mengekspor disebut sebagai sektor basis, yaitu sektor yang mampu memproduksi output dalam jumlah melebihi kebutuhan wilayahnya, sehingga kelebihan output tersebut dijual (diekspor) ke wilayah lain dan menghasilkan pendapatan ekspor (devisa). Melalui pendapatan ini, kegiatan perekonomian internal wilayah tersebut akan berjalan semakin baik. Adanya pengganda output dan pengganda pekerjaan akan mendorong peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) wilayah tersebut maupun peningkatan lapangan kerja. Mekanisme ini pada akhirnya akan meningkatakan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 1. Peta Sandingan Pola Ruang Kawasan Budidaya Jawa Barat dengan Harmonisasi RTRW 6 Cis (Sumber: www.citarum.org)

(3)

10

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

Dari peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat (Gambar 1), tampak bahwa sebagaian besar wilayah provinsi Jawa Barat diperuntukan bagi sektor-sektor tradisional, seperti pertanian dan kehutanan. Sektor industri sebagai sektor modern, hanya terkonsentrasi di kabupaten Karawang, Bekasi, Subang, Purwakarta, dan Bandung Barat. Kondisi ini akan akan memperlambat proses transformasi struktural Provinsi Jawa Barat kearah perekonomian yang berbasis industri dan jasa, sebagai tujuan pembangunan regionalnya. Keterlambatan ini juga akan berdampak pada beban sektor pertanian yang produktivitasnya rendah, tetapi memiliki beban tenaga kerja yang terbesar.

AnalisisLocation Quotient (LQ) adalah metode identifikasi sektor unggulan di suatu wilayah melalui penetapan sektor basis dengan LQ>1, yaitu sektor yang memiliki kemampuan mengekspor kelebihan produksinya. Melalui metode LQ dapat diidentifikasi sektor unggulan kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang merupakan referensi dalam strategi pengembangan perekonomian kearah industri dan jasa.

Peningkatan pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat dapat dilakukan melalui peningkatan produksi sektor basis agar dapat meningkatkan pendapatan (devisa) sebagai input internal sektor-sektor non basis. Subsektor agroindustri sangat potensial sebagai subsektor basis Provinsi Jawa Barat. Hal ini berkaitan dengan: 1) tingginya output produk pertanian primer yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat, 2) terciptanya nilai tambah dari proses agroindustri, 3) tersedianya sumber daya manusia yang menguasai agroindustri, dan 4) tingginya pasar produk agroindustri baik lokal maupun provinsi lain, bahkan pasar luar negeri.

Dalam pengembangan kawasan industri berbasis agro penting dilakukan identifikasi terhadap kabupaten yang sektor industri pengolahannya bersifat basis atau berkembang kearah sektor basis. Selain itu faktor lokasi geografis suatu kabupaten penting dianalis dalam penetapan lokasi kaswasan idustri agro yang efisien dalam menampung seluruh produksi pertanian yang tersebar di wilayah Provinsi Jawa Barat. Dalam penelitian ini analisis dilakukan secara kuantitatif dengan metode location quetion (LQ). Hasil analisis LQ dapat menjadi referensi bagi pengambil kebijakan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dalam menetapkan lokasi kawan industri berbasis agro Provinsi Jawa Barat.

Masalah penelitian ini, adalah: 1) Berapa Nilai location quetion (LQ) sektor industri pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat selama periode 2012-2014; 2) Bagaimana perkembangan nilai LQ sektor industri pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat periode 2012-2014; dan 3) Bagaimana penetapan lokasi kawasan industri berbasis agro di Provinsi Jawa Barat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, adalah: 1) menganalisis nilai location quetion (LQ) sektor industri pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2014; 2) menganalisis perkembangan nilai LQ sektor industri pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2014; dan 3) menetapkan lokasi kawasan industri berbasis agro di Provinsi Jawa Barat.

(4)

11

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA LANDASAN TEORI

Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990).

Kegiatan-kegiatan Basis (Basic activities) adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan bukan basis (Non basic activities ) adalah kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi; luas lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama bersifat lokal. Implisit didalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa sehingga akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengurangi pendapatan suatu daerah dan turunnya permintaan terhadap barang dan jasa dan akan menurunkan volume kegiatan (Glasson, 1990; Richardson, 2001).

Hasil penelitian Juswadi (2014) mengungkapkan bahwa Nilai LQ Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sembilan sektor, menunjukkan bahwa subsektor agroindustri yang bersifat basis adalah: subsector Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki dengan nilai LQ 3,36 dan subsektor Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet dengan nilai LQ 1,03. Sektor basis lainnya adalah Industri Non Agro dengan nilai LQ 2,59, sektor Listrik, Gas, dan Air dengan nilai LQ 2,91; sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dengan nilai LQ 1,25, yang mendorong terciptanya pengganda output Provinsi Jawa Barat sebesar 3,8.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini deskriptif untuk menguraikan nilai LQ dan hubungannya dengan penetapan kawasan industri berbasis agro (agroindustri) di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksankan pada bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017, Analisis nilai LQ dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut (Setiono, 2011)

LQ i= (Eil / Ei ) / (Eir / Er)

LQ = Location Quotient

Eil= Jumlah PDRB suatu sektor di kabupaten

dalam Propinsi Jawa Barat

Ei = Jumlah PDRB seluruh sektor di

kabupaten dalam Propinsi Jawa Barat

Eir = Jumlah PDRB suatu sektor di Propinsi

Jawa barat

Er = Jumlah PDRB seluruh sektor di

Propinsi Jawa Barat LQ > 1: sektor basis LQ <1: sektor non basis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis LQ Provinsi Jawa Barat dilakukan terhadap empat wilayah pembangunan Jawa Barat. Sebagaimana dalam RTRW Provinsi Jawa Barat (Gambar 1), kawasan industri Provinsi Jawa Barat

(5)

12

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

terkonsentrasi pada Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Purwakarta dan Depok, yang sebagian besar berlokasi di wilayah utara. Perencanaan ini memang sejalan dengan hasil analisis LQ di Wilayah II Jawa Barat seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai LQ Industri Pengolahan

Kabupaten Bekasi dan Purwakarta Tahun Kabupaten Bekasi Purwakarta 2012 1,815 1,355 2013 1,807 1,352 2014 1,809 1,356

Sumber: Data Sekunder diolah

Nilai LQ sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Bekasi dan Purwakarta selama periode 2012-2014 lebih besar dari satu yang menunjukkan bahwa sektor tersebut adalah sektor basis. Artinya sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Bekasi dan Purwakarta mempu menghasilkan produksi yang melebihi kebutuhan lokal kabupaten, sehingga kelebihannya dapat diekspor keluar kabupaten, sehingga menghasilkan devisa. Berdasarkan nilai LQ tersebut, Wilayah II Jawa Barat telah memiliki struktur ekonomi industri. Perkembangan nilai LQ kedua kabupaten tersebut selama periode 2012-2014 ditunjukkan oleh Gambar 1, yaitu selama periode tersebut nilai LQ kabupaten Bekasi tidak meningkat, tetap sekitar 1,8; demikian pula Kabupaten Purwakarta tetap sekitar 1,35.

Gambar 1. Perkembangan Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Bekasi dan Purwakarta Periode 2012-2014

Sektor Industri Pengolahan adalah sektor yang mampu mengubah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Di Provinsi Jawa Barat juga didominasi oleh industri yang berbasis peroduk pertanian (industri berbasis agro). Tetapi, wilayah II Jawa Barat sebagai sentra industri pengolahan belum mengembangkan industri berbasis agro dalam satu kawasan. Berbagai faktor menjadi kendala antara lain pasokan bahan baku yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat serta jenis komoditas yang sangat ragam, sehingga akan membutuhkan biaya transportasi yang lebih mahal, waktu yang lebih lama, serta fluktuasi produksi.

Pada Wilayah I hanya dianalisis dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kota Depok. Nilai LQ kabupaten Sukabumi selama periode 2012-2014 masih rendah hanya sekitar 0,35 sedangkan di Kota Depok yang hanya dianalisis pada tahun 2014, nilai LQ lebih tinggi mendekati 0,8; seperti ditunjukkan dalam oleh Tabel 2.

0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2012' 2013' 2014' Bekasi Purwakarta

(6)

13

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

Tabel 2. Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Sukabumi dan Depok

Tahun Kabupaten

Sukabumi Depok

2012' 0,348

2013' 0,347

2014' 0,342 0,794

Sumber: Lampiran Data Sekunder diolah Rendahnya niai LQ Kabupaten Sukabumi pada tahun 2014, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. yang tidak mengalami penurunan berarti, selama periode 2012-2014.

Gambar 2. Perkembangan Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Sukabumi dan Depok Periode 2012-2014 Hal ini merupakan indikasi sulitnya perkembangan industri pengolahan di Kabupaten Sukabumi. Jika diamati lokasi geografis Kabupaten Sukabumi yang berada di tengah wilayah barat Provinsi Jawa Barat, maka melalui analisis transportasi diduga cukup feasible dijadikan salah satu kawasan industri berbasis agro. Analisis transportasi

dapat mengidentifikasi biaya pengangkutan pasokan bahan baku produk pertanian ke Kabupaten Sukabumi, dan distribusi produk agroindustri ke seluruh Wilayah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, yang dihasilkan oleh kawasan industri agro tersebut.

Nilai LQ sektor industri pengolahan di wilayah III selama periode 2012-2014 juga belum mampu mencapai angka 1, bahkan Kabupaten Kuningan nilai LQ kurang dari 0,1; Kabupaten Cirebon sekitar 0,5, sedangkan Kabupaten Majalengka sekitar 0,3; seperti ditunjukkan oleh Tabel 4. Kabupaten Cirebon dan Majalengka menunjukkan pertumbuhan sektor Industri Pengolahan yang memiliki harapan yang besar di masa mendatang, sedangkan Kabupaten Kuningan masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan nilai LQ 2,9 merupakan sumber penghasil bahan baku produk pertanian primer di walayah timur Provinsi Jawa Barat.

Tabel 4. Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Kuningan, Cirebon, dan Majalengka

Tahun

Kabupaten

Kuningan Cirebon Majalengka

2012 0,055 0,498 0,302

2013 0,056 0,495 0,299

2014 0,055 0,505 0,395

Sumber: Data Sekunder diolah

Hal menarik terjadi pada Kabupaten Majelengka, yang menunjukkan peningkatan nilai LQ yang cukup nyata dari 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900 2012' 2013' 2014' Sukabumi Depok

(7)

14

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

0,3 pada tahun 2012 menjadi 0,4 pada tahun 2014, seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Perkembangan Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Kuningan, Cirebon, dan Majalengka Periode 2012-2014 Berdasarkan nilai LQ, Kabupaten Cirebon dan Majalengka cukup potensial untuk mengembangkan kawasan industri berbasis agro. Tetapi dilihat dari lokasi geografis, Kabupaten ini berada di bagian Timur Provinsi Jawa Barat, sehingga kurang menguntungkan jika ingin mendapatkan pasokan produk pertanian primer dari wilayah barat Provinsi Jawa Barat berdasarkan biaya transportasi yang lebih besar maupun berdasarkan distribusi hasil agroindustri ke seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat. Pasokan produk pertanian primer akan lebih murah jika berasal dari wilayah Jawa Tengah bagian barat.

Kabupaten Bandung Barat adalah kabupaten di Wilayah IV Jawa Barat yang memiliki nilai LQ 1,0 sektor Industri Pengolahan pada tahun 2012, seperti ditunjukkan oleh Tabel 4.

Tabel 4. Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Bandung Barat, Garut, dan Tasikmalaya

Tahun Kabupaten Bandung Barat Garut Tasikmalaya 2012 1,000 0,168 0,161 2013 0,169 0,164 2014 0,172 0,169

Sumber: Data Sekunder diolah

Dalam RUTR Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung Barat merupakan kawasan industri. Secara geografis lokasi Kabupaten Bandung Barat berada di tengah Provinsi Jawa Barat, merupakan kondisi paling ideal sebagai kawasan industri berbasis agro berdasarkan analisis transportasi. Bedasarkan lokasi geografis yang berada hampir di tengah Provinsi Jawa Barat serta ketersediaan infrastrukutr yang memadai, maka Kabupaten Bandung Barat merupakan lokasi yang paling ideal bagi pengembangan kawasa industri berbasis agro. Selama periode 2012-2014, Kabupaten Garut dan Tasikmalaya menunjukkan nilai LQ Sektor Industri Pengolahan yang masih rendah, hanya berkisar 0,17, seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Perkembangan Nilai LQ Industri Pengolahan Kabupaten Bandung Barat, Garut dan Tasikmalaya Periode 2012-2014 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600

Kuningan Cirebon Majalengka

2012' 2013' 2014' 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200

Bandung Barat Garut Tasikmalaya

(8)

15

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIRALODRA

Selama periode tersebut juga tidak terdapat peningkatan nilai LQ yang berarti. Struktur ekonomi kedua kabupaten ini masih didominasi oleh Sektor Pertanian yang ditunjukkan oleh nilai LQ sektor pertanian yang sangat besar, yaitu sekitar 4,5 pada Kabupaten Tasikmalaya, dan 4,3 pada Kabupaten Garut

V. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Nilai location quetion (LQ) sektor Industri Pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat selama periode 2012-2014 tertinggi pada Kabupaten Bekasi, yaitu: 1,81, Kabupaten Purwakarta, 1,3, Kabupaten Bandung Barat 1,00, dan Kota Depok 0,80, sedangkan kabupaten lainnya kurang dari 0,5. Nilai LQ sektor pertanian masih tinggi, seperti Kabupaten Sukabumi 2,6, Kuningan 2,91, Cirebon 2,11, Majalengka 3,09, Garut 4,43, Tasikmalaya 4,46, dan Bandung Barat 1,30, sedangkan Depok dan Bekasi 1,6 dan Purwakarta 0,84. Selama periode 2012-2014 tidak terjadi perkembangan nilai LQ sektor Industri Pengolahan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan nilai LQ sektor idustri pengolahan dan lokasi geografis, Kabupaten Bandung Barat paling potensial mengembangkan Kawasan industry berbasis agro, selanjutnya adalah Kabupaten Majalengka dan Sukabumi.

DAFTAR PUSTAKA

Glasson, John, 1990. Pengantar

Perencanaan Regional,

Terjemahan,Lembaga Penerbit Fakulta Ekonomi UI, Jakarta.

Juswadi, J. 2014. Analisis Subsektor Agroindustri Unggulan Jawa Barat. Jurnal Agri Wiralodra Volume 6. No. 2. September 2014.

Richardson, Harry W, 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, Terjemahan

PaulSitohang, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Setiono, D.N.S. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah. Teori dan Analisis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

www.bps.go.id

www.citarum.org. Peta Sandingan Pola Ruang Kawasan Budidaya Jawa Barat dangan Harmonisasi RTRW 6Cis.

www. detik-finance.com . Ini Daerah di Jawa Barat yang Dikembangkan Jadi Kawasan Industri Baru. Selasa 26 september 2016:

www. kemenperin.go.id. Pikiran Rakyat 180315: Jabar Jadi Rujukan Kawasan Industri Agro.

Gambar

Gambar 1. Peta Sandingan Pola Ruang Kawasan Budidaya Jawa Barat dengan Harmonisasi                    RTRW 6 Cis (Sumber: www.citarum.org)
Tabel    1.  Nilai  LQ  Industri  Pengolahan  Kabupaten  Bekasi  dan  Purwakarta   Tahun  Kabupaten  Bekasi  Purwakarta  2012  1,815  1,355  2013  1,807  1,352  2014  1,809  1,356
Gambar  2.  Perkembangan  Nilai    LQ   Industri  Pengolahan  Kabupaten  Sukabumi  dan  Depok Periode 2012-2014
Tabel    4.  Nilai  LQ  Industri  Pengolahan  Kabupaten  Bandung  Barat,  Garut, dan Tasikmalaya

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan- pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu

Wayang Kulit Ramayana adalah pertunjukan wayang kulit yang sumber lakonnya dari wiracerita Ramayana dengan musik iringan babatelan gender wayang. Ciri khas dari

alternatif: Matikan TV pakai tombol panel, tekan bersama-sama VolDown + ChUp pada panel, alternatif: Matikan TV pakai tombol panel, tekan bersama-sama VolDown +

Permasalahan yang akan dibahas berdasarkan latar belakang penelitian terkait dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah mengenai bagaimana

Sumber data dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu narasumber (orang), peristiwa, dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan

pengujian yang dilakukan diketahui sampel DNA pada Tacapa GB, Tacapa Silver dan Action memiliki nilai rasio diatas 1,8 sedangkan sampel Aramis memiliki nilai rasio

$EVWUDN $QDOLVLV .RQVWUDVWLI %DKDVD %XJLV GDQ %DKDVD ,QGRQHVLD GDODP %LGDQJ 0RUIRORJL 3HQHOLWLDQ LQL PHUXSDNDQ SHQHOLWLDQ SXVWDND GHQJDQ PHQJJXQDNDQ SHQGHNDWDQ GHVNULSWLI

Walau pada masa kekinian terdapat kompleksitas dan perbedaan baik dari segi bentuk, format dan aplikasinya, adalah penting untuk melihat berbagai dimensi nilai (prinsip)