• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan OECD dalam Tata Kelola Perusah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan OECD dalam Tata Kelola Perusah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan OECD dalam Tata Kelola

Perusahaan di Indonesia dan

Malaysia

Abstrak

Krisis ekonomi di Asia dan Amerika yang terjadi karena kurangnya penerapan atau kegagalan dalam penerapan tata kelola perusahaan, sehingga untuk

mengurangi krisis tersebut dibuatlah aturan dalam tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Krisis ekonomi tersebut juga dialami oleh Indonesia dan Malaysia yang salah satunya disebabkan oleh kegagalan dalam peberapan tata kelola perusahaan. Sehingga saat ini fokus utamanya terletak pada tata kelola perusahaan yang baik dan dengan adanya aturan ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Aturan dalam tata kelola perusahaan diadopsi dari prinsip OECD (Organization for Economic Coorperation and Development) dalam prinsip tata kelola perusahaan baik di Indonesia dan Malaysia. Maka dari itu paper ini akan membahas mengenai bagaimana penerapan OECD dalam tata kelola perusahaan di Indonesia dan Malaysia.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir ini istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG1.

Krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia dan Amerika Latin seperti kasus Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan di kawasan Asia ini salah satunya juga terjadi di Indonesia seperti pada kasus bank-bank pemerintah yang telah dilikuidasi/dimerger (Bapindo, BDN, Bank Bumi Daya, Bank Exim); PT. Indorayon (perusahaan pabrik kertas di Sumatera Utara); PT. Dirgantara Indonesia (sebuah pabrik pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT. Lapindo Brantas (Sebuah perusahaan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo, Jawa Timur). Timbulnya krisis yang terjadi pada perusahaan diatas lebih disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang buruk serta tata kelola pemerintahan yang buruk pula, sehingga ini menjadi peluang besar untuk timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehingga pentingnya sistem tata kelola perusahaan yang baik menjadi fokus (Good Corporate Governance) menjadi fokus utamanya.

Corporate governance atau tata kelola perusahaan merupakan salah satu hal yang penting, bukan hanya kepentingan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui sejauh mana struktur perusahaan dan praktik yang telah mereka lakukan, namun juga penting kepada setiap pelaku dalam pasar. Ciri utama dari CG yang buruk adalah adanya tindakan dari manajer yang mementingkan dirinya sendiri sehingga mengabaikan kepentingan investor, dimana ini akan menyebabkan jatuhnya harapan para investor tentang return atas investasi yang mereka harapkan.2 Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) mendefinisikan GCG sebagai: “Suatu struktur yang terdiri dari para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat

(3)

tujuan yang ingin dicapai perusahaan,d an alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.”

Dalam rangka mengembangkan penerapan tata kelola yang baik di industri Pasar Modal dan sebagainya yang menjadi acuan praktik sistem tata kelola yang baik Komite Nasional menagacu pada prinsip yang diterbitkan oleh Organisation forEconomic Co-operation and Development (OECD) yang merupakan salah satu lembaga yang

memegang peranan penting dalam pengembangan Good Governance baik untuk pemerintah maupun dunia usaha.3 Begitu pula di Malaysia yang juga menerapkan OECD dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Penerapannya dilihat dari perusahaan mematuhi prinsip-prinsip dasar tata kelola perusahaan yang membantu untuk menentukan keputusan investasi, mempengaruhi kepercayaan investor, biaya modal, fungsi keseluruhan pasar keuangan dan akhirnya pengembangan sumber

pembiayaan yang lebih berkelanjutan. Malaysia telah mengambil langkah-langkah yang signifikan untuk memperkuat kerangka tata kelola perusahaan, terutama setelah krisis keuangan Asia. Sehingga pada paper ini akan membahas mengenai bagaimana

“Penerapan OECD dalam Tata Kelola Perusahaan di Indonesia dan Malaysia”.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan Corporate Governance

OECD didirikan hampir 50 tahun yang lalu dengan misi untuk memperbaiki proses penyusunan kebijakan ekonomi yang diminati oleh penduduk negara anggotanya dan negara lain di dunia. OECD menggabungkan 34 negara untuk mengadakan

komitmen dalam mengadakan berbagai kesempatan terbaik yang paling memungkinkan bagi penduduknya.

Negara anggota OECD bersama negara mitranya menetapkan standar dan mendesain berbagai kebijakan untuk menyempurnakan fungsi ekonomi negara. Instrumen-instrumen seperti Prinsip OECD tentang Tata Kelola Perusahaan (OECD Principles of Corporate Governance), Pedoman OECD untuk Perusahaan Multinasional

(OECD Guidelines for Multinational Enterprises), dan Konvensi Anti Suap OECD

(OECD Anti-Bribery Convention) telah membantu dalam membentuk dasar bagi ekonomi global yang terbuka dan adil. Seperti yang sering diucapkan, OECD berarti kebijakan yang lebih baik untuk kehidupan yang lebih baik. 4

Sir Adrian Cadbury (Global Corporate Governance Forum – World Bank, 2000) menjelaskan Corporate Governance "Corporate Governance is concerned with holding the balance between economic and social goals and between individual and communal goals. The corporate governance framework is there to encourage the efficient use of resources and equally to require accountability for the stewardship of those resources. The aim is to align as nearly as possible the interests of individuals, corporations and society". Penjelasan ini menekankan bahwa Corporate Governance merupakan

keseimbangan antara tujuan ekonomi dan tujuan sosialserta tujuan individu dan tujuan komunitas. Disamping itu jugamenekankan akuntabilitas dalam pengelolaan segala sumber dayayang memperhatikan seluruh kepentingan, baik individu, perusahaan,dan masyarakat.5

(5)

2.2 OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Tata Kelola Perusahaan di Indonesia

Dalam prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang diterbitkan oleh OECD (Prinsip CG OECD) dinyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus mendorong transparansi dan pasar yang efisien, sejalan dengan peraturan hukum, dan membagi dengan jelas kewajiban dan tanggung jawab di antara otoritas yang menjalankan fungsi pengawasan, pengaturan dan penegakan hukum (OECD, 2004).

Kerangka kerja tata kelola perusahaan di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan (KNKG, 2006). Adapun prinsip-prinsip tata kelola tersebut pada dasarnya selaras dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Dengan merujuk pada hirarkhi perundang-undangan di Indonesia, prinsip-prinsip tersebut diturunkan secara lebih konkrit di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia (Pedoman Umum GCG) diterbitkan pertama kali oleh KNKCG tahun 1999 dan telah mengalami dua kali perbaikan pada tahun 2001 dan 2006. Pada dasarnya, Pedoman Umum GCG tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat (non-binding force). Oleh karenanya, implementasinya tidak dapat dipaksakan, baik di tataran regulator maupun korporasi. Namun demikian, regulator menggunakan Pedoman Umum GCG dari KNKG sebagai rujukan penting dalam mengembangkan peraturan-peraturan yang relevan dengan tata kelola perusahaan. Selain itu, korporasi juga dapat menggunakan pedoman-pedoman KNKG sebagai rujukan dalam menyusun sistem, struktur dan pedoman tata kelola perusahaannya serta peraturan internal perusahaan lainnya.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan produk hukum utama bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT), termasuk perusahaan yang merupakan Emiten atau Perusahaan Publik di pasar modal. Pada dasarnya, UUPT ini telah mengakomodasi konsep dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dibandingkan undang-undang sebelumnya3. Kini, Dewan Komisaris dan Direksi dituntut untuk lebih akuntabel dalam melaksanakan fiduciary duties.

(6)

baik (good corporate governance) dan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) juga mulai diterapkan dalam UUPT 2007.

Disamping itu, juga terdapat ketentuan bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah. Dengan demikian, UUPT 2007 memberikan perhatian yang lebih besar dalam hal penerapan tata kelola perusahaan di Indonesia. Di samping itu, Emiten dan Perusahaan Publik juga tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaannya.

Hingga saat ini, Pedoman Umum GCG dari KNKG belum secara meluas diterapkan dalam praktik bisnis di Indonesia. Hal ini dikarenakan penerapan Pedoman Umum GCG bersifat sukarela dan tidak merupakan bagian dari ketentuan perundang-undangan. Sementara itu, dalam rangka mendorong perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik, maka hal-hal yang berkaitan dengan praktik tata kelola perusahaan diatur melalui peraturan perundang-undangan. Misalnya, praktik tata kelola perusahaan yang baik di Emiten dan Perusahaan Publik, implementasinya dilandaskan pada peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh OJK. Implementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik oleh Emiten dan Perusahaan Publik yang didasarkan pada kepatuhan terhadap peraturan, pada akhirnya mendorong Emiten dan Perusahaan Publik untuk menginternalisasikan praktik-praktik tata kelola yang baik tersebut. Namun demikian, tidak semua aspek tata kelola perusahaan yang baik dapat dijadikan peraturan, karena dapat mendorong beban implementasi yang besar kepada Emiten dan Perusahaan Publik. Hal ini dikarenakan kemampuan perusahaan untuk menerapkan regulasi berbeda, bergantung pada sektor, industri, dan ukuran perusahaan. Oleh karena itu, pendekatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik melalui

peraturan menjadi tidak fleksibel.

2.3 OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Tata Kelola Perusahaan di Malaysia

(7)

Roundtable Tata Kelola Perusahaan, yang paling baru pada bulan Oktober 2012 di Tokyo. Prioritas Reformasi Laporan Roundtable di Asia: Taking Tata Kelola Perusahaan ke Tingkat Tinggi termasuk Komisi Efek tanggapan terhadap kuesioner OECD pada pengembangan tata kelola perusahaan dan kemajuan di Asia yang menjabat sebagai saham-mengambil berguna latihan tentang bagaimana Malaysia dan negaraAsia lainnya telah menerapkan Prinsip OECD Tata Kelola Perusahaan. Inisiatif regional lainnya juga dapat berkontribusi untuk meningkatkan corporate standar tata kelola di tingkat

perusahaan di Malaysia. Sebuah program percontohan dari ASEAN Tata Kelola

Perusahaan Scorecard, berdasarkan Prinsip OECD Tata Kelola Perusahaan, diluncurkan pada tahun 2012 untuk menentukan peringkat 30 besar publik perusahaan di negara-negara anggota ASEAN yang berpartisipasi: Malaysia, Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand dan Viet Nam (SCM, 2012).

The Securities Commission Malaysia mengeluarkan Corporate Governance Blueprint Juli 2011, yang merupakan salah satu kiriman pertama CMP2 dan

menggunakan Prinsip OECD Corporate Governance sebagai referensi, serta prioritas yang disetujui oleh OECD-Asian Roundtable on Corporate Governance. Blueprint tersebut merupakan penegasan komitmen Komisi untuk mencapai keunggulan dalam tata kelola perusahaan melalui penguatan diri dan pasar disiplin dan mempromosikan internalisasi tata kelola perusahaan yang baik budaya. Dewan dan pemegang saham didorong untuk merangkul gagasan bahwa bisnis yang baik meliputi perilaku etis dan berkelanjutan, melampaui diinginkan Intinya keuangan (SCM, 2012).

Sedangkan Code of Corporate Governance pada tahun 2001 merupakan langkah yang signifikan dalam pembuatan kerangka peraturan yang lebih tepat, revisi pada tahun 2007 melangkah lebih jauh untuk meningkatkan self-regulation dengan

memperkuat peran dan tanggung jawab dewan direksi, direksi sangat independen dan komite audit. Ketentuan Whistle-blowing juga diperkenalkan di 2004. Sejak tahun 2007, Malaysia membutuhkan auditor yang mengundurkan diri atau dikeluarkan dari kantor untuk mengungkapkan kepada regulator alasan, kecuali dalam kasus di mana auditor tidak ingin mencari re-janji atau tidak terpilih kembali pada rapat umum tahunan (OECD, 2011).

Kode Malaysia Corporate Governance dirilis Maret 2012 menggantikan Kode Malaysia revisi Tata Kelola Perusahaan. baru Kode, yang mengikuti praktik terbaik internasional, adalah penyampaian kunci dari Blueprint dan bertujuan untuk

(8)

independensi direksi dan mendorong komitmen direksi. Hal ini juga mendorong perusahaan untuk menempatkan kebijakan pengungkapan perusahaan yang

(9)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Sistem tata kelola yang baik Komite Nasional menagacu pada prinsip yang diterbitkan oleh Organisation forEconomic Co-operation and Development (OECD) yang merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam

pengembangan Good Governance baik untuk pemerintah maupun dunia usaha. Pada penerapan OECD dalam tata kelola perusahaan di Indonesia belum secara luas dan menyeluruh menerapkannya hal ini dikarenakan penerapan Pedoman Umum GCG bersifat sukarela dan tidak merupakan bagian dari ketentuan perundang-undangan. Begitu pula pada penerapan OECD dalam tata kelola perusahaan di Malaysia juga dikarenakan bersifat sukarela maka tidak secara luas dan menyeluruh sistem tata kelola perusahaan diterapkan.

Forum Regulator Pasar Modal ASEAN atau ASEAN Capital Market Forum (ACMF) menilai Indonesia tercatat menduduki peringkat kedua ASEAN sebagai negara yang mengalami perbaikan tata kelola perusahaan atau "corporate governance" (CG). Peringkat pertama oleh negara Thailand dan ketiga negara Malaysia. Hal ini

(10)

3.2 Daftar Pustaka

Cadbury, S. A. (2000). Corporate Governance Forum - World Bank.

Daniri, M. A. (2005). Good Corporate Governance : Konsep dan Penerapannya di Indonesia. Jurusan Ekonomi Manajemen .

Darmawati, D. (2006). Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Faktor Regulasi Terhadap Kualitas Implementasi Corporate Governance . Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang , 23-26.

Governance, T. S. (2006 ). Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam peraturan Bapepam Mengenai Corporate Governance . Departemen

keuangan republik Indonesia Badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan .

Government of Malaysia, Securities Commission Malaysia (2012),

www.sc.com.my/eng/ html/resources/capMy/CapitalMy_1201.pdf. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good

Corporate Governance Indonesia

OECD. (2014). Dipetik Juny 26, 2014, dari OECD: www.oecd.org/aboutoecd OECD. 2004. OECD Principles of Corporate Governance

OECD (2011), Reform Priorities in Asia: Taking Corporate Governance to a Higher Level, Paris

Referensi

Dokumen terkait

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan timbal (Pb) mainan edukatif balita dan kuesioner pengetahuan orang tua dan guru tentang timbal (Pb) pada mainan

partisipasi anggota, mencegah anggota yang dominan pada saat rapat, menumpulkan konflik, menyarankan kompromi, meminta anggota menyelesaikan perbedaan dengan cara yang konstruktif,

sensitezed solar cell (DSSC) dari ekstrak bunga rosella dominan menyerap cahaya tampak berkisar antara 400-550 nm serta bersesuaian dengan warna ekstrak yang kemerahan dan dapat

Bagi pelajar yang mengikuti program secara Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), tempoh penangguhan yang dibenarkan ialah tidak melebihi enam (6) semester sepanjang pengajian. Pelajar

Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis

Data-data yang diperoleh dari proses crawling tersebut akan disimpan di database yang kemudian dapat digunakan oleh user untuk melakukan kombinasi spesifikasi komputer sesuai

1) Penerbit Efek wajib memastikan Penerima Kuasa yang disediakan oleh Penerbit Efek hadir dalam RUPS untuk melaksanakan kuasanya. 2) Kewenangan Penerima Kuasa yang disediakan

Program Profesional Mengajar yang diselenggarakan ini dimaksudkan agar murid SDN desa Luwuk mengerti, memahami dan tertarik untuk menjalani proses panjang yang penuh pengorbanan