• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggelapan Pajak di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggelapan Pajak di Indonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum tentang Penggelapan Pajak

Aktivitas ekonomi yang berlangsung di suatu negara dapat di kelompokkan

menjadi dua, yaitu Recorded Economy dan Unrecorded Hidden Economy. Apabila

kita tinjau dari pencatatan aktivitas ekonomi tersebut ke GDP, Unrecorded Economy

inilah yang lebih sering kita dengar sebagai Underground/ Black/ Underground

Economy.

Menurut Silitonga dalam artikelnya yang berjudul Ekonomi Bawah Tanah dan

Pengampunan Pajak mengatakan bahwa ekonomi bawah tanah adalah bagian dari

kegiatan ekonomi yang sengaja disembunyikan untuk menghindarkan pembayaran

pajak.

Menurut Feige (1990), pendapatan yang tidak dilaporkan kepada khususnya

otoritas pajak, tentunya dengan maksud untuk menggelapkan/ menghindari tanggung

jawab untuk membayar pajak (tax evasion) termasuk dalam golongan kegiatan

ekonomi bawah tanah (underground economy).

Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang dilakukan

oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.

Menurut Xynas (2011), penggelapan pajak merupakan usaha meringankan

beban pajak dengan cara melanggar ketentuan perundang-undangan yang dapat

(2)

Menurut Reskino, at al. (2013), Penggelapan pajak sebagai usaha yang

dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar

undang-undang. Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini

dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal.

Menurut Sugiharti (2013), penggelapan pajak dapat berupa penggelapan oleh

wajib pajak terdaftar yang melaporkan pendapatan lebih rendah dari seharusnya

maupun kegiatan yang tidak terdaftar resmi atau perekonomian tersembunyi.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penggelapan pajak

merupakan cara ilegal untuk tidak membayar pajak dengan melakukan tindakan

menyimpang (irregular acts) dalam berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan

dengan sengaja dan dalam keadaan sadar.

Mughal (2012)melakukan penelitian di 72 kota di Pakistan untuk mengetahui

alasan wajib pajak menghindari atau menggelapkan pajak. Menurut Mughal ada 10

alasan orang melakukan penghindaran dan penggelapan pajak, diantaranya tidak

adanya moralitas pajak, tarif pajak yang tinggi, buta penghitungan pajak, kurangnya

penegak hukum, kurangnya insentif pajak, sistem pajak yang kurang adil dan efisien,

tidak adanya sosialisasi, kurangnya hubungan antara wajib pajak dan pemerintah,

kemiskinan, dan proliferasi pajak.

2.1.1 Teori-Teori Penentu Terjadinya Penggelapan Pajak

Kajian dan analisis mengenai pengaruh faktor ekonomi terhadap penggelapan

pajak telah banyak dilakukan, yang pertama kali dilakukan oleh Becker (1968)

(3)

dimana individu diasumsikan akan memaksimalkan utilitas ekspektasinya melalui

suatu permainan penghindaran pajak dengan melakukan underreporting. Jumlah

penghasilan yang digelapkan tergantung pada probabilitas audit dan besarnya denda.

Selanjutnya teori tersebut dikembangkan oleh Allingham dan Sandmo (1972)

yang dikenal dengan model A-S atau teori utilitas ekspektasi, dimana pembayar pajak

diasumsikan sebagai pihak yang benar-benar tidak bermoral yang menyamakan

keputusan apakah melakukan penggelapan pajak atau tidak, dan berapa banyak,

dengan pendekatan keputusan beresiko yaitu sebagai suatu pilihan memaksimalkan

utilitas yang diekspektasi. Mereka menggunakan variabel-variabel yang dikenal

sebagai faktor ekonomi, yaitu: penghasilan sebelum pajak, tarif pajak, besarnya

peluang untuk diperiksa dan besarnya penalti. Keputusan melaporkan pajak

merupakan suatu keputusan dalam ketidakpastian sebab tidak melaporkan pendapatan

secara penuh tidak secara otomatis mendapat penalti. Wajib pajak dapat memilih

untuk melaporkan semua pendapatan aktualnya atau melaporkan dengan jumlah lebih

sedikit. Keputusan mengenai jumlah pendapatan yang dilaporkan tergantung pada

utilitas ekspektasi wajib pajak. Utilitas ekspektasi dianggap dapat dihitung yang

merupakan utilitas tertimbang dari kegiatan melaporkan seluruh pendapatan dan

melaporkan sebagian pendapatan dengan risiko terkena penalti. Keputusan kepatuhan

pajak dalam model A-S adalah menentukan jumlah pendapatan yang akan dilaporkan

agar dapat memaksimalkan utilitas ekspektasinya pada tataran perilaku penghindar

(4)

2.1.2 Faktor-Faktor Penentu yang Mempengaruhi Penggelapan Pajak di Indonesia

2.1.2.1Hubungan Tarif Pajak dengan Penggelapan Pajak di Indonesia

Tarif pajak menentukan tingkat penerimaan pajak dan berhubungan dengan

kecenderungan wajib pajak untuk melakukan penggelapan pajak. Misalnya tarif

progresif (tarif pajak yang akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar

pengenaan pajak pada level terakhir menjadi tinggi) pada penghasilan kena pajak

tertentu maka wajib pajak akan mencari altematif untuk menghindari tarif progresif

yang terakhir. Misalnya, dengan cara meningkatkan biaya merger, atau pemecahan

badan usaha (langkah mengurangi keuntungan kena pajak). Langkah tersebut

dilakukan oleh wajib pajak bila memperoleh benefit yang lebih tinggi.

Tarif pajak merupakan bagian penghasilan yang dilaporkan yang harus

dibayarkan kepada negara oleh wajib pajak. Pada tingkat penghasilan tertentu yang

dilaporkan, tarif pajak akan berpengaruh negatif pada utility wajib pajak. Semakin

rendah tarif pajak akan meningkatkan utility wajib pajak dan akan memberikan

insentif bagi wajib pajak untuk melaporkan penghasilannya kepada administrasi

pajak.

Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yaitu

penghasilan sebelum pajak, tarif pajak dan penalti. Berdasarkan konsep expected

utility sebagaimana model A-S, seorang wajib pajak akan melaporkan penghasilannya

sedemikian rupa sehingga tingkat expected utility dari penghasilan yang diterimanya

(5)

mendorong wajib pajak untuk melaporkan penghasilannya pada administrasi pajak

namun apabila tarif pajak dan penghasilannya tinggi, wajib pajak akan cenderung

untuk tidak melaporkan penghasilannya kepada administrasi pajak. Hal ini didukung

oleh beberapa temuan empirik yang memperlihatkan penurunan kepatuhan pajak

seiring meningkatnya tarif pajak (Clotfelter,1983).

2.1.2.2Hubungan Tingkat Pendapatan Riil Perkapita dengan Penggelapan Pajak di Indonesia

Pendapatan riil perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di

suatu negara. Pendapatan riil perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan

nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per

kapita juga merefleksikan PDB per kapita.

Pendapatan riil perkapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran

dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan riil perkapitanya,

semakin makmur negara tersebut. Apabila pendapatan riil perkapita turun maka daya

beli masyarakat lebih lemah, masalah-masalah sosial dan perilaku wajib pajak

berubah yaitu cenderung untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali

kewajiban perpajakannya. Dengan melemahnya daya beli, kemungkinan uang untuk

melunasi kewajiban pajak dialihkan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Pada

keadaan seperti ini maka dimungkinkan terjadinya tingkat penggelapan pajak yang

tinggi oleh wajib pajak.

Annan et al. (2010) menganalisis faktor-faktor penentu yang berkontribusi

(6)

menggunakan metode Auto Regressive Distributed Error Correction Model (ARDL

ECM) dan uji kointegrasi bound testing, berdasarkan hasil estimasi jangka panjang

menunjukkan bahwa tingkat pendapatan riil perkapita di Ghana berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap tingkat penggelapan pajak. Dimana semakin rendah tingkat

pendapatan perkapita maka tingkat penggelapan pajak akan semakin tinggi.

2.1.2.3Hubungan Tingkat Inflasi dengan Penggelapan Pajak di Indonesia

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat,

berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai

termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain,

inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus.

Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.

Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi

adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses

kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling memengaruhi.

Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang

kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

Pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian

menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak

bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga

(7)

Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta

serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga

sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Hal ini akan berpengaruh terhadap kewajiban mereka dalam membayar pajak, dimana

mereka lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan pokoknya terlebih dahulu daripada

melaksanakan kewajiban mereka dalam membayar pajak. Dalam situasi seperti ini

maka dimungkinkan akan terjadi tingkat penggelapan pajak yang tinggi oleh wajib

pajak.

Annan et al. (2010) menganalisis faktor-faktor penentu yang berkontribusi

terhadap tingkat penggelapan pajak di Ghana periode 1970-2010. Dengan

menggunakan metode Auto Regressive Distributed Error Correction Model dan uji

kointegrasi bound testing, berdasarkan hasil estimasi jangka panjang menunjukkan

bahwa tingkat inflasi di Ghana berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat

penggelapan pajak. Dimana semakin tinggi tingkat inflasi maka tingkat penggelapan

pajak pun meningkat.

2.2 Penilitian Terdahulu

Kajian dan analisis mengenai pengaruh faktor ekonomi terhadap kepatuhan

pajak ataupun penggelapan pajak yang pertama kali dilakukan oleh Becker (1968)

dengan memperkenalkan pendekatan teori ekonomi kriminal, dimana individu

diasumsikan akan memaksimalkan utilitas ekspektasinya melalui suatu permainan

penghindaran pajak dengan melakukan underreporting. Jumlah penghasilan yang

(8)

penelitian tersebut dikembangkan oleh Allingham dan Sandmo (1972) yang dikenal

dengan model pendekatan penggelapan pajak yang menggunakan konsep expected

utility untuk menjelaskan perilaku kepatuhan wajib pajak. Mereka menggunakan

variabel-variabel yang dikenal sebagai faktor ekonomi, yaitu: penghasilan sebelum

pajak, tarif pajak, besarnya peluang untuk diperiksa dan besarnya penalti. Keputusan

melaporkan pajak merupakan suatu keputusan dalam ketidakpastian sebab tidak

melaporkan pendapatan secara penuh tidak secara otomatis mendapat penalti. Wajib

pajak dapat memilih untuk melaporkan semua pendapatan aktualnya atau melaporkan

dengan jumlah lebih sedikit. Keputusan mengenai jumlah pendapatan yang

dilaporkan tergantung pada utilitas ekspektasi wajib pajak. Utilitas ekspektasi

dianggap dapat dihitung yang merupakan utilitas tertimbang dari kegiatan

melaporkan seluruh pendapatan dan melaporkan sebagian pendapatan dengan risiko

terkena penalti. Keputusan kepatuhan pajak dalam model A-S adalah menentukan

jumlah pendapatan yang akan dilaporkan agar dapat memaksimalkan utilitas

ekspektasinya pada tataran perilaku penghindar risiko. Bagaimanapun jumlah

pendapatan yang dilaporkan dengan jumlah pendapatan yang sebenarnya adalah

ambigu.

Yitzhaki (1974) membuat model penggelapan pajak yang berbeda dengan

memfokuskan pada dampak substitusi (subsitution effect) dari penalti. Argumen yang

digunakan, yaitu jika tarif penalti berhubungan secara proporsional dengan tarif

pajak, maka dampak subtitusi dapat dihilangkan, yang ada hanya lah dampak

(9)

Pada tataran teori sebagaimana model A-S yang dimodifikasi oleh Yitzhaki

(1974), tarif pajak dianggap mempengaruhi secara negatif terhadap kepatuhan pajak,

yaitu semakin besar tarif pajak, kepatuhan pajak akan semakin menurun yang

menyebabkan penggelapan pajak meningkat. Hal ini didukung oleh beberapa temuan

empirik yang memperlihatkan penurunan kepatuhan pajak seiring meningkatnya tarif

pajak (Clotfelter,1983). Hasil penelitian empiris lain menemukan hasil yang berbeda

hubungan antara tarif pajak dengan kepatuhan pajak, menemukan hubungan positif

antara tarif pajak dengan kepatuhan pajak (Andreoni et al.,1998).

Sejumlah penelitian empiris juga sudah dilakukan untuk mengetahui dengan

pasti faktor-faktor yang mempengaruhi penggelapan pajak.

Tanzi (1983) melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan moneter

yaitu dengan menganalisis permintaan uang kartal (Currency Demand). Dia

mengestimasi ekonomi bayangan atau ekonomi bawah tanah dan penggelapan pajak

di Amerika Serikat pada periode 1929-1980. Pendekatannya menunjukkan bahwa

dalam ekonomi bayangan atau ekonomi bawah tanah, transaksi yang selalu digunakan

adalah dengan pembayaran tunai, hal ini dilakukan agar tidak meninggalkan jejak

yang akan dapat dilacak oleh otoritas moneter. Peningkatan tingkat ekonomi

bayangan atau ekonomi bawah tanah menunjukkan peningkatan permintaan terhadap

mata uang.

Selain itu, Annan et al. (2010) menganalisis faktor-faktor penentu yang

berkontribusi terhadap tingkat penggelapan pajak di Ghana periode 1970-2010.

(10)

bawah tanah dan tingkat dari penggelapan pajak. Dengan menggunakan metode Auto

Regressive Distributed Error Correction Model dan uji kointegrasi bound testing,

berdasarkan hasil estimasi jangka panjang menunjukkan bahwa rata-rata tarif pajak,

umur, dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap

penggelapan pajak sementara pendapatan riil perkapita dan jenis kelamin memiliki

hubungan negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak.

Schneider et al. (2008) menganalisis karakteristik dari tarif pajak dan

penggelapan pajak dalam jangka panjang diItali periode 1980-2004. Mereka

menggunakan teknik kointegrasi, ditemukan bahwa tarif pajak yang sebenarnya dan

penggelapan pajak saling mempengaruhi satu sama lain. Mereka menyimpulkan

bahwa dalam jangka panjang tarif pajak merupakan salah satu penentu dari

penggelapan pajak.

2.3 Kerangka Konseptual

Tarif Pajak

Pendapatan Riil Penggelapan

Perkapita Pajak

Inflasi

(11)

2.4 Hipotesis Penelitian

Bertitik tolak dari identifikassi masalah serta kerangka konseptual yang telah

digambarkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Tarif Pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tingkat

penggelapan pajak di Indonesia.

2. Tingkat Pendapatan Riil mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan

terhadap tingkat penggelapan pajak di Indonesia.

3. Inflasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tingkat

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Nama alkena diturunkan dari nama alkana yang sesuai jumlah atom karbonnya dengan mengganti akhiran –ana menjadi –ena.. Rantai induk adalah rantai terpanjang yang mengandung ikatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi ekspresi gen aktin dan menganalisis karakteristiknya pada kerang darah Anadara granosa terhadap induksi logam

Bahan baku untuk budidaya jagung pipilan kering organik berupa benih varietas Sukmaraga diperoleh dari Balai Benih Induk Kinali Pasaman, hal ini dilakukan agar

Berdasarkan nilai indeks bahaya kecelakaan (AHI) untuk Kotamadya, Kulonprogo dan Gunungkidul berturut-turut 2,7633; 2,3963 dan 1,7403 lebih besar dari satu hal ini menunjukkan

Semakin tinggi kandungan MeHg pada ikan top predator maka hasil eksresi yang mengandung MeHg dapat meningkatkan Hg organik dalam air (R4: Hg organik air -> MeHg Plankton

Kesesuaian pelaksanaan pelayanan ini erat kaitannya dengan prosedur pelayanan yang merupakan suatu tatacara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan

Ia akan mengurangkan respon masa, menyediakan keputusan segera dan data dapat diperoleh melalui masa nyata (real time) di samping memelihara keutuhan dan integriti data

Berdasarkan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis inkuiri pada materi pernapasan kelas VIII SMP dinyatakan efektif ditinjau dari hasil respon siswa terhadap