• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Kajian Potensi Produksi Padi Daerah Irigasi Bandar Sidoras Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Kajian Potensi Produksi Padi Daerah Irigasi Bandar Sidoras Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi

mempunyai ruang lingkup mulai dari, penyaluran air dari sumber ke daerah pertanian, pembagian dan penjatahan air pada areal pertanian, serta penyalur

kelebihan air irigasi secara teratur. Sedangkan Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan

pembuangan air irigasi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2006).

Dari segi konstruksinya, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi

menjadi 4 (empat) jenis yaitu :

1. Irigasi Sederhana adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan

alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.

2. Irigasi Semi Teknis adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja

dengan demikian efisiensinya sedang.

3. Irigasi Teknis adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat

(2)

dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi.

4. Irigasi Teknis Maju adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur

dan terukur pada seluruh jaringan dan diharapakan efisiensinya tinggi sekali.

Pengelolaan air di lahan sawah sangat ditentukan oleh kondisi topografi dan pola curah hujan. Lahan sawah yang berasal dari lahan kering yang diairi umumnya berupa lahan irigasi, baik yang berupa irigasi teknis (dengan bangunan

irigasi permanen), setengah teknis (dengan bangunan irigasi semi permanen), maupun irigasi sederhana (tanpa bangunan irigasi). Apabila sumber air berasal

langsung dari air hujan maka disebut sawah tadah hujan. Sawah yang dikembangkan di rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Tanah sawah juga dapat berasal dari lahan rawa pasang surut (Subagyono, et all., 2001).

Tanaman Padi

Padi telah tumbuh sejak lama di negara-negara Asia sebagai negara asal tanaman padi. Ada banyak varietas padi, baik yang tumbuh di lahan basah

(sawah) maupun di lahan kering. Namun, sejauh ini sebagian besar tanaman padi di budidayakan di lahan basah dan ada ratusan jenis varietas padi. Di sebagian

besar negara-negara beriklim subtropis dan pada lahan dataran rendah pesisir, lahan ini terutama digunakan untuk menanam padi. Di daerah pesisir dan aliran sungai, adanya hujan lebat sering menyebabkan banjir pada waktu tertentu dalam

(3)

oleh karena itu, sangat penting untuk memasok beras untuk kebutuhan penduduk selama musim hujan (Kheong, et al., 1970).

Adapun klasifikasi tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk

golongan rumput-rumputan adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae

Famili : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza

Spesies : Oryza sp.

Spesies Oryza sp. Ada 25 spesies diantaranya: Oryza sativa L. Oryza glabirena Steund Sedangkan subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya: Indica

(padi bulu) Sinica (padi cere) atau Japonica (AAK, 1990). Beberapa persyaratan tumbuh tanaman padi, antara lain: 1. Iklim

a. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45o LU - 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.

b. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi dapat meningkat dengan syarat air irigasi selalu

(4)

c. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-270C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-230C.

d. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan. e. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu

kencang akan merobohkan tanaman. 2. Media Tanam Padi sawah

a. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang

memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.

b. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm.

c. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0.

Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman

padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan

tanah yang khusus. 3. Ketinggian Tempat

Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi. (BPTP Subang dan Mariam, 2013). Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang

mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan

(5)

diperlukan sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk ini kemudian air akan dialirkan selama periode pertumbuhan padisawah (Suprayono dan Setyono, 1997).

Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi

Kebutuhan air untuk suatu areal pertanian dapat dilihat secara menyeluruh

dan secara parsial. Secara parsial, kebutuhan air dibedakan atas kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air pada tingkat usaha tani. Dan berdasarkan corak pertaniannya, dibedakan atas kebutuhan air di persawahan dan kebutuhan air di

perladangan. Kebutuhan air tanaman (crop water requirement, CWR) adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk pemakaian konsumtif

(evapotranspirasi) dan air yang hilang melalui perkolasi. Kebutuhan air irigasi (irrigation water requirement, IWR) adalah jumlah air yang harus dimasukkan ke jaringan irigasi melalui pintu pengambilan utama, sesuai dengan

kebutuhan/permintaan dan dengan memperhitungkan jumlah air yang hilang (Dumairy, 1992).

Pengelolaan air pada padi sawah merupakan upaya untuk menekan

kehilangan air di petakan sawah guna mempertahankan atau meningkatkan hasil gabah per satuan luas, pengurangan air akibat perkolasi, rembesan, dan aliran

permukaan dapat menekan penggunaan air irigasi. Ketersediaan air irigasi untuk budidaya padi sawah makin terbatas karena bertambahnya pengguna air untuk sektor industri dan rumah tangga, durasi curah hujan makin pendek akibat

(6)

Di Indonesia terdapat kurang lebih 5 juta Ha sawah beririgasi. Sebagai pengguna air terbesar (85%) sawah beririgasi masih dihadapkan kepada masalah efisiensi, yang disebabkan oleh kehilangan air selama proses penyaluran air irigasi

(distribution losses) dan selama proses pemakaian (field aplication losses). Tingkat efisiensi di saluran primer dan sekunder diperkirakan sebesar 70-87%,

saluran tersier antara 77-81% dan jika digabungkan dengan kehilangan di tingkat petakan maka efisiensi penggunaan air secara keseluruhan baru berkisar antara 40-60% (Kurnia, 2001).

Kebutuhan air di persawahan dihitung berdasarkan dalamnya kebutuhanair dikalikan dengan luas daerah irigasi kemudian ditambah besarnya kehilangan air

selama perjalanan maksudnya air yang hilang selama perjalanan dari bangunan induk menuju petak sawah baik karena evaporasi maupun karena rembesan dalam tanah.Sedangkan kebutuhan air di perladangan dihitung berdasarkan luas daerah

dikalikan dengan laju evapotranspirasi (Dumairy, 1992). Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

Sinar matahari sangat penting dan memberikan pengaruh besar terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan. Puspositardjo (1991)

menyatakan bahwa energi surya yang dapat sampai kepermukaan bumi merupakan faktor penentu nilai batas produktifitas lahan pada budidaya sawah. Secara kasar produksi maksimum padi yang ditentukan oleh faktor pembatas

energi radiasi surya yang sampai dibumi dapat dihitung dengan rumus Yosida (1983) dalam Pusposutardjo (1991) :

W=Eu ×T×Rs

K × 10

4gm/m2

(7)

Dimana:

W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha)

T = lama waktu pengisian bulir padi sampai masak (hari)

Rs = rata-rata radiasi matahari yang masuk ke bumi (kal/cm2 hari) K = tetapan (4000 kal/g)

Eu = koefisien konversi energi surya (berdasarkan tetapan Yoshida, 1983 sesuai varietas padi, 0,025 untuk varietas unggul)

Untuk menentukan nilai Rs dapat diperhitungkan dengan memakai rumus

empiris Hargreaves dalam Pusposutarjo (1991) :

Rs = 0,10 Rso (S)1/2kal/cm2hari...(2)

Dimana:

Rso = energi surya yang diterima dipuncak atmosfir (kal/cm2hari) S = persen lama penyinaran

Potensi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah

Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa persoalan dalam sistem manajemen irigasi sekarang yaitu dalam penyediaan data sumberdaya air yang

berasal dari alat ukur cuaca, seperti hidrometer karena alat sudah banyak yang rusak, maka diakibatkan tidak pernah dikalibrasi ulang atau letak posisi dari alat

tersebut secara hidrolika tidak tepat, dan rasa tanggung jawab petugas yang rendah sehingga data sumberdaya air yang digunakan pihak manajemen irigasi sangat lemah dantidak menggambarkan keadaan nyata. Sehingga sistem

manajemen irigasi seperti ini tidak akan memberikan jaminan air. Persoalan selanjutnya dalam perencanaan penyediaan air dan pendistribusiannya yang tidak

(8)

harus diikuti berikut jadwal tanam dan debit air yang dijatahkan. Untuk dapat memanfaatkan air didalam sistem irigasi secara efektif dan efisien dapat ditinjau berdasarkan kinerja jaringan irigasi dan manajemen irigasi.

Sumaryanto (2006) menyatakan bahwa kinerja irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan

irigasi yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan, kinerja irigasi ditentukan secara simultan oleh kondisi fisik jaringan dan kinerja O dan P.Pusposutardjo (1991) kinerja jaringan irigasi ditentukan oleh empat faktor

utama yang disebut sebagai sistem irigasi, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan petugas dalam pengoprasian jaringan oleh Dinas Pertanian, petani

pengguna air dan ketentuan atau aturan mengenai pengoprasian dan pemanfaatan. a. Luas dan perkembangan lahan Irigasi

Luas lahan irigasi adalah luas lahan yang dirancang untuk dapat diberi air

irigasi dalam suatu daerah irigasi (DI). Dalam luas dan perkembangan lahan irigasi diIndonesia dijumpai tiga hal yang menarik selama empat Pelita, diantaranya adalah :

1. Wirosoemarto (1983) dalam Pusposutardjo (991) menyatakan bahwa biaya pembangunan jaringan irigasi perkesatuan luas yang cenderung naik.

Kecenderungan akan naiknya biaya pembangunan jaringan irigasi ternyata tidak hanya semata-mata disebabkan oleh karena faktor perkembangan moneter, tetapi juga disebabkan oleh faktor kesulitan teknis konstruksi yang

terus meningkat sebagai akibat keterbatasan air dan lahan.

2. Di Jawa pertambahan luas lahan irigasi teknis ternyata diikuti dengan

(9)

perubahan luas lahan klas irigasi dihubungkan dengan nisbah luas lahan antar klas irigasi maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan jaringan irigasi di Jawa dimaksudkan untuk lebih bersifat peningkatan mutu kemampuan

pelayanan (pengelolsaan air) dibandingkan dengan bertambah luasnya kemampuan pelayanan. Keadaan perkembangan lahan irigasi seperti di Jawa

berlangsung oleh karena adanya dua kendala utama yaitu keterbatasan lahan untuk dijadikan lahan sawah baru dan keterbatasan sumberdaya air yang dapat dikembangkan.

3. Di luar Jawa yang masih mempunyai potensi untuk perluasan areal dan sumberdaya air yang dapat dikembangkan relatif masih banyak, dan

pengembangan irigasi dapat mengarah pada dua sasaran, yaitu perluasan areal pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan irigasi yang diupayakan dengan peningkatan klas irigasi.

Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa lahan irigasi adalah luasan lahan yang dirancang untuk dapat dialiri air irigasi. Sementara, lahan panen adalah luasan lahan yang dipanen sebagai media tanam dalam budidaya tanaman pangan

(padi) yang merupakan bagian dari lahan irigasi sawah. Luas lahan irigasi teknis dapat dihitung dengan rumus :

Nisbah luas lahan irigasi teknis = Luas Lahan Irigasi Teknis

Luas irigasi semi teknis +luas irigasi sederhana ...(3) b. Nisbah Antara Luas Lahan Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi

Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa nisbah antara luas panen dengan

(10)

selalu dibawah 2, hal ini berarti bahwa penanaman padi hanya dapat dilakukan 2 x dalam setahun.

c. Keandalan Jaringan Irigasi Untuk Stabilisasi Produksi Padi Sawah

Fluktuasi luas panen per satuan luas lahan irigasi merupakan keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim. Selain itu, keandalan

jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal panen pada luasan tertentu selama periode tertentu pula. Jika angka kerusakan semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan jaringan irigasi

untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).

Pusposutardjo (1991) mengemukakan bahwa keandalan fungsional jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh manajemen irigasinya. Varley (1995) mengemukakan bahwa kemajuan pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia

tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan

irigasi, distribusi air yang tidak merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang yang tidak tertib.

Beberapa kendala dalam meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam stabilisasi produk padi sawah, antara lain:

1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil

(11)

2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara stokhastik

3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan berlangsung cepat

4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan (Pusposutardjo, 1991).

Aras Pencapaian Produksi Padi

Dalam meningkatkan aras pencapaian produksi padi perlu dilakukan

upaya-upaya untuk meningkatkan produksi, misalnya percepatan dan perluasan areal tanam, penerapan teknologi, pengamanan pertanaman dari dampak fenomena iklim atau serangan organisme pengganggu tumbuhan serta pencatatan

statistik sesuai dengan di lapangan. Pupsposutardjo (1991) menyatakan bahwa aras pencapaian produksi padi dapat dibandingkan dengan angka teoritis produksi padi per ha. Apabila aras pencapaian produksi padi >90 % berarti nilai produksi

sawah sangat tinggi. Dengan nilai produksi >90 % dari nilai potensial padi akan sulit menaikan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set

Referensi

Dokumen terkait

pertama , Materi/pokok bahasan dengan buku rujukan dan pelaksanaan Kuliah Studi Islam sudah sesuai Materi, buku rujukan dan pelaksanaan kuliah Studi Islam. Kedua ,

upaya-upaya yang diberikan kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap mata pelajaran pemrograman dasar (X). Variabel ini diukur melalui beberapa

Karena telaga ini merupakan jenis coastal aquifer yang terletak dekat dengan laut dan berbasis tanah kapur, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dapat meningkatkan hasil belajar

Penelitian dengan pengambilan data melalui media internet sangat rentan akan perubahan atau kehilangan data, maka disarankan pada penelitian yang berbasis

[r]

Solo sebagai kota heritage tersusun oleh elemen elemen pembentuk kota antara lain kawasan hunian khususnya kampung, kawasan karya (tempat kerja, industri,

Siang Hari 12.00-16.00 Karyawan yang makan siang di rumah, pelajar yang pulang dari sekolah. Sore Hari 16.00-18.00 Karyawan yang pulang dari tempat kerja, anak-anak