• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Proyek Pembangunan Jembatan Rel Kereta Api

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Proyek Pembangunan Jembatan Rel Kereta Api"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan K3 yang berlaku. Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi :

a. Memiliki masa kerja terbatas

b. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar

c. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relatif rendah

d. Memiliki intensitas kerja yang tinggi e. Bersifat multi disiplin dan multi crafts

f. Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan kondisinya

g. Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga kerja)

2.1.1. Tempat Kerja

(2)

22 dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Kemudian dalam penjelasannya pada pasal 1 ayat (1), dengan perumusan ini, maka ruang lingkup dari UU tersebut jelas ditentukan oleh 3 unsur yaitu:

a. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha. b. Adanya tenaga kerja yang bekerja.

c. Adanya bahaya dan resiko kerja yang ada di tempat kerja.

2.1.2. Keselamatan kerja

Menurut Widodo Siswowardojo (2003), keselamatan kerja adalah keselamatan dan kesehatan kerja secara definitif dikatakan merupakan daya dan upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Menurut Suma’mur (1996), keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keselamatan kerja merupakan suatu program perlindungan terhadap karyawan pada saat bekerja dan berada didalam lingkungan tempat kerja dari resiko kecelakaan dan kerusakan mesin atau alat kerja untuk berusaha mencegah dan menimbulkan atau bahkan menghilangkan sebab terjadinya kecelakaan.

2.1.3. Kesehatan Kerja

(3)

23 baik fisik, mental maupun sosial, mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja dan faktor-faktor lain yang berbahaya, menempatkan tenaga kerja dalam suatu lingkungan yang sesuai dengan fatal dan jiwa serta pendidikannya, meningkatkan efisiensi kerja dan produktivitas, serta mengusahakan agar masyarakat lingkungan sekitar perusahaan terhindar dari bahaya pencemaran akibat proses produksi, bahan bangunan, dan sisa produksi.

Sedangkan menurut Suma’mur (1996), berpendapat bahwa kesehatan kerja adalah spesialisasi dari ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja ataupun masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja dan terhadap penyakit umum.

Pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja merupakan suatu kondisi di lingkungan kerja yang bebas dari penyakit fisik dan mental.

2.1.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(4)

24 pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan”.

Secara hukum, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan sebagai “Suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif”. Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan skala prioritas, karena dalam pelaksanaannya, selain dilandasi oleh peraturan perundang-undangan tetapi juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu, terutama ilmu keteknikan dan ilmu kedokteran. Adapun tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja menurut Suma’mur 1989 antara lain:

a.Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman.

2.2. Defenisi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)

(5)

25 terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif. (Permen: 2008).

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 05/MEN/1996 Bab 1 Pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Pada dasarnya SMK3 merupakan implementasi ilmu dan fungsi manajemen dalam melakukan perencanaan, implementasi, maupun evaluasi program K3 di tempat kerja dalam suatu sistem.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal sebagai berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Berdasarkan Pasal 4 Permenaker tentang Sistem Manajemen K3, terdapat 5 (lima) ketentuan yang harus perusahaan/pengusaha laksanakan, yaitu:

(6)

26 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.1. Pentingnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Terdapat beberapa alasan yang mengungkapkan pentingnya Sistem Manajemen K3 diterapkan dalam suatu perusahaan/laboratorium. Alasan tersebut dapat dilihat dari aspek manusiawi, ekonomi, UU dan Peraturan, serta nama baik (Adrian, dkk, 2009). Berikut adalah argumentasi betapa pentingnya Sistem Manajemen K3.

(7)

27 kewajiban untuk melindungi pekerja dengan cara menyediakan lapangan kerja yang aman.

2. Alasan Ekonomi. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian ekonomi, seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya pengobatan, dan biaya santunan kecelakaan. Oleh karena itu, dengan melakukan langkah-langkah pencegahan kecelakaan, maka selain dapat mencegah terjadinya cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan.

3. Alasan UU dan Peraturan. UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah atau suatu organisasi bidang keselamatan kerja dengan pertimbangan bahwa masih banyak kecelakaan yang terjadi, makin meningkatnya pembangunan dengan menggunakan teknologi modern, pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang konstruksi.

(8)

28 Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :

a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.

c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

d. Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit. e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.2.2. Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.

(9)

29 mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman.

2.3.Prinsip Dasar SMK3 dalam Perundang-undangan

Sesuai dengan Bab III pasal 3 ayat 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang penerapan SMK3 diwajibkan yang kepada perusahaan dengan syarat:

1. Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.

2. Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.

Keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja dapat diukur menurut Permenaker Nomor: 05/MEN/1996 sebagai berikut:

1. Untuk tingkat pencapaian 0-59% dan pelanggaran peraturan perundangan (nonconformance) dikenai tindakan hukum.

(10)

30 Sedangkan pada undang-undang No.13 tahun 2003 terdapat prinsip dasar SMK3 yang diatur dalam pasal 87 tentang ketenagakerjaan yang diantaranya berisi:

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manjemen keselamatan dan

kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah peraturan SMK3 dalam undang-undang, maka dikeluarkan peraturan pelaksanaan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan pelaksanaan ini ditujukan untuk kegiatan industri yang terdiri dari ayat (b), (c) dan (d) sebagai berikut:

a) Ayat (b) menyatakan bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, maka perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b) Ayat (c) menyatakan bahwa dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengantisipasi hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.

(11)

31 2.4. Acuan/Elemen-elemen Penerapan SMK3

Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

4. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.

(12)

32

2.4.1. Komitmen dan Kebijakan K3

Pengurus dan pengusaha menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga mengeluarkan suatu kebijakan K3 demimemulai sebuah aturan terhadap pelaksanaan SMK3 di proyek konstruksi. Kebijakan K3 suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan pengurus yang memuat seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasinal (Permenaker, 1996). Adapun persyaratan kebijakan K3 yang diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan Penyedia Jasa harus menetapkan Kebijakan K3 pada kegiatan konstruksi yang dilaksanakan.

b. Pimpinan Penyedia Jasa harus mengesahkan Kebijakan K3.

c. Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a) Sesuai dengan sifat dan kategori resiko K3 bagi Penyedia Jasa.

b) Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3.

c) Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang terkait dengan K3.

d) Sebagai kerangka untuk menyusun dan mengkaji sasaran K3. e) Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara.

f) Dikomunikasikan kepada semua personil yang bekerja dibawah pengendalian Penyedia Jasa agar peduli K3.

(13)

33 h) Dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan K3 masih

relevan dan sesuai.

2.5. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko

(IBPR)

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan produk, barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3. Untuk itu harus diterapkan dan dipelihara prosedurnya sebagai berikut yang diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 berikut:

1) Penyedia Jasa harus menetapkan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

2) Prosedur untuk identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya harus mempertimbangkan:

a) Mengakomodasi kegiatan rutin. b) Mengakomodasi kegiatan non rutin.

c) Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja. d) Perilaku manusia, kemampuan dan factor manusia lainnya.

e) Mengidentifkasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan dan krselamatan personil di tempat kerja.

(14)

34 g) Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang

disediakan oleh penyedia jasa atau pihak lain.

h) Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan dampaknya pada operasi, proses dan kegiatannya.

i) Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan penilaian resiko dan penerapan dan pengendaliannya.

j) Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan instruksi kerja termasuk penyesuaian terhadap kemampuan manusia.

3). Penyedia Jasa harus menerapkan prosedur untuk identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

4). Penyedia Jasa harus memelihara prosedur untuk identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

5) Penyedia Jasa harus mendokumentasikan dan menjaga rekaman hasil identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

Identifikasi potensi bahaya merupakan suatu proses aktivitas yangdilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagaipenyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul ditempat kerja.

(15)

35 1. Bekerja di dalam penggalian:

• Air yang merembes masuk ke dalam galian dari dinding atau dasar galian

• Air permukaan masuk ke dalam galian atau berakumulasi pada permukaan tanah dekat penggalian

• Heaving atau swelling tanah di dasar galian

• Permukaan tanah yang turun (amblas) sepanjang tepi galian • Mesin dioperasikan dekat tepi galian (pengaruh berat dan vibrasi)

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengamanan pribadi

2. Bekerja di permukaan tanah:

• Tidak ada pagar pengaman di sekeliling penggalian • Tangga akses di dalam penggalian yang tidak aman • Lubang yang tidak diproteksi0diidentifikasi

• Penyimpanan materil konstruksi yang melintas di atas orang

• Pergerakan beban crane yang melintas di atas trotoar, jalan akses, gudang dan fasilitas lainnya

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman pribadi

3. Bekerja di ketinggian:

• Bukaan/lubang yang tidak diidentifikasi atau diberi pagar pengaman • Bagian tepi bangunan yang tidak diberi pengaman

(16)

36 • Penggunaan tangga yang tidak tepat

• Tidak adanya pegangan tangan

• Tidak disiplin dalam menggunakan peralatan pribadi

4. Pekerjaan strukur yang bersifat sementara (penahan galian, bekisting, scaffolding):

• Penahan galian yang kurang kuat

• Pembongkaran penahan galian yang premature • Tidak adanya penahan galian

• Pmbongkaran penahan galian secara tidak aman

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman pribadi

• Kesalahan desain, seperti asumsi desain yang buruk atau tidak tepat • Kualitas material yang cacat (defect), seperti kurang homogeny • Kerusakan fisik material sehingga kekuatan dan dimensinya berubah • Pembebanan pada saat pelaksanaan tidak sesuai desain

• Pemeliharaan, penggunakan dan inspeksi material yang buruk • Ketidakstabilan tanah di bawah base plate scaffolding

• Pembongkaran penyangga yang premature

• Kesalahan penempatan kembali dari penyangga ulang

• Kendaraan dan peralatan yang bergerak berada terlalu dekat dengan berkisting/scaffolding

• Penuangan beton yang tidak tepat

(17)

37 • Bracing dan ikatan (ties) yang tidak memadai

• Drat (thread) dari adjustable jack yang karatan/usang

• Training yang tidak memadai yang berakibat paktek kerja yang tidak aman

• Pengawasan yang tidak memadai berakibat praktek kerja yang tidak aman

5. Penanganan Material:

• Overloading pada alat pengangkat

• Kegagalan akibat instabilitas tumpuan (tidak rata, menyudut, kasar, dsb) sehingga terguling

• Pemasangan pembongkaran dan pemeliharaan yang tidak tepat • Keterbatasan daya pandang selama operasi

• Penggunaan sling yang tidak tepat

• Material sling yang tidak memenuhi syarat • Mulut kait yang melebar akibat beban berulang • Tidak ada pengunci pada mulut kait

• Penyimpanan/penumpukan material yang tidak tepat

• Beban yang sedang diangkut/diangkat berada dalam kondisi tidak stabil

• Kegagalan pada komponen control, seperti alat pengangkat, rem dan stir

• Pengoperasian kendaraan/peralatan yang terlalu cepat • Overlapping antara tower crane satu dengan lainnya

(18)

38 • Tidak adanya pengetesan peralatan sebelum digunakan

• Modifikasi dari peralatan sehingga timbul kondisi tidak aman

• Tidak membuat prosedur kerja yang aman atau memberikan pekerja informasi yang berhubungan dengan penggunaan peralatan yang aman • Kurangnya prosedur kerja berkaitan dengan inspeksi, pemeliharaan

dan/atau perbaikan

• Membuka/melepaskan alat pengaman (safeguard) pada peralatan • Bekerja pada peralatan yang sedang bergerak atau berbahaya • Mengoperasikan peralatan tanpa adanya perintah

• Training yang tidak memadai yang berakibat praktek kerja tidak aman • Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman

pribadi

6. Bekerja pada lapangan yang berhubungan dengan sumber/arus listrik: • Instalasi, pembongkaran dan pemindahan scaffolding dalam jarak

yang dekat dengan arus listrik

• Memasang kawat (leads) dan kabel listrik tegangan tinggi pada scaffolding

• Mengoprasikan peralatan dalam jarak yang cukup dekat dengan kabel listrik tegangan tinggi

• Instalasi dan/atau peralatan listrik yang tidak aman • Konektivitas/sambungan yang buruk

(19)

39 • Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman

pribadi

7. Kondisi lapangan (site) secara umum:

• Akses yang terbatas untuk pekerja material dan peralatan serta kendaraan

• Cuaca yang buruk

• Penerangan yang tidak memadai dan memuaskan

• Instalasi public bawah tanah (PAM, gas, listrik, dan sebagainya) yang tidak diketahui posisinya

• Kontrol lalu lintas yang kurang baik

• Penyimpanan/penempatan material membuat kondisi lapangan menjadi padat

2.5.1. Pemeriksaan (Evaluasi)

Pemeriksaan merupakan pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.

2.5.2. Pengukuran dan Pemantauan

Adapun syarat dalam pengukuran dan pemantauan adalah sebagai berikut: 1) Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk pengukuran dan

(20)

40 b) Pemantauan lebih luas terhadap keseuaian dengan sasaran K3

penyedia jasa.

c) Pemantauan efektivitas.

d) Pemantauan penyakit, insiden (termasuk kecelakaan, hampir kena) dan bukti historis.

e) Pencatatan data, hasil pemantauan dan pengukuran harus dapat mencukupi kebutuhan untuk analisa tindakan perbaikan dan pencegahan.

2) Merencanakan memelihara prosedur kalibrasi peralatan.

2.5.3. Evaluasi Kepatuhan

Adapun syarat dalam evaluasi kepatuhan adalah sebagai berikut:

a. Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur secara berkala sehingga dapat mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. b. Mengevaluasi kepatuhan terhadap persyaratan lainnya yang diikuti.

c. Penyedia jasa dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kepatuhan terhadap peraturan yang mengacu dalam prosedur terpisah.

2.5.4. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan &

Pencegahan

a. Penyelidikan Insiden

Adapun syarat/peraturan dalam hal penyelidikan insiden adalah:

(21)

41 a) Identifikasi kebutuhan tindakan dan perbaikan.

b) Identifikasi peluang untuk tindakan pencegahan. c) Identifikasi peluang untuk peningkatan berkelanjutan.

d) Mengkomunikasikan hasil penyelidikan kepada pemangku kepentingan.

2) Penyelidikan harus tepat waktu.

3) Beberapa identifikasi memerlukan tindakan perbaikan atau peluang tindakan pencegahan harus sesuai dengan klausul.

b. Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Pencegahan

Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulang SMK3 didokumentasi dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif. Adapun syarat untuk membuat dan memelihara prosedur untuk menentukan potensi ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan ialah:

1) Memperbaiki ketidaksesuaian dan mengambil tindakan untuk mencegah resiko K3.

2) Menyelidiki ketidaksesuaian, menentukan penyebab dan mengambil keputusan untuk menghindari terjadi kembali.

3) Mengevaluasi tindakan perbaikan dan pencegahan agar tidak terjadi ketidaksesuaian.

(22)

42 5) Mengakaji ulang keefektifan tindakan perbaikan dan pencegahan yang

diambil.

2.5.5. Pengendalian Risiko

Pengendalian resiko merupakan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja yang terbagi atas 5 hierarki sebagai berikut:

a) Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya di tempa kerja. b) Substitusi, yaitu mengganti bahan dengan proses yang lebih aman.

c) Engineering, yaitu melakukan perubahan atau modifikasi terhadap desain peralatan, proses dan lay out.

d) Administrasi, yaitu cara kerja yang aman dengan melakukan pengontrolan dari sistem administrasi. Hierarki ini dapat diterapkan dalam hal pekerjaan sebagai berikut:

• Pemisahan lokasi kerja/penempatan material. • Izin kerja/working permit.

e) Alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari sabuk pengaman, sarung tangan, pelindung kepala, pelindung wajah (masker) dan lain-lain.

(23)

43 dikarenakan nilai resiko yang diterima sedimikian besarnya, maka pelaksana pekerjaan diharuskan untuk tetap sampai pada hierarki terakhir (e=alat pelindung diri).

Pengendalian resiko akan direalisasikan ke dalam Program Kerja K3 yang terdiri dari:

a) Item program kerja.

b) Durasi masing-masing program kerja. c) Waktu dimulainya program kerja.

d) Keterkaitan satu program kerja dengan program kerja lainnya. e) Penanggung jawab masing-masing program kerja. (BPKSDM, 2009)

2.6. Program Kerja K3

(24)

44

a) Kelengkapan Administrasi K3

Setiap pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi kelengkapan administrasi K3, meliputi:

a. Pendaftaran proyek ke departemen tenaga kerja setempat. b. Pendaftaran dan pembayaran asuransi tenaga kerja (Astek).

c. Pendaftaran dan pembayaran asuransi lainnya, bila disyaratkan proyek. d. Ijin dari kantor kimpraswil tentang penggunaan jalan atau jembatan yang

menuju lokasi untuk lalu lintas alat berat.

e. Keterangan layak pakai untuk alat berat maupun ringan dari instansi yang berwenang memberikan rekomendasi.

f. Pemberitahuan kepada pemerintah atau lingkungan setempat.

b) Pelaksanakan Kegiatan K3 di Lapangan

Pelaksanaan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan meliputi:

a. Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan melalui kerja sama dengan instansi yang terkait K3 yaitu depnaker, polisi dan rumah sakit.

b. Pengawasan pelaksanaan K3, meliputi kegiatan:

Safety patrol, yaitu suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3 orang

yang melaksanakan patroli untuk mencatat hal-hal yang tidak sesuai ketentuan K3 dan yang memiliki resiko kecelakaan.

Safety supervisor, yaitu petugas yang ditunjuk manajer proyek

(25)

45

Safety meeting; yaitu rapat dalam proyek yang membahas hasil

laporan safety patrol maupun safety supervisor.

c. Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat, ringan, korban meninggal dan peralatan berat. (Beesono, 2012)

c). Pelatihan K3

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terdiri atas 2 bagian yaitu pelatihan secara umum dan pelatihan khusus:

1) Pelatihan secara umum diberikan dengan materi pelatihan tentang panduan K3 di proyek, misalnya:

• Pedoman praktis pelaksanaan K3 pada proyek bangunan gedung. • Penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan material.

• Pengarahan K3 dalam pekerjaan sipil, finishing luar, mekanikal dan elektrikal, finishing dalam, bekisting, pembesian sementara, rangka baja, struktur khusus, pembetonan, pondasi pile dan strutting, pembongkaran.

2) Pelatihan khusus proyek yang diberikan pada saat awal proyek dan di tengah periode pelaksanaan proyek sebagai penyegaran dengan peserta seluruh petugas yang terkait dalam pengawasan proyek dan materi pengetahuan umum tentang K3 atau safety plan proyek yang bersangkutan. (Beesono, 2012)

2.7. Perlengkapan dan Peralatan K3

(26)

46 wajib digunakan oleh seseorang yang bekerja dalan suatu lingkungan konstruksi. Namun tidak banyak yang menyadari betapa pentingnya peralatan-peralatan ini untuk digunakan sebab K3 adalah dua hal yang sangat penting. Oleh karenanya, semua perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau personal protective equipment (PPE) untuk semua karyawan yang bekerja. Perlengkapan dan peralatan penunjang program K3 meliputi hal sebagai berikut:

a. Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi ini mencakup promosi program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terdiri dari:

a. Pemasangan bendera K3, bendera RI dan bendera perusahaan,

b. Pemasangan sign board K3 yang berisi slogan-slogan yang mengingatkan perlunya bekerja dengan selamat.

b. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)

Dalam pekerjaan konstruksi, ada peralatan yang digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya konstruksi.Peralatan ini wajib digunakan dalam pelaksanaan konstruksi.Namun banyak pekerja yang tidak menyadari pentingnya arti peralatan ini. Sarana peralatan yang melekat pada orang atau disebut perlengkapan perlindungan diri atau personal protective

equipment (PPE) diantaranya adalah:

1) Pelindung Kepala (Helmet)

(27)

47 yang keras, tahan dan kuat terhadap benturan yang mengenai kepala. Sistem suspensi yang ada di dalamnya bertindak sebagai penahan goncangan dan dirancang supaya tahan terhadap sengatan listrik, melindungi kulit kepala, wajah, leher, dan bahu dari percikan, tumpahan dan tetesan. Namun sering kita lihat bahwa kedisiplinan pekerja untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.

2) Pelindung Mata

Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari serpihan kayu, pecahan batu, atau serpihan besi yang terpental dan beterbangan. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata, maka perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata seperti dalam pekerjaan mengelas.

3) Pelindung Wajah

Pelindung wajah tediri dari 2 jenis yaitu helm pengelas dan masker yang tercantum sebagai berikut:

• Helm Pengelas (Welding Protect)

Alat ini digunakan untuk melindungi wajah dari percikan benda asing saat bekerja. Misalnya pada pekerjaan mengelas.

• Masker

(28)

48 memotong, mengampelas dan pengerutan kayu. Apabila seorang pekerja yang secara terus menerus menghisapnya dapat mengalami gangguan pada pernapasan yang akibatnya tidak dirasakan langsung pada saat itu.

4) Pelindung Telinga (Ear Muff)

Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini, maka kemungkinan efeknya cukup panjang.Namun demikian, bukan berarti seorang pekerja tidak dapat bekerja bila tidak menggunakan alat ini. Pelindung pendengaran yang paling banyak digunakan seperti foam earplugs, PVC earplugs dan earmuffs.

5) Pelindung Tangan (Sarung Tangan)

Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering digunakan dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah:

• Sarung Tangan Kain

Alat ini digunakan untuk memperkuat pegangan.Hendaknya dibiasakan bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya.

• Sarung Tangan Asbes

(29)

49 • Sarung Tangan Kulit

Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tersebut.

• Sarung Tangan Karet

Sarung tangan karet berfungsi untuk menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada bak dimana pekerjaan tersebut berlangsung. Sarung tangan karet digunakan pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel dan perkhrom. Sarung tangan karet juga digunakan untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor.

6) Pelindung Kaki (Sepatu Kerja)

Sepatu kerja berfungsi untuk melindungi kaki dari jatuhnya barang berat maupun hantaran listrik yang akan menyambar pekerja apabila kaki terkontak langsung ke tanah. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal agar dapat bebas berjalan di lokasi manapun tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran bagian bawah. Umumnya, sepatu kerja disediakan dua pasang dalam setahun.

7) Pelindung Tubuh

(30)

50 • Pakaian pelindung

Pakaian pelindung biasanya terbuat dari kulit yang digunakan agar terhindar dari percikan api, terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.

• Apron

Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala api. Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan di luar baju kerja.

• Jas Hujan

Perlindungan terhadap cuaca terutama bagi pekerja pada saat bekerja adalah dengan menggunakan jas hujan. Pelaksanaan kegiatan di proyek selalu bersinggungan langsung dengan panas matahari ataupun hujan karena dilaksanakan di ruang terbuka. Tujuan utama dari jas hujan tidak lain adalah untuk kesehatan para pekerja.

8) Pelindung Bahaya Jatuh (Safety Belt)

(31)

51 tersambung tali pengikat, tali pengaman atau alat penolong lain yang dapat dipasangkan. (Ervianto, 2009).

c. Sarana Peralatan Lingkungan

Sarana peralatan lingkungan terdiri dari sebagai berikut: a. tabung pemadam kebakaran

b. pagar pengamanan

c. penangkal petir darurat

d. pemeliharaan jalan kerja dan jembatan kerja

e. jaring pengaman pada bangunan tinggi

f. pagar pengaman lokasi proyek

g. tangga

h. pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)

Pertolongan pertama dilakukan di proyek apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerjaan konstruksi. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama (Ervianto, 2009).

d. Rambu-Rambu Peringatan

Rambu-rambu peringatan dapat berfungsi sebagai berikut:

(32)

52 • peringatan tersengat listrik

• penunjuk ketinggian (untuk bangunan yang lebih dari 2 lantai)

• penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara dan penunjuk batas ketinggian penumpukan material

• larangan memasuki area tertentu dan larangan membawa bahan-bahan berbahaya

• petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek).

• peringatan untuk memakai alat pengaman kerja dan peringatan ada alat/mesin yang berbahaya (untuk lokasi tertentu).

• peringatan larangan untuk masuk ke lokasi power listrik (untuk orang-orang tertentu). (Beesono, 2012)

2.8. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

2.8.1. Teknik Pengumpulan Data

(33)

53 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut. (Idrus, 2009) Data primer diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner.

Kuesioner adalah sebuah set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian dan tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna. Struktur kuesioner terbagi dalam tiga bagian:

a. Profil responden

Berisi mengenai informasi identitas responden yaitu nama, pendidikan, terakhir, umur, dan jabatan (spesifikasi pekerjaan).

b. Petunjuk Pengisian Kuesioner

Pada bagian ini, responden diberi petunjuk pengisian kuesioner, sehingga responden tidak salah dalam pengisian jawaban kuesioner.

c. Kuesioner

Pertanyaan yang digunakan adalah jenis pertanyaan tertutup. Untuk mempermudah responden menjawab pertanyaan dan memfokuskan jawaban yang diharapkan penulis.

2. Data Sekunder

(34)

54 2.8.2. Teknik Pengolahan Data

2.8.2.1. Uji Validitas dan Reliabilitas menggunakan software SPSS (Statistical

Package for Social Science)

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu Instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid mempunyai produktivitas rendah. Sebuah Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.

Cara untuk menguji validitas adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, yaitu dengan (1) mencari definisi dan merumuskan tentap konsep yang akan diukur yang telah ditulis para ahli dalam literatur, (2) kalau sekiranya tidak ditemukan dalam literatur maka untuk lebih mematangkan definisi dan rumusan tersebut peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli. (3) menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. Dari jawaban yang diperoleh peneliti dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan yang operasional.

(35)

55 4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi produk moment. Adapun rumusnya adalah:

Keterangan :

r : koefisien korelasi Y : produktivitas pekerja Xi : elemen variabel bebas n : jumlah data

( Masri Singarimbun, 1987 : 124 – 137 )

Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat validitas adalah jika r hitung > r tabel dan taraf signifikasinya sebesar 5 % ( Suharsimi Arikunto, 1996 : 150-160 ).

b. Uji Reliabilitas

Pengukuran reliabilitas adalah pengukuran tentang stabilitas dan konsintensi dari alat pengukuran. Reabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen reliabel sebenarnya yang mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkapkan data yang bisa dipercaya.

(36)

56 Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan SMK3 proyek terhadap pelaksanaan proyek pembangunan jembatan rel kereta api yaitu dengan menggunakan metode Pembobotan (Scoring). Dari data kuesioner yang nantinya didapatkan, maka dapat ditentukan jumlah skor kriterium dengan

Skala Likert yaitu:

Jumlah Skor kriterium:

skor item x jumlah responden (1)

keefektifan dan efisiensi penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) responden dapat dihitung dengan:

Jumlah skor kuesioner:

������������������������������

������������������

x 100% (2)

Data yang sudah didapat kemudian diolah dengan metode pembobotan (scoring)

yaitu dengan cara menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Adapun langkah-langkah perhitungan yaitu sebagai berikut:

1. Kuesioner yang telah disebarkan kepada responden, kemudian direkapitulasi berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden.

2. Menghitung skor kriterium 3. Interpretasikan skor perhitungan

4. Untuk mendapatkan hasil interpretasi, harus diketahui dulu skor tertinggi (X) dan angka terendah (Y) untuk item penilaian dengan rumus sebagai berikut:

Y = Skor tertinggi likert x jumlah responden

(37)

57 5. Menghitung jumlah skor kuesioner

6. Membuat kategori penilaian berdasarkan besarnya skala yang digunakan. Berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval:

• Angka 0% – 19,99% = Sangat (tidak setuju/buruk/kurang sekali) • Angka 20% – 39,99% = Tidak setuju / Kurang baik)

• Angka 40% – 59,99% = Cukup / Netral • Angka 60% – 79,99% = (Setuju/baik/suka) • Angka 80% – 100% = Sangat (setuju/baik/suka)

7. Menentukan kategori dari skor yang dihitung yaitu dengan cara melihat skor kuesioner berada pada kategori apa.

(38)

58

x

= Σ

���

���

(3)

Untuk mengetahui keberhasilan penerapan SMK3 dipakai rumus ukuran pemusatan sebagai berikut:

=

∑ ��

=

��+ �+�+⋯+�

(4)

dimana:

�= Rata-rata persentase

Σxi = Jumlah keseluruhan persentase

x1 + x2 + x3 + ….+xn= Jumlah masing- masing persentase terhadap kriteria

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini bisa muncul jika kurang benar dalam merawatnya,seperti kurang bersih dan kurang kering. Hal ini juga bisa terjadi bila saat pemotongan tali pusat bayi menggunakan

Hasil yang dicapai dari kegiatan pembersihan bak aerasi adalah pengurasan bak aerasi dari adanya penumpukan lumpur yang terbawa limbah cair akibat dari tidak

Tujuan akhir dari pendampingan berbasis among ini adalah (1) model yang good and fit, (2) model efektif, (3) trend perilaku tenant dalam peningkatan mental wirausaha, (4) uji

Hal ini berarti bahwa awal waktu Asar dimulai ketika bayangan Matahari sama dengan benda tegaknya, artinya apabila pada saat Matahari berkulminasi atas membuat bayangan

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber risiko yang terdapat pada kegiatan budidaya cabai paprika, menganalisis probabilitas dan dampak dari sumber risiko dan

Analisa Pengaruh Relevansi Nilai Informasi Laba, Arus Kas Operasi, Nilai Buku Ekuitas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Harga Saham pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek

As they were marched away, the Doctor and Serena heard the Countess saying, ‘You don’t know what a pleasure it is to have you here, Prince Talleyrand. I’ve been starved for good

Penurunan percepatan pertumbuhan pada tulang tibia dan femur dimungkinkan pada umur 3 minggu karena bobot ayam broiler semakin meningkat sehingga mengakibatkan broiler