• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menelesuri Sumber Pengetahuan yang Terse

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menelesuri Sumber Pengetahuan yang Terse"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Menelesuri Sumber Pengetahuan yang Terserak

tentang Kesehatan dan Hak-hak Reproduksi

Muqaddimah

: yang Dekat, yang Asing dan Bahaya tidak Tahu

Seberapa banyakkah di antara masyarakat Indonesia yang tahu dan paham secara pasti apa itu hak-hak reproduksi perempuan? Ketika disodori pertanyaan, “Apakah hak-hak reproduksi itu?” atau “Apakah reproduksi itu?”, seberapa besar di antara kita yang bisa menjawab dengan benar dan penuh pemahaman?

Suatu hari, saya sengaja nimbrung ngobrol dengan sekelompok ibu-ibu di kampung saya, di selatan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di tengah pembicaraan, saya mencoba mengajukan pertanyaan di atas pada ibu-ibu, termasuk ibu saya sendiri. Jawaban dari mereka seragam, “Embuh…ora weruh,” alias, entah, tidak tahu sama sekali. Inilah kenyataan riil dalam masyarakat kita.

Siapa yang tak faham kalau salah satu fungsi kemanusiaan kita adalah mengembangkan keturunan, melahirkan bayi dan mengurusnya menjadi generasi penerus sejarah manusia? Siapa yang tak tahu kalau salah satu tanda perempuan menjadi akil baligh adalah mendapat haid atau menstruasi pertama kali dan mengeluarkan air mani atau sperma pada laki-laki yang sering disebut mimpi basah? Itulah sebagian pengetahuan dasar mengenai reproduksi manusia yang kita jumpai setiap hari. Pertanyaannya, mengapa hal-hal yang sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita, bahkan bisa dijumpai setiap saat, dialami setiap hari menjadi bagian kehidupan manusia secara langsung tidak bisa dikenali, justru menjadi sesuatu yang asing? Salah satu jawabannya adalah karena sumber-sumber informasi dan pengetahuan mengenai kesehatan dan hak-hak reproduksi tidak bisa mereka dapatkan secara mudah. Kenyataan ini juga menunjukkan kerja publikasi dan sosialisasi isu-isu kesehatan dan hak-hak reproduksi yangs selama ini kita lakukan masih sangat terbatas, hanya bisa dinikmati sekelompok kecil masyarakat kita.

Lembaga-lembaga pemerintah seperti Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP), Departemen Kesehatan (Depkes), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ataupun lembaga swadaya masyarakat sudah bekerja melakukan sosialisasi isu kesehatan dan hak reproduksi ini; hasil-hasil penerbitan yang mereka lakukan begitu banyak, namun meski berserakan, semuanya susah untuk bisa dijangkau kebanyakan masyarakat kita, khususnya yang tinggal di desa-desa. Jadilah sumber-sumber pengetahuan dan informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi tersebut menjadi sesuatu yang asing, terpisah dengan kebutuhan informasi masyarakat kebanyakan itu.

Mengapa penting untuk tahu mengenai kesehatan dan hak reproduksi? Hari ketiga sejak kedatangan saya di kota Banda Aceh, saya membaca sebuah berita tentang data kematian ibu saat melahirkan dan anak balita yang sering disebut kematian ibu dan anak (KIA) di seluruh Aceh. Yang sangat mengagetkan, data tersebut menyebutkan bahwa angka KIA di Aceh merupakan yang tertinggi di Indonesia, bahkan melebihi angka rata-rata di tingkat nasional.

(2)

untuk mengandung dan melahirkan, sementara dalam masyarakat kita berkembang pemahaman sosial budaya bahwa apapun kondisi perempuan, bahkan ketika mereka sakit dan tidak siap mengandung, mereka “wajib” melakukan hal tersebut, apalagi jika suami-suami mereka yang mengehendaki. “Banyak anak banyak rejeki,” meski sudah semakin luntur, tapi di beberapa daerah masih menjadi bagian kepercayaan sosial budaya. Padahal selama ini tanggung jawab fungsi melahirkan dan mengurus bayi selalu dibebankan pada perempuan, para ibu.

Saya sempat melakukan pembicaraan dengan seorang kawan dari Kupang, Nusa Tengga Timur mengenai sebuah budaya setempat yang sangat berkaitan dengan isu kesehatan dan hak reproduksi. Seorang laki-laki dewasa yang bersiap menikah harus sunat demi tujuan kenikmatan seksual. Sunat tersebut dilakukan secara tradisional: si laki-laki berendam di air dingin

pegunungan untuk beberapa saat sebelum ujung penisnya dipoting dengan menggunakan bilah bambu. Di saat luka sunat belum kering, mereka wajib melakukan “tes mesin”, berhubungan seksual pra nikah dengan perempuan pekerja seks untuk menguji sejauhmana hasil “terapi sunat” benar-benar ampuh meningkatkan “kejantanannya.” Di sinilah budaya berhubungan seks secara tidak aman yang rentan memunculkan kasus penularan penyakit seksual menjadi bagian

kehidupan mereka. Bersenggama dengan pekerja seks tanpa kondom di saat luka di kemaluan belum mengering memudahkan transfer penyakit seksual, lalu suami akan memindahkannya ke istri-istri mereka. Siapa kenal budaya ini? Siapa ngeh dan paham kalau budaya seperti ini sangat berbahaya bagi kesehatan reproduksi kita? Budaya tersebut, hidup dalam masyarakat kita, namun karena akses terhadap sumber informasi mengenai hal ini sangat terbatas, maka budaya-budaya seperti ini tidak bisa kita kenali untuk diambil pelajaran (lesson learned).

Isu lain yang berdekatan dengan kehidupan kita dan semestinya berkaitan dengan kesehatan dan hak reproduksi adalah poligami dan pernikahan dini.Poligami masih menjadi bagian sosial-budaya dalam masyarakat kita. Yang mengkhawitrkan, mereka yang mengklaim kekhalalan poligami tidak memahami akibat negatif dari model perkawinan ganda ini bagi kesehatan reproduksi dan tak pernah mengaitkannya dengan hak-hak reproduksi. Model perkawinan poligami yang tidak loyal pada satu pasangan alias gonta ganti pasangan sangat beresiko pada transfer penyakit seksual. Jika sekedar “kekhalalan” atas nama agama, berapa banyak perempuan yang harus dikorbankan, kemungkinan ditulari oleh berbagai jenis penyakit seksual menular? Lalu, di mana kita menghargai hak-hak reproduksi perempuan untuk bisa terbebas dari segala bentuk penularan penyakit itu? Kelangkaan sumber informasi atau akses terhadap sumber informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi yang terbatas membuat mereka yang pro poligami tidak pernah mengindahkan efek negative poligami terhadap kesehatan reproduksi ini.

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan berita mengenai Puji, pengusaha yang mengaku kyai, yang menikahi gadis baru saja 12 tahun. Ini salah satu kasus pernikahan dini. Saat menaggapi berita ini, kita tidak berbicara mengenai sejauhmana hubungan seks bagi gadis 12 tahun berbahaya bagi kesehatan reproduksi mereka? Kita cuma keras berbicara soal “boleh” saja menikahi gadis sekedar 12 tahun itu karena kanjeng Nabi Muhammad juga melakukan hal yang sam. Karena informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbatas diakses masyarakat kita, mengaitkan berita ini dengan persoalan kesehatan reproduksi juga sangat jarang ditemui.

(3)

pengetahuan mengenai kesehatan dan hak-hak reproduksi bisa lebih luas terbuka. Meski demikian, dalam tulisan ini tentu tidak semua penerbitan bisa dipaparkan; tulisan ini sekedar memberi kunci bahwa sumber-sumber informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi ternyata begitu banyak; tulisan ini sekedar sedikit membangun “kesadaran”, satu sisi, bagi kita yang selama ini mengkampanyekan isu ini untuk lebih aktif melakukan sosialisasi hasil-hasil penerbitan, dan, sisi lain, bagi masyarakat luas, khususnya perempuan untuk lebih aktif mencari pengetahuan mengenai berbagai hal terkait isu kesehatan dan hak reproduksi ini, karena ternyata sumber-sumber informasi mengenai hal tersebut sudah cukup tersedia. Tulisan ini diharapkan mendekatkan kita pada sumber-sumber pengetahuan dan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang selama ini berserak dan tampak asing dalam kehidupan kita, sehingga bisa menarik minat masyarakat untuk lebih aktif membaca sumber-sumber tersebut dan lebih dalam memahami kesehatan dan hak-hak reproduksi manusia.

Begitulah beberapa gambaran akibat tak sampainya informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi pada telinga kehidupan masyarakat kita. Semoga tulisan bisa memberi jalan untuk mendekatkan pengetahuan dan informasi yang berserak mengenai isu ini pada masyarakat kita.

Beberapa Pengetahuan Dasar tentang Kesehatan dan Hak Reproduksi

Hampir semua buku yang terkait dengan isu kesehatan dan hak reproduksi memulai

eksplorasi dengan menjelaskan berbagai pengetahuan dasar mengenai isu tersebut. Mengenal apa itu reproduksi, fungsi reproduksi, kesehatan reproduksi, hak reproduksi, sebagai pengetahuan dasar dalam isu ini bisa didapatkan hampir di keseluruhan buku yang membahas kesehatan reproduksi, termasuk di buku-buku yang diperkenalkan dalam tulisan ini.

Saya ingin memulai penelusuran sumber informasi ini dengan menampilkan buku-buku yang membahas profil kesehatan reproduksi di Indonesia. Dengan pengetahuan ini, semoga kita tergugah sejak dini betapa kesehatan reproduksi di Negara kita masih menjadi persoalan besar yang harus terus menerus dilakukan upaya advokasi. Departemen Kesehatan dan WHO bekerja sama menerbitkan Profil Kesehatan dan Pembangunan di Indonesia dalam dua bahasa,

Indonesia dan Inggris. Tiga bagian utama buku ini mengekplorasi A) Situasi Negara yang berkaitan dengan informasi mengenai gambaran fisik, struktur politik, demografi dan sosial, pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup dan kesehatan di Indonesia dari 1993-2003, dan beberapa isu hingga 2005; B) Status Perempuan mendeskripsikan informasi seputar upaya kemajuan perempuan seperti kebijakan dan kelembagaan nasional, pergerakan perempuan, status dalam keluarga dan masyarakat, status pendidikan dan pekerjaan serta partisipasi dalam kehipan umum dan politik; dan C) Status Kesehatan Perempuan menginformasikan data-data seputar penyebab utama kematian dan kesakitan maternal, status gizi dan kesehatan reproduksi, gaya hidup dari lingkungan kerja, kekerasan dan keadaan khusus, akses bagi pertisipasi perempuan dalam layanan kesehatan, dan kebijakan serta program peningkatan status kesehatan perempuan. Dengan pengetahuan mengenai profil status kesehatan perempuan ini, kita bisa mempunyai gambaran tentang potensi dan kendala dalam peningkatan status kesehatan perempuan di negeri kita sebagai pengetahuan sangat penting untuk membangun upaya lebih strategis dan efektif demi kemajuan derajat kesehatan perempuan.

(4)

Indonesia dalam hal kematian ibu hamil dan melahirkan, nikah dini, akses terhadap alat

kontrasepsi, aborsi, seks pra nikah dan tindakan beresiko lainnya, penyakit menular seksual dan HIV/Aids, sistem kesehatan nasional, serta kebijakan yang berkaiatan dengan kesehatan

reproduksi.

Sistem hukum dan perundang-undangan memegang peran penting dalam perlindungan hokum dan pemenuhan hak-hak reproduksi, khususnya bagi perempuan. Memandang pentingnya hal tersebut, beberapa buku dikhususkan sebagai upaya advokasi agar sistem hukum dan

perundangan benar-benar bisa menjadi alat perlindungan hukum bagi hak-hak reproduksi perempuan. Buku Implementasi Pasal 12 Undang-undang Nomor 7 tahun 1984; Pelayanan Kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalinan (2006) yang diterbitkan Kelompok Kerja

Convention Watch Universitas Indonesia adalah salah satunya. Buku ini mengadvokasi UU No 7/1984 mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita

(Konvensi Wanita), khususnya pasal 12 yang terdiri dari 2 ayat, yaitu pertama kewajiban Negara untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan dan menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk yang berhubungan dengan KB dan kedua kewajiban Negara secara khusus untuk menjamin pelayanan yang layak bagi perempuan

berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa ssudah persalinan dengan memberikan layanan gratis jika dibutuhkan, pemberian makanan bergizi secara cukup di masa hamil dan menyusui. Buku ini memberikan informasi mengenai masih belum terpenuhinya kewajiban-kewajiban Negara tersebut seperti terlihat dari masih tingginya angka kematian ibu, bayi yang lahir dengan berat badan rendah, perempuan lebih banyak menderita penyakit menular dan mematikan dan sebagainya sehingga perlu dilakukan advokasi terus menerus.

Buku lain yang menegaskan pentingnya advokasi perundangan adalah Kumpulan Makalah dan Tanggapan Fraksi-fraksi Mengenai Perubahan UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan (2004). Buku ini membahas berbagai alasan tentang pentingnya amandemen UU Kesehatan tersebut demi menggapai tujuan pemenuhan hak perempuan atas layanan kesehatan reproduksi. Makalah-makalah dalam buku ini ditulis para ahli kesehatan seperti Kartono Muhammad mengenai pentingnya pembentukan Dewan Kesehatan Daerah diatur dalam UU Kesehatan; Azroel Azwar dan Hasballah Tabrany tentang rancangan sistem kesehatan nasional; Farid Anfasa Moeloek mengenai wawasan kesehatan; Ascobar Gani yang memberi komentar dan masukan terhadap draft amandemen UU Kesehatan dan sebuah makalah yang ditulis tim

Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) mengenai penghapusan kasus kematian ibu karena aborsi yang tidak aman yang menampilakan data-data lapangan. Buku ini juga memuat tanggapan farksi-farksi di DPR atas usulan amandemen tersebut sehingga kita bisa tahu sejauhmana proses advokasi perubahan UU Kesehatan menuju UU yang sensitif terhadap hak kesehatan perempuan.

Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) merupakan salah satu sentral dalam pembicaraan kesehatan dan hak reproduksi. Umumnya, masyarakat masih belum memahami benar arti KTD ini. Pandangan yang bias mengenai KTD sering merugikan perempuan, pihak yang mengalami kehamilan. Sering juga terjadi anggapan keliru kalau KTD hanya dialami oleh perempuan yang belum menikah. Buku saku tipis berjudul Kehamilan yang Tidak Diinginkan (tt), diterbitkan PKBI, menyediakan informasi dasar seputar KTD. Dengan model Tanya-jawab, buku ini mendiskusikan topik-topik definisi KTD, siapa saja yang bisa mengalami KTD, faktor-faktor penyebab KTD dan akibat KTD. Sebagai salah satu akibat KTD adalah aborsi, yang juga dibahas khusus dalam buku ini.

(5)

mengenai aborsi masih bersifat hitam-putih atau halal-haram dengan mendasarkan pada pandangan-pandangan tempo doeloe. Buku-buku dan sumber informasi lain yang ada saat ini telah menyediakan pandangan yang lebih beragam, pandangan alternatif yang lebih peduli terhadap hak-hak reproduksi perempuan. Hingga kini, pandangan mengenai aborsi masih sering merugikan perempuan, bahkan membahayakan nyawa mereka. Angka kematian ibu salah satunya disebabkan karena tindakan aborsi yang tidak aman sebagai akibat pandangan tentang aborsi yang tidak sensitif terhadap perempuan.

Buku Pengetahuan, Sikap dan Praktik Aborsi di Indonesia (2004) yang diterbitkan Mitra Inti dan Ford Foundation memberikan gambaran mengenai kondisi riil dalam masyarakat kita terkait masalah aborsi. Beberapa gambaran nyata dalam masyarakat yang dipaparkan buku ini meliputi, misalnya, pandangan para tokoh agama dan tenaga kesehatan mengenai aborsi, pemahaman mahasiswa kedokteran mengenai aborsi, dan pengetahuan mengenai dasar hukum aborsi. Dengan buku ini, kita bisa tahu pandangan warna warni yang berkembang dalam beberapa kelompok masyarakat kita terkait aborsi.

Aborsi Aman: Upaya Menyelamatkan Hidup Perempuan (2004) dari PKBI, selain menampilkan penjelasan mengapa dibutuhkan layanan aborsi aman bagi perempuan, juga mendeskripsikan gambaran nyata praktek-praktek aborsi aman yang disediakan di beberapa klinik. Gambaran nyata praktek aborsi aman dalam buku ini merupakan hasil penelitian lapangan di sembilan kota besar: Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar, Manado dan Mataram. Penyediaan layanan absorsi aman bertujuan mengurangi bahaya tindak aborsi bagi perempuan yang dilakukan “lembaga-lembaga di bawah tanah” termasuk dengan cara-cara tradisional yang sangat tidak aman dan menyebabkan kematian. Salah satu informasi penting, buku ini menyebutkan data klien yang melakukan aborsi aman di mana jumlah terbesar berasal dari klien yang sudah menikah. Informasi ini penting melihat pandangan umum

masyarakat yang menganggap kasus aborsi lebih banyak di kalangan yang belum menikah sebagai akibat hubungan seks di luar nikah. Buku ini dilengkapi dengan tatacara layanan aborsi yang aman, termasuk pentingnya memberikan konseling pasca aborsi untuk penguatan hak mereka yang menjadi klien.

YKP menerbitkan buku Laporan Penelitian: Pengehentian Kehamilan Tak Diingingkan yang Aman Berbasis Konseling, Penelitian di 9 Kota Besar (2004) yang semakin menegaskan seriusnya persoalan KTD dan bahayanya bagi perempuan. Buku memaparkan data mengenai jumlah KTD yang sangat tinggi yang sebagian besarnya berakhir dengan aborsi. Dalam situasi di mana layanan aborsi didominasi oleh praktek-praktek yang tidak aman, perempuan yang

mengalami KTD berada dalam berbahaya jika tidak dilakukan pendampingan dan konseling. Buku ini juga memaparkan gambaran di lapangan mengenai pentingnya layanan konseling bagi kasus KTD, sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang tidak membahayakan diri sendiri. Informasi dalam buku ini menegaskan bahwa layanan konseling dan aborsi yang aman bagi perempuan yang mengalami KTD merupakan upaya efektif mengurangi komplikasi saat kehamilan dan penghentian KTD yang sering mengakibatkan kematian.

(6)

Kesehatan dan Hak Reproduksi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode “kritis” pembanguan reproduksi manusia. Satu sisi, pada masa itu, para remaja akan memulai terlibat urursan-urusan reproduksi orang dewasa, mulai mengenal makna hubungan seksual, dan seterusnya. Masa remaja dalah masa akil balig, masa perkembangan seksualitas yang membutuhkan manajemen diri, baik secara fisik,

psikologis, dan intelektualitas. Sayangnya, pada sisi lain, penyediaan informasi yang edukatif bagi mereka mengenai kesehatan dan hak reproduksi sangatlah terbatas. Stereotype bahwa pendidikan tentang kesehatan reproduksi akan akan mendorong pada moralitas seksual yang destruktif bagi para remaja membuat usaha-usaha penyebaran informasi mengenai hal ini pada mereka sering menuai tantangan. Masih kuat berkembang bahwa pendidikan mengenai

reproduksi, termasuk pendidikan mengenai seksualitas (sex education) akan mendorong para remaja pada kehiduapn seks bebas (free sex). Sex education menjadi tabu dalam masyarakat kita. Tidak ada pemahaman bahwa sex education bukanlah seks; sex education adalah proses edukasi, pendidikan, agar remaja memiliki daya tahan pengetahuan yang memadai tentang isu-isu

reproduksi dan seksualitas (sex education is not sex, it is education). Mari kita telusuri buku atau media informasi lain yang membahas kesehatan reproduksi bagi remaja; apakah buku-buku mengajarkan seks bebas yang selalu dikhawatirkan itu?

Pusat Penelitian Pranata Pembangunan UI menerbitkan “Prosiding Pembahasan Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia” (2000) memuat tiga tulisan utama yang

disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan. Inisiatif penerbitan makalah hasil seminar mengenai kesehatan reproduksi remaja saat itu merupakan langkah penting dalam penyebaran informasi mengenai hal ini. Tiga makalah dalam buku ini yaitu “Program Reproduksi Remaja” oleh Ratna P. Tjaya, Deputi Bidang Pertumbuhan dan Kuantitas Penduduk. Makalah ini memberi penegasan pentingnya isu

kesehatan reproduksi sebagai salah arus utama (mainstreaming) dalam program pembangunan nasional. Kesehatan reproduksi remaja menjadi sebuah poin penting mengukur keberhasilan pembangunan dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia. Tulisan Ratna ini juga dilengkapi dengan strategi sosialisasi isu kesehatan reproduksi pada remaja dari berbagi kelompok umur. Makalah lain “Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Departemen Pendidikan Nasional” oleh Suharto berbagi informasi mengenai upaya pendidikan reproduksi remaja di sekolah yang sudah digagas Departemen Pendidikan. Tentu saja ini merupakan inistiaf penting bagaimana mengintegrasikan pendidikan kesehatan reproduksi dalam sistem pendidikan kita seperti dalam mata kuliah biologi. Sayangnya upaya tersebut masih belum sepenuhnya efektif untuk kebutuhan yang sebenarnya yaitu pendidikan reproduksi remaja karena tidak dibarengi perpsektif yang kuat mengenai pentingnya pengetahuan reproduksi bagi remaja. Makalah ketiga dalam buku ini “Komunikasi, Informasi, Edukasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi bagi Remaja” yang ditulis Zafriel Tafal dari PKBI menyediakan informasi mengenai pengalaman PKBI dalam melakukan program pendidikan dan penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Informasi mengenai pengalaman PKBI ini sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tanggungjawab penyebaran informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja bukan sekedar ada pada pemerintah; seluruh warga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berpartisipasi dalam program ini.

(7)

Buku ini menegaskan pandangan bahwa kasus-kasus aborsi dan kehamilan tidak diinginkan pada kalangan remaja lebih disebabkan karena “rendahnya tingkat pengetahuan para remaja terhadap masalah seksual dan reproduksi” (hal. 16). Dengan mengenali pandangan dan persepsi para tersebut terhadap isu kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, langkah-langkah untuk memberi jalan keluar bagi masalah ini bisa dilakukan lebih stratgeis dan efektif. Dalam buku ini

digambarkan bahwa pandangan para remaja mengenai permasalahan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi ternyata tidak tunggal alias warna-warni, dari sisi agama, keluarga, hingga kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi, termasuk penyebaran informasi. Dengan menyediakan

informasi mengenai pandangan para remaja terhadap masalah reproduksi yang dianggap masih sensitif oleh masyarakat, informasi dalam buku sangat penting sebagai bahan pelajaran bahwa remaja Indonesia “bisa” berbicara mengenai isu-isu sensitif tersebut. Pendidikan reproduksi dan pendidikan seks menjadi upaya penting agar pandangan mereka lebih sensitif terhadap hak-hak reproduksi masing-masing.

BKKBN menerbitkan buku Seri Informasi KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) (2006) yang terdiri dari enam judul, yaitu 1) Teknik Berkomunikasi dengan Remaja: Bacaan Fasilitator, 2) Pedoman Pemberdayaan Pendidikan dan Konselor Sebaya: Teknik Fasilitas dan Konseling, 3) Pemenuhan Kebutuhan Remaja dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi: Panduan

Pengembangan Program dan Konseling Kesehatan Reproduksi bagi Remaja, 4) Pendalaman Materi: Membantu Remaja Memahami Dirinya,5) Orang Tua sebagai Sahabat Remaja: Bacaan Fasilitator dan 6) KIE-KIT Kesehatan Reproduksi Remaja. Buku-buku tersebut memenuhi kebutuhan akan sumber informasi yang bisa digunakan sebagai bahan capacity building (meningkatkan kemampuan) masyarakat yang ingin menjadi tenaga “fasilitator” bagi

permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Sebagai buku panduan menjadi fasilitator, selain menyediakan informasi mengenai berbagai topik kesehatan reproduksi remaja seperti masa pubertas, siklus reproduksi, organ-organ reproduksi, masa pacaran dan berhubungan seksual, penyakit seksual menular, buku ini juga menyediakan “petunjuk” menyampaikan informasi dan pengetahuan mengenai topic-topik tersebut.

Buku-buku yang bermodel panduan (guidance book) yang praktis dan mudah dibaca sangat banyak tersaji saat ini. PKBI bekerjasama dengan IPPF dan Danida menerbitkan buku Kesehatan Reproduksi untuk Remaja Islam (2005). Buku ini membahas dengan ringan disertai ilustrasi tema-tema yang sangat komplet terkait kesehatan reproduksi seperti akil baligh, dorongan seksual, mimpi basah, masturbasi, nikah dini, haidh, kehamilan dan kehamilan dini, persalinan, KB, keputihan, orientasi seksual dan merokok dan penggunaan narkoba serta akibatnya bagi kesehatan reproduksi. Dengan membaca buku ini, kita akan bisa bersikap lebih “baik” dan “aman” ketika menghadapi peristiwa-peristiwa di atas, yang bagi para remaja meruapakan persitiwa luar biasa sebagai pengalaman pertama. Dengan target utama pembaca kalangan remaja Muslim, buku ini juga dilengkapi dengan kutipan khazanah ajaran Islam dari al-Qur’an dan hadits pada pembahasan mengenai topik-topik tersebut. Sampul belakang buku ini juga dilengkapi daftar kontak lembaga yang bisa menjadi rujukan layanan dan informasi kesehatan reproduksi di berbagai daerah.

Membaca buku-buku tersebut, kita jadi semakin yakin pentingnya pengetahuan kesehatan reproduksi bagi para remaja kita. Kita menjadi lebih yakin bahwa pendidikan kesehatan

(8)

Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan

Hingga saat ini angka kematian ibu hamil dan melahirkan (masih di atas 300/100.000 kelahiran)–disertai dengan tingginya angka kematian bayi-- di Indonesia masih sangat tinggi. Meski demikian, persoalan kematian ibu ini hanya menjadi pengetahuan kalangan yang sangat terbatas, kalangan pemerintah, LSM, dan pihak-pihak tertentu yang memang bergelut dengan isu reproduksi perempuan. Informasi mengenai tingginya angka kematian ibu dan kematian bayi belum mampu membangkitkan kesadaran masyarakat umum mengenai bahaya ketidaksehatan ibu pada saat hamil, melahirkan dan mengurus bayi yang bisa mengakibatkan kematian.

Informasi ini belum juga membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan ibu dan bayi.

Kesehatan dan hak reproduksi perempuan mendapat porsi besar dalam pembahasan kesehatan reproduksi. Perempuan menjadi sentral dalam pembahasan kesehatan dan hak reproduksi karena kondisi mereka yang kontradiktif. Satu sisi, mereka yang paling banyak melalui pengalaman dengan reproduksinya, seperti hamil, melahirkan dan menyusui, namun, sis lain, pelayanan kesehatan bagi mereka justru sangat tidak memadai. Karenanya persoalan buruk kesehatan reproduksi juga paling sering dialami perempuan, seperti kematian ibu dan resiko reproduksi lainnya. Buku-buku dan media lain, yang dipaparkan dalam sub judul lain di tulisan ini juga memberi focus lebih banyak pada perempuan. Sementara, dalam sub bab ini, saya hanya mengenalkan buku-buku dengan muatan yang lebih spesifik lagi mengenai kesehatan dan hak reproduksi perempuan, khususnya kaum ibu.

Sangat mungkin informasi-informasi mengenai berbagai permaslaahan kesehatan reproduksi perempuan tidak sampai pada kebanyakan masyarakat. Sangat mungkin informasi-informasi tersebut hanya menjadi konsumsi ekslusif yang disajikan dalam laporan-laporan riset, laporan pembangunan, seminar-seminar, dan feature berita koran yang tidak terdengar gaungnya oleh telinga masyarakat Indonesia kebanyakan, khususnya yang tinggal di desa-desa. Nyatanya, di desa-desa itulah kasus kematian ibu hamil dan melahirkan serta kematian bayi dan balita yang paling sering terjadi. Tampaknya sumber-sumber informasi yang ada mengenai kesehatan

reproduksi perempuan umumnya masih disajikan terlalu « berat », selain dengan media yang terbatas seperti laporan-laporan itu, meski terdapat beberapa buku buku panduan yang mudah dibaca dan lebih praktis. Mari kita lihat jenis sumber informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi yang khusus bagi perempuan.

Rights and Realities: Monitoring Reports on the Status of Indonesian Women’s Sexual and Reproductive Helath and Rights (2006) salah satu buku berat berbahasa Inggris yang lebih banyak ditujukan untuk kebutuhan ilmiah. Kita perlu melakukan upaya advokasi yang intensif agar pesan dari buku ini juga bisa memberi inspirasi bagi para pengambil kebijakan dalam bidang kesehatan perempuan. Buku ini berisi tulisan dari beberapa akademisi-aktifis yang memiliki perhatian terhadap isu kesehatan dan hak reproduksi perempuan mengenai beberapa isu terkait status kesehatan dan hak reproduksi dan seksual perempuan di Indonesia. Saparinah Sadli, Ninuk Widiantoro dan Rita Serena Kalibonso menulis “Introduction” yang berisi kondisi umum kesehatan reproduksi dan seksual perempuan Indonesia. Topik-topik lain yaitu kematian ibu (Elly Yuliandari), aborsi (Atashendartini Habsjah), kekerasan terhadap perempuan

(Triningtyasasih dan Thohir Yuli Kusmanto), kesehatan dan hak reproduksi remaja (Hambali), perempuan dan HIV/Aids (Esthi Susanti Hudiono) dan pengaruh kebijakan desentralisasi terhadap sistem kesehatan (Zohra Andi Baso).

Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP) menerbitkan paket buku panduan

(9)

Aksi Nasional Pemenuhan Hak reproduksi Perempuan, 2) Peraturan Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan Nomor 02/2007 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu karena Hamil, Melahirkan dan Nifas (AKI) serta Angka Kematian Bayi di Daerah, 3) Pedoman Umum Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu, 4) Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan

Penyelenggaraannya. Buku-buku tersebut memberikan informasi mengenai program pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu yang digagas KPP. Tentu saja, buku-buku tersebut dangat penting, tapi tetap membutuhkan program pendukung lain demi terbuntuknya tim pelakasana yang tak sekedar sensitif terhadap hak dan kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan, tapi bersedia bekerja ekstra keras untuk kesuksesan peklasanaan program ini.

Buku panduan dalam rangka program pengurangan angka KIA juga diterbitakn BKKBN, yaitu buku Pedoman Promosi: Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi dan Balita (2005). Buku ini ditujukan bagi para pengelola program KB, termasuk para petugas lapangan dan kader-kader KB masyarakat sebagain upaya advokasi pengurangan angka KIA. Buku ini menyediakan informasi mengenai berbagai kegiatan yang perlu dilakukan oleh para pengelola KB dan materi-materi yang perlu diinformasikan oleh mereka kepada calon pengantin, pasangan usia subur, dan kelompok masyarakat terkait isu KIA.

KPP telah membuat inisiatif untuk membangun kepedulian masyarakat mengenai masalah penularan HIV melalui para ibu dengan menerbitkan sebuah booklet berjudul Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV) (tt). Di tengah kenyataan semakin tingginya jumlah penderita HIV/Aids, yang juga berasal dari

kelompok ibu-ibu dan bayi-bayi yang mereka lahirkan, booklet ini penting sebagai acuan dalam upaya pencegarahan penularan HIV. Booklet ini menyajikan informasi seputar alas an

pentingnya upaya khusus pencegahan HIV dari ibu ke bayi, waktu dan resiko penularan HIV dari ibu ke bayi, strategi pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, dan kaitan ASI pada HIV positif para bayi.

Salah satu masalah berat dalam pembicaraan mengenai hak reproduksi perempuan adalah layanan kesehatan, termasuk keberadaan bidan-bidan di desa-desa. Sumber informasi tersebut seharusnya bisa menjadi sumber isnpirasi bagi bidan-bidan dan pelayan kesehatan lain di desa-desa untuk tak sekedar menguasai pengatahuan teknis persalinan, tapi juga menguatkan perspektif bahwa kaum perempuan berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari mereka, termasuk dedikasi mereka untuk tetap tinggal di desa-desa. Tentu saja, pemerintah juga wajib memberikan menyiapkan support system untuk kelancaran layanan mereka itu.

Kesehatan dan Hak Reproduksi: Sumber Pengetahuan Islam

(10)

muncul juga belum efektif mengurangi masalah tersebut. Kenyataanya, korban paling banyak akan ketidaktahuan terhadap informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi juga berasal dari mayoritas kelompok Muslim.

Kedua, di era 80-90an di mana perempuan masih sangat terpinggirkan dari program-program pembangunan, terabaikan hak-haknya baik untuk berpartisipasi atau menikmati hasil pembangunan, buku ini justru memulai upaya untuk memberi perhatian khusus pada perempuan dengan menitikberatkan posisi dan peran reproduksi mereka yang penting dalam pembangunan tersebut, khususnya pembangunan anak-anak negeri.

Ketiga, dari segi isi; buku ini menarik dan menjadi penting karena memulai upaya untuk mengintegrasikan sebuah perspektif dalam pemikiran Islam dalam pembicaraan dan program berkaitan dengan kesehatan dan hak reproduksi perempuan. Buku ini banyak sekali mengambil referensi khazanah kekayaan sumber pengetahuan Islam dari al-Qur’an, hadits atau pemikiran-pemikiran ulama untuk sampai pada penjelasan pentingnya memperhatikan secara khusus kesejahteraan dan kesehatan ibu demi tujuan keselamatan ibu sendiri di saat hamil, bersalin dan menyusui serta kesehatan bayi.

Bab dua menjelaskan kondisi ketertinggalan perempuan Indonesia dalam pembangunan termasuk partisipasi dalam pendidikan yang membuat mereka memiliki resiko lebih besar dalam menghadapi perkembangan hidup. Ketidakmampuan baca tulis (buat huruf) yang dialami banyak perempuan Indonesia saat itu telah membuat perempuan kehilangan hak-hak dan

kemerdekaannya, termasuk dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dan menjalani peran reproduksinya. Dengan kondisi terbelakang dalam bidang pendidikan kaum perempuan tidak memiliki bekal pengetahuan yang memadai dalam menyiapkan perkawinan, termasuk

pengetahuan tentang kehamilan, kelahiran dan perawatan bayi.

Buku ini juga memulai usaha penting meyertakan pemikiran Islam yang memberi hak kemerdekaan seorang perempuan untuk menentukan berbagai pilihan menyangkut hak-hak reproduksinya. Misalnya, pilihan untuk memilih calon suami tidak bisa dilepaskan dari kehendak perempuan, tidak boleh ada paksaan dari pihak manapun. Inilah salah satu hak reproduksi dasar perempuan: memilih sendiri calon suami berdasarkan pertimbangan rasa dan rasionya. Selain hal-hal ”teoritis”, buku ini memberikan informasi teknis berkaitan dengan air susu ibu (ASI), mulai dari pentingnya ASI, manajemen perawatan ASI, hingga petunjuk praktis memberikan ASI yang sehat.

Salah satu yang paling penting, buku ini memuat bab khusus mengenai pentingnya

partisipasi suami dalam program peningkatan kesejahteraan ibu. Ini merupakan pemikiran maju karena selama ini berkembang pandangan bahwa urusan yang berkaitan dengan reproduksi dan pengurusan bayi hanya menjadi tanggung jawab ibu. Secara rinci buku ini menjelaskan peran suami dalam tiga masa reproduksi, yaitu peran di saat istri hamil, peran sewaktu istri dalam persalinan (melahirkan) dan peran di masa istri menyusui. Semua peran tersebut bermuara pada pentingnya partisipasi dalam menjaga keselamatan dan kesehatan ibu di saat hamil, melahirkan dan menyusui dan keselamatan serta kesehatan bayi-bayi mereka. Bisa disimpulkan, keterlibatan suami ikut menjaga istri mereka menjadi salah satu faktor tingginya angka kematian ibu dan anak (KIA).

(11)

dengan bahasa populer, bahasa keseharian, dan berbentuk obrolan alias tanya jawab ini

membahas hal-hal dasar mengenai isu hak reproduksi perempuan dalam pemikiran Islam. Salah satu yang paling penting, lewat buku ini, Masdar memulai inisiatif untuk memasukkan perspektif perempuan, mengutamakan kepentingan perempuan dalam pembicaraan mengenai hak-hak reproduksi dalam Islam.

Buku kecil setebal 245 halaman ini berisi 6 bab, yaitu (1) Mukadimah, (2) Bagaimana memahami Islam?, (3) Perempuan dalam Islam, (4) Hak-hak reproduksi perempuan, (5)

Bermuara pada keadilan, dan (6) Penutup. Dalam Mukadimah, Masdar membuat ilustrasi berisi obrolan keseharian di keluarga Muslim yang berkaitan dengan peran suami-istri dalam keluarga, termasuk peran reproduksi. Seorang nyai sedang kerepotan mengurus pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan PRT-nya. Si PRT sendiri, yang sedang ditinggal pergi suami merantau jauh, sedang mengalami kehamilan bermasalah. Percaya bahwa pekerjaan rumah tangga bukan hanya pada istri, ilustrasi ini bercerita tentang pak kyai, istri ibu nyai itu, yang sedang menjemur pakaian. Dengan Mukadimah ini kita menjadi faham kalau hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak reproduksi perempuan menjadi bagian keseharian hidup kita.

Bab 2 menjadi dasar metodologis bagaimana membicarakan suatu isu dalam Islam, dalam hal ini hak-hak reproduksi perempuan. Selama ini, karena dominasi pemikiran Islam klasik yang tidak memberi ruang bagi kepentingan perempuan dalam membicarakan tema reproduksi, upaya untuk menawarkan pemikiran baru sering dituduh menyalahi ajaran Islam. Agar pembahsan mengenai hak-hak reproduksi perempuan tidak dianggap menyalahi ajaran Islam. Masdar membagi ajaran Islam dalam kelompok ajaran qath’i dan dzanni sebagai fondasi pemikiran untuk mendiskusikan kembali konsep-konsep Islam yang tidak permanen, yaitu kelompok ajaran Islam dzanni. Karena sifatnya yang dzanni, isu-isu tertentu dalam ajaran sangat membutuhkan pemikiran ulang, revisi-revisi agar tetap bisa relevan dengan perkembangan dan perubahan sosial, serta yang lebih penting, bisa ikut menjawab masalah-masalah yang muncul dalam

perubahan itu. Termasuk dalam kelompok ajaran yang dzanni itu adalah beberapa tema mengenai kaum perempuan.

Masdar mulai memfokuskan diskusinya mengenai hak-hak perempuan pada Bab 3. Masdar berusaha membangun argumen bahwa sesungguhnya Islam begitu menghargai hak-hak

perempuan. Cara pandang dan cara tafsir yang tidak sensitif terhadap kepentingan perempuan yang umumnya dibuat oleh ulama laki-laki membuat ajaran luhur Islam malah justru menjadi dasar teologis berbagai peminggiran dan diskriminasi terhadap perempuan. Karena ini persoalan cara pandang dan cara tafsir, maka sangat penting membuat tafsir baru untuk “mengembalikan” keluhuran ajaran asli Islam dalam memberi tempat bagi hak-hak perempuan; atau yang lebih penting, cara pandang baru yang lebih ramah terhadap hak perempuan akan menjadi alternatif dalam pemikiran keislaman mengenai perempuan. Dalam bidang ilmu pengetahuan, misalnya, Masdar mengutip hadits, “Thalab al-‘ilm faridhah ‘ala kull muslim wa muslimah.” Namun, Ibn Hajar al-Haitami, seperti dicontohkan Masdar, justru berftawa bahwa “belajar tulis menulis bagi anak perempuan adalah makruh, alias dibenci oleh agama” (h. 63). Dengan fondasi pemikiran ini, kita mulai masuk ke diskusi lebih spesifik mengenai hak-hak reproduksi perempuan, Bab 4 dalam buku yang sudah beberapa kali dicetak ulang ini.

(12)

Kyai Husein Muhammad dari Pesantren Daruttauhid Cirebon menulis Fiqh Perempuan Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender (2001) dan Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kyai (2007). Dua buku ini memang membahas isu-isu perempuan yang lebih umum, bukan khusus membahas kesehatan dan hak reproduksi, tapi di beberapa bagian menjelaskan beberapa isu terkait reproduksi perempuan. Dalam kedua buku tersebut, Kyai Husein menulis satu bab penting mengenai kebutuhan pendekatan kontekstual yang memperhatikan

perkembangan permasalahan sosial dalam kajian ajaran-ajaran Islam. Kyai Husein menjadikan topic-topik dalam pembahasan kitab fiqh sebagai tema bahasan dalam buku tersebut. Beberapa tema yang terkait dengan isu kesehatan reproduksi adalah aurat, hak-hak perempuan dalam perkawinan (munakahat) dan khitan perempuan. Dengan perspektif hak-hak perempuan Kyai Husein menegaskan pentingnya memberi kedaulatan pada perempuan untuk mengontrol sendiri hak atas tubuh dan seksualitasnya, termasuk hak-hak reproduksi. Khitan perempuan, contohnya, dinilai sebagai sebuah ironi dalam pemikiran fiqh klasik yang memberi hak kontrol pada laki-laki sangat besar atas tubuh perempuan. Dengan aturan khitan perempuan, fiqh klasik hanya memberi hak bagi laki-laki untuk menikmati hubungan seksual, sedangkan perempuan justru harus menyembunyikan kebutuhan seksualnya itu.

Sekelompok ulama muda menulis buku kompilasi berjudul Tubuh, Seksualitas dan

Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda (2002). Masing-masing ulama muda jebolan berbagai pesantren itu, yaitu Syafiq Hasyim, Badriyah Fayumi, Marzuki Wahid dan Abdul Moqsith Ghazali membahas tema-tema tertentu dalam khazanah fiqh Islam berkaitan dengan isu reproduksi. Buku ini melanjutkan wacana pentingnya mengedepankan perspektif hak-hak reproduksi perempuan dalam pembicaraan mengenai isu reproduksi dalam Islam, khususnya dalam pemikiran fiqh. Beberapa tema yang diperbincangkan dalam buku adalah masturbasi (onani), haidh, nifas dan istihadhah, menyusui, KB, ‘iddah dan ihdad serta isu seksualitas.

Buku Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantin (2007) yang diterbitkan PP Fatayat NU memiliki posisi penting sendiri sebagai buku panduan pra nikah berkaitan dengan kesehatan dan hak reproduksi. Seperti umum terjadi, masyarakat kita sering tidak

memperhatikan pentingnya pengetahuan akan kesehatan dan hak reproduksi bagi masing-masing pasangan suami istri. Dengan pembahasan yang disertai penjelasan berdasarkan khazanah pemikiran Islam, buku ini menyediakan informasi bagi calon pasangan pengantin tentang perencanaan pernikahan, menstruasi, berhubungan seksual, kehamilan, persalinan, air susu ibu, khitan, KB, kehamilan yang tidak dikehendaki dan Aids. Dengan pengetahuan mengenai hal-hal tersebut, pasangan suami-istri akan lebih siap mengarungi bahtera perkawinan dan bisa selalu menjaga kesehatan reproduksi dan memenuhi hak reproduksi masing-masing.

Terakhir, saya hendak mengenalkan sebuah buku penting mengenai isu kesehatan dan reproduksi dalam Islam, Fikih Aborsi: Wacana Hak Reproduksi Perempuan (2006) karya Maria Ulfah Anshor. Buku ini mengekplorasi berbagai pandangan fiqh dalam Islam yang berkaitan dengan pengguguran kandungan. Yang paling menarik dan paling penting tentu saja karena buku berusuha menelusuri segala informasi dalam fiqh mengenai persoalan ini. Pandangan fiqhiyyah dari fuqaha’ termasuk kelompok empat yang mayoritas (madzahib al-arba’ah) dikaji Maria Ulfah lalu disajikan dengan bahasa yang mudah dicerna. Hasil kajiannya menegaskan bahwa pandangan fiqh mengenai masalah ini nyata-nyata tidak tunggal. Yang tak kalah penting lagi, kajian Maria Ulfah yang juga Ketua Fatayat NU ini menggunakan perspektif hak-hak reproduksi perempuan yang membuat pilihan kita terhadap ragam corak pandangan fiqh mengenai

(13)

yang aman, tidak membahayakan diri, bahkan tidak menyebabkan kematian seperti yang

diakibatkan cara-cara pengguguran kandungan yang tidak aman. Pada akhirnya buku ini menjadi penting karena memberi landasan berfikir bagaimana seharusnya pandangan fiqhiyyah

diterapkan saat ini ketika menghadapi persoalan pengguguran kandungan.

Bagi kaum Muslim, kitab-kitab fiqh merupakan sumber tak terhingga mengenai isu kesehatan reproduksi. Hampir seluruh kitab fiqh ‘ibadah memasukkan nifas, haid, khitan, tanda-tanda akil balig, dan sebagainya. Sayangnya, dalam kondisi di mana pengetahuan mengenai hak-hak reproduksi dan kesadaran akan kesehatan reproduksi masih lemah, sumber-sumber bacaan yang berharga tersebut tak banyak digunakan sebagai media penyebaran informasi kesehatan dan hak reproduksi. Buku-buku baru dari Masdar Mas’udi dan kawan-kawan di atas membantu membuka pintu bagi penelusuran dan pemanfaatan sumber-sumber informasi dalam fiqh tersebut, tentu dengan perspektif hak-hak reproduksi perempuan sebagai kuncinya.

Khatimah:

yang Tahu dan yang Selamat

Sebagai kata penutup, saya ingin mengutip kalimat Meiwita Budhiharsana, perwakilan Ford Foundation di Indonesia, dalam tulisan pengantar untuk buku Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, ”Pengetahuan adalah kekuatan. Sebaliknya, ketidaktahuan merupakan sumber rasa tidak percaya diri, rasa bersalah, rasa tidak berharga, atau rasa rendah diri.” Demikian juga terkait pengetahuan mengenai

kesehatan dan hak reproduksi. Sekian banyak perempuan, sekian banyak remaja, sekian banyak bayi harus menjadi korban ketidaktahuan akan kesehatan dan hak reproduksi. Menjadi tahu dalam hal ini adalah sebuah kewajiban untuk menyelamatkan sekian banyak perempuan, remaja dan bayi-bayi itu.

Tentu saja, tak cukup hanya dengan tahu. Pengetahuan hanyalah jalan agar kita menyadari betapa masih beratnya persoalan terkait kesehatan dan hak reproduksi. Setelah tahu yang

menghasilkan kesadaran, kita juga perlu melakukan langkah-langkah strategis secara aktif untuk berpartisipasi menyumbang penyelesaian masalah ini. Di sinilah pengetahuan menjadi factor penting agar kita terhindar dari bahaya dan masalah berat terkait kesehatan reproduksi.

Terakhir, banyak di antara buku-buku dan media informasi lain mengenai kesehatan dan hak reproduksi disediakan cuma-cuma. Silahkan kontak lembaga-lembaga penerbit buku tersebut untuk kemungkinan bisa mendapatkannya. Wallahu’alam bi al-shawab.

Farid Muttaqin; nyantri di pesantren Darussalam Ciamis Jawa Barat dan lulus S1 dari Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah. Sejak 2001, aktif bersama PUAN Amal Hayati

(14)

Daftar Lembaga Kontak

1. Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP)

2. Departemen Kesehatan

3. BKKBN

4. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

Jl. Hang Jebat III/F3, Kebayoran Baru, Jakarta 12120 Telp. : (021) 7245905, 7207372, 7394123

Faks : (021) 7394088

Email : pkbinet@idola.net.id, kespro@idola.net.id

5. Yayasan Mitra Inti

Jl. Mampang Prapatan IV No. 5 Tegal Parang Mampang Prapatan Jakarta Telp. : (021) 7991890, 7993426

Email : yminti@indosat.net.id

6. Rahima

Jl. Pancoran Timur IIA No. 10 Perdatam Pasar Minggu Jakarta Selatan Telp. : (021) 7984165, 7982955

Website : www.rahima.or.id Email : rahima2000@cbn.net.id

7. Fatayat NU

8. Forum Parlemen Indonesia dan Kependudukan Pembangunan

Ruang 2327 Lt 23 Gd Nusantara I DPR-RI Jl. Gatot Subroto Senanyan Jakarta Telp. : (021) 5756366

Email : ifppd2802@yahoo.com

9. Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP)

(15)

Daftar Buku dan Media Informasi Lain

Infeksi Saluran Reproduksi pada Perempuan Indonesia (Siti Nurul Qomariah, Pusat Komunikasi Kesehatan Berperspektif Gender, 2001)

Modul Kesehatan Reproduksi Remaja (Rusdin M Nur, PP LKKNU, 2005)

Tanya Jawab Seputar Seksualitas Remaja (Panduan untuk Tutor dan Penceramah) (PKBI, tt)

Tiga Puluh Tahun Cukup: Keluarga Berencana dan Hak Konsumen (Dadang Juliantoro, Sinar Harapan, 2000)

Menuju Pelayanan Persalinan Terpadu (Lestari H, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, 1997)

Penatalaksanaan Klinik Pasca Abortus dan Komplikasinya (G Adriaansz, AVSC, 1998)

Aborsi, Sikap dan Tindakan Paramedis (Sri Emiyati, PSKK UGM, 1997)

Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan (Bagus Ida Manuaba, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998)

Provincial Reproductive Health & MPS Profile in Indonesia (CD) (Departmemen Kesehatan dan WHO, tt)

Referensi

Dokumen terkait

Kelas ibu hamil adalah salah satu upaya dalam menurunkan angka kematian ibu karena sekarang banyak ibu hamil yang tidak mengetahui bahwa dirinya termasuk dalam

Hasil pengujian dan perhitungan dengan menggunakan datasheet , sumber data WHO dan rumus segitiga didapatkan disain yang baik dari Lampu PJU Otomatis dengan

Tidak ada juga perbedaan yang signifikan rata-rata nilai kualitas anak antara anak dengan penyakit penyerta dan tanpa penyakit penyerta, tidak ada hubungan antara

kepribadian penutur yang ingkar itu meliputi 15 aspek kepribadian yang diungkapkan satu kaili oleh penutur, yaitu: pendirian/sikap, keayakinan belah dua, pengakuan

Jadi jelas, bahwa nilai-nilai pluralisme dalam Islam dapat dijumpai dalam Al- Qur’an. Indonesia yang memiliki masyarakat yang plural seharusnya dapat mengambil pelajaran dari

Hanya sebagian kecil mahasiswa yang tidak mengalami kesalahan ketika berhadapan dengan problem solving (penyelesaian masalah) tentang soal-soal aplikasi integral dalam fisika..

Berdasarkan analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran problem based instruction pada subtema keindahan alam negeriku dapat

LBM vaporl づざ  キ LBMliquid stごごj ・..[ニと示i§jドゾミとこ2ensate a)Steam-LBMcondenser/evaporator LBMvapor   → Hotwater ・a− → Hotwater