• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Gambaran Perilaku Tentang Seks Bebas Pada Pelajar SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Gambaran Perilaku Tentang Seks Bebas Pada Pelajar SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan Tahun 2012"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar. Menurut Skiner (1938) (dalam Notoadmodjo, 2007) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau ransangan dari luar. Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skiner membedakan adanya dua respon, yakni:

a. Respondent respons atau reflesive, yakni respon yang ditimbulkan oleh ransangan-ransangan (stimulus tertentu).

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulu s atau perangsang tertentu.(Notoadmodjo, 2007)

2.1.2 Bentuk Perilaku

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

(2)

2.1.3 Perubahan Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2003), perubaha n perilaku dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:

a. Perubahan alamiah (natural change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamia. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat didalamnya akan berubah.

b. Perubahan terencana (planned change)

Perubahan ini memang karena direncanakan subjek. c. Kesediaan untuk berubah (readdiness change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima perubahan tersebut (berubah perilaku) dan sebagian orang lagi sangat lambat. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan yang berbeda-beda untuk berubah. (Notoadmodjo, 2003)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dariLawrence Green(1980) (dalam Notoadmodjo, 2007). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal -hal yang berkaitan dengan kesehatan, syste m nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enambling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

(3)

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. (Notoadmodjo, 2007) 2.1.5 Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974) (dalam Notoadmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru atau berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness(kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus.

c. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.(Notoadmodjo, 2007)

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Ali dan Asrori, 2004).

(4)

Menurut defenisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rema ja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun (Sherris (ed), 2000). Menurut WHO defenisi tentang remaja lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi (Sarwono, 2006).

2.2.2 Tahap Perkembangan Remaja

Menurut ciri-ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

a. Masa remaja awal (10-12 tahun), dengan ciri khas antara lain: 1) Lebih dekat dengan teman sebaya.

2) Ingin bebas.

3) Lebih banyak memperha tikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b. Masa remaja tengah (13 -15 tahun), dengan ciri khas antara lain: 1. Mencari identatas diri.

2. Timbulnya keinginan untuk kencan. 3. Mempunyai rasa cinta yang mendalam. 4. Mengembangkan kemampuan ber pikir abstra. 5. Berkhayal tentang aktivitas seks.

c. Masa remaja akhir (16-19), dengan ciri khas antara lain: 1. Pengungkapan kebebasan diri.

2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya. 3. Mempunyai citra jasmani dirinya.

4. Mampu berpikir abstrak (Depkes, 2003). 2.2.3 Karakteristik Masa Remaja

Hurlock (2007) menyatakan bahwa masa remaja mempunyai ciri -ciri atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut meliputi:

1. Masa remaja sebagai per iode penting

(5)

Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental yang cepat. Semua kejadian perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada periode ini status remaja menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada ma sa remaja, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Disisi lain, status remaja yang tidak jelas tersebut memberikan keuntungan karena status tersebut memberi ruang dan waktu mereka untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan p ola perilaku, nilai dan sikap yang paling sesuai bagi dirinya.

3. Masa remaja sebagai usia perubahan

Saat perubahan fisik berlangsung dengan cepat maka akan terjadi juga perubahan sikap dan perilaku dengan cepat dan sebaliknya.

4. Masa remaja sebagai ma sa bermasalah

Berbagai masalah yang terjadi dimasa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ada dua alasan penyebabnya yaitu remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah yang dihadapinya karena pada masa kanak -kanak segala masalah diselesaikan oleh orang tua ataupun guru. Alasan kedua para remaja merasa telah mandiri sehingga menolak bantuan orang tua atau guru dengan alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri. Karena tidak mampu maka banyak kegagalan yang seringkali disertai dengan akibat ya ng tragis.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah suatu upaya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di masyarakat. Salah satu cara memunculkan identitas adalah dengan menggunkan simbol status yan g modah terlihat seperti model pakaian, gaya hidup dan pergaulan, jenis kendaraan dan lain -lain.

6. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

(6)

banyak kalangan dewasa takut bertanggung jawab dan bersikap tid ak simpatik terhadap perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja memandang dirinya dan orang lain seperti yang diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terutama dalam hal cita -cita. Cita-cita yang tidak realistik ini bukan hanya kepada dirinya semata tetapi juga terhadap teman -teman dan keluarganya. Kondisi ini menyebabkan meningginya emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita -citanya tidak realistis maka individu tersebut semakin menjadi pemarah.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja mulai lebih memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum -minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, terlibat dalam perbuatan seks. Mereka m enganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan. Hurlock (2007)

2.2.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja

Pratiwi (2004) mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor. Fakto r–faktor tersebut adalah :

1. Biologis

Yaitu, perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal yang dapat menimbulkan perilaku seksual.

2. Pengaruh Orangtua

kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaj a dalam masalah seksual, dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual.

3. Pengaruh teman sebaya

(7)

4. Akademik

Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan perilaku seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah.

5. Pemahaman

Pemahaman kehidupan sosial akan membuat remaja mampu untuk mengambil keputusan ya ng akan memberikan pemahaman perilaku seksual dikalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilai – nilai yang dianutnya akan menampilkan perilaku seksual yang sehat.

6. Pengalaman Seksual

Semakin banyak remaja menden gar, melihat dan mengalami hubungan seksual maka semakin kuat stimulasi yang mendorong munculnya perilaku seksual tersebut, misalnya melihat gambar –gambar porno diinternet ataupun mendengar obrolan dari teman mengenai pengalaman seksual.

7. Pengalaman dan Penghayatan Nilai –Nilai Keagamaan

Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai – nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.

8. Faktor Kepribadian

Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan membuat remaja mampu mengambil dan membuat keputusan.

9. Pengetahuan mengenai Kesehatan Reproduksi

Remaja yang memiliki pemahaman secara b enar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami perilaku seksual serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.

(8)

pengalaman seksual, pengalaman dan penghayatan nilai – nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.

2.3 Seks Bebas

2.3.1 Pengertian Seks Bebas

Seks bebas merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa dilandasi oleh suatu ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini cenderung disukai oleh anak muda terutama kalangan r emaja yang secara bio -psikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan (Amirudin dkk, 1997).

Pada hakekatnya, dalam eksesivitasnya seks bebas itu tidak ada bedanya denganpromiscuityatau campur aduk seksual tanpa aturan (Kartono, 200 7).

Dalam beberapa tahun terakhir ini telah disaksikan adanya perubahan yang sangat besar dalam sikap terhadap kegiatan seksual. Pandangan mengenai hubungan seksual pranikah sekarang lebih terbuka dan bebas dibandingkan dengan pandangan masa lalu. Para remaja mendapatkan tont onan seks yang merangsang dalam majalah, televisi, dan bioskop, tanpa ada batasnya. Metode pencegahan kelahiran yang berhasil dan adanya sarana menggugurkan mengurangi perasaan takut hamil. Semua perubahan ini sekarang memberi lebih banyak kebebasan kepada individu yang baru matang. (Atkinson, 2002)

2.3.2 Perilaku Seksual

Berbagai perilaku seksual remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai berikut :

1. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buru k berupa manipulasiterhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan guncangan pribadi dan emosi.

2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai ciuman dan sentuhan -sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

(9)

mengendalikan atau kegagalan dalam mengalihkan dorongan tersebut. Kegiatan lain yang masih dapat dikerjakan. Contohnya, menonton atau membaca hal-hal yang berbau pornogafi, dan berfantasi.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncu l pada remaja, oleh karena itu bila ada penyaluran yang tidak sesuai (pra -nikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. (Gunarsa, dkk, 2000).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks untuk pertama kali :

- Waktu / saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang dialaminya.

- Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.

- Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan, pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.

- Kondisi keluarga yang yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak -anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.

- Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan mudah mendapatkan akses ke tempat -tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntutan, mereka mencari kesempatan memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu. - Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang -kadang saling ingin

menunjukkan kematangannya. Misalnya : mereka (pria) i ngin menunjukkan bahwa mereka mampu membujuk pasangannya untuk melakukan hubungan seks.

- Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya. - Penerimaan aktifitas seksual dari pacarnya.

(10)

2.3.4 Tingkatan-Tingkatan Menurut Derajat Keintiman

a. Tingkatan pertama berupa pegangan -pegangan tangan, pelukan - pelukan ringan, meletakkan tangan ke pundak, ciuman ringan di pipi dan bibir. b. Tingkatan kedua berkembang menjadi pelukan yang lebih mendalam,

ciuman pada dahi dan mata, memepat telinga, adu mulut dengan lidah, dan mengusap pinggang.

c. Tingkatan ketiga yaitu mencumbui buah dada.

d. Tingkatan keempat yaitu melakukan perangsangan pada bagian - bagian organ seksual. Pada tingkatan inilah biasanya remaja sulit mengendalikan nafsu seksualnya, sehingga bisa mengakibatkan ke arah tindakan atau aktivitas seks bebas. Yaitu melakukan hubungan intim atau hubungan kelamin sebelum menikah ( Lim Su Min, 200 7).

2.4 Dampak Dari Melakukan Hubungan Seksual Pra -Nikah 2.4.1 Aspek Medis

Dari aspek medis, melakukan hubungan seksual pra -nikah memiliki banyak konsekuensi, yaitu sebagai berikut :

- Kehamilan yang Tidak diinginkan (KTD) pada usia muda

Mudanya usia ditambah lagi minimnya informasi tentang ”bagaimana seorang perempuan bisa hamil” , mempertinggi kemungkinan terjadinya

kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut data PKBI (Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia), 37.700 perempuan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Dari jumlah itu, 30% adalah masih remaja, 27,0% belum menikah, 12,5% masih berstatus pelajar dan sisanya adalah ibu rumah tangga (Adiningsih, 2007)

- Aborsi

(11)

700 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja (perempuan) berusia di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,13% dari semua kasus aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak dinginkan (Adiningsih, 2007)

- Meningkatkan resiko terkena kanker rahim

Boyke Dian Nugroho mengungkapkan bahwa hubungan seksual yang dilakukan sebelum usia 17 tahun resiko terkena penyakit kanker mulut rahim menjadi empat hingga lima kali lipat lebih tinggi (Adiningsih, 2007).

- Terjangkit Penyakit Menular Seksual (PMS)

PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan berganti -ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Bila tidak diobati dengan benar, penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti terjadi nya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian. Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS. Di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah gonore (GO), sifilis (raja singa), herpes kelamin, klamidia, tikomoniasis va gina, kutil kelamin hingga HIV/AIDS (Djuanda, 2007)

2.4.2 Aspek Sosial-Psikologis

Dari aspek-psikologis, melakukan hubungan seksual pra -nikah akan menyebabkan remaja menjadi memiliki perasaan dan kecemasan tertentu, sehinggabisa mempengaruhi kondisi kualit as sumber daya manusia (remaja) di masa yang akan datang. Kualitas SDM remaja ini adalah :

1. Kualitas Mentalis. Kualitas mentalis remaja laki -laki dan perempuan yang terlibat perilaku seksual pra -nikah akan rendah bahkan cenderung memburuk. Mereka tidak memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi, karena dibayangi masa lalunya. Cepat menyerah pada nasib, tidak sanggup menghadapi tantangan dan ancaman hidup, rendah diri dan berkompetisi.

(12)

3. Kualitas keberfungsian keluarga. Seandainya mereka (remaja) menikah dengan cara terpaksa, akan mengakibatkan kurang dipahaminya peran -peran baru yang disandangnya untuk membentuk keluarga yang sakinah

4. Kualitas ekonomi keluarga. Kualitas ekonomi yang dibangun oleh keluarga yang menikah karena terpaksa, akan mengalami kurangnya persiapan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.

5. Kualitas pendidikan. Remaja yang terlibat perilaku seksual pra -nikah, kemudian menikah, tentunya akan memilki keterbatasan terhadap pendidikan formal.

6. Kualitas partisipasi dalam pembangunan. Karena kondisi fisik, mental dan sosial yang kurang baik, remaja yan g terlibat perilaku seksual pra -nikah, tidak dapat berpatisipasi dalam pembangunan (Iriany, 2005).

2.5 Pendidikan Seksual

Menurut Sarlito (2005), pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, melipu ti proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma -norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang di lazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan -aturan yang berlaku di masyarakat.

(13)

dengan kondisi masyarakat, guna mengurangi konflik dan mitos -mitos yang salah selama ini berkembang dimasyarakat. Tentunya setelah mengetahui kesehatan reproduksi dan resiko-resiko serta konsekuensi yang harus ditanggung jika melakukan hubungan seks pra nikah, yang akan membuat remaja lebih berhati -hati dan menjaga dirinya, termasuk ketikamemutuskan untuk berpacaran. Dengan adanya pendidikan seks, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan intelektual remaja.

2.5.1. Tujuan Pendidikan Seksual

Referensi

Dokumen terkait

drop atau tidak digunakan. Soal yang valid adalah sebanyak 22 soal dan drop 8 soal dari. total 30 butir soal dengan tingkat

Antipsikotik konvensional juga disebut dengan tipikal antipsikotik. Neuroleptik yang termasuk golongan ini yaitu chlorpramazin, haloperidol, loxapine, dan

5ada bayi dan anak usia dibaah  atau 6 tahun, jenis pernapasan adalah pernapasan diagragma atau pernapasan abdomen.3olume oksigen yang di ekspirasi oleh bayi dan anak 4

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Sikap masyarakat khususnya suami di Surabaya tentang pemberitaan “Ibu Baik-Baik Terancam Suamu Nakal” di Jawa Pos adalah respon yang diberikan oleh masyarakat

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

Pelayanan KB di RS sangat potensial memberikan sumbangan pencapaian target program KB Nasional, dapat menjadi peluang sasaran pelayanan KB (menurunkan unmeet need ) dan