BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan berorientasi laba adalah
untuk memperoleh keuntungan guna memaksimalkan nilai perusahaan dalam
rangka mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan
datang. Perusahaan yang pada awalnya merupakan perusahaan berskala kecil akan
berusaha untuk menjadi perusahaan yang lebih besar agar nilai perusahaan
tersebut meningkat. Untuk berkembang ke tahap yang lebih besar, perusahaan
perlu melakukan perluasan usaha atau yang dikenal dengan istilah ekspansi. Motif
perusahaan melakukan perluasan usahanya sangat beragam, misalnya untuk
meningkatkan jumlah konsumen dalam rangka meningkatkan penjualan dan
menciptakan arus kas masuk yang lebih besar dimasa depan, motif efisiensi terkait
kebijakan perusahaan dalam menghemat biaya operasional, motif untuk
meningkatkan daya saing perusahaan, dan lain-lain.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perusahaan perlu melakukan investasi.
Aktivitas investasi merupakan unsur penting dari operasi perusahaan, dimana
penilaian kinerja keuangan perusahaan biasanya merupakan hasil pengukuran dari
aktivitas investasi yang telah dilakukan perusahaan dalam suatu periode. Investasi
ini pada tahapan selanjutnya akan meningkatkan kegiatan operasional dan biaya
modal sehingga dibutuhkan pendanaan yang cukup untuk mendanai setiap
Haming dan Basalamah (2003:3) menyatakan bahwa investasi secara
umum diartikan sebagai keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang untuk
membeli aktiva riil atau aktiva keuangan dengan tujuan untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih besar di masa yang akan datang. Keputusan penanaman
modal tersebut dapat dilakukan oleh individu atau suatu perusahaan yang
memiliki kelebihan dana. Sebelum melakukkan investasi, diperlukan
pertimbangan-pertimbangan terhadap prospek keuntungan dan kelayakan
investasi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut nantinya akan berkaitan keputusan
investasi.
Menurut Syahyunan (2004:2), terdapat tiga fungsi manajemen keuangan
yang mencakup 3 (tiga) keputusan keuangan yaitu keputusan investasi (investment decision), keputusan pendanaan (financing decision), dan kebijakan dividen (dividen policy). Ketiga keputusan ini saling memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain dan bersinergi dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Sartono (2001:6) menyatakan bahwa keputusan investasi dalam ruang
lingkup perusahaan pada dasarnya adalah keputusan yang menyangkut
pengalokasian dana yang berasal dari dalam maupun dana yang berasal dari luar
perusahaan pada berbagai bentuk investasi. Secara garis besar, keputusan
investasi dapat dikelompokkan ke dalam investasi jangka pendek dan investasi
jangka panjang. Keputusan investasi mempunyai dimensi waktu yang panjang,
sehingga keputusan yang diambil harus dipertimbangkan dengan baik karena
mempunyai konsekuensi berjangka panjang pula (Ratmawati:2013). Oleh sebab
mencari alternatif-alternatif investasi terbaik untuk kemudian dianalisis, dan dari
hasil analisis tersebut kemudian diambil keputusan investasi manakah yang
terbaik untuk dilaksanakan. Dengan kata lain, manajer keuangan harus dapat
mengambil keputusan investasi yang tepat.
Keputusan investasi memiliki keterkaitan dengan keputusan pendanaan.
Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan
komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan dalam membiayai
kegiatan operasionalnya. Secara umum, dana dapat diperoleh dari luar perusahaan
(external financing) maupun dari dalam perusahaan (internal financing). Hal ini akan memunculkan beberapa pertimbangan mengenai kebijakan pendanaan
manakah yang paling ideal dalam memenuhi kebutuhan modal perusahaan,
apakah dana yang hanya bersumber dari dana internal saja, atau dari dana
eksternal saja, ataukah dana yang bersumber dari kombinasi pendanaan internal
dan eksternal (financing mix).
Mungkin akan sangat ideal apabila perusahaan dapat menggunakan dana
internal untuk membiayai seluruh kegiatan investasinya. Namun pada
kenyataannya, investasi umumnya membutuhkan pendanaan yang jumlahnya
besar sehingga dana internal yang dimiliki perusahaan sering kali tidak
mencukupi untuk membiayai investasi tersebut. Oleh sebab itu, perusahaan dapat
memilih alternatif lain yaitu dengan menggunakan dana yang bersumber dari luar
perusahaan (external financing) untuk mendanai operasionalnya yaitu dengan cara melakukan pinjaman berupa utang atau dengan melakukan penjualan sekuritas
Fenomena ekonomi yang belakangan sering dibicarakan adalah tentang
merosotnya performa dan kinerja keuangan dari perusahaan yang tergabung dalam
Grup Bakrie. Seperti yang dikutip dari website www.news.detik.com terbitan 25 Agustus 2014, sejak krisis global pada tahun 2008, perusahaan yang menjadi
induk dari bisnis keluarga Bakrie yaitu Bakrie &Brothers mulai mengalami kesulitan dalam menjaga asetnya. Perusahaan-perusahaan yang tergabung di
dalamnya terjerat utang, dan sederet perusahaan di bawah Grup Bakrie dilepas.
Padahal sampai 2009, kinerja perusahaan Grup Bakrie tergolong bagus. Saham
tujuh perusahaan mereka menjadi rebutan di bursa dan dijuluki “Bakrie Seven”. Saham Bumi Resources misalnya, sempat disebut “saham sejuta umat” karena
banyaknya investor di Bursa Efek Indonesia yang memegang sahamnya.
Namun setelah 2009, keadaan berbalik. Bakrie &Brothers mengalami kesulitan, terutama karena terjerat utang yang bertumpuk dan seringnya
menggunakan sistem gali lubang tutup lubang. Berita terakhir, salah satu anak
usaha andalannya, Bumi Resources, gagal melunasi surat utang yang jatuh tempo
pada 5 Agustus 2014 sebesar US$ 375 juta atau sekitar Rp 44,77 triliun (kurs
Rp12.000/dollar AS). Akhirnya pada 22 Agustus 2014, Bumi Resources
menyatakan mendapat kesepakatan dengan para pemegang obligasi untuk
mengundurkan jatuh tempo kewajibannya pada 2018.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh Bumi Resources untuk
mendapatkan sumber pendanaan baru adalah dengan melaksanakan penerbitan
saham baru dengan mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau
triliun. Dalam bahan paparan publiknya, yang dikutip detikFinance, Senin
(24/11/2014), Bumi Resources melaporkan jumlah penggunaan dananya. Dana
hasil rights issue tersebut kurang dari separuh target awal yaitu sebesar Rp 7,7 triliun. Sebagian besar dari dana yang didapatkan tersebut digunakan untuk
melunasi kewajiban perusahaan. Akibat dana yang didapatkan lebih kecil dari
target awal, banyak rencana yang masuk prospektus terpaksa dibatalkan. Pertama,
melunasi pinjaman kepada beberapa kreditur senilai Rp 3,16 triliun. Kedua,
merealisasikan anggaran proyek untuk Blok 13 dan Blok R2 dari konsensi
hidrokarbon senilai Rp 552 miliar. Dan yang terakhir adalah melakukan feasibility study konsensi tembaga dan emas di Gorontalo sebesar Rp 374,6 miliar.
Dalam manajemen keuangan, hutang diibaratkan seperti sebuah
pengungkit (leverage) yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendongkrak pertumbuhan investasi dan kinerja keuangannya. Jika perusahaan
hanya mengandalkan dana internal saja, tentunya perusahaan akan mengalami
kesulitan dalam melakukan kegiatan investasi atau ekspansi usaha seandainya
dana yang dibutuhkan sangatlah besar. Bumi Resources adalah salah satu contoh
dari sekian banyak perusahaan yang memanfaatkan utang untuk mendanai
kegiatan investasinya. Namun pada kasus utang yang menjerat Bumi Resources,
tampaknya utang yang besar bukanlah menjadi sebuah jaminan kesuksesan
investasi perusahaan dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilihat pada saat Bumi
Resources mendapatkan dana baru dari hasil rights issue, dimana dana yang didapatkan lebih banyak dihabiskan untuk pembayaran utang dan beban bunga,
Menurut Jensen (1986), penggunaan utang dapat mencegah terjadinya
pemborosan dan investasi yang berlebihan karena penggunaan utang dapat
mengurangi jumlah arus kas bebas yang dimiliki perusahaan sehingga dapat
membatasi manajer dalam melakukan pemborosan atau melakukan investasi yang
tidak menguntungkan bagi perusahaan. Selain itu, penggunaan utang juga akan
meningkatkan risiko terjadinya financial distresssehingga manajer akan lebih berhati-hati dalam membuat keputusan investasi agar manfaat yang diberikan atas
penggunaan utang lebih besar dari risiko yang ditimbulkannya.
Namun pada kasus Bumi Resources, manfaat yang didapatkan atas
penggunaan utang tampaknya tidak lagi sebanding dengan risiko kerugian yang
ditimbulkan akibat penggunaan utang tersebut, dimana perusahaan mengalami
kesulitan dalam membayar bunga maupun pinjaman pokok yang sudah jatuh
tempo. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa utang dalam manajemen
keuangan diibaratkan seperti pengungkit (leverage), yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan investasi dan ekspansi bisnis perusahaan. Namun
pada kasus ini, utang seakan menjadi katrol yang menggiring perusahaan pada
ketidakmampuan dalam melunasi kewajibannya dan berdampak pada
terhambatnya rencana investasi perusahaan.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis pengaruh
kebijakan pendanaan terhadap keputusan investasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Saragih (2008) dan Hidayat (2010) menyatakan bahwa kebijakan pendanaan
mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan investasi. Hasil yang sama juga
kebijakan pendanaan (leverage) berpengaruh positif terhadap keputusan investasi. Namun hasil yang berbeda dikemukakan oleh Bao (2010), Franklin (2010), Okuda
(2012), Ratmawati (2013), dan Zaki (2013) yang menyatakan bahwa kebijakan
pendanaan berpengaruh negatif terhadap keputusan investasi.
Profitabilitas juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
keputusan investasi. Menurut Syahyunan (2004:83), profitabilitas adalah sebuah
ukuran yang digunakan untuk mengukur bagaimana kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh pihak
manajemen. Perusahaan yang profitable pada umumnya lebih cenderung menggunakan bagian laba ditahan untuk mendanai kegiatan investasi dalam
rangka untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa yang akan
datang. Artinya, jika laba yang diterima perusahaan semakin besar, maka peluang
perusahaan untuk meningkatkan investasinya juga akan semakin besar. Selain itu,
analisis profitabilitas juga terkait dengan masalah bagaimana memperkirakan
prospek keuntungan suatu investasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang
agar tidak tejadi kerugian investasi. Suatu investasi dikatakan menguntungkan
apabila investasi tersebut dapat memberikan keuntungan dan manfaat yang lebih
besar dari apa yang telah yang telah diinvestasikan atau dikorbankan.
Penelitian terdahulu yang menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap
keputusan investasi dilakukan oleh Franklin (2011), Akwan (2011), dan Wijaya
(2011). Penelitian-penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan dimana
profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan investasi. Sedangkan
berpengaruh positif terhadap keputusan investasi namun pengaruhnya tidak
signifikan. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Komariah (2012)
menghasilkan kesimpulan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
keputusan investasi.
Keputusan investasi juga dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang
dimilki perusahaan atau yang disebut dengan likuiditas perusahaan. Aktiva lancar
yaitu aset perusahaan yang mudah diubah menjadi kas yang terdiri dari kas, surat
berharga, piutang, dan persediaan. Perusahaan harus dapat menjaga kestabilan
likuiditasnya agar tidak menganggu kelancaran aktivitas perusahaan untuk
melakukan investasi dan untuk menjaga kepercayaan pihak luar terhadap kinerja
perusahaan (Hidayat:2010). Likuiditas yang buruk akan berdampak pada
menurunnya kepercayaan pihak luar seperti investor atau kreditur terhadap
perusahaan sehingga akan menyulitkan perusahaan dalam mendapatkan
pendanaan eksternal guna mendanai kebutuhan investasinya.
Brigham dan Houston (2001:106) menyatakan bahwa likuiditas
menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan utang lancar yang dimiliki
perusahaan, dan bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan aktiva
lancar untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo.
Perusahaan dinilai mampu (capable) memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo apabila jumlah harta lancar yang dimiliki lebih besar daripada utang lancar.
Pengertian tersebut secara eksplisit mengandung makna apakah perusahaan
lancaratau tidak. Perusahaan yang likuiditasnya rendah berarti memiliki aktiva
lancar yang sedikit. Sementara perusahaan dikatakan tidak mengalami kesulitan
dalam mendanai investasinya dengan menggunakan modal sendiri apabila
perusahaan mampu menghasilkan aktiva lancar yang cukup untuk membiayai
investasinya (Hidayat:2010).
Penelitian terdahulu yang meneliti hubungan likuiditas dengan keputusan
investasi dilakukan oleh Capello et al. (2010) dan Hidayat (2013) yang menghasilkan kesimpulan bahwa likuiditas berpengaruh positif terhadap
keputusan investasi. Hasil yang berbeda dikemukakan oleh Anggraeni (2010)
yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh negatif terhadap keputusan
investasi.
Berikut adalah tabel perkembangan kinerja keuanganpada perusahaan
sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut
pada periode 2008-2011:
Tabel 1.1
Rata-rata Kinerja Keuangan Sampel Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI
Sumber: Indonesian Capital Market Directory (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1.1, dapat diamati bahwa kinerja keuangan perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang dilihat dari keputusan
2008-2011. Pada tahun 2008-2009, rata-rata keputusan investasi mengalami
penurunan dari 0,088 menjadi -0,003. Rata-rata kebijakan pendanaan mengalami
kenaikan dari 1,51 menjadi 3,41. Rata-rata likuiditas mengalami penurunan dari
3,37 menjadi 2,83. Rata-rata profitabilitas mengalami penurunan dari 0,282
menjadi 0,010.
Pada tahun 2009-2010, rata-rata keputusan investasi mengalami kenaikan
dari -0,003 menjadi 0,113. Rata-rata kebijakan pendanaan mengalami kenaikan
dari 3,41 menjadi 4,82. Rata-rata likuiditas mengalami penurunan dari 2,83
menjadi 2,31. Rata-rata profitabilitas mengalami kenaikan dari 0,010 menjadi
0,095.
Pada tahun 2010-2011, rata-rata keputusan investasi mengalami kenaikan
dari 0,113 menjadi 0,130. Rata-rata kebijakan pendanaan mengalami penurunan
dari 4,82 menjadi 1,80. Rata-rata likuiditas mengalami kenaikan dari 2,31 menjadi
2,78. Rata-rata profitabilitas mengalami kenaikan dari 0,095 menjadi 0,110.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan nilai keputusan
investasi tidak selalu berbanding lurus dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Berdasarkan fenomena dan uraian yang diungkapkan di atas, maka peneliti
tertarikuntuk melakukan penelitian tentang keputusan investasi. Penelitian ini
membatasi penelitianterhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
investasi, yaitu kebijakan pendanaan, profitabilitas, dan likuiditas. Selanjutnya
keputusan investasi pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah kebijakan pendanaan, profitabilitas, dan likuiditas berpengaruh
signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap keputusan investasi pada
perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
menganalisis dan mengetahui pengaruh kebijakan pendanaan, likuiditas, dan
profitabilitas terhadap keputusan investasi pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak
yaitu:
1. Bagi Perusahaan (Emiten)
Sebagai bahan referensi tambahan dan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan keputusan investasi.
2. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan, wawasan dan mempertajam
dalam pengaruhnya terhadap keputusan investasi di perbankan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi oleh peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian