• Tidak ada hasil yang ditemukan

106906078 Berbagai Pendekatan Matematika untuk Mengembangkan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "106906078 Berbagai Pendekatan Matematika untuk Mengembangkan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Bapak Maulana, M.Pd Sebagai Dosen Mata Kuliah Model Pembelajaran Matematika.

Oleh

Agif Rubiyanto 0903214

Kelas Matematika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS SUMEDANG

UNIVERSITAS PENDIDIKAN

INDONESIA

2012

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika selama ini kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi seperti kemampuan berfikir kreatif dan pemecahan masalah matematis. Padahal, kedua kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut pemikiran kreatif untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Berpikir kreatif mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kemampuan pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan masalah-masalah, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu.

(3)

saat mereka menghasilkan suatu kombinasi baru, dengan bangganya mereka mempertunjukkan kepada orang-orang di sekitarnya. Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah dalam hal ini khususnya masalah matematis, kami membuat makalah yang berjudul “Berbagai Pendekatan Matematika untuk Mengembangkan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa hakikat Matematika?

2. Apa saja peristilahan dalam model pembelajaran? 3. Apa yang dimaksud berfikir kreatif?

4. Apa yang dimaksud pemecahan masalah matematik?

5. Bagaimana mengembangkan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik?

C. Tujuan Penulisan

Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hakikat Matematika.

2. Untuk mengetahui berbagai peristilahan dalam model pembelajaran. 3. Untuk mengetahui yang dimaksud berpikir kreatif .

4. Untuk mengetahui yang dimaksud pemecahan masalah matematik. 5. Untuk mengetahui cara mengembangkan berpikir kreatif dan

kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik. D. Sistematika Penulisan

(4)
(5)

1. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin thematik yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Shadiq, 2010). Berikut beberapa definisi tentang matematika menurut para ahli:

1. Ruseffendi (Shadiq, 2010)

Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

2. James dan James (Shadiq, 2010)

Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsepkonsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika. 3. Reys - dkk (Shadiq, 2010)

(6)

Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

4. Kline (Shadiq, 2010)

Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

2. Hakikat Matematika

a. Matematika Adalah Ilmu Deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif.

Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif. Contoh dalam ilmu fisika, bila seorang melakukan percobaan (eksperimen) sebatang logam dipanaskan maka memuai dan dilanjutkan dengan logam-logam yang lainnya, dipanaskan ternyata memuai juga, maka ia dapat membuat kesimpulan (generalisasi) bahwa setiap logam yang dipanaskan itu dapat memuai.

(7)

b. Matematika Adalah Ilmu Terstruktur

Konsep-konsep mamtematika tersusun secara terstruktur, logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya. Strruktur matematika adalah sebagai berikut :

1) Unsur-unsur yang tidak didefinisikan

Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll.

Unsur-unsur ini ada, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya. 2) Unsur-unsur yang didefinisikan

Dari unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsur-unsur yang didefinisikan.

Misal : sudut, persegi panjang, segitiga, balok, lengkungan tertutup sederhana, bilangan ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll. 3) Aksioma dan postulat

Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat. Misal :

a) Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis. b) Semua sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar.

c) Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat sebuah garis yang tegak lurus ke sebuah garis yang lain.

(8)

Aksioma tidak perlu dibuktikan kebenarannya tetapi dapat diterima kebenarannya berdasarkan pemikiran yang logis.

4) Dalil atau Teorema

Dari unsur-unsur yangtidak didefinisikan dan aksioma maka disusun teorema-teorema atau dalil-dalil yang kebenarannya harus dibuktikan dengan cara deduktif. Misal :

a. Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap

b. Jumlah ketiga sudut pada sebuah segitiga sama dengan 1800 c. Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku

sama dengan Kuadrat sisi miringnya.

c. Matematika Adalah Ilmu Tentang Pola dan Hubungan

Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang merupkan representasinya untuk membuat generalisasi. Misal :

Jumlah a bilangan genap selamanya sama dengan a .

Contoh :

a = 1 maka jumlahnya = 1 = .

Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah

4 = .

Berikutnya 1, 3, 5, dan 7, maka jumlahnya adalah 16 = . dan

(9)

Dari contoh-contoh tersebut, maka dapat dibuat generalisasi yang berupa pola yaitu jumlah a bilangan ganjil yang berurutan sama

dengan

d. Matematika Adalah Bahasa Simbol

Matematika yang terdiri dari simbol-simbol yang sangat padat arti dan bersifat internasional. Padat arti berarti simbol-simbol matematika ditulis dengan cara singkat tetapi mempunyai arti yang luas.

3. Kegunaan Matematika

a. Matematika sebagai pelayan ilmu yang lain.

Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Contoh :

1) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian. 2) Dalam ilmu kependudukan, matematika digunakan untuk

memprediksi jumlah penduduk dll.

3) Dalam seni grafis, konsep transformasi geometric digunakan untuk melukis mosaik.

4) Dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancang alat musik.

5) Banyak teori-teori dari Fisika dan Kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep Kalkulus.

6) Teori Ekonomi mengenai Permintaan dan Penawaran dikembangkan melalui konsep Fungsi Kalkulus tentang Diferensial dan Integral.

b. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.

(10)

1) Memecahkan persoalan dunia nyata

2) Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitungnya

3) Menghitung luas daerah

4) Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain

5) Menghitung laju kecepatan kendaraan

6) Membentuk pola pikir menjadi pola pikir matematis, orang yang mempelajarinya kritis, sistimatis dan logis.

7) Menggunakan perhitungan matematika baik dalam pertanian, perikanan, perdagangan, dan perindustrian.

4. Menumbuhkan Minat Anak Dalam Pembelajaran Matematika

Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri anak-anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara transitif. Proses ini sudah dapat dipahami oleh siswa Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat.

(11)

belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif.

Matematika yang merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh dari sistim itu yang pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi pola pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistim matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak.

Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum formal atau masih konkrit adalah adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru yang mengajar matematika.

Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmuilmu yang lain.

(12)

kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu minat belajar anak harus diperhatikan dengan cermat. Dengan adanya minat belajar pada anak dapat memudahkan membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar matematika. Dengan demikian anak tidak perlu lagi mendapat dorongan dari luar jika belajar yang dilakukannya cukup menarik minatnya. Apabila anak didik menunjukkan minat belajar yang rendah maka tugas guru dan orang tua untuk meningkatkan minat tersebut. Jika guru mengabaikan minat belajar anak maka akan mengakibatkan ketidak berhasilan dalam proses pembelajaran matematika.

(13)

harus dilakukan guru dalam menumbuhkan minat anak dalam belajar matematika

a. Menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan dengan dunia anak, misalnya dengan memanfaatkan lingkungan. Contoh : Mengajar bangun ruang kubus dan balok guru dapat menggunakan ruang kelas dan kotak berbentuk kubus sebagai alat peraga. Mengajar kerucut dapat dikaitkan dengan model topi ulang tahun atau tempat es krim. b. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara dari mudah ke yang sukar

atau dari konkret ke abstrak.

Contoh : Dari mudah ke yang sukar

Lingkaran diajarkan pada tahap awal kemudian dilanjutkan dengan jari-jari dan garis tengah, keliling lingkaran, luas lingkaran dan penggunaan lingkaran pada bangun ruang seperti kerucut, tabung dan bola.

Contoh : Dari konkret ke abstrak

Mengajar penjumlahan bilangan cacah, misalnya 2 + 3 dimulai dengan memberikan model seperti 2 kelereng ditambah 3 kelereng kemudian digabung, sehingga mengahasilkan 5 kelereng. Kemudian dilanjutkan dengan tahap semi konkret dengan gambar 2 kelereng dan 3 kelereng. Berikutnya dilanjutkan dengan tahap abstrak dalam bentuk simbol. c. Penggunaan alat-alat peraga.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara :

1) Langsung yaitu dengan memperlihatkan bendanya sendiri, mengadakan percobaanpercobaan yang dapat diamati anak didik. Misalnya : Guru membawa alat-alat atau benda-benda peraga ke dalam kelas atau membawa anak didik ke laboratorium, kebun binatang dan sebagainya.

(14)

d. Pembelajaran hendaknya membangkitkan aktivitas anak.

Hendaknya anak didik dilatih bekerja sendiri atau turut aktif selama pembelajaran berlangsung, msialnya :

1) Mengadakan berbagai percobaan dengan membuat kesimpulan, keterangan, memberikan pendapat dan sebagainya

2) Memberikan tugas-tugas untuk memecahkan masalah, menganalisis, mengambil keputusan dan sebagainya.

3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing ke arah diskusi. e. Semua kegiatan belajar harus kontras.

Hal-hal yang tidak sama bahkan menimbulkan kontras akan dapat menarik perhatian anak, sehingga dapat menimbulkan minat untuk mengetahui lebih lanjut.

Contoh : segitiga, dikontraskan dengan bangun datar yang lain seperti persegi panjang, jajar genjang, layanglayang dan sebagainya. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik secara aktif dan sadar.

Hal ini berarti bahwa aktivitas berpusat pada anak didik sedangkan guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator (pembimbing) terjadinya proses belajar. Oleh karena itu untuk mengaktifkan siswa dalam belajar maka seorang guru matematika dapat membimbing anak.

B. Peristilahan dalam Pembelajaran 1. Pendekatan pembelajaran

(15)

berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan kedua, pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.

2. Strategi Pembelajaran

Menurut Kemp (Wina Senjaya, 2008) strategi pembelajaran adalah suatu tahapan kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut J. R David, (Wina Senjaya, 2008) dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan

diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: pertama, exposition-discovery learning (pemaparan/penunjukan-penemuan) dan kedua, group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).

Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif (khusus-umum) dan strategi pembelajaran deduktif (umum-khusus). Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu;

a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (output) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

(16)

c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.

d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya,2008).

3. Metode Pembelajaran

Dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya;

a. ceramah; b. demonstrasi; c. diskusi; d. simulasi; e. laboratorium;

f. pengalaman lapangan; g. brainstorming;

h. debat,

i. simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.

4. Teknik Pembelajaran

(17)

relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

5. Taktik Pembelajaran

Taktik Pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni (kiat)

(18)

pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.

6. Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:

a. Model interaksi sosial; b. model pengolahan informasi; c. model personal-humanistik; dan

d. model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

C. Berpikir Kreatif 1. Pengertian Berpikir

(19)

dan berpikir (apabila diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan.

Beyer (Izzati, 2009), mengemukakan bahwa berpikir merupakan manipulasi mental terhadap input dari panca indera untuk merumuskan pikiran, memberi alasan, atau penilaian. Maskanian, (Izzati, 2009), mengemukakan definisi berpikir secara umum, yaitu; menyusun pemikiran dan gagasan dengan penalaran, membentuk sebuah pendapat, menilai, mempertimbangkan, mempekerjakan dan membawa panca indera intelektual seseorang untuk bekerja, memusatkan pikiran seseorang pada suatu subjek yang diberikan.

Lebih rinci, Sagala (Izzati, 2009) mengemukakan bahwa berpikir merupakan proses dinamis yang menempuh tiga langkah berpikir yaitu, pertama, pembentukan pengertian, yaitu melalui proses mendeskripsikan ciri-ciri objek yang sejenis, meklasifikasi ciri-ciri yang sama, mengabstraksi dan menyisihkan, membuang, dan menganggap ciri-ciri yang hakiki; kedua, pembentukan pendapat, yang dirumuskan secara verbal berupa pendapat menolak, menerima atau mengiakan, dan pendapat asumtif, yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal; dan ketiga, pembentukan keputusan atau kesimpulan sebagai hasil pekerjaan akal.

(20)

dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir matematik tingkat rendah (low order mathematical thinking) dan berpikir matematika tingkat tinggi ( high order mathematical thinking). Berpikir kreatif dan pemecahan masalah termasuk jenis berpikir tingkat tinggi (Izzati, 2009).

2. Berpikir Kreatif

Berbicara tentang berpikir kreatif tentu tidak terlepas dari apa yang disebut dengan kreativitas. Menurut Murdock dan Puccio (Izzati, 2009), istilah berpikir kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik, namun kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif.

(21)

Pendapat yang serupa dikemukakan Cotton, K (Izzati, 2009), bahwa berpikir kreatif memiliki karakteristik sebagai berikut: fluency (membangun banyak ide), flexibility (dapat merubah-ubah pandangan dengan mudah), originality (menghasilkan sesuatu yang baru), dan elaboration (membangun ide-ide berdasarkan ide-ide yang lain).

Pendapat lain, dikemukakan oleh Johnson, (Izzati, 2009); berpikir kreatif merupakan sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga.

(22)

Keterampilan berpikir orisinil (originality) yaitu kemampuan untuk membangun sesuatu yang baru, yang tidak biasa, ide-ide cerdas yang berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah. Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.

Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berpikir kreatif, dapat dipahami bahwa berpikir kreatif merupakan bagian keterampilan hidup yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin ketat. Pemikiran kreatif perlu dilatih karena membuat anak lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan. Manusia yang kreatif sangat memungkinkan dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era globalisasi ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara kita bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru dalam anggota masyarakatnya.

D. Pemecahan Masalah Matematik

(23)

diminta menyelesaikan persoalan yang baru bagi orang itu, dan belum memahami cara penyelesaiannya.

Sedangkan pemecahan masalah matematik adalah mengerjakan tugas-tugas matematik yang cara menyelesaikannya belum diketahui sebelumnya, dan pemecahannya tidak dapat dilakukan dengan algoritma tertentu. Untuk menemukan pemecahannya siswa harus menggunakan pengetahuannya, dan melalui proses ini mereka akan mengembangkan pemahaman matematika baru.

Pemecahan masalah matematika seperti halnya pemecahan masalah pada umumnya mempunyai berbagai interpretasi. Menurut Baroody (Izzati, 2009), ada tiga interpretasi pemecahan masalah yaitu: pemecahan masalah sebagai pendekatan (approach), tujuan (goal), dan proses (process) pembelajaran. Pemecahan masalah sebagai pendekatan maksudnya pembelajaran diawali dengan masalah, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika. Pemecahan masalah sebagai tujuan berkaitan dengan pertanyaan mengapa matematika diajarkan dan apa tujuan pengajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai proses adalah suatu kegiatan yang lebih mengutamakan pentingnya prosedur langkah-langkah, strategi/cara yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah sehingga menemukan jawaban.

Walaupun terdapat beberapa interpretasi pemecahan masalah, namun dalam prakteknya semua itu saling melengkapi. Artikel ini membahas tentang pemecahan masalah sebagai kemampuan.

(24)

atau masalah; (2) Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya; (3) Melaksanakan rencana; (4) Menelaah kembali terhadap semua langkah yang telah dilakukan

Memahami masalah artinya membuat representasi internal terhadap masalah, yaitu memberikan perhatian pada informasi yang relevan, mengabaikan hal-hal yang tidak relevan, dan memutuskan bagaimana merepresentasikan masalah. Untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaian, sebaiknya hal-hal yang penting hendaknya dicatat, dan kalau perlu dibuatkan tabelnya atau pun dibuat sket atau grafiknya.

Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya, maksudnya adalah merumuskan model matematika dari soal yang diberikan. Untuk itu, perlu adanya aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh siswa selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan. Kemampuan ini sangat tergantung dari pengalaman siswa dalam menjawab soal. Semakin banyak variasi pengalaman siswa, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana. Melaksanakan rencana, yaitu menyelesaikan model matematika yang telah dirumuskan. Dengan kata lain siswa meyelesaikan soal itu dengan cara yang telah dirumuskan pada tahap dua. Menelaah kembali terhadap semua langkah yang telah dilakukan, yaitu berkaitan dengan penulisan hasil akhir sesuai permintaan soal, memeriksa setiap langkah kerja, termasuk juga melihat alternatif penyelesaian yang lebih baik.

(25)

sesungguhnya, peserta didik harus menarik sejumlah kecakapan dan pengetahuan mereka sebelumnya, kemudian memadukan itu semua dalam suatu cara baru untuk tiba pada suatu penyelesaian. Untuk itu, diperlukan berbagai strategi yang dapat membantu mereka dalam memecahkan masalah. Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah, beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan Pasmep (Izzati, 2009). Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah: Mencoba nilai-nilai atau kasus-kasus yang khusus; Menggunakan diagram; Mencobakan pada soal yang lebih sederhana; Membuat tabel; Memecah tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan; Berfikit logis; Menemukan pola; Bergerak dari belakang.

Selain strategi di atas, Stepelman dan Posamentier (Izzati, 2009) mengemukakan beberapa strategi lagi sebagai tambahan, yaitu; menggunakan komputer, melakukan aproksimasi, menentukan syarat cukup dan syarat perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak menggunakan semua strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai dengan kondisi masalah.

E. Beberapa Pendekatan Matematika

Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatihkan kemampuan kemampuan tersebut. Berikut adalah beberapa pendekatan yang dirasa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematis.

(26)

a. Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Prancis Bacon (Rochmad, 2008) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasrkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak mungkin. Berpikir induktif ialah suatu proses berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertetu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena. Menurut Purwanto (Rochmad, 2008) tepat atau tidaknya kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara induktif bergantung pada refresentatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu makin besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang diambil berarti refrensentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu semakin kecil pula. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan induktif berarti pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu konsep, prinsip atau aturan.

(27)

mengenal pasti dan mentafsir maklumat yang terkandung dalam contoh-contoh khusus itu, kemudian kesimpulan yang diberikan.

Di dalam situasi pelajaran yang menggunakan pendekatan induktif ini, guru boleh mengemukakan contoh yang khusus, diikuti soal jawab untuk membimbing murid-muridnya memerhati, mengkaji, mengenal pasti prinsip atau fakta penting. Waktu menjalankan aktivitas pembelajaran, guru tidak digalakkan memberi sembarang penerangan atau menghuraikan kesimpulan itu. Guru hanya membimbing murid melalui aktivitas soal jawab, mentafsir dan membuat kesimpulan daripada contoh yang dikemukakan.

Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan ada kelemahannya, yakni kesimpulannya tidak menjamin berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam matematika formal hanya dipakai induksi lengkap atau induksi matematik, sehingga dengan menggunakan induksi lengkap, maka kesimpulan yang ditarik dapat berlaku secara umum.

(28)

sesuai digunakan untuk berbagai mata pelajaran, khususnya Matematika, Sains dan Bahasa.

Dalam melaksanakan pembelajaran induktif dengan berkesan (Shadiq, 2010), guru perlu memahami dan mematuhi prinsip-prinsip penggunaan strategi pengajaran induktif yang dihuraikan seperti berikut :

1. Sebelum memulakn proses pembelajaran secara induktif, guru harus menyediakan contoh-contoh yang boleh membantu murid membuat rumusan.

2. Di samping itu soalan-soalan harus disediakan untuk membimbing murid mendapat kesimpulan yang berkenaan.

6. Contoh khusus yang dipilih haruslah sesuai dan mencukupi.

7. Alat bantu mengajar harus disediakan untuk membantu murid mendapatkan kesimpulan yang berkenaan.

8. Aktivitas pembelajaran secara induktif harus melibatkan penggunaan deria-deria murid, khasnya penglihatan, pendengaran, hidu dan sentuh. 9. Proses pembelajaran berdasarkan kaidah induktif harus mengikut urutan

yang tepat, yaitu daripada contoh spesifik kepada umum. b. Pendekatan Deduktif

(29)

pernyataan awal/pangkal sebagai suatu “kesepakatan” yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian, dan istilah/pengertian pangkal yang kita sepakati maknanya. Pengertian pangkal merupakan pengertian yang tidak dapat didefinisikan. Titik, garis, dan bidang merupakan contoh-contoh pengertian pangkal, sebab titik, garis, dan bidang dianggap ada tapi tidak dapat dinyatakan dalam kalimat yang tepat (Rochmad, 2008). Pernyataan-pernyataan pangkal yang memuat istilah atau pengertian tersebut dinamakan aksioma atau postulat. Dengan penalaran deduktif dari kumpulan aksioma yang menggunakan pengertian pangkal tersebut, kita dapat sampai kepada teorema-teorema yaitu pernyataan-pernyataan yang benar.

Hubungan antar unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma dan dalil dapat digambarkan sebagai berikut:

(30)

Memang Anda betul bahwa para matematis itu menyususn (menemukan) matematika atau bagiannya itu secara induktif, tetapi begitu suatu pola, aturan, dalil-dalil itu ditemukan maka dalil itu harus dapat dibuktikan kebenarannya secra umum (deduktif).

Untuk membuktikan teorema dan menentukan jawab soal yang menggunakan pendekatan deduktif pola berpikirnya sama, yaitu menentukan dulu aturan untuk memberlakukan keadaan khusus sehingga didapat kesimpulan. Selanjutnya erat pula kaitannya dengan generalisasi deduktif dalam matematika adalah cara-cara pembuktian dalil / aturan/ sifat. Dalil / aturan / sifat dalam matematika merupakan generalisasi yang dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Untuk keperluan itu, ada beberapa macam cara pembuktian yang umumnya sudah jelas terlihat proses.

Deduktifnya, seperti cara modus ponen, modus tolens, implikasi positif, kontra positif, kontra contoh, bukti tidak langsung, dan induksi matematika (Shadiq, 2010) Dalam pelaksanaannya, mengajar dengan pendekatan deduktif akan lebih banyak memerlukan waktu daripada mengajar dengan pendekatan induktif. Tetapi bagi kelas rendah atau kelas yang lemah, pendekatan induktif akan lebih baik, pendekatan induktif akan lebih memudahkan murid menangkap konsep yang diajarkan. Sebaliknya kelas yang kuat akan merasakan pengajaran dengan pendekatan induktif bertele-tele. Kelas ini lebih cocok diberi pelajaran dengan pendekatan deduktif.

(31)

suatu kelas berdasrkan pengalaman. Fakta yang diperoleh dari pengalaman merupakan salah satu sumber pengetahuan.

Pendekatan deduktif dapat dikategorikan sebagai suatu pendekatan mengajar yang bermula daripada sesuatu atau beberapa rumus, prinsip, hukum, teorema atau peraturan diikuti dengan aplikasinya keatas contoh-contoh yang khusus. Kadangkala ia juga digunakan untuk mendapatkan kesimpulan yang baru daripada rumus yang telah diketahui. Kaidah ini berlandaskan pendekatannya merupakan kaidah mengajar yang kompleks karena ia memerlukan murid memperoleh kepahaman yang mendalam, pengetahuan yang cukup, serta berupaya memilih rumus yang telah diperoleh dengan tepat untuk diaplikasikan pada contoh yang khusus.

Guru memberitahu murid objektif pelajaran pada peringkat awal. Murid dibimbing mengingat kembali hukum yang berkaitan untuk membolehkan mereka menyelesaikan masalah atau mendapatkan kesimpulan yang baru. Terdapat tiga jenis induktif yaitu menyelesaikan masalah, membentuk kesimpulan baru dan membuktikan hipotesis. Prinsip-prinsip bagi pendekatan deduktif ialah :

1. Peringkat permulaan masalah.

2. Murid-murid harus dibimbing mengingat kembali kesimpulan, prinsip. 3. Kesimpulan, prinsip atau teori yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah atau membuktikan hipotesis haruslah diketahui serta dipahamkan.

4. Penggunaan deduktif haruslah mengikut prosedur yang betul.

5. Proses menyelesaikan masalah atau membuktikan hipotesis tidak terhadap kepada mnggunakan kesimpulan, prinsip atau teori yang telah dipelajari. 6. Guru sendiri tidak perlu melaksanakan cara penyelesaian masalah atau

(32)

melalui aktivitas soal jawab sehingga mereka menjalankan aktivitas penyelesaian masalah.

Kelebihan deduktif ialah ia merupakan cara yang mudah untuk menyampaikan isi-isi pelajaran, menjimatkan masa dan tenaga, amat sesuai untuk murid-murid bertahap kognitif tinggi dan mudah menyempurnakan sukatan pelajaran. Kelemahannya pula ialah kurang bermanfaat untuk murid-murid yang lemah, ia lebih berpusatkan guru dan kurang menggalakan kemahiran berpikir.

c. Perbedaan Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif

Teori normatif (normatif theory)menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akutansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurementsof assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptif theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.

Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan sistem yang tertutup dan nonempiris yang kesimpulannya secara ketat didasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

(33)

sesungguhnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitinya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilhnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif adalah kandungan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat partikularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka kesimpulannya bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari fenomena tersebut yang relevan degan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini sering kali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketepatan (appropriateness) premis yang pada mulanya digunakan dalam suatu sistem deduktif.

(34)

bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

2. Pendekatan Realistik

a. Pengertian Matematika Realistik

Matematika realistik banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Pandangan penting Freudenthal (Abidin, 2010) adalah ”Mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity.” Matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari, dan menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.

Pendekatan matematika realistik merupakan suatu pendekatan yang me-ngaitkan antara permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep matematika dengan tujuan dapat memotivasi siswa untuk memahami konsep matematika. Dengan kata lain, permasalahan yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik harus mempunyai keterkaitan dengan kenyataan, atau situasi nyata yang mudah dipahami dan dibayangkan (diimpleng) oleh siswa.

Soejadi (Junaidi, 2011) mengemukakan bahwa: ”Pendekatan matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa lalu”.

(35)

b. Prinsip pembelajaran matematika realistik

Gravemeijer (Abidin, 2010) mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam pendekatan patematika realistik. Ketiga prinsip tersebut sebagai berikut:

1. guided reinvention and progressive mathematizing. 2. Didactical phenomenology.

3. Self developed models.

Prinsip yang pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive mathematizing). Prinsip ini menghendaki bahwa, dalam pendekatan patematika realistik melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga seakan-akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan.

Prinsip ini mengacu pada pandangan konstruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.

(36)

didasarkan atas dua alasan, yaitu: pertama untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan yang kedua untuk dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 pendekatan matematika realistik ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan materi-materi matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: pertama materi-materi matematika yang diajarkan, kedua konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.

Prinsip yang ketiga yaitu mengembangkan sendiri model-model (self developed models). Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.

(37)

pendekatan patematika realistik diharapkan terjadi urutan belajar yang bottom up, dengan urutan seperti gambar berikut:

Gambar 2.1 Urutan belajar bottom up

c. Karakteristik pembelajaran matematika realistik

Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama pendekatan matematika realistik di atas, menurut Freudenthal (Abidin, 2010), pendekatan matematika realistik memiliki lima karakteristik, diuraikan sebagai berikut:

1. the use of context

2. use models, bridging by vertical instrument 3. student contribution

4. interactivity 5. intertwining

Pada karakteristik yang pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual (the use of context). Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan.

(38)

khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan kontekstual.

Selanjutnya yang kedua menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram dan simbol-simbol (use models, bridging by vertical instrument). Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertikal.

Yang ketiga menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

(39)

kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif.

Terakhir terkait dengan topik lainnya (intertwining). Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam pendekatan patematika realistik pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.

d. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik

Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan pendekatan patematika realistik, sebagai berikut;

1. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

(40)

menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran. 5. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

e. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan patematika realistik

Menurut Suwarsono (Sigit, 2008)terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu:

1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.

2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.

4. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

(41)

1. Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya pendekatan patematika realistik.

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah. 4. Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat

melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

Walaupun pada pendekatan matematika realistik memiliki kesulitan-kesulitan dalam upaya implementasinya, namun penulis optimis bahwa kendala-kendala tersebut hanya bersifat sementara. Hal ini sangat tergantung dari upaya dan kemauan yang sungguh-sungguh dari guru, serta respons siswa untuk menerapkannya pada kegiatan belajar-mengajar di kelas, kiranya berbagai kesulitan tersebut lambat laun dapat diatasi.

3. Pendekatan Contekstual

(42)

yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.

Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.

Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.

a. Landasan Filosofi CTL

(43)

khusus ialah pengetahuan tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang. Menurut Ernest (Supinah, 2008) Skemata itu tersusun dengan upaya dari individu siswa yang telah bergantung kepada skemata yang telah dimiliki seseorang.

b. Definisi CTL

Menurut Johnson (Dahlan, 2011) CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching & Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Menurut Depdiknas (dahlan, 2011) ” Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari ”.

(44)

mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.

c. Komponen CTL

Menurut Johnson(supinah, 2008) ada delapan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yaitu; making meaningful conections, doing significant work, self regulated learning, collaborating, critical and creative

thinking, nurturing the individual, reaching high standards, dan authentic assesmen.

(45)

bermakna dan makna ini akan memberi alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat siswa merasakan bahwa belajar penting untuk masa depannya.

2. Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai.

3. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), adalah membangun minat individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari-hari.

4. Bekerja sama (collaborating), adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya.

5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan sintesis data, memahami suatu isu atau fakta dan pemecahan masalah.

(46)

terhadap motivasi belajar siswa dalam lingkungan sekolah. Guru diharap mampu memberi pengaruh baik terhadap lingkungan belaja rsiswa. Antara guru dan orang tua mempunyai peran yang sama dalamm empengaruhi kemampuan siswa. Pencapaian perkembangan siswa tergantung pada lingkungan sekolah juga pada kepedulian perhatian yang diterima siswa terhadap pembelajaran (termasuk orang tua). Hubungan ini penting dan memberi makna pada pengalaman siswa nantinya didalam kelompok dan dunia kerja.

7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), adalah menyiapkan siswa mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan teknologi dan jaman. Dengan demikian dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud jaminan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab, pengambil keputusan yang bijaksana dan karyawan yang memuaskan.

8. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), ditujukan pada motivasi siswa untuk menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat pada tujuan, melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja sama serta pemikiran tingkat tinggi yang berulang-ulang. Penilaian itu bertujuan agar para siswa dapat menunjukkan penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan kedalaman berpikir dari pengertian, pemahaman, akal budi, kebijaksanaan dan kesepakatan

(47)

Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu; prinsip kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi, danprinsip pengaturan diri.

1. Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.

2. Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

(48)

siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.

e. Asas CTL

Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru(constructivism).

(49)

3. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), yaitu agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).

4. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning). Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan memahami kemampuan berpikir siswa, sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang baru yang didatangkan di kelas.

5. Pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar, namun demikian guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari luar.

6. Refleksi (reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.

(50)

seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil,dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya itulah hakekat penilaian yang sebenarnya.

f. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning 1. Kelebihan

a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

(51)

c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat dan terus belajar sesuai denagn kompetensi yang mereka miliki, sehingga dapat ikut berperan aktif dalam pembelajaran.

2. Kelemahan

a. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang relatif lama dalam Proses Belajar Mengajar, dan karena kemampuan awal siswa yang berbeda-beda menyebabkan pengetahuan yang diterima oleh siswa pun berbeda-beda dan tidak merata.

(52)

d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.

4. Pendekatan Open-Ended

a. Pengertian Pendekatan Open-Ended

Pendekatan open-ended (open-ended approach) merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika. Pendekatan ini dikembangkan dalam beberapa proyek penelitian pengembangan tentang metode evaluasi kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking) dalam pembelajaran matematika dalam kurun 1971 dan 1976 di Jepang.

(53)

Hal ini memberi pengertian bahwa pendekatan open-ended merupakan suatu pendekatan yang dimulai dari pengenalan siswa pada masalah open-ended. Pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan penggunaan beberapa jawaban yang benar terhadap masalah yang diajukan untuk memberikan pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru mengenai proses atau cara pemecahan masalah itu. Hal ini dapat diteruskan dengan mengkombinasikan berbagai pengetahuan, kecakapan, atau cara berpikir siswa yang sudah mereka pelajari sebelumnya.

Menurut Suherman (Syariffudin, 2008) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

(54)

serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

b. Tujuan Pendekatan Open-Ended

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Syariffudin, 2008) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban.

c. Tipe Utama Pendekatan Open-Ended

Takahashi (Pirdaus, 2010) memberikan tiga tipe utama dari pendekatan open-ended, yaitu;

1. a lesson using problems with multiple solutions,

(55)

3. 3) a lesson using an activity called ‘problem to problem’.

Pengaturan dalam penggunaan ketiga tipe utama dari pendekatan open-ended ini dapat dilakukan guru, misalnya dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, alokasi waktu yang tersedia, dan sumber belajar yang ada di sekolah.

d. Prinsip Pendekatan Open-Ended

Menurut Nohda (Fristady, R. 2011) pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open-ended mengasumsikan tiga prinsip, yakni sebagai berikut :

1. Related to the autonomy of student’ activities. If requires that we should appreciate the value of student’ activities for fear of being just non-interfering.

2. Related to evolutionary and integral nature of mathematical knowledge. Content mathematics is theoretical and systematic. Therefore, the more essential certain knowledge is, the more comprehensively it derives analogical, special, and general knowledge. Metaphorically, more essential knowledge opens the door ahead more widely. At the same time, the essential original knowledge can reflected on many times later in the course of evolution of mathematical knowledge. This reflection on the original knowledge is a driving force to continue to step forward across the door.

3. Related to teachers’ expedient decision-making in class. In mathematics class, teachers often encounter students’ unexpected ideas. In this bout, teachers have an important role to give the ideas full play, and to take into account that other students can also understand real amount of the unexpected ideas.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu ciri anak yang tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam belajar matematika adalah anak tidak bergairah atau tidak semangat, tidak kritis dan hanya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan minat belajar siswa, serta proses penyelesaian masalah tes kemampuan

Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa salah satu faktor yang mengakibatkan kurangnya kemampuan siswa dalam matematika antara lain disebabkan cara mengajar yang

Hasil survey IMSTEP-JICA (dalam Sumarni, 2006) di Kota Bandung melaporkan bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa SMA adalah karena

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Program S2/S3

Peningkatan minat belajar peserta didik yang diberi pendekatan matematika realistik melalui media pembelajaran autograph berbasis generasi milenial 4.0 lebih baik

faktor, baik faktor ekternal maupun internal. Beberapa faktor internal tersebut adalah minat belajar dan kecemasan matematis. Dari uraian tersebut peneliti

Peningkatan minat belajar peserta didik yang diberi pendekatan matematika realistik melalui media pembelajaran autograph berbasis generasi milenial 4.0 lebih baik