• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAKIP 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAKIP 2017 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 1

LAKIP 2017

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

DITJEN P2P

KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA

(2)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 2

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah SWT, puji syukur kami panjatkan karena atas perkenan- nya, Direktorat Pencegahan dan Pengendalia Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dapat menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2017.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza salah satu entitas akuntansi dibawah lingkup Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, kementerian kesehatan RI yang berkewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

Lakip ini berisi informasi tentang uraian pertanggung jawaban atas keberhasilan Direktorat Penegahan dan Pengendalia Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dalam mencapai tujuan dan sasaran strategisnya ditahun 2017.

Laporan ini merupakan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), hasil dari realisasi dari laporan rencana strategis tahun 2017 yang memberikan gambaran tentang rencana strategis, penetapan kinerja tahunan, kegiatan dan anggaran .

LAKIP Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tidak terlepas dari kekurangan mengingat masih perlu penyempurnaan terus menerus semaksimal mungkin melalui koordinasi dengan berbagai lintas program dan lintas sektor .

Mudah-mudahan Lakip ini dapat menjadi cermin untuk dapat mengevaluasi kinerja organisasi selama satu tahun, sehingga pelaksanaan kinerja kedepan lebih produktif, efektif dan efesien baik dari aspek perencanaan, manajemen keuangan maupun koordinasi pelaksanaan.

Jakarta, 26 Januari 2018

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH NIP 196306271988121002

(3)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 3

Daftar Isi

Kata Pengantar Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan A. Visi dan Misi B. Latar Belakang

C. Tugas Pokok dan Fungsi D. Struktur Organisasi E. Sumber Daya Manusia F. Sistematika Penulisan Bab II. Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perencanaan kinerja dan perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan.

Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi

Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. B. Realisasi Anggaran

Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi penggunaan sumber daya.

Bab IV. Penutup

Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

(4)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 4

BAB I PENDAHULUAN A. Visi dan Misi

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan pada semua siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia.

Derajat kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kesejahteraan karena menyangkut hak-hak dasar warga negara yang mutlak dipenuhi. Oleh karena itu usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui perbaikan cakupan, mutu, dan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, perbaikan sarana prasarana kesehatan, pemberdayaan tenaga kesehatan, mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup sehat,

Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat, perlu adanya Visi dan Misi, VIsi dan Misi semua lembaga/kementerian/unit es1/unit es2

mengikuti Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia yaitu

“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi,

maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta

(5)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 5

Visi dan Misi tersebut din tuangkan dalam NAWA CITA yaitu :

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat

daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Untuk mencapai Misi mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera serta visi meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, ditetapkan tujuan Direktorat P2 Masalah kesehatan jiwa dan

Napza meningkatkan kesehatan jiwa dengan sasarannya

meningkatkan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, yang telah sejalan dengan tujuan dan sasaran pada Renstra Revisi Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen P2P, dan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2017-2019

B. Latar belakang

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, presentase populasi anak dan remaja adalah sebanyak 46 % dari total populasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak dan remaja menempati porsi yang cukup besar dari keseluruhan penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 237 juta. Sehubungan dengan hal tersebut maka baik buruknya kualitas anak dan remaja Indonesia menentukan pula kualitas penerus bangsa ini. Dalam rangka mempersiapkan dan menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas baik tersebut perlu meningkatkan kesehatan tidak hanya fisik saja tapi juga kesehatan jiwa pada anak dan remaja.

(6)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 6

Upaya kesehatan jiwa dilakukan untuk mempertahankan kesehatan individu sepanjang hayat sejak masa konsepsi sampai lansia, dilakukan sesuai tingkat tumbuh kembang dari bayi sampai lansia. Perkembangan individu dimulai sejak dalam kandungan kemudian dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5–3 tahun), anak - anak awal atau pra sekolah (3-6 tahun), sekolah (6-12 tahun), remaja (12-18 tahun), dewasa muda ( 18 –35 tahun), dewasa tengah (35-65) tahun, dan tahap terakhir yaitu dewasa akhir (>65 tahun). Dalam tahapan perkembangan tersebut terdapat periode penting yaitu periode pra sekolah, masa pra sekolah disebut masa keemasan (Golden period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis ( critical period)

Pada rentang usia remaja, rentan terjadi beberapa masalah psikososial, identik dengan perilaku berisiko (risk-taking) dalam lingkungan yang berhubungan dengan (1) pencarian identitas diri, (2) mencari solusi masalah pribadi, (3) kemandirian dan harga diri, (4) situasi dan kondisi dalam rumah, (5) lingkungan sosial, (6) hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua serta berbagai hal lainnya yang dapat menjadi pemicu masalah kesehatan jiwa dan napza

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI pada tahun 2014, menunjukkan hasil penelitian di 128 kecamatan diperoleh angka kejadian bunuh diri di Indonesia sebesar 1,77 per 100.000 penduduk. Disisi lain, GSHS (2015) menemukan proporsi pada siswa/i SMP dan SMA yang mengalami masalah kesepian 39,9% remaja laki-laki dan 52,9% remaja perempuan, 37,7% remaja laki-laki dan 46,8% remaja perempuan mengalami kecemasan dan 4,5% remaja laki-laki dan 6,5% remaja perempuan ingin bunuh diri.Fakta kekerasan sering kita dengar di media sosial, di lingkungan pendidikan sendiri dari data ICRW (2015) dinyatakan bahwa sekitar 75-84% siswa/i mengalami kekerasan di sekolah, 50% mengalami perundungan. Data dari Unicef tahun 2014, siswa usia 13-15 th melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya.Riskesdas (2007), prevalensi remaja yang mengalami masalahpsikososial sebanyak 8,7%,

prevalensi merokok usia 15 – 19 tahun, minumanberalkohol dan satu di antara 11 remaja Indonesia berusia 15 – 24 tahun mengalami ketidakstabilan emosi yang juga ditemukan satu dari 7 siswa pada studi GSHS pada pelajar SMP usia 13 – 15 tahun di Depok.Penelitian di 3 sekolah menengah atas dan kejuruan (2015) didapatkan ada keterkaitan antara

problem emosional – problem perilaku – tekanan teman sebaya.Faktor risiko utama yang menjadi masalah emosional adalah perempuan yang lebih berisiko.Tidak semua yang terjaring di skrining adalah pelajar yang bermasalah.

(7)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 7

Maka kondisi kondisi tersebut perlu segera diatasi dan dilakukan intervensi intervensi yang baik agar Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara yang dilandasi oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang merata di Indonesia.

Satu atau lebih gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh 25 % dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya .WHO ( report 2001) menemukan bahwa 24% pasien yang berobat ke pelayanan primer memiliki diagnosa gangguan jiwa antara lain depersi dan cemas, baik diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan diagnosis fisik

Berdasarkan hasil riskesda tahun 2013 , data nasional untuk gangguan mental emosional (gejala depresi dan cemas) yang di deteksi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun sebanyak 6% atau 14 juta jiwa. Sedangkan gangguan jiwa berat (psikotik) dialami 1,7/1000 atau lebih dari 400.000 jiwa dan 14,3% atau 57 ribu kasus dari ganguan psikotik tersebut pernah di pasung.

Tidak sedikit masalah kesehatan jiwa tersebut dialami oleh usia produktif, bahkan sejak usia remaja. Berdasarkan data riskesdas 2103 di temukan bahwa semakin lanjut usia semakin tinggi gangguan mental emosional yang di deteksi, selain itu pada masa kehamilan dan pasca kehamilan sering terjadi masalah kejiwaaan seperti depresi. Beban yang di timbulkan akibat masalah kesehatan jiwa cukup besar.

Selaian masalah kesehatan jiwa, gangguan penggunaan napza merupakan penyakit dari organ otak dan bersifat kronis kambuhan. Sebagaimana sifatnya, kekambuhan bukanlah semata-mata kurangnya niat untuk sembuh, melainkan karena interaksi berbagai faktor dalam diri seseorang yang meliputi aspek biologis, psikologis dan sosialnya. Secara biologis, terjadi perubahan fungsi dan struktur otak dari seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku itu sendiri. Tidak jarang diperlukan beberapa kali terapi rehabilitasi bagi penderita untuk dapat pulih atau mempertahankan kepulihannya.

Prevalensi penyalahgunaan Narkoba diperkirakan sebanyak 3,8 juta - 4,1 juta orang atau sekitar 2,1% - 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun -2014 (Laporan survey BNN bersama Puslitkes Ul tahun 2014)

Undang-undang nomor 35 tahun 20019 tentang narkotika, khususnya pasal 55 menyebutkan tentang kewajiban lapor diri bagi pecandu pada pusat

(8)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 8

kesehatan masyarakat, rumah sakit dan / atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang di tunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Secara lebih rinci pelaksanaan wajib lapor diri pecandu narkotika dituangkan pada peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor.

Sesuai dengan pasal 2 dari PP Nomor 25 tahun 2011, pengaturan wajib lapor pecandu narkotika bertujuan untuk :

1. Memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social

2. Mengikutisertakan orang tua, wali, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya.

3. Memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberatasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika

Kementerian kesehatan RI, khususnya subdit P2 Masalah Penyalahgunaan Napza telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 50 tahun 2015 tentang Petunjuk teknis pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika dan rehabilitasi medis yang merupakan acuan bagi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dalam menyelenggarakan proses wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu penyalahguna Napza termasuk mereka yang dalam proses hukum. Selain hal diatas, juknis ini juga mengatur persyaratan pengusulan penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), besaran pembiayaan rehabilitasi medis yang disediakan oleh Kemenkes, mekanisme pembiayaan rehabilitasi melalui klaim, utilisasi dana klaim, serta sistem pelaporan wajib lapor dan rehabilitasi medis.

Berdasarkan Undang Undang Kesehatan Jiwa No 18 tahun 2014 upaya kesehatan jiwa di mulai dari upaya promotif, prevetif, kuratif dan rehabilitatif, sesuai siklus kehidupan mulai dari bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Tidak saja melakukan penangan masalah gangguan jiwa tetapi juga akses pelayanan kesehatan jiwa.

(9)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 9

C. Tugas Pokok dan Fungsi

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, terdapat tugas pokok dan fungsi Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA sebagai berikut :

Tugas pokok Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Fungsi Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA adalah:

 penyiapan perumusan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA,

 penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA,

 penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA,

 penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan penyalahgunaan NAPZA,

 pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja, kesehatan jiwa

(10)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 10

D. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, terdapat SOTK Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan NAPZA terdiri atas :

a. Subdirektorat Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja; b. Subdirektorat Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Lanjut Usia; c. Subdirektorat Masalah Penyalahgunaan NAPZA;

d. Subbagian Tata Usaha;

Struktur Organisasi

(11)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 11

E. Sumber Daya Manusia

Jumlah SDM pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza per 31 Desember 2017 sebanyak 55 orang terdiri dari 49 PNS dan 6 Tenaga Honorer.

Dari 55 orang pegawai, jumlah pegawai laki-laki sebanyak 18 orang atau 33% dan jumlah pegawai wanita berjumlah 37 orang atau 67% seperti terlihat pada grafik 1.1, sedangkan tingkat pendidikan terbanyak yang di miliki oleh pegawai Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza adalah pendidikan S2 (pasca sarjana) yaitu sebanyak 17 orang, seperti terlihat pada grafik 1.2 di bawah ini

grafik 1.1

Jumlah SDM P2MKJN berdasarkan Jenis Kelamin

Grafik 1.2

SDM P2MKJN berdasarkan Jenis Pendidikan

(12)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 12

F. Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukan Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud melaksanakan Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza adalah untuk:

1. Memberikan informasi kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza selama tahun 2017 yang telah ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja.

2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza dalam mencapai sasaran/tujuan strategis instansi. 3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Direktorat P2M

Kesehatan Jiwa dan Napza untuk meningkatkan kinerjanya.

4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu agenda penting dalam reformasi pemerintah

G. Sistematika Penulisan 1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi

3. Bab I. Pendahuluan berisikan tentang Visi dan Misi, Latar Belakang , Tugas Pokok dan Fungsi ,Struktur Organisasi ,Sumber Daya Manusia ,Sistematika Penulisan.

4. Bab II. Perencanaan Kinerja , berisikan tentang perencanaan kinerja selama 5 tahun sesuai dengan dokumern renstra kemekes 2015-2019 dan perjanjian kinerja berisikan tentang perjanjian antara Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dengan Direktur Jenderal P2P untuk tahuan 2017.

5. Bab III Akuntabilitas Kinerja berisikan tentang Capaian Kinerja Organisasi yang disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi, Realisasi Anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi penggunaan sumber daya.

(13)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 13

6. Bab IV. Penutup , Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 7. Lampiran

(14)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 14

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul.

Perencanaan kinerja Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tertuang dalam Renstra kementerian kesehatan tahun 2015-2019 selam 5 (lima) tahun.

Pada tahun 2016 Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza melakukan revisi terhadap 2 (dua) indikator berserta targetnya, karena perubahan SOTK. Pada Tabel 2.1 terlihat perencanaan kinerja Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan napza yang telah di revisi, target per tahunnya merupakan akumulatif dari tahun sebelumnya.

Tabel 2.1

Perencanaan Kineja 2015-2019

Sasaran Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019 meningkatnya pencegahan dan pengendalian masalah kesedhatan jiwa dan napza

Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

80

Kab/kota Kab/kota 130 Kab/kota 180 Kab/kota 230 Kab/kota 280

Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

40

Kab/kota Kab/kota 50 Kab/kota 100 Kab/kota 150 Kab/kota 200

Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat

0 0 5

(15)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 15

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza merupakan dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara Direktur P2M Kesehatan JIwa dan Napza dengan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza pada akhir Tahun 2017.

Pada Tabel 2.2 terlihat Isi Perjanjian Kinerja antara Direktur P2M Kesehatan Jiwa dan Napza dan disusun berdasarkan Renstra Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen P2P dan Rencana Aksi Kegiatan DITP2MKJN. Perjanjian Kinerja ini berisikan sasaran, indikator, target dan alokasi anggaran tahun 2017.

Tabel 2.2

Perjanjian Kinerja Tahun 2017 Direktorat Pencegahan dan Pengendalian

Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

NO SASARAN INDIKATOR TARGET

1 Meningkatkan pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan napza

Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

180 Kab/kota

2 Jumlah Kabupaten/Kota yang

menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

100 Kab/kota

3 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan

upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat

5 provinsi

(16)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 16

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA

Berdasarkan pada Renstra Revisi, Rencana Aksi Program P2P dan Rencana Aksi Kegiatan serta Perjanjian Kinerja Tahun 2017, maka target dan capaian kinerja pada Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2017 dapat di lihat pada tebel 3.1 bawah ini :

Tabel 3.1

Target dan Capain Kinerja tahun 2017 Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1 Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

180

kab/kota kab/kota 187 103,8%

2 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

100

kab/kota kab/kota 118 118%

3 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat

5

provinsi provinsi 5 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas terdapat 2 (dua ) indikator Kinerja telah melebihi dari yang di targetkan, dan 1(satu) indikator kinerja sama dengan yang di targetkan.

Target dan capaian indikator kinerja tahun 2017, dapat dilihat dari uraian di bawah ini :

(17)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 17

1. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya

pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

a. Penjelasan indikator

Masalah penyalahgunaan Napza merupakan penyakit otak yang bersifat chronic relapsing disease. Terdapat berbagai aspek yang terkait pecandu napza, yaitu aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara bioligis terjadi perubahan fungsi dan struktur otak pada seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku. Dalam proses pemulihan setiap penyalahguna harus menjalani program rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing individu. Stigma yang berkembang di masyarakat dan petugas kesehatan terhadap penyalahguna Napza membuat aksesibilitas dalam rehabilitasi belum optimal. Pemerintah melalui Undang-undang dan Peraturan Pemerintah lainnya menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza melalui fasilitas pelayanan kesehatan Institusi Penerima Wajib Lapor yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes. Setiap penyalahguna wajib melaporkan diri ke IPWL dan dilanjutkan dengan rehabilitasi medis. IPWL yang aktif dapat memberikan layanan pencegahan dan rahabilitasi penyalahgunaan Napza sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan Napza dan mencegah penyalahgunaan yang baru.

b. Definisi Operasional

Jumlah Kab/kota yang mempunyai minimal 1 Puskesmas / RS / RSJ sebagai IPWL aktif. Kriteria IPWL aktif adalah IPWL yang menerima pasien wajib lapor dan menjalankan rehabilitasi medis napza dan atau yang menjalankan upaya promotif dan preventif.

c. Cara perhitungan

menjumlahkan Kab/kota yang mempunyai minimal 1 Puskesmas / RS / RSJ sebagai IPWL aktif

d. Capaian indikator

Capaian Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) sebesar 118 kab/kota dari yang ditargetkan 100 kab/kota atau sebesar 118 %, seperti terlihat pada tabel 3.2 di bawah ini

(18)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 18

Tabel 3.2

Target dan Capaian Tahun 2017

Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza

di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJ

A 1 Jumlah Kabupaten/Kota yang

menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

100

kab/kota kab/kota 118 118%

Dari tabel tersebut di atas terlihat capaian Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) telah melebihi dari yang ditargetkan.

Sedangkan untuk perbandingan target dan capaian Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) tahun 2015 sampai dengan 2017 terlihat pada grafik 3.1. di bawah ini:

Grafik 3.1

Perbandingan Target dan Capaian Tahun 2015 sd 2019 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza

(19)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 19

Berdasarkan grafik 3.1 target dan capaian Jumlah Kab/kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di IPWL, baik target dan capaiannya merupakan jumlah komulatif setiap tahunnya.

Target dan Indikator tersebut telah sesuai dengan dokumen Renstra Revisi Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen P2P, dan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza.

e. Analisa Penyebab keberhasilan

Indikator Jumlah Kab/kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di IPWL, capain target sebenyak 118 kab/kota, keberhasilan ini dikarenakan adanya koordinasi yang sinergis antara Kemenkes dengan Kementerian/Lembaga Tinggi Negara terkait lainnya, serta Pemerintah Daerah selaku pemilik sebagian besar fasyankes yang ditetapkan sebagai IPWL dalam menyelenggarakan wajib lapor dan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza. Koordinasi ini tidak hanya mencakup implementasi regulasi saja tapi juga termasuk penguatan lainnya dalam optimalisasi layanan dan penguatan aksesibilitas.

a. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1. Melakukan Supervisi Terapi dan Rehabilitasi Napza Tujuan dilakuan kegiatan ini agar penyelenggaraan layanan terapi dan rehabilitasi gangguan penggunaan Napza di IPWL berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kegiatan Supervisi ini dilaksanakan 12 provinsi yaitu di Sumatera Selatan (Dinkes Prov. Sumatera Selatan, RSJ Ernaldi Bahar, Lapas Wanita Klas II Merdeka), Gorontalo (Dinkes Prov. Gorontalo, RSUD Aloe Saboe, RSUD Tombolilato), Aceh (Dinkes Prov. Aceh, RSJ Aceh, Puskesmas Kuta Malaka), Sulawesi Utara (Dinkes Prov. Sulawesi Utara, RSUP Prof. Kandau, RSJ Ratumbuysang, Puskesmas Koya), Kalimantan Selatan (Dinkes Prov. Kalimantan Selatan, RSJ Sambang Lihum, Puskesmas Pekauman), Kalimantan Barat(Dinkes Prov. Kalimantan Barat, RSJ Sungai Bangkong, RSUD dr. Soedarso), Jambi (Dinkes Prov. Jambi, RSJ Provinsi Jambi,Puskesmas Putri Ayu), Jawa Timur(Dinkes Kota Malang, RSUD dr. Syaiful Anwar), NTB (Dinkes Prov. NTB, RSJ Mutiara Sukma, RSUD dr. Soejono Selong), DIY (Dinkes Prov. DIY, RSJ Ghrasia, RSUP dr. Sardjito),Sumatera Barat (Dinkes Prov. Sumatera Barat, Puskemas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukit Tinggi, RSJ HB Saniin Padang), Kalimantan Timur

(20)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 20

(Dinkes Prov. Kalimantan Timur, RSJ Atma Husada Mahakam, Puskesmas Kp. Baqa)

Dari 12 provinsi yang dikunjungi, masalah yang dihadapi secara umum hampir sama, yakni keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang menangani masalah napza sehingga perlu pendataan ulang petugas kesehatan di fasilitas layanan kesehatan yang menangani napza oleh pihak Dinas Kesehatan untuk diusulkan agar diberikan pelatihan dan peningkatan keterampilan masalah napza, rendahnya pemahaman terkait masalah napza sehinga perlu sosialisasi dan advokasi masalah napza,kurangnya koordinasi dengan lintas sektor sehingga diperlukan advokasi dan koordinasi dengan lintas sector, rendahnya pengajuan klaim wajib lapor sehingga perlu sosialiasi dan advokasi terkait wajib lapor dan juknis pengajuan klaim wajib lapor. Berdasarkan hasil supervisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tingginya prevalensi penyalahguna Napza belum diimbangi oleh tersedianya kebijakan / komitmen daerah sehingga berdampak akan minimnya cakupan rehabilitasi medis, diperlukan koordinasi antara RS, Puskesmas dan BNN serta sektor lain terkait penjangkauan dan pemetaaan kasus penyalahgunaan Napza, perpindahan struktur penanggung jawab program keswa dan napza memerlukan koordinasi internal lebih lanjut , perlunya sosialisasi dan advokasi terkait masalah napza, perlunya peningkatan keterampilan terkait masalah nazpa sebagai upaya penyegaran dan pengetahuan untuk petugas kesehatan.

2. Melakukan Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon. Kegiatan ini dilakukan di Jakarta selama 5 hari 48 jpl dan mendapatkan sertifikasi dari BPPSDM Kesehatan. Materi pelatihan terdiri dari Materi Dasar yaitu kebijakan pengurangan dampak buruk Napza, perubahan perilaku pada pengguna Napza, gangguan penggunaan Napza dan penatalakasanaannya, Materi Inti yaitu program terapi rumatan metadon, farmakologi metadon , penilaian awal dan lanjutan terapi metadon, inisiasi, peningkatan dan maintenance dose terapi metadon, reduksi dan penghentian terapi metadon , dispensing metadon, pengelolaan metadon dan Materi Penunjang: BuildingLearningCommitment, Orientasiklinik PTRM, RTL dan Anti Korupsi

Kegiatan tersebut diilakukan karena tingginya prevalensi penyalahguna napza suntik yang menjadi media penularan HIV di Indonesia, sehingga program pengurangan dampak buruk mutlak diperlukan, salah satunya adalah PTRM. Selain

(21)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 21

pelatihan, Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza perlu melakukan sosialisasi PTRM kepada penanggung jawab program napza di daerah.Para peserta mengusulkan pelaksanaan pelatihan secara rutin dilakukan minimal satu kali per tahun agar semangat dan ilmu dari petugas kesehatan selalu diperbaharui dan juga mengatasi rotasi petugas di layanan yang cepat sehingga transfer ilmu kepada petugas baru perlu dilakukan secara berkala. Sedangkan daerah perlu mendukung kesinambungan layanan PTRM dengan penyediaan sarana prasarana dan pembinaan layanan PTRM secara berkala.

3. Melakukan Advokasi dan Sosialisasi Roadmap Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza. Kegiatan ini dilakukan di Bekasi,Jawa Barat dengan mengundang Kepala Seksi PTM Keswa Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini diselenggarakan karena perubahan SOTK di Kemenkes dan Dinkes, yaitu adanya Seksi PTM Keswa di bawah Bidang P2P mulai tahun 2017.

Dalam kegiatan tersebut di sampaikan beberapa materi presentasiyaitu: Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa dan Napza, SOTK dan Program Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kebijakan dan Strategi Penyakit Tidak Menular Menuju Indonesia Sehat, Optimalisasi Penganggaran P2P (Dekon dan DAK), Kebijakan dan Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza ( Subdit Anak dan Remaja, Dewasa dan Lansia, Masalah Penyalahgunaan Napza), Kebijakan dan Kegiatan Direktorat P2 Penyakit Tidak Menular ( Subdit DM, Subdit Kanker dan Kelainan Darah, Subdit Penyakit Kronis dan dan Degenaratif, Subdit Gangguan Indera, Subdit Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah).

Selain itu tiap-tiap Dinkes Provinsi bersama Dinkes Kabupaten/Kota membuat paparan tentang Rencana Aksi Implementasi Program PTM-Keswa Sesuai PIS‐PK, SPM Dan Germas Di Provinsi Dan Kab/Kota Tahun 2017 dan 2018 yang berisi, Analisa Situasi termasuk dana Dekon, DAK dan APBD (termasuk Pajak Rokok Daerah) 2017, Rencana Aksi Implementasi SPM bidang Kesehatan (Indikator 6,7, 8 ,9 dan 10), Rencana Aksi Implementasi Prokesga, Rencana Aksi Implementasi Germas, Peluang dan Tantangan

(22)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 22

Permasalahan yang dihadapi di daerah antara lain: masalah penyalahgunaan Napza belum dipandang sebagai program prioritas dibanding program kesehatan yang lain, minimnya anggaran kegiatan terkait pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza sehingga subdit maslaah penyalahgunaan napza perlu melakukan peningkatkan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan pengendalian penyalahgunaan napza kepada penanggung jawab program napza di daerah, melakukan supervisi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di daerah dan daerah melakukan pemetaan permasalahan penyalahgunaan Napza di tiap daerah, memetakan ketersediaan SDM dan sarana/prasarana terkait upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza serta menyusun kegiatan terkait pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza pada tahun yang akan datang.

4. Melakukan Bimbingan teknis Tenaga Verifikator Institusi Wajib Lapor. Kegiatan ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur ( Surabaya), Provinsi Jawa Barat (Bekasi), Provinsi Bali (Denpasar), dengan pesertanya adalah tenaga verifikator klaim IPWL dari RS/RSJ dan Puskesmas yang sudah ditetapkan sebagai IPWL. Puskesmas dan RS/RSJ yang sudah ditetapkan sebagai IPWL wajib memahami dan memiliki keterampilan dalam proses verifikasi klaim. Petugas yang melakukan verifikasi klaim wajib lapor dan rehabilitasi medis disebut sebagai verifikator IPWL. Verifikator tersebut harus memiliki keterampilan menggunakan aplikasi SELARAS karena kedepannya semua proses klaim akan dilakukan melalui aplikasi tersebut. Dalam kegiatan tersebut disampaikan beberapa materi yaitu: Kebijakan P2 Penyalahgunaan Napza,Pengenalan Aplikasi Selaras,Tata Cara Instalasi Aplikasi Selaras, input data klaim, kelengkapan data verifikasi, Pengenalan Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis, Informasi Permenkes nomor 50 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib lapor dan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika.

Permasalahan terkait verifikasi klaim di IPWL antara lain: kekurangan tenaga terlatih pada IPWL-IPWL yang telah ditetapkan hal ini disebabkan faskes tersebut tenaganya memang belum pernah mendapatkan pelatihan atau sudah mendapatkan pelatihan akan tetapi tingkat rotasi tenaga sangat tinggi sehingga menyebabkan pelayanan pada IPWL belum maksimal, kurangnya informasi tentang mekanisme klaim IPWL, penyalahguna napza di

(23)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 23 masyarakat masih banyak yang belum memanfaatkan/mengakses IPWL, Sedangkan upaya daerah yang dilakukan terkait IPWL adalah melakukan pemetaan IPWL yang belum memiliki tenaga terlatih dan mengirimkan untuk mendapatkan pelatihan, mengajukan permohonan penetapan IPWL untuk faskes yang telah siap menjadi IPWL sehingga Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza perlu menyelenggarakan pelatihan dan penyegaran keterampilan bagi tim IPWL secara berkesinambungan terutama bagi IPWL yang belum memiliki tenaga terlatih serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap klaim dan pelayanan IPWL.

5. Melakukan Lokakarya Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza. Kegiatan ini dilakukan Bekasi dengan peserta dari 38 KKP di Indonesia. Dalam kegiatan tersebut disampaikan tentang Pelaksanaan P2 Penyalahgunaan Napza di Lingkup Bandara dan pelabuhan, karena dua area tersebut sebagai tempat transit untuk distribusi napza KKP diharapkan dapat menjadi mitra dalam pecegahan dan pengendalian NAPZA, Kebijakan P2 Penyalahgunaan Napza, memberikan sosialisasi dan informasi kepada instansi KKP mengenai penyalahgunaan napza,Peran KKP dalam Pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan napza. Permasalahan yang ada di KKP yaitu kurangnya informasi tentang P2 penyalahgunaan Napza sehingga KKP terlihat lamban dalam pelaksanaan deteksi untuk penyalahgunaaan napza oleh karena itu perlu adanya petunjuk teknis dari Subdit Napza agar ada peran KKP yang jelas serta tindak lanjut untuk di lapangan agar semuanya sama , keraguan dalam mengambil sikap dalam hal standar pemeriksaan, reagen yang digunakan, dan apabila ditemukan hasil yang positif apa yang harus dilakukan selanjutnya. Terutama jika ada permasalahan apabila ada supir Bis yang positif, sedangkan belum ada komunikasi sebelumnya dengan polri, Dibutuhkan standar dari subdit napza untuk melakukan pemeriksaan Napza karena selama ini KKP belajar sendiri dan menyesuaikan diri dengan alat2 yang digunakan oleh BNN untuk melakukan program pencegahan Napza, KKP Tanjung Priok menggunakan apa yang digunakan BNN karena sebelumnya belum ada pedoman dan parameter. Bila ditemukan supir dan awak kapal ytng positif Napza harus ada kerjasama dengan otoritas yang lebih tinggi, Tupoksi yang tidak jelas dan legalitas hukumnya. Jika KKP harusmelaksanakan skrining Napza, maka SDM harus di siapkan dan juga kerjasama lintas sektor harus diperkuat, di pelabuhan itu banyak pelabuhan tikus yang ABK tidak terdeteksi dan lewat dari skrining padahal

(24)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 24 mereka adalah populasi kunci dan termasuk populasi berisiko. Diharapkan adnaya pelatihan untuk peningkatan kualitas SDM. Wacana IPWL sangat dibutuhkan di KKP agar adanya perlindungan juga kepada petugas kesehatan dalam menekan penyalahgunaan napza.

Selain itu di sampaikan pula upaya yang telah dilakukan oleh KKP yaitu Pengujian kesehatan pelaut dalam mendapatkan buku pelaut, Pemeriksaan pada saat situasi khusus bersama Sabanda (hari raya), Pemeriksaan Napza bersama bea cukai dan polres terutama pada tahanan dan juga petugas mereka, Pemeriksaan pada posbindu PTM di sekitar wilayah kerja KKP, Melakukan diseminasi informasi terutama pada hari tertentu, Pemeriksaan pada kapten awak kapal dan staf dimanya sebagian besar mengunakan amfetamin.

6. Melakukan TOT Keterampilan Pemberdayaan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza. Kegiatan ini dilaksanakan di Bogor selama 5 hari dengan 48 jpl dan peserta mendapat sertfikat dari BPPSDM Kesehatan. Dengan memberikan materi pelatihanberupa Materi Dasar yaitu Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza, Tinjauan Singkat Penyalahgunaan Napza pada Anak dan Remaja, Materi Inti yaitu Konsep Keluarga Sehat terkait Pencegahan Penyalahgunaan Napza pada Anak dan Remaja, Peran Serta Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza pada Anak dan Remaja, Peran Serta Orang Tua pada Anak dengan Penyalahgunaan Napza, Pola Asuh Positif dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza, Praktik Mengajar dan Materi Penunjang yaitu Membangun Komitmen Belajar,Rencana Tindak Lanjut, Anti Korupsi Kegiatan ini dilakukan karena tingginya prevalensi penyalahguna napza dan makin dininya usia pertama kali penyalahgunaan napza, sehingga selain pelatihan tersebut subdit napza perlu melakukan sosialisasi program pencegahanpenyalahgunaan napza kepada penanggung jawab program napza di daerah. Peserta TOT Keterampilan Pemberdayaan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Napza adalah tenaga kesehatandan pengelola program Napza di Dinkes Provinsi. Selanjutnya peserta diharapkan dapat menjadi tenaga pengajar pada pelatihan pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan Napza dan memberdayakan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza.

(25)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 25 7. Menyediakan pembiayaan untuk klaim wajib lapor bagi pecandu narkotika untuk melakukan rehabilitasi medis rawat jalan dan rawat inap di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

Penyedian pembayaran klaim ini di dasarkan pada Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009 pasal 54 dan 127 mengamanahkan para pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Untuk mendapatkan salah satu modalitas terapi yang diperlukan pecandu Narkotika maka dibutuhkan proses asesmen adiksi yang diharapkan dapat dicapai suatu penegakan diagnosis dan pemilihan modalitas terapi yang tepat . Agar dapat memenuhi hak-hak pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika dalam memperoleh rehabilitasi sesuai dengan Undang - Undang No. 35 Tahun 2009 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor. Peraturan ini mengatur tatacara pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Institusi Penerima Wajib Lapor wajib melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika untuk mengetahui kondisi Pecandu Narkotika yang meliputi aspek medis dan aspek sosial. Asesmen dilakukan dengan cara wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis terhadap Pecandu Narkotika. Sebagai implementasi dalam pelaksanaan wajib lapor pada tahun 2015 diterbitkan Permenkes RI No. 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Kepmenkes Nomor. HK.02.02/MENKES/501/2015 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pada tahun 2015 Presiden RI Joko Widodo juga mencanangkan gerakan rehabilitasi 100.000 pecandu narkotika. Kemenkes sebagai salah satu pemangku kepentingan di bidang pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika diharapkan mampu melakukan rehabilitasi terhadap 15.000 orang pecandu. Menindaklanjuti kebijakan tersebut maka sejak tahun 2015 pembiayaan rehabilitasi medis ditujukan bagi pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika yang diputuskan oleh pengadilan, sedang dalam proses hukum dan yang secara sukarela mengikuti rehabilitasi.

(26)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 26 Sejak tahun 2016 sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan yang baru maka fokal point Program Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis adalah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (Dit. P2MKJN), Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P). Sampai tahun 2017 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor No.HK.02.02/MENKES/615/2017telah ditetapkan 549 IPWL yang tersebar di 34 provinsi (211 kab/kota). IPWL tersebut terdiri dari 229Puskesmas, 137Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah, 32 RSJ/RSKO, 73 RS Bhayangkara, 32 Klinik Bidokkes Polri dan 46klinik/ lembaga rehabilitasi medis milik BNN. Berdasarkan data klaim tahun 2011 – 2017 dan hasil monitoring evaluasi terhadap IPWL terdapat 220 (40,7 %) IPWL yang aktif di 118 kab/kota di seluruh Indonesia, sedangkan berdasarkan monitoring terhadap klaim yang diajukan oleh IPWL dan hasil supervisi ke beberapa IPWL, diperoleh data bahwa tidak semua IPWL melakukan klaim ke Kementerian Kesehatan.

Pada tahun 2017 jumlah IPWL yang mengajukan klaim ke Kemenkes dan dibayarkan adalah sebanyak 40 IPWL. Pada akhir Desember 2017 terhitung 7.695 pasien/ perkepala yang telah menjalani rehabilitasi medis di IPWL. dari Total 7.695 Residen yang menjalani layanan rehabilitasi medis, terdapat 3067 yang menjalani rehabilitasi dengan layanan secara rawat jalan, dan 4628 residen yang telah menjalani layanan rehabilitasi rawat inap terdiri dari 3976 yang melapor diri secara sukarela, 412 residen masih dalam titipan/proses hukum dan sebanyak 240 yang sudah mendapat putusan pengadilan.. Karakteristik kasus wajib lapor dan rehabilitasi medis bedasarkan laporan klaim.

Bedasarkan hasil Klaim Rehabilitasi Medis dan Wajib Lapor tahun 2017 telah dapat disimpulkan bahwa dari total 7.695 penyalahguna Napza, rata-rata residen terbanyak yaitu pada penggunaan Zat Amfetamin dan Lebih dari 1 Zat, sedangkan rentang usia penyalahguna berkisar antara 21-30 Tahun, dengan IPWL Terbanyak yang melayani pasien rehabilitasi medis yaitu RSJ Sambang Lihum, RSKO Jakarta dan RS Ernaldi Bahar. Deskripsi data tersebut terlampir.

(27)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 27

b. Kendala / masalah yang di hadapi

1. Perubahan SOTK di Kementerian Kesehatan, dalam hal ini perpindahan Direktorat ke Ditjen P2P berdampak pada

Tupoksi Pencegahan dan Pengendalian, dengan

demikianrehabilitasi tidak termasuk tupoksi. Akibatnya, anggaran untuk rehabilitasi menjadi terkendala

2. Beban kerja tenaga kesehatan yang sudah cukup tinggi. Ditambah rehabilitasi napza,tenaga kesehatan sering kali harus memilih berdasarkan prioritas kegiatan

3. Tingginya rotasi tenaga kesehatan yang menyebabkan tenaga kesehatan yang baru dilatih tidak dapat menerapkan ilmu yang didapat

4. Masih ada IPWL yang belum BLUD, sehingga harus melalui skema daerah untuk dapat menerima dana (tidak dapat menerima dana langsung ke rekening)

5. Tenaga verifikator belum memanfaatkan Selaras secara optimal

6. Belum adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan wajib lapor

f. Pemecahan masalah

1. Melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan terkait analisa beban kerja dan kemungkinan penambahan SDM

2. Melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan

3. Revisi Permenkes No. 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis Wajib Lapor

4. Melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan

5. Inhouse training di Provinsi atau di Kementerian

6. Melakukan sosialisasi pada masyarakat tentang penyalahgunaan napza

7. Memberikan dana dekonsntrasi ke dinkes dalam bentuk peningkatan ketrampilan dalam asesmen, verivikator, deteksi dini bagi tenaga kesehatan dan petugas di fasyankes

(28)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 28

Foto-foto kegiatan Pelatihan Program Terapi

Rumatan Metadon

Advokasi dan Sosialisasi Roadmap Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza

Bimtek Tenaga Verifikator

Institusi Wajib Lapor Lokakarya Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan Napza

Klinik Napza Sandai

(29)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 29

2. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

a. Penjelasan indikator

Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 cukup besar. Gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) usia ≥ 15 tahun sebesar 6% atau lebih dari 10 juta jiwa; sedangkan gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah penduduk sebesar 422 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis).

Sementara itu menurut WHO kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Negara-negara dengan penghasilan rendah-menengah termasuk Indonesia masih tinggi, yaitu >85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa mendapatkan layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Melalui estimasi sederhana tentang utilisasi layanan baik di tingkat primer maupun sekunder-tersier menunjukkan bahwa ternyata memang cakupan layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih rendah yaitu <10% (tahun 2013), dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup tinggi pasca perawatan di Rumah Sakit.

Untuk itu diperlukan upaya kesehatan jiwa di Puskesmas untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik upaya-upaya pencegahan maupun deteksi dan tata laksana secara dini. Agar mutu layanan terjaga, maka dalam kriteria indikator tercantum bahwa tenaga kesehatan puskesmas terlatih.

b. Definisi Operasional

Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan kriteria:

1. Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa(dokter dan perawat), minimal 30 jam pelatihan

2. Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas lainnya

3. Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa.

(30)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 30

c. Cara perhitungan

Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria.

d. Capaian indikator

Capaian indikator untuk Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa tahun 2017 seperti terlihat pada tabel 3.3 di bawah ini:

Tabel 3.3

Target dan capaian tahun 2017

Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1 Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

180

kab/kota kab/kota 187 103,8%

Berdasar tabel di atas capaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebesar 187 kab/kota melebihi dari yang ditargetkan 180 kab/kota atau sebesar 103,8%,

Sedangkan untuk perbandingan target dan capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 sampai dengan 2019 dapat di lihat pada grafik di bawah ini:

(31)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 31

Pada grafik 3.4 terlihat bahwa target dan capaian untuk indikator capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa mulai tahun 2015 sampai dengan 2017 telah sesuai bahkan melebihi dari yang ditargetkan. Capaian Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 sampai dengan 2017 baik target maupun capaian merupakan nilai komulatif, dan telah sejalan dengan target dan indikator dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2017-2019, Rencana Aksi Program P2P tahun 2017-2019, Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2017-2019.

e. Analisa Penyebab keberhasilan

Keberhasilan capaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebanyak 187 kab/kota, disebabkan oleh di tetapkannya indikator kesehatan jiwa dalam Standar Pelayanan Minimal Prov/Kab/Kota

dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluargasejaktahun 2017, Aktif melakukan advokasi, sosialisasi serta bimbingan melalui workshop/lokakarya kepada Dinas Kesehatan di 34 provinsi terutama mengenai perencanaan kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kesehatan jiwa, sehingga terbentuk pemahaman dan kesepakatan serta kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan/Pusat dengan Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala baik formal maupun informal untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini. Melaksanakan kegiatan Peningkatan Keterampilan Tenaga Kesehatan (Dokter dan Perawat) di Puskesmas.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1. Melakukan pertemuan advokasi dan evaluasi nasional (2 kali) dengan mengundang pengelola kesehatan jiwa semua dinkes propinsi dan beberapa dinkes kabupaten/kota yang dianggap berhasil menerapkan program keswa di PKM

(32)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 32

2. Melakukan Pelatihan Kesehatan Jiwa bagi nakes PKM di 6 propinsi yang cakupan puskesmasnya masih kurang (Sultra, Sumsel, NTT, Papua, DIY dan Sulteng) untuk target Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

3. Mengadakan workshop pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa melalui pendekatan religi dan spiritual dengan mengundang psikiater dari 18 Provinsi.

g. Kendala / masalah yang di hadapi

1. Adanya perubahan SOTK di propinsi dan kab/kota, dimana sebelum bergabung dengan bidang P2P, kesehatan jiwa berada dibawah bidang Pelayanan Kesehatan.

2. Masih kurangnya komitmen daerah terhadap program keswa dan napza terhadap anggaran dan regulasi kesehatan jiwa. 3. Belum seluruh tenaga kesehatan puskesmas terlatih keswa dan

seringnya mutasi tenaga kesehatan khususnya dokter yang sudah dilatih di Kabupaten/Kota

h. Pemecahan masalah

1. Melakukan advokasi, sosialisasi danbimtekterhadap LP/LS untuk propinsi

2. Kesehatan jiwa telah dimasukkan dalam indikator SPM, sehingga menjadi pedoman daerah dalam menetapkan anggaran.

3. Melatih tenaga puskesmas tentang kesehatan jiwa dan membuat perjanjian untuk tidak memutasi tenaga kesehatan yang sudah dilatih.

(33)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 33

Pelatihan deteksi dini gangguan jiwa

Pelatihan Mito

Evaluasi program dan indikator

3. Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan

pengendalian Masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat

a. Penjelasan indikator

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, populasi anak dan remaja 37,65% (89.483.997 juta jiwa) dari total 237.641.326 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa anak dan remaja menempati porsi yang cukup besar dari keseluruhan penduduk Indonesia, maka baik buruknya kualitas anak dan remaja Indonesia menentukan pula kualitas penerus bangsa.

Anak dan remaja termasuk usia kelompok berisiko yang rentan memiliki berbagai masalah psikososial, identik dengan perilaku berisiko (risk-taking) dalam lingkungan yang berhubungan dengan (1) pencarian identitas diri, (2) mencari solusi masalah pribadi, (3) kemandirian dan harga diri, (4) situasi dan kondisi dalam rumah, (5) lingkungan sosial, (6) hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua serta berbagai hal lainnya yang dapat menjadi pencetus masalah kesehatan jiwa dan Napza.

(34)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 34

Upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan secara menyeluruh baik fisik dan mental, maka perlu adanya program-program dan kegiatan yang mendukung upaya tersebut.

b. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA adalah memiliki kriteria minimal satu (1) dari empat (4) kriteria, yaitu : Melakukan upaya promotif dan preventif (mis: penyuluhan melalui media KIE , keswa) di sekolah, Melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan NAPZA melalui guru Bimbingan Konseling (BK)

dan Puskesmas di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Memiliki buku rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan

dasar/primer. Guru Bimbingan Konseling (BK) terlatih keswa. (masukkan point-point DO pada supervise, )

c. Cara perhitungan

30% x Jumlah seluruh sekolah SMA sederajat yang ada di provinsi

d. Capaian indikator

Capaian indikator untuk Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa tahun 2017 seperti terlihat pada tabel 3.4 di bawah ini:

Tabel 3.4

Target dan capaian tahun 2017

Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan

upaya pencegahan dan Pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1 Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat

5

(35)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 35

Berdasar tabel di atas terlihat capaian Indikator Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat sebesar 5 provinsi sesuai dengan yang di targetkan yaitu 5 provinsi atau 100 %

Indikator Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat tidak dapat di bandingkan dengan tahun 2015, 2016 karena merupakan indikator baru hasil revisi karena adanya perubahan SOTK.

Sedangkan untuk perbandingan target dan capaian Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat tahun 2015 sampai dengan 2019 dapat di lihat pada grafik di bawah ini:

Pada grafik tersebut terlihat pada tahun 2015 dan 2016 baik target maupun capaian nilainya 0 (Nol), hal ini di sebabkan karena indikator ini merupakan indikator baru hasil revisi, karena perubahan SOTK.

(36)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 36

e. Analisa Penyeban keberhasilan

Adanya koordinasi antara Pusat, Dinkes Provinsi dan dinas kesehatan dinas kabupaten/kota, Dindik Provinsi melakukan koordinasi melalui dinas pendidikan kabupaten/kota

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator di perbaiki

1. Melakukan koordinasi dan kerjasama dalam pemenuhan capaian indikator dengan dinas kesehatan, dinas pendidikan dan kanwil kementerian agama Prov/Kab/Kota melalui kegiatan Advokasi dan sosialisasi media KIE keswa dan Napza bagi pemangku kepentingan di lima (5) provinsi agar lintas program/lintas sektor tersebut terinformasi dan memahami mengenai indicator dan program kerja dalam rangka pencapaiannya.

2. Melakukan pelatihan dan evaluasi dalam pencapaian upaya promotif dan preventif mencapai indikator melalui kegiatan peningkatan keterampilan kesehatan jiwa dan napza bagi tenaga pendidik di lima (5) provinsi agar tenaga pendidik dapat melakukan pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan Napza langsung pada anak didiknya. 3. Menyediakan media KIE serta buku petunjuk deteksi dini

kesehatan jiwa di sekolah (pegangan bagi guru) dalam upaya promotif dan preventif agar salah satu kriteria terpenuhi. 4. Melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa pada siswa

dan guru SMA dan yang sederajat

g. Kendala / masalah yang di hadapi

1. Belum semua sekolah paham akan masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja

2. Semua sekolah menginginkan dapat di latih per sekolah dalam upaya kesehatan jiwa di sekolah

3. Pembiayaan dari sekolah yag terbatas dalam program yang dikaitkan dengan uapaya kesehatan jiwa

4. Guru sekolah yang terbatas dalam melakukan deteksi dini kesehatan jiwa di sekolah

(37)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 37

h. Pemecahan masalah

1. Melakukan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja ke sekolah – sekolah yang menjadi target indikator dengan berkoordinasi dengan Kemendikbud, Kemenag, Dinas Pendidikan dan Kanwil Kemenag Provinsi.

2. Mengirimkan langsung Paket Media KIE ke berbagai sekolah yang sudah ditetepkan dalam indikator sebagai upaya capaian dengan salah satu kriteria.

3. Memperbanyak kegiatan peningkatan keterampilan kesehatan jiwa dan napza bagi tenaga pendidik di provinsi yang menjadi target indikator baik dengan anggaran pusat maupun melalui anggaran dekonsentrasi ke provinsi.

4. Menyusun kembali kegiatan-kegiatan yang terkait dalam pencapaian indikator di tahun berikutnya

Foto-foto kegiatan

Deteksi dini keswa di sekolah Deteksi dini keswa bagi guru disekolah

Pelatihan keswa dan napza bagi

(38)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 38

B. REALISASI ANGGARAN

1. Realisasi Anggaran

Realisasi anggaran tahun 2017 pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dapat dilihat dari tabel 3.5 di bawah ini. Pagu awal anggaran pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2017 sebesar Rp. 20.710.710.000,- dan pada akhir tahun anggaran menjadi sebesar Rp. 38.720.210.000,-. Kenaikan ini di sebabkan karena adanya penambahan anggaran untuk pembayaran klaim wajib lapor pecandu narkotika.

Tabel 3.5

Pagu dan Realisasi Anggaran Tahun 2017

No Sumber Dana Pagu Realisasi %

1 Rupiah Murni 38.720.210.000 38.233.105.524 98,74

Berdasarkan tabel di atas terlihat realisasi atau penyerapan pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2017 sebesar 38.233.105.524 atau 98,74% dari alokasi anggaran sebesar Rp. 38.720.210.000 melebihi dari yang di targetkan yaitu sebesar 97%

Distribusi pagu dan realisasi anggaran tahun 2017 dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

(39)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 39

Tabel 3.6

Alokasi dan realisasi anggaran per subdit tahun 2017

N

o Uraian Pagu 2016 Realisasi %

1 subdit P2 masalah kesehatan jiwa

anak dan remaja 3.857.420.000 3.783.745.994 98,09

2 subdit P2 masalah kesehatan jiwa

dewasa dan usia lanjut 4.088.307.000 3.877.965.932 94,86

3 subdit pencegahan

penyalahgunaan napza 27.507.459.000 27.329.968.131 93,35

4 sub bag tata usaha 3.267.024.000 3.248.952.467 99,44

Jumlah 38.720.210.000 38.233.105.524 98,74

Dari tabel di atas terlihat penyerapan tertinggi berada di sub bag tata usaha sebesar 99,44 % dan penyerapan terendah terdapat pada subdit pencegahan dan penyalahgunaan napza dengan realisasi sebesar 93,35 %, hal ini karena adanya tambahan anggaran IPWL di akhir tahun dan waktu untuk melakukan pembayaran klaim sudah closing di KPPN.

2. Efisiensi Sumber Daya

Dengan keterbatasasn sumber daya manusia, anggaran, maka upaya yang dilakukan oleh Dit P2MKJN untuk mencapai target indikator yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1. Menggabung kan beberapa pertemuan menjadi satu pertemuan. 2. Mengurangi tahapan kegiatan tetapi tetap mempertahankan materi

dan esensi kegiatan.

3. Mengurangi kegiatan dukungan yang kurang fokus pada pencapaian target indikator.

(40)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 40

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdapat 3 indikator kinerja yang terdapat dalam Renstra Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, serta Perjanjian Kinerja antara Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dengan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

Tahun 2017 target Indikator yang telah di tetapkan telah dapat dicapai sesuai dan melebihi dari yang di targetkan yaitu Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dengan target 180 kab/kota dan capaian 187 kab/kota atau 103,8%, Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dengan target 100 kab/kota dan capaian 118 kab/kota atau 118 %, dan Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat dengan target 5 provinsi dan capaian 5 provinsi atau 100%.

Keberhasilan pencapaian tersebut dilakukan dengan berbagai upaya atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat P2 Masalah Kesehatan dan Napza, serta koordinasi dan kerja sama dengan Lintas Program dan Lintas Sektor terkait.

Untuk alokasi anggaran dalam mencapai target indikator yang telah di tetapkan maka alokasi DIPA tahun 2017 pada Direktorat P2 Masalah Kesehatan dan Napza sebesar Rp. 38.720.210.000 dengan penyerapan atau realisasi sebesar Rp. 38.233.105.524 atau 98,74 %, melebihi dari realisasi yang di targetkan yaitu 97%.

(41)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 41

B. TINDAK LANJUT

Walaupun target indikator telah dapat di capai dan realisasi anggaran mencapai lebih dari 90 %, tentunya ada beberapa hal yang perlu dilakukan perbaikan antara lain dalam pelaksanakan kegiatan agar lebih sesuai lagi dengan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana yang telah dibuat, melakukan pertanggungjawaban keuangan tepat waktu, meningkatkan koordinasi dengan lintas program dan litas sektor di bidang P2 masalah kesehatan jiwa dan napza sehingga ada komitmen dari LP/LS bidang kesehatan Jiwa dan napza.

Demikian laporan kinerja Direktorat P2 Masalah Kesehatan dan Napza, tahun 2017 yang disusun sebagai bahan masukan penyusunan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pendidikan formal dan non formal, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa dalam mendiskusikan materi pembelajaran, (2)

Dari model penampang, diperlihatkan adanya intrusi batuan gabro menerobos batuan basalt.Dimana salah satu terobosan gabro juga terdapat sesar Panggo (dari informasi

Memperkuat dukungan masyarakat guna mewujudkan keluarga sehat melalui pencegahan dan pengendalian penyakit serta masalah kesehatan jiwa

Peristiwa tersebut merupakan satu objek yang diambil dengan beragam posisi kamera dengan berbagai ukuran dan pergerakan gambar diantaranya adalah medium long shot,

28 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selama ini penggunaan buku tersebut pada SMP/MTs di Kecamatan Kaliwungu Selatan masih kurang optimal pada mata pelajaran

• Melakukan Perencanaan Pemasaran dan Riset Pasar Secara Kontinyu Perusahaan Inkopas Sejahtera dalam melakukan pemasarannya belum terencana dengan baik, karena perencanaan

Latecy (latensi atau pemeliharaan pola) adalah sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang

Kenampakan Objek Wisata Alam Pantai Jatimalang (a) Pintu masuk menuju Pantai Jatimalang, (b) Suasana pengunjung di Pantai Jatimalang, (c) Tempat pemancingan ikan di