• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi

Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri dengan menggunakan alat bantu sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya (Winnet, 2004). Proses komunikasi yang dilakukan dengan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan disebut komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang menggunakan bahasa tubuh, gaya, dan simbol disebut komunikasi nonverbal (Marhaeni, 2009). Kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yaitu agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan (Effendy, 2007).

Menurut Lasswell (1980) yang dikutip oleh Effendy (2007), komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan komunikasi harus memiliki lima unsur, yaitu: (1) komunikator: orang yang menyampaikan pesan, (2) pesan: ide atau informasi yang disampaikan, (3) media: sarana komunikasi, (4) komunikan: orang yang menerima pesan, dan (5) Efek: respon komunikan terhadap pesan yang diterima.

(2)

2.1.1. Tujuan Komunikasi

Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Menurut Wilbur Scramm (1974) yang dikutip oleh Marhaeni (2009), tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan yakni, kepentingan sumber/komunikator dan kepentingan penerima/komunikan.

Menurut Carl I. Hovland mengenai ilmu komunikasi, tujuan komunikasi adalah membangun atau menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi dengan komunikasi dapat terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial.

2.1.2. Proses Terjadinya Efek Komunikasi

Dalam komunikasi, efek atau perubahan diharapkan terjadi pada komunikan, bukan saja pada seseorang melainkan pada orang banyak atau masyarakat. Efek adalah unsur penting dalam keseluruhan proses komunikasi. Bentuk konkrit dari efek dalam komunikasi adalah terjadinya perubahan pendapat atau sikap atau perilaku komunikan akibat pesan yang diterimanya (Marhaeni, 2009).

Menurut Astrid Susanto (1974) yang dikutip oleh Marhaeni (2009), efek komunikasi pada individu secara umum dapat diklasifikasikan dalam tingkat-tingkat sebagai berikut:

(3)

2. Menerima dan melaksanakan.

3. Menerima tapi dalam pelaksanaanya masih dipikirkan. 4. Menolak pesan

Menurut E.Rogers dan Schoemaker (2007), efek komunikasi dapat terjadi setelah melalui lima tahapan, yaitu: (1) Kesadaran, (2) Perhatian, (3) Evaluasi, (4) Coba-coba, (5) Adopsi. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengertian dan pengetahuan manusia lahir setelah melewati tahap kesadaran dan perhatian. Sasaran menyadari akan adanya rangsangan (pesan), kemudian menimbulkan pengamatan dan perhatian. Setelah sasaran sadar akan adanya pesan, maka sasaran mulai mengevaluasi pesan yang diterimanya, membandingkan suatu pengertian dengan pengertian lainnya. Hasil proses berpikir selanjutnya adalah keputusan dan kesimpulan. Pada tahap ini, sasaran akan memberikan persetujuan atau tidak terhadap pesan. Setelah itu, sasaran akan melakukan tindakan atau perbuatan sebagai manifestasi dari hasil pikiran. Pada tahap ini, sasaran melakukan tahap coba-coba dan kemudian tahap adopsi dan selanjutnya adaptasi.

2.2. Penyuluhan

Istilah penyuluhan seringkali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya merupakan upaya edukatif. Secara populer penyuluhan lebih menekankan “bagaimana” sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada “apa”. Dalam uraian berikut ini penyuluhan diberikan arti lebih luas dan menyeluruh. Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan

(4)

edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, terarah, dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, budaya setempat (Suharjo, 2003).

Dalam hal penyuluhan di masyarakat sebagai pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku maka terjadi proses komunikasi antara provider dan masyarakat. Dari proses komunikasi ini ingin diciptakan masyarakat yang mempunyai sikap mental dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Suharjo, 2003). Sesuai dengan pengertian yang diuraikan di atas maka penyuluhan gizi adalah suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu/ masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan atau mempertahankan gizi yang baik (Suharjo, 2003).

2.2.1. Metode dan Media Penyuluhan

2.2.1.1. Metode Penyuluhan

Suatu proses penyuluhan yang menuju tercapainya tujuan penyuluhan, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor metode, petugas atau penyuluh, sasaran dan alat-alat bantu atau alat peraga yang digunakan. Untuk mencapai suatu hasil yang optimal maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis. Hal ini berarti untuk sasaran tertentu harus menggunakan cara tertentu juga. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran masa dan individual (Notoatmodjo, 2003).

(5)

Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, metode penyuluhan digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Metode Berdasarkan Pendekatan Perorangan

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dasar digunakannya pendekatan ini adalah karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan informasi yang disampaikan.

Sementara itu, adapun kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai, kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama. Metode ini cocok digunakan untuk masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah.

2. Metode Berdasarkan Pendekatan Kelompok

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluh secara kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok, banyak manfaat yang dapat diambil, di samping dari transfer informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan

(6)

dalam kelompok yang bersangkutan. Serta memungkinkan adanya umpan balik dan interaksi kelompok yang memberikan kesempatan bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya. Kelemahan metode ini adalah adanya kesulitan dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktivitas sasaran. Salah satu cara yang efektif dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah.

3. Metode Berdasarkan Pendekatan Massa

Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah banyak. Dipandang dari segi pencapaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan, tapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Yang termasuk dalam metode ini antara lain: rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, surat kabar, dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih metode pendekatan perorangan untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya penggunaan kertas koran sebagai alas gorengan kepada para pedagang gorengan, dengan tujuan terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan.

(7)

2.2.1.2. Media Penyuluhan

Media penyuluhan merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Berdasarkan fungsinya, media ini dibagi menjadi tiga, yakni:

a. Media Cetak

Media cetak sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi antara lain:

1. Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.

2. Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan leaflet antara lain : sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran sehingga bisa didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail yang mana tidak dapat diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak, dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.

3. Flif chart (lembar balik), ialah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku dimana dalam tiap lembar berisi gambar

(8)

peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar.

4. Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan yang biasanya ditempelkan di tembok.

b. Media Elektronik

Media cetak sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi antara lain:

1. Film dan Video, Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif banyak, dan yang paling penting adalah dapat diulang kembali. Sementara itu kelemahan media ini antara lain ; memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko untuk rusk, perlu adanya kesesuaian antara kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli yang profesional agar gambar mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi serta membutuhkan banyak biaya.

2. Slide, Keunggulan media ini antara lain: dapat memberikan berbagai realita walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan. Sedangkan keterbatasan menggunakan media ini antara lain;

(9)

memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, dan memerlukan ruangan yang sedikit lebih gelap.

c. Media Papan

Keunggulan menggunakan papan tulis yaitu, murah dan efisien, baik untuk menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu ruang gelap. Kelemahannya adalah ; terlalu kecil untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, tidak efektif karena penyuluh harus membelakangi kelompok sasaran saat sedang menulis sesuatu, terkesan kotor apabila tidak dibersihkan dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih leaflet sebagai media dalam penyuluhan karena keunggulannya serta sedikitnya faktor keterbatasan yang dimiliki.

2.2.3. Penyuluhan Dalam Proses Adopsi

Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik, dan mengikuti apa yang kita suluhkan dengan baik dan benar atas dasar kesadarannya sendiri berusaha untuk menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupannya.

Menurut Wiriatmaja yang dikutip oleh Lucie (2005), indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam penyuluhan adalah sebagai berikut :

1. Tahap sadar (awareness), pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.

(10)

2. Tahap minat (interest), pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci.

3. Tahap menilai (evaluation), Pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri, misalnya kesanggupan serta resiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial maupu n ekonomi.

4. Tahap mencoba (trial), pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah dapat dilanjutkan.

5. Tahap penerapan atau adopsi (adoption), pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

2.2.4. Penyuluhan Dalam Proses Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental sehingga mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.

Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun

(11)

diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mental yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif, dan menguntungkan.

Menurut Notoatmodjo (2003) untuk merubah perilaku seseorang harus mengikuti taha-tahap proses perubahan : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktek (pratice). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku.

Menurut Jayanti (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penyuluhan dan media leaflet berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk. Selain itu, MS, Dede Hariani juga melakukan suatu penelitian mengenai pengaruh penyuluhan konsumsi buah dan sayur terhadap pengetahuan dan sikap siswa SD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ada peningkatan pengetahuan dan sikap siswa SD setelah mendapatkan penyuluhan.

Penelitian Supraptiningsih, W (2011), membuktikan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap pada ibu yang memiliki anak down syndrome setelah diberikan penyuluhan mengenai makanan sehat. Penyuluhan tersebut dilakukan dengan metode ceramah dan pembagian leaflet. Pengukuran yang telah dilakukannya menunjukkan bahwa pengetahuan ibu sebelum mendapatkan penyuluhan berada pada kategori baik 61,8%, dan dengan kategori cukup 31,9%, setelah mendapatkan penyuluhan, pengetahuan ibu dengan kategori baik meningkat menjadi 84,1% dan kategori cukup 15,9%. Sikap ibu sebelum mendapatkan

(12)

penyuluhan berada pada kategori cukup 97,7%, setelah mendapatkan penyuluhan sikap ibu meningkat menjadi kategori baik 56,8% dan 43,2% dalam kategori cukup.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saragih, F (2011), tercatat bahwa pengetahuan ibu sebelum mendapatkan penyuluhan berada dalam kategori cukup sebesar 57,4%, meningkat menjadi kategori baik sebesar 77,9%. Demikian juga dengan sikap ibu, sebelum mendapatkan penyuluhan berada pada kategori cukup 76,5%, meningkat menjadi kategori baik sebesar 85,3%. Hal ini menunjukkan ada peningkatan pengetahuan dan sikap ibu tentang makanan sehat dan gizi seimbang setelah mendapatkan penyuluhan.

Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah. Hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh maupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah, dan berkesinambungan (Lucie, 2005).

2.2.5. Kekuatan yang mempengaruhi penyuluhan

Penyuluhan adalah sebagai proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan pendidikan nonformal. oleh karena itu, selalu saja ada kendala dalam pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor atau kekuatan yang mempengaruhi proses perubahan keadaan yang disebabkan karena penyuluhan, diantaranya sebagai berikut :

(13)

1. Keadaan pribadi sasaran

Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan. Berikutnya, adanya ketakutan atau trauma di masa lampau yang berupa ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dana, sarana, dan pengalaman, serta adanya perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus melakukan perubahan.

2. Keadaan lingkungan fisik

Yang dimaksud lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan penyuluhan.

3. Keadaan sosial dan budaya masyarakat

Sebagai pola perilaku sudah sewajarnya apabila kondisi sosial budaya di masyarakat akan mempengaruhi efektivitas penyuluhan, karena kondisi sosial budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap warga masyarakat dan diteruskan secara turun-temurun, dan akan sangat sulit merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial budaya masyarakat.

(14)

4. Keadaan dan macam aktivitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang kegiatan penyuluhan

Ada tidaknya peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan akan menentukan efektivitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat.

2.3. Konsep Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner (1938), perilaku kesehatan (healthy behaviour) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.

Menurut Benyamin Bloom (1908) perilaku manusia dibagi kedalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu: (1) pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). (2) sikap atau tanggapan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). (3) praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice) (Notoatmodjo, 2005).

2.3.1. Pengetahuan

(15)

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bart (2004), dapat dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Jadi, pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah ke arah yang lebih baik.

2.3.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik dan sebagainya). Campbell (1950) (dalam Notoadmodjo, 2005) mendefinisikan sikap sangat sederhana, yakni suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Notoadmodjo, 2005).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

(16)

Misalnya, seorang ibu mengetahui dampak penggunaan kertas koran sebagai alas gorengan. Pengetahuan tersebut akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha untuk mencegah dan meminimalkan penggunaan kertas koran sebagai alas gorengan. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu berniat (kecenderungan bertindak) untuk mengganti kertas koran dengan daun pisang.

Newcomb (1994) (dalam Notoadmodjo, 2005), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

2.3.3. Tindakan atau Praktek

Tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut (Notoatmodjo, 2003). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. 2.3.4. Proses Perubahan Perilaku

Menurut WHO (1988), ada empat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merubah perilakunya. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut : (1) pikiran dan perasaan. Banyak hal yang dapat dirasakan dan kita pikirkan mengenai dunia yang kita diami ini. Pikiran dan perasaan ini dibentuk oleh pengetahuan, kepercaayaan, sikap dan nilai yang kita miliki, (2) orang yang berarti bagi kita. Perilaku dapat

(17)

berarti bagi kita, kita akan mendengar petuahnya dan kita akan berusaha meneladaninya, (3) sumber daya. Adapun sumber daya meliputi sarana, dana, waktu, tenaga, pelayanan, keterampilan dan bahan. Lokasi sumber daya bahan juga amat menentukan. Apabila sumber daya itu terdapat jauh dari masyarakat, mungkin sekali tidak akan dipakai. Melaksanakan banyak perjalanan dalam waktu singkat juga mempengaruhi perilaku manusia, (4) budaya. Pada umumnya perilaku, kepercayaan, nilai dan pemakainnya sumber daya dimasyrakat akan membentuk pola hidup masyarakat itu dikenal sebagai budaya. Budaya berkembang selama ratusan bahkan ribuan tahun karena manusia hidup bersama dan saling bertukar pengalaman didalam lingkungan tertentu (Notoatmodjo, 2003).

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO, perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga : (1) perubahan alamiah (natural

change), merupakan perubahan yang disebabkan karena kejadian alamiah. (2)

perubahan terencana (planned change), merupakan perubahan perilaku karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. (3) kesediaan untuk berubah (readdiness

to change), merupakan perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau

program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagaian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini karena setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubaah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2003).

2.4. Kemasan

Kemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan yang dikemas atau dibungkusnya.

(18)

Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan sehingga lebih mudah disimpan, diangkut, dan dipasarkan.

Berdasarkan sistem pengemasannya, kemasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe.

2. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus, keranjang tempe dan sebagainya.

3. Kemasar tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.

Berdasarkan bahan dasar pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini antara lain kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, dan plastik. Masing-masing jenis bahan kemasan ini mempunyai karakteristik tersendiri dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk produk pangan. Namun demikian, pemakaian barang-barang bekas seperti koran dan plastik bekas yang tidak etis dan hiegenis juga digunakan sebagai bahan pengemas produk pangan.

(19)

Pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk bahan pangan, harus mempertimbangkan syarat-syarat kemasan yang baik untuk produk tersebut, juga karakteristik produk yang akan dikemas.

2.5. Penggunaan Kertas Koran Bekas Sebagai Kemasan Gorengan

Makanan-makanan yang digoreng seperti donat, lumpia, dan berbagai jenis lainnya umumnya dikemas dalam keadaan yang masih panas dengan menggunakan kertas koran atau majalah bekas. Hati-hati dengan pembungkus ini, terutama bila tidak dilapisi dengan pembungkus yang lain, karena kertas koran dan majalah yang sering digunakan untuk pembungkus makanan ternyata mengandung timbal (Pb) yang berasal dari tinta pada tulisan-tulisan di kertas koran atau majalah tersebut (Nurheti, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Surtipanti S,dkk (2010) dikatakan bahwa makanan gorengan yang dialasi dengan kertas koran terdapat kandungan logam berat timbal (Pb) dengan kadar yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 1,73-2,2 ppm, namun kadar tersebut belum melebihi batas yang ditentukan oleh Depkes RI yaitu empat ppm. Bahan yang panas dan berlemak akan mempermudah perpindahan timbal ke dalam makanan. Kemudian di dalam tubuh manusia Pb atau timbal masuk melalui saluran pernafasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan menyebar ke berbagai jaringan lainnya seperti ginjal, hati, otak, saraf, dan tulang.

(20)

2.6. Timbal

Timbal atau dalam kesehariannya lebih dikenal dengan nama timah hitam disimbolkan dengan Pb. Logam Pb banyak digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), pestisida, dan yang paling banyak digunakan sebagai zat anti letup pada bensin.(Saeni, 2007).

Unsur Pb merupakan logam yang sangat beracun. Apabila timbal terhirup atau tertelan oleh manusia di dalam tubuh ia akan beredar mengikuti aliran darah, kemudian diserap kembali di dalam ginjal dan otak dan disimpan di dalam tulang dan gigi. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Salah satu penyebab kehadiran timbal dalam makanan adalah proses pengemasan yang tidak baik yaitu makanan dikemas menggunakan kemasan yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak aman sehingga tidak cocok untuk dijadikan sebagai kemasan. Misalnya adalah penggunaan kertas koran sebagai alas gorengan yang menyebabkan gorengan tercemar oleh timbal yang berasal dari tinta tulisan pada kertas koran.

Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh, namun hanya 10-25% saja yang akan mengendap di dalam tubuh, sisnya akan dikeluarkan baik melalui feces maupun air kencing. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan karena senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Haryando, 2008).

(21)

Keracunan yang disebabkan oleh keberadaan logam Pb dalam tubuh mempengaruhi banyak jaringan dan organ tubuh. Organ-organ tubuh yang banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem saraf, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung. Setiap bagian yang diserang oleh racun timbal akan memperlihatkan efek yang berbeda-beda.

2.7. Efek Timbal Bagi Kesehatan

Golongan umur anak-anak adalah golongan umur yang paling rentan terhadap pencemaran Pb sehingga dengan kadar yang rendah dapat menimbulkan dampak negatif pada anak-anak. Pada kadar rendah, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan penurunan IQ dan pemusatan perhatian, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan, serta gangguan pendengaran. Pada kadar tinggi, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan: anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf dan pencernaan, koma, kejang-kejang atau epilepsi, serta dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Murdiyarso (2007), dikatakan bahwa kadar Pb mendekati satu mikogram per kubik sudah bisa mempengaruhi kecerdasan anak.

Keracunan timbal pada orang dewasa dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf, ginjal, reproduksi, dan gangguan jantung. Unsur Pb yang mengendap pada tulang dapat mempenggaruhi kesehatan secara menyeluruh selama masa kehamilan dan pada penderita osteoporosis. Unsur ini juga berperan dalam proses keguguran kandungan (Mukhlis, 2009)

(22)

2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwa pengetahuan akan mempengaruhi sikap, lalu pengetahuan dan sikap akan mempengaruhi tindakan responden yaitu penggunaan kertas koran bekas oleh pedagang gorengan sebagai kemasan gorengan.

2.9. Hipotesis Penelitian

a) Ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan pedagang gorengan b) Ada pengaruh penyuluhan terhadap sikap pedagang gorengan

c) Ada pengaruh penyuluhan terhadap tindakan pedagang gorengan

Penyuluhan Pengetahuan

Sikap

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Uskup mempunyai kepenuhan sakramen tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi”, terutama dalam Ekaristi… Gereja Kristus sungguh hadir dalam jemaat beriman

Satuan-satuan yang digunakan sistem penerangan antara lain: satuan untuk intensitas cahaya : kandela (cd), satuan untuk Flux cahaya : Lumen (lm), satuan untuk

Tingkat kebugaran jasmani tidak dilihat dari sehat atau tidaknya fisik seseorang saat itu ataupun apakah orang tersebut mudah terserang penyakit atau tidak dalam

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang berjudul

Jenjang Operator adalah jenjang jabatan yang memerlukan kecakapan dan pengetahuan operasional di bidang penanggulangan bencana sehingga mampu menyelesaikan

Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, penelitian ini dibatasi pada permasalahan bagaimanakah persepsi dosen terhadap kegiatan kemahasiswaan yang meliputi

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, perlu menetapkan

Hasil penelitian pada tema ke tiga ini yaitu delapan dari sepuluh partisipan mengatakan suami tidak pernah memberikan tanggapan terhadap perubahan kehidupan/