• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur Hip sering dijumpai pada populasi berusia 60 tahun. Angka rata-rata fraktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur Hip sering dijumpai pada populasi berusia 60 tahun. Angka rata-rata fraktur"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

A.1 Fraktur Collum Femur

Fraktur Hip sering dijumpai pada populasi berusia ≥ 60 tahun. Angka rata-rata fraktur hip pada wanita di Inggris didistribusikan secara eksponensial 20 per 10.000, 38 per 10.000 dan 73 per 10.000 pada usia 65, 70 dan 75 tahun (Apley’s 9th, 2010). Hanya 5% fraktur terjadi pada pria dan wanita di bawah usia 60 tahun. Karena semakin meningkatnya populasi manula,maka jumlah fraktur hip diperkirakan akan meningkat Hampir setengah dari seluruh fraktur hip adalah intrakapsular, yaitu fraktur yang tidak stabil di mana suplai darah ke head femur akan terganggu, dan mempengaruhi proses penyembuhan fraktur (Apley’s 9th, 2010).

Fraktur kolum femur sering tejadi pada wanita disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan basal, yang kesemuannya terletak didalam simpai sendi panggul atau intrakapsular, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstra kapsuler.

A.2 Klasifikasi

Klasifikasi Garden berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak (Apley’s 9th, 2010).

a. Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah sebagai berikut : Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)

(2)

commit to user

5 Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)

Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang bersinggungan.

Gambar. 2.1 Klasifikasi Garden untuk Fraktur Collum Femur. Apley 9th ed, 2010

A.3 Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik.

Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.pada palpasi sering ditemukan adanya hematom di panggul. Pada tipe impacted, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.

(3)

commit to user

6 A.4 Diagnosis

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan : adanya riwayat trauma/ jatuh yang diikuti nyeri pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan fleksi, eksorotasi dan abduksi dan ROM hip sangat terbatas karena nyeri.

A.5 Pemeriksaan penunjang

Proyeksi AP dan lateral serta kadang juga dibutuhkan axial. Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial.

A.6 Hip Hemiarthroplasty

Hip hemiarthroplasty merupakan prosedur operasi yang paling sering dilakukan

pada kasus - kasus rekonstruksi hip usia dewasa. Pada awalnya indikasi dilakukan hip

arthroplasty adalah untuk menghilangkan nyeri pada pasien yang mengalami arthritis pada

usia lebih dari 65 tahun, dimana nyeri ini tidak dapat dihilangkan dengan pengobatan konservatif dan indikasi lainnya adalah memperbaiki dari fungsi hip joint (Apley’s 9th, 2010). Setelah banyak operasi hip hemiarthroplasty yang berhasil maka indikasi operasi ini berkembang semakin luas.

Penatalaksanaan untuk kasus fraktur intrakapsular saat ini tergantung dari mobilitas pasien sebelum trauma dan permintaan dari pasien. Individu dengan fraktur intrakapsular displace , mobilitas yang rendah, gangguan kognitif , dan rendahnya harapan dari pasien biasanya dilakukan Hemiarthroplasty (Kenzora JE et all, 1984). Namun Hemiarthroplasty sering dihubungkan dengan nyeri, infeksi, loosening dan erosi acetabulum. Oleh karena itu tingkat revisi lebih tinggi dibandingkan dengan Total Hip Arthroplasty. Belum ada

(4)

commit to user

7 konsensus yang jelas antara Hemiarthroplasty atau Total Hip Arthroplasty untuk fraktur hip intrakapsular.

A.7 Indikasi Hemiarthroplasty :

Pasien dengan fraktur collum femur yang memenuhi kriteria: - kondisi umum pasien yang buruk

- fraktur patologis

- penyakit parkinson's, hemiplegia, defisit neurologis lainnya - usia fisiologis pasien > 70th

- osteoporosis berat dengan kehilangan trabekula primer pada head femur - gagal closed reduction;

- neglected fraktur collum yang displace - penyakit dasar lainnya (DJD, RA, AVN) A.8 Kontraindikasi:

- sepsis

- pasien usia muda

- internal fiksasi yang gagal - penyakit pada acetabulum

A.9 Komplikasi pasca hemiarthroplasty: A.9.1 mortalitas:

- Kenzora et. al.melaporkan : 14% mortalitas pada tahun pertama setelah fraktur hip dibandingkan dengan 9% mortalitas pada populasi normal pada usia yang sama

(5)

commit to user

8 A.9.2 Fraktur femur:

- Hampir sebagian besar terjadi pada saat dilakukan reduksi prosthesa 4.5% (Kenzora JE et all, 1984)

- Biasanya non displace dan mengenai greater trokanter

- Pada fraktur shaft femur digunakan methyl methacrylate dan long stem prosthesa

A.9.3 Dislokasi:

- kurang dari 10 % (Carter LW et all , 1995)

-biasanya terjadi karena terlalu besar derajat anteversion atau retroversion,

posterior capsulectomy, & posisi pasien postoperative flexion atau rotasi dengan

adduksi hip yang berlebih A.9.4 post op: sepsis:

- lebih sering dijumpai pada posterior surgical approach 2% to 20%( Muller ME, 1992).

- infeksi dapat superficial atau deep A.9.5 loosening dan migrasi:

- adanya gambaran zona radiolucent zone disekitar prosthesa

- jika secara klinis dan radiologis terbukti maka dipertimbangkan untuk revision THR( Muller ME, 1992).

- erosi cenderung terjadi pada pasien yang aktif dengan cemented Thompson

hemiarthroplasty

A.9.6 pain:

(6)

commit to user

9

A.10 Post Operatif Rehabilitasi

 Pertahankan posisi dari hip joint: 15O

abduksi, eksternal rotasi dengan menggunakan bantal yang berbentuk segitiga

 Pasien diinstruksikan untuk melakukan latihan otot setiap beberapa menit dalam beberapa jam begitu pasien sadar

 Drain diangkat dalam 24 – 48 jam

 Hari pertama atau hari kedua pasien dapat duduk disamping bed. Sebaiknya dilakukan pemasangan abduction pillow

 Latihan berjalan sebaiknya dimualai pada hari pertama sebaiknya dengan walker

A.11 Rontgen preoperatif

Rencana preoperative selalu merupakan bagian integral dari hip arthroplasty. Baik Charnley dan Muller menitikberatkan pada pentingnya rontgen preoperatif dalam menentukan tipe dan ukuran prosthesa yang akan digunakan, agar mendapatkan posisi dan orientasi implan yang benar sehingga tidak terjadi perbedaan panjang kaki dan mengurangi komplikasi intraoperatif (Capello WN, 1986)

Sebelum operasi kita evaluasi tentang rontgen hip pasien, dan jika ada indikasi maka kita lakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang dan lutut pasien. Diperlukan minimal 2 proyeksi yaitu rontgen pelvis AP yang dapat melihat proximal femur dan rontgen pelvis lateral . Rontgen pelvis ini perlu dievaluasi secara teliti untuk menilai integritas dari acetabulum, agar dapat memperkirakan ukuran implan yang dibutuhkan dan seberapa banyak reaming yang akan dilakukan. CT scan juga dapat bermanfaat pada kasus- kasus yang kompleks. Lebarnya canal medula juga perlu dievaluasi oleh karena mungkin saja sempit terutama pada pasien usia muda, pasien dengan dysplasia dan kerdil. Pada kasus –kasus

(7)

commit to user

10 seperti ini mungkin saja dibutuhkan komponen femoral dengan straight stem atau stem yang dimodifikasi (Schwartz JT et all, 1989). Pada penyakit Paget , fraktur lama shaft femur dan kelainan kongenital, rontgen lateral proximal femur dapat menunjukan adanya anterior bowing , dimana hal ini dapat mempersulit preparasi canal . Jika terdapat bowing yang berat dan terjadi rotasi maka perlu dilakukan osteotomi femur terlebih dahulu sebelum

arthroplasty.

Templating secara teliti sebelum operasi akan mengurangi pekerjaan – pekerjaan yang tidak perlu selama operasi sehingga dapat mempersingkat lama operasi. Perkiraan ukuran dan orientasi implan yang baik akan mempermudah fitting implan intraoperatif

A.12 Landmark anatomis

Landmark secara anatomis seharusnya dapat dengan mudah diidentifikasi pada rontgen pelvis AP, bahkan jika sudah tidak jelas lagi oleh karena suatu patologi. Pada regio femur dapat digunakan sebagai landmark yaitu canal medula, trokanter mayor (2) dan minor. Pada pertemuan antara batas superior collum femur dan trokanter mayor disebut sebagai “

saddle “(3). Pada regio acetabulum dapat diidentifikasi acetabular roof dan gambaran “ teardrop” yaitu superposisi antara medial wall acetabulum dengan tip anterior dan posterior horn acetabulum.

Gambar. 2.2 Landmark pada rontgen pelvis AP (Sumber: Merrill’s Atlas Of Radiographic Positions And Radiologic Procedures. Ed 10, 2003)

(8)

commit to user

11 Untuk mendapatkan rontgen dengan kualitas yang baik pada hip templating, dibutuhkan ekspose dan orientasi yang baik dalam proses pengambilan rontgen. Walaupun hal ini sepertinya mudah namun dalam prakteknya sulit. Kami biasanya memfokuskan beam rontgen pada pubis untuk hip templating, dengan proyeksi ini dapat terlihat femur 1/3 proksimal. Untuk mengevaluasi leg length discrepancies dan pelvic tilting pada bidang frontal dan sagital foto rontgen pelvis AP diambil pada posisi berdiri dengan jarak kedua spina iliaca sama terhadap film.

A.13 Mekanisme terjadinya Sinar-X A.13.1 Potensial listrik pada tabung

Aspek-aspek kuantitatif dari energi potensial listrik dapat diselidiki dengan menggunakan alat bantu seperti tersaji pada Gambar 2.3

Gambar 2.3. Diagram potensial listrik (Sumber: Reitz, Milford and Christy, Foundations of Electromagnetic Theory, 4th Edition, 1993)

(9)

commit to user

12 Keterangan gambar:

Diagram yang menggambarkan usaha yang dilakukan untuk menggerakkan suatu muatan antara dua titik dengan potensial yang berbeda dalam medan listrik.

Muatan + Q menimbulkan medan listrik yang tersebar ke semua arah dengan sama rata, sedangkan muatan + q diperlukan untuk menyelidiki medan listrik yang ditimbulkan oleh Q. Jika muatan q berada pada titik a, dan berjarak ra dari Q, maka muatan tersebut akan memiliki sejumlah energi potensial yang tergantung pada besarnya Q, q dan ra. Jika muatan q harus dipindahkan ke titik b, yang semakin dekat.

terhadap titik Q maka harus dilakukan usaha untuk menggerakkan muatan dari titik a ke titik b karena adanya gaya tolak antara kedua muatan tersebut. Besamya usaha yang harus dilakukan untuk menggerakkan muatan q dari titik a ke titik b adalah :

W= Fr (2.1)

dengan:

W = usaha (joule)

F = gaya (newton) -

r = jarak yang ditempuh (meter)

F merupakan gaya luar yang dibutuhkan untuk melawan gaya Coulomb :

F = k Qq/r2 (2.2)

dengan:

k = konstanta listrik di ruang hampa = 9 x 109 N m2 C "2

Q dan q = besar muatan di titik a dan b (coulomb) r = jarak antara muatan (meter)

Gaya tidak selalu konstan, tetapi berubah secara berkebalikan dengan kuadrat jarak antara muatan-muatan. Besarnya gaya akan meningkat secara cepat jika muatan q mendekati Q.

(10)

commit to user

13 Pengeluaran energi total atau naiknya energi potensia! dari muatan q merupakan jumlah dari semua penambahan usaha yang sangat kecil. Pertambahan energi yang sangat kecil dinyatakan dengan( Bushong, 2009 ):

dW = - F . dr (2.3) dengan:

dW = pertambahan energi yang kecil

~ = tanda minus karena bertambahnya energi potensial diakibatkan oleh berkurangnya jarak antara kedua muatan.

F = gaya Coulomb (newton) dr = vektor perubahan posisi

Jika nilai F dari persamaan (2.2) dimasukkan ke dalam persamaan (2.3) maka didapatkan:

(2.4) Integrasi persamaan (2.5) memberikan 4,19 :

(2.6)

dengan:

W = energi (jouie)

r», ^ = jarak a dan b (meter) Q, q = muatan (coulomb)

(11)

commit to user

14 Potensial listiik di titik manapun yang disebabkan oleh medan listrik dari suatu titik Q didefinisikan sebagai energi potensial yang akan dimiliki oleh suatu medan positif +q jika muatan tersebut dibawa dari titik yang berjarak tak berhingga dari Q ke titik yang sedang dibicarakan. Potensial listrik pada titik b pada Gambar 1 dapat dihitung dari persamaan (2.5) dengan memasang jarak ra sama dengan tak berhingga, sehingga potensial pada titik b, Vb didefinisikan sebagai energi potensial per satuan muatan positif yaitu ;

(2.7) dengan :

Vb = potensial listrik di titik b (volt) W = energi potensial (joule) q = muatan (coulomb)

2.1.2. Arus dan tegangan listrik pada tabung

Arus listrik I didefinisikan sebagai laju pengangkutan muatan mela lui permukaan tertentu dari sistem hantar. Kuat arus dirumuskan (Reitz, 1993 ) :

(2.8) dengan:

I = arus (ampere) q = muatan (coulomb) t =waktu(detik)

Di dalam konduktor padat sebagai pembawa muatan adalah elektron bebas dan di dalam konduktor cair atau elektrolit pembawa muatannya adalah ion. Elektron bebas dan ion dalam konduktor bergerak karena pengaruh medan listrik dengan rapat arus:

(12)

commit to user

15 dengan:

j =rapat arus (A/m2)

A = Iuas penampang konduktor (meter2) I = arus tabung (ampere)

Jika rapat arus sebanding dengan medan listrik yang menimbulkannya maka (Reitz, 1993 ): (2.10) dengan:

j = rapat arus (A/m2)

σ= konduktifitas listrik (siemens / meter)

E = medan listrik

Di dalam logam yang berarus listrik, pembawa muatan bergerak dan bertumbukan dengan atom-atom logam. Akibat dari tumbukan pembawa muatan kehilangan sejumlah energinya sehingga bergerak dengan kecepatan tetap dan atom-atom logam makin cepat sehingga menimbulkan panas. Bila sejumlah muatan dq bergerak di bawah pengaruh beda potensial V, muatan ini harus mendapatkan tambahan energi sebesar:

du = V dq (2.11)

dengan:

du = tambahan energi

dq = pertambahan muatan (coulomb) V = tegangan (volt)

Karena arus I tetap, maka kecepatan tetap dan energi kinetik pun tidak berubah. Energi ini hilang sebagai panas dan diterima logam dengan daya disipasi:

(13)

commit to user 16 dengan: P = daya (watt) I = arus (ampere) V = tegangan (volt)

Karena beda potensial V = IR maka persarnaan (2.12) menjadi :

P = I 2 R (2.13)

Persamaan (2.13) menyatakan daya yang hilang atau daya disipasi pada konduktor dengan hambatan R bila dialiri arus listrik l Kalor disipasi dalam waktu dt adalah :

dQ = I2 R dt (2.14)

dengan:

dQ = kalor yang terdisipasi (joule) I = aras (ampere)

R = hambatan (ohm) dt = waktu (detik j

A.14 Pembangkitan sinar-X

Sinar-X dihasilkan jika filamen (katoda) dalam tabung rontgen dipanaskan dengan arus listrik sampai lebih 2000°C sehingga terjadi awan-awan elektron di sekitamya yang disertai emisi termionik. Bila antara anoda dan katoda diberi beda potensial yang tinggi, maka elektron-elektron itu akan bergerak dengan kecepatan tinggi dari katoda melalui ruang hampa menuju anoda. Elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi itu menumbuk target sehingga tenaga gerak elektron akan berubah menjadi sinar-X (lebih kurang 1%) dan selebihnya berubah menjadi panas ( Meredith, 1977). Tabung sinar-X dibuat dalam keadaan hampa, dengan tujuan untuk menghindari gesekan molekul udara dan elektron katoda yang

(14)

commit to user

17 terpancar. Sehingga elektron yang terpancar akan melaju tanpa hambatan sehingga tidak ada energi yang hilang aelama perjalanannya dari katoda ke anoda.

Elektron yang diberi tegangan sangat tinggi akan meradiasikan gelombang elektromagnetik dan elektron yang bergerak cepat dan tiba-tiba dihentikan oleh target akan mengalami suatu perubahan kecepatan. Radiasi yang ditimbulkan dalam keadaan demikian disebut "Bremsstrahlung" atau radiasi pengereman ( Bushong, 2009 ). Peristiwa "Bremsstrahlung" yang menghasilkan sinar-X ini disajikan pada Gambar 2.2

Gambar 2.4. Sinar-X Bremsstrahlung hasil interaksi antara proyektil elektron dengan inti atom . Bushong, Stewart, Radiologic Science for Technologists, 9th ed. 2009.

Untuk menafsirkan bahaya Bremsstrahlung dapat dipergunakan perumusan sebagai berikut :

f = 3,5x10 -4 ZE (2.15)

dengan :

f = fraksi energi beta yang menyertai yang diubah rnenjadi foton Z = nomor atom penguap ; E = energi maksimum partikel beta, MeV

(15)

commit to user

18 A.15 Karakteristik Sinar-X

Sinar-X yang dihasilkan dari focal spot dengan panjang gelombang yang berbeda akan memancar secara divergen ke segala arah. Pada saat sebagian dari radiasi ini mengenai suatu materi akan menyebabkan ionisasi dengan materi tersebut. Ionisasi adalah pembentukan sepasang ion yaitu ion positif dan ion negatif. Kemampuan sinar-X untuk menimbulkan ionisasi inilah yang dimanfaatkan daiam radio diagnostik khususnya pada radiografi ( Meredith, 1977).

A.16 Variabel Geometri yang Mempengaruhi Kualitas Gambar Rontgen Variabel geometri yang mempenganihi kualitas Gambar Rontgen dapat menimbulkan : 1. Magnifikasi.

2. Distorsi. A.16.1 Distorsi

Distorsi adalah perubahan bentuk bayangan dari obyek yang disebabkan karena perbedaan letak atau posisi dari obyek, focal spot dan film. Distorsi dapat terjadi pada perubalian posisi focal spot, yang dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5. Perubahan bentuk bayangan tergantung pada posis focal spot . Meredith dan Massey, 1977

(16)

commit to user

19 Keterangan gambar:

Fi = posisi focal spot 1 F2 = posisi focal spot 2 K = obyek (bola) Si.Sz = bayangan A B = permukaan iilm

Pada obyek padat, setiap bagian mendapat perbesaran yang berlainan, tergantung pada jarak obyek ke film sehingga bentuk keseluruhan akan berubah. Proses ini disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Perubahan bentuk bayangan karena letak lateralnya Meredith dan Massey, 1997 Keterangan gambar:

ab = cd = ef AB < CD < EF

Distorsi dari bentuk dan posisi dapat dibuat sekecil mungkin dengan pemakaian jarak focal spot film yang besar dan jarak obyek - film yang kecil dan berkas sinar-X yang tegak hinis film ditunjukkan pada bagian yang akan diperiksa Distorsi dapat terjadi pada penempatan obyek yang tidak sejajar dengan film. Bentuk dan ukuran bayangan tergantung dari sudut 8 dari obyek terhadap film.

(17)

commit to user

20 B. Magnifikasi

Magnifikasi merupakan gambar yang dihasilkan oleh sinar rontgen pada film dan selalu sedikit lebih besar dari gambar aslinya, dan efek ini disebut sebagai magnifikasi (Battiato, 2007). Faktor magnifikasi adalah derajat pembesaran yang dapat dihitung dengan:

M = SID / SOD

Dimana M adalah faktor magnifikasi

Gambar 2.7. Faktor magnifikasi. Principles of Radiographic Imaging: An Art and A Science, 5th ed , 2013

Faktor magnifikasi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran sebenarnya dari sebuah benda yang diproyeksikan sinar rontgen dengan menggunakan rumus:

O = I / M Dimana

O = ukuran dari objek I = ukuran gambar M = Faktor magnifikasi Dari rumus diatas didapatkan

(18)

commit to user

21 Pada foto rontgen polos magnifikasi bergantung pada jarak antara pasien dengan film, dan jarak antara pasien dengan fokus sinar rontgen. Pembesaran minimum dihasilkan jika film diletakkan dekat dengan pasien dan jarak pasien dengan fokus tube sinar rontgen jauh (Battiato, 2007).

Magnifikasi pada rontgen pelvis AP adalah bervariasi. Untuk meningkatkan akurasi template, diperlukan metode yang praktis dan sederhana. Suatu benda yang sudah diketahui ukurannya diletakkan pada film sehingga dapat ditentukan besarnya magnifikasi. Uang koin 10 cent dengan diameter 24.50mm dengan toleransi ± 0.125mm dan ketebalan 1.85 mm, digunakan untuk mengetahui besarnya magnifikasi, koin ini diletakkan pada plate film.

Semakin jauh jarak antara sumber dengan plate film maka magnifikasi yang terjadi semakin kecil tetapi magnifikasi akan semakin besar jika jarak antara objek dengan plate film semakin jauh . Faktor yang mempengaruhi jarak pada rontgen hip adalah besarnya ukuran tubuh pasien dan rotasi dari pelvis. Gambar skematis dapat dilihat pada Gambar 2.8 , besarnya magnifikasi pada koin akan sesuai dengan besarnya magnifikasi pada femur. Besarnya magnifikasi akan bertambah 2x lipat dari 10 % menjadi 20% jika jarak antara femur ke plate film bertambah dari 90mm menjadi 170mm.

(19)

commit to user

22 Metode Conn dengan meletakkan suatu objek yang sudah diketahui ukurannya disamping paha pasien pada level femur telah banyak digunakan pada berbagai studi dan diakui sebagai salah satu metode yang akurat. Tetapi dalam prakteknya, metode ini kurang familier dan sulit bagi radiografer dan kurang disukai oleh pasien. Kami memodifikasi metode ini dengan cara melakukan rontgen pelvis AP preoperatif dan mengatur jarak sumber dengan plate film konstan 100cm, kemudian menghitung perbedaan antara ukuran head femur pada rontgen preoperatif dan ukuran sebenarnya pada intraoperatif.

Sebanyak 47 pasien yang dilakukan operasi menjalani hemiarthroplasty dari pinggul atau penggantian panggul total yang terdaftar dalam penelitian ini. Keakuratan metode pengukuran ini dinilai dengan membandingkan diameter sebenarnya dari kepala prosthesis dengan diameter pada foto rontgen preoperatif.

Gambar 2.9. Variasi faktor magnifikasi berdasarkan height of hip joint . Journal of Digital Imaging, Vol 20, No 4 December, 2007.

(20)

commit to user

23 Gambar 2.10. Variasi faktor magnifikasi berdasarkan bentuk objek. Journal of Digital

Imaging, Vol 20, No 4 December, 2007. C. Kerangka Konsep Teori

(21)

commit to user

24 D. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan perkiraan besar magnifikasi diameter head femur pada rontgen pelvis AP hip hemiarthroplasty di RS Ortopedi Prof Soeharso Surakarta.

Gambar

Gambar 2.3. Diagram potensial listrik (Sumber: Reitz, Milford and Christy, Foundations of  Electromagnetic Theory, 4th Edition, 1993)
Gambar 2.4. Sinar-X  Bremsstrahlung hasil interaksi antara proyektil elektron dengan inti  atom
Gambar 2.5. Perubahan bentuk bayangan tergantung pada posis focal spot . Meredith dan  Massey, 1977
Gambar 2.6. Perubahan bentuk bayangan karena letak lateralnya Meredith dan Massey, 1997  Keterangan gambar:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pada level tiga tersebut akan diperoleh sejumlah angka indeks konsistensi yang banyaknya sama dengan unsur-unsur dalam level dua. Langkah selanjutnya adalah

Djuanda, Jawa Barat; Pendugaan parameter populasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus, 1758) di Samudera Hindia Selatan Jawa; Biologi reproduksi ikan cakalang

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),

Dengan menggunakan jenis grease yang sesuai dapat memberikan perlindungan terhadap cuaca dan kondisi lingkungan, pelaksanaan safety meeting before work dapat

Teknik menenun berupa teknik buatan tangan yang menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau dikenal dengan sebutan pakara tinun (peralatan tenun). Pola pewarisan

Perlakuan fortifikasi tepung daging ikan lele dumbo dengan perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh nyata (p≤0,05) pada biskuit terhadap asam amino lisin, kadar protein,

Hasil penelitian tema payung tahun ketiga menunjukkan bahwa: (1) model, mekanisme atau prosedur, panduan, dan instrumen evaluasi penjaminan mutu sekolah yang

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu Bagaimana pengaruh variabel pelayanan dan produk terhadap