• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOEDUKASI KELUARGA MAMPU MERUBAH PERAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER PADA PASIEN SKIZOFRENIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PSIKOEDUKASI KELUARGA MAMPU MERUBAH PERAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER PADA PASIEN SKIZOFRENIA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

E-ISSN 2655 – 2310

PSIKOEDUKASI KELUARGA MAMPU MERUBAH PERAN

KELUARGA

SEBAGAI

CAREGIVER

PADA

PASIEN

SKIZOFRENIA

Desak Made Ari Dwi Jayanti*◊, Ni Luh Putu Ekawati*, Ni Ketut Ayu Mirayanti*

*Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali

Corresponding Outhor : djdesak@gmail.com

Peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia menjadi hal utama untuk mencegah kekambuhan serta penting untuk keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia. Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi Experiment. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah Sampel 44 responden. Pengumpulan data kuesioner peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia. Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon Sing Rank Test pada data inter kelompok, dan uji Mann Whitney Test pada analisis data antar kelompok.Hasil penelitian pada uji inter kelompok diperoleh nilai p value 0,002 pada kelompok perlakuan dan p value 0,317 pada kelompok kontrol. Sedangkan pada uji antar kelompok pada post test p value = 0,000, ini menunjukkan ada pengaruh pemberian psikoedukasi keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia. Melalui pemberian psikoedukasi yang terdiri dari komponen edukasi, keterampilan, komponen emosional, dan komponen sosial dapat merubah perilaku keluarga dalam merawat pasien sehingga peran keluarga sebagai caregiver mengalami perubahan dan mampu membentuk family support group.

Kata Kunci: skizofrenia, peran keluarga, caregiver, psikoedukasi keluarga

LATAR BELAKANG

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang sering ditemukan dan dirawat (Maramis, 2009). Skizofrenia adalah gangguan neurobiologist kompleks sirkuit

otak neurotransmitter, defisit

neuroanatomikal, kelainan neuroelektrikal, dan disregulasi neurosirkulatori, menyebabkan otak miswired dan gejala klinis (Stuart, 2016).

Berdasarkan data WHO (World Health

Organization) tahun 2016, penderita skizofrenia berjumlah 21 juta jiwa di seluruh dunia yang terdiri dari 12 juta laki-laki dan 9 juta perempuan. Lebih dari 50% penderita skizofrenia tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Data Riset Kesehatan Dasar (2013) mencatat prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk Indonesia. Gangguan jiwa skizofrenia terbanyak di Daerah Istimewa Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Bali. Prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) di Bali sebesar 2,3 per 1.000

penduduk, sama dengan prevalensi di Jawa Tengah.

Perawatan kembali pasien dengan skizofrenia lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien gangguan mental berat lainnya. Skizofrenia tidak menimbulkan kematian secara langsung namun menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif. Dampak skizofrenia sangat besar yaitu menimbulkan beban bagi masyarakat serta keluarga karena memerlukan biaya perawatan yang besar, kehilangan waktu produktif dan masalah yang berkaitan dengan hukum, seperti kasus-kasus yang belakangan ini, terjadi penganiayaan atau perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita gangguan jiwa skizofrenia. Dilihat dari sudut pandang pemerintah, gangguan jiwa berat seperti skizofrenia memerlukan alokasi dana pelayanan kesehatan yang besar (Kemenkes, 2013).

Program pemerintah dalam menyikapi masalah kesehatan jiwa di Indonesia adalah dengan melakukan beberapa upaya, antara lain dengan menerapkan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif,

(2)

E-ISSN 2655 – 2310

terintegrasi, dan berkesinambungan di masyarakat; menyediakan sarana, prasarana, dan sumberdaya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan jiwa di seluruh wilayah Indonesia, termasuk obat, alat kesehatan, tenaga kesehatan, dan tenaga non kesehatan yang terlatih; menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya preventif dan promotif serta deteksi dini gangguan jiwa dan melakukan upaya rehabilitasi serta reintegrasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) ke masyarakat; dan dengan pemberdayaan ODGJ (Depkes, 2014).

Terapi yang diberikan pada pasien skizofrenia bersifat komprehensif dan holistik sehingga pasien skizofrenia tidak mengalami diskriminasi. Beberapa terapi yang dimaksud adalah terapi dengan obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial, dan terapi psikoreligius, dimana setiap terapi yang diberikan kepada pasien memerlukan peranan keluarga untuk proses kesembuhan pasien (Hawari, 2012).

Peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia menjadi hal utama untuk mencegah kekambuhan serta sangat penting untuk keberhasilan terapi pada perawatan pasien (Farkhah, 2017). Penelitian ini mengungkapkan bahwa peran keluarga sebagai caregiver sangat penting dalam

menangani dan mencegah gejala

kekambuhan karena mereka bertanggung jawab memberikan perawatan secara langsung kepada pasien skizofrenia dalam segala situasi (continuum of care).

Penelitian Dewi (2017), menyatakan bahwa ada hubungan faktor pengetahuan dan sikap keluarga dengan peran keluarga sebagai

caregiver pasien skizofrenia. Salah satu intervensi perawat dalam menjalankan perannya sebagai seorang pendidik dengan melibatkan keluarga untuk meningkatkan peran keluarga sebagai caregiver adalah melalui psikoedukasi keluarga.

Psikoedukasi keluarga melibatkan keluarga sebagai sistem dukungan (support

system) terdekat bagi pasien dalam mengelola

lingkungan di sekitar keluarga. Psikoedukasi keluarga dirancang terutama untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit, mengajarkan tehnik yang dapat

membantu keluarga untuk mengetahui gejala-gejala penyimpangan perilaku, regimen terapeutik serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri (Stuart & Sundeen dalam Lestari, 2011). Pelaksanaan psikoedukasi keluarga bisa dikatakan efektif apabila mampu mencapai tujuan utama sesuai yang direncanakan dan tepat waktu, yakni dilaksanakan sebanyak lima sesi dalam lima kali pertemuan dengan masing-masing sesi selama 45 menit (Wiyati, 2010). Penelitian Wiyati, (2010) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan isolasi sosial. Psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga serta menurunkan beban subjektif keluarga. Penelitian Sulastri (2016) menyatakan bahwa ada peningkatan dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien setelah dilakukan psikoedukasi keluarga.

Hasil studi pendahuluan di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, rata-rata kunjungan pasien skizofrenia ulangan per hari adalah 32 orang, hasil melakukan wawancara dengan 10 orang keluarga pasien, mayoritas keluarga pasien yaitu sebanyak 7 orang keluarga tidak mengetahui tentang penyakit skizofrenia, tanda kekambuhan dan mengatakan tidak mampu memberikan dukungan yang optimal kepada pasien karena kesibukan bekerja sehingga tidak sempat memperhatikan kondisi pasien, tidak sempat memperhatikan pasien ketika minum obat dan sering tidak tepat waktu menghantar pasien berobat sehingga pasien kehabisan obat yang berdampak pasien mengalami kekambuhan dan kembali dirawat di rumah sakit jiwa Provinsi Bali.

Tindakan yang selama ini diterapkan di RSJ Provinsi Bali kepada keluarga pasien skizofrenia, lebih pada pemberian informasi tentang jenis obat yang diminum pasien, aturan pakai obat tersebut, dan jadwal kontrol pasien untuk mendapatkan kelanjutan pengobatan. Pemberian informasi tentang tanda dan gejala kekambuhan pasien, cara dan keterampilan perawatan pasien di rumah, tentang cara keluarga mengelola stress dan mempertahankan koping positif keluarga, serta tentang beban keluarga dalam merawat

(3)

E-ISSN 2655 – 2310

pasien masih sangat jarang diberikan. Hal tersebut menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan pemberian informasi untuk keluarga dan pasien gangguan jiwa di RSJ Provinsi Bali.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

quasi experiment dengan rancangan Pre-test-post-test design with control group. Populasi

pada penelitian ini adalah seluruh keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia yang berobat di Poliklinik Jiwa RSJ Provinsi Bali. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah Sampel 44 responden. Adapun kriteria inklusi keluarga pasien dengan diagnosa medis skizofrenia yang sudah pernah rawat inap lebih dari 1 kali, bisa membaca dan menulis, serta criteria eksklusi keluarga pasien dengan cacat fisik, bisu dan tuli. Pengumpulan data menggunakan instrument berupa kuesioner peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia. Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon

Sing Rank Test pada data inter kelompok, dan

uji Mann Whitney Test pada analisis data antar kelompok.

HASIL

Tabel 1: Analisis Perbedaan Peran Keluarga Sebagai Caregiver Sebelum Dan Setelah Diberikan Psikoedukasi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian menunjukan p value= 0,002, hal ini berarti menunjukkan ada perbedaan peran keluarga sebagai caregiver

sebelum dan setelah diberikan psikoedukasi keluarga pada kelompok perlakuan. Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh hasil p value= 0,317, hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang peran keluarga sebagai caregiver pada Kelompok Kontrol.

Tabel 2: Analisis Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Peran Keluarga Sebagai Caregiver pada Pasien Skizofrenia Antar Kelompok

Hasil penelitian menunjukan p value = 0,694, berarti tidak ada perbedaan peran keluarga sebagai caregiver sebelum diberikan psikoedukasi keluarga pada kelompok kontrol dan perlakuan, yang artinya peran keluarga pada awal tes (pre

test) adalah hampir sama. Sedangkan peran

keluarga setelah diberikan psikoedukasi keluarga pada kelompok perlakuan dan kontrol diperoleh nilai p value = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan peran keluarga sebagai caregiver setelah diberikan psikoedukasi keluarga pada kelompok perlakuan dan kontrol yang artinya ada pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia.

PEMBAHASAN

Peran keluarga sebagai caregiver sebelum psikoedukasi keluarga

Hasil penelitian menunjukkan peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia sebelum diberikan psikoedukasi keluarga sebagian besar dalam kategori cukup yaitu 13 orang (65%) pada Kelompok Perlakuan dan 10 orang (50%) pada Kelompok Kontrol.

(4)

E-ISSN 2655 – 2310

Peran keluarga sangat diperlukan dalam proses kesembuhan pasien. Peran keluarga bersifat mendukung setiap terapi yang diberikan pada pasien skizofrenia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Madriffa’I (2015), mendapatkan hasil bahwa peran keluarga pasien skizofrenia sebagian besar dalam kategori rendah yaitu sebesar 46% responden, cukup 40% responden, dan peran tinggi 14% responden.

Menurut Baroroh (2012), keluarga yang berperan baik dalam upaya perawatan kepada anggota keluarga yang lain akan memberikan dampak yang baik pula kepada anggota keluarga yang lain karena merasa diperhatikan, mendapatkan kasih sayang, merasa bahagia, dan terpenuhi kepuasan dalam menjalani kehidupan, sehingga kondisi tersebut akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anggota keluarga. Seorang

caregiver pasien skizofrenia biasanya akan

memiliki beban dan tekanan yang dirasakan. Beban tinggi yang dirasakan sangat berpengaruh pada pelaksanaan peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia. Sebanyak 62% caregiver

merasakan beban dari yang ringan hingga berat dalam merawat pasien skizofrenia pada penelitian yang dilakukan oleh Afriyeni (2016).

Penelitian Dewi (2017), menyatakan bahwa ada hubungan faktor pengetahuan (nilai p = 0,014) dan sikap keluarga (nilai p = 0,007) dengan peran keluarga sebagai

caregiver pasien skizofrenia, artinya ada

pengaruh pengetahuan dan sikap keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia

Peran Keluarga Sebagai Caregiver Setelah Psikoedukasi Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia pada Kelompok Perlakuan setelah diberikan psikoedukasi keluarga sebagian besar yaitu 13 orang (65%) dalam kategori baik, 7 orang (35%) dalam kategori cukup, dan tidak ada yang memiliki peran kurang. Peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia pada pada Kelompok Kontrol pada post test sebagian besar yaitu 12 orang (60%) dalam kategori cukup, serta

masing-masing 4 orang (20%) dalam kategori kurang dan kategori baik.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sulistiowati (2010) yang menyatakan bahwa pada Kelompok Intervensi yang diberikan psikoedukasi keluarga diperoleh peningkatan yang lebih signifikan pada kemampuan keluarga secara kognitif maupun psikomotor dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Kemampuan kognitif keluarga pada Kelompok Intervensi mengalami peningkatan sebesar 15,64 satuan setelah diberikan psikoedukasi keluarga sedangkan pada Kelompok Kontrol mengalami peningkatan hanya sebesar 2,34 satuan. Kemampuan psikomotor keluarga pada Kelompok Intervensi mengalami peningkatan sebesar 9,44 satuan setelah diberikan psikoedukasi keluarga sedangkan pada Kelompok Kontrol hanya mengalami peningkatan sebesar 2,16 satuan.

Hasil penelitian juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sulastri (2013) tentang psikoedukasi keluarga meningkatkan kepatuhan minum obat ODGJ di Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien setelah dilakukan psikoedukasi keluarga dengan

p-value=0,000. Penelitian tentang efektivitas

psikoedukasi keluarga pada caregiver yang dilakukan oleh Komalah (2016), menunjukkan bahwa terdapat penurunan ansietas yang bermakna pada keluarga dalam merawat penderita ulkus diabetes mellitus sesudah diberikan pikoedukasi keluarga, yaitu dengan p value 0,000 < α(0,05).

Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia

Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver.

Psikoedukasi keluarga merupakan salah satu pengembangan dari terapi keluarga. Program psikoedukasi keluarga lebih efektif merawat gejala negatif daripada kelompok standar. Psikoedukasi keluarga juga berhasil

(5)

E-ISSN 2655 – 2310

mengurangi reaksi negatif dan kejenuhan keluarga yang merawat (Suhron, 2017).

Psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat pasien skizofrenia karena dalam

terapi mengandung unsur untuk

meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit, mengajarkan tehnik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala-gejala penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri (Stuart & Laraia, 2008).

Menurut Stuart (2016), tujuan psikoedukasi keluarga dicapai melalui program komprehensif yang terdiri dari komponen edukasi, komponen keterampilan (komunikasi, resolusi konflik, penyelesaian masalah, sikap asertif, manajemen perilaku dan manajemen stress), komponen emosional, dan komponen sosial, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku keluarga sehingga dapat meningkatkan peran keluarga sebagai

caregiver klien skizofrenia antara lain dalam

pemberian dukungan keluarga baik dukungan emosional, sosial, fisik; pengawasan minum obat; dan upaya pencegahan kekambuhan. Hal paling penting dari program psikoedukasi keluarga adalah bertemu keluarga berdasarkan pada kebutuhan dan keluarga memberi kesempatan untuk bertanya, bertukar pandangan dan bersosialisasi dengan anggota yang lain dan profesi kesehatan jiwa. Peningkatan kemampuan terjadi karena terapi psikoedukasi keluarga berkaitan dengan adanya komponen keterampilan latihan yang terdiri dari : komunikasi, latihan menyelesaikan konflik, latihan asertif, dan mengatasi stress.

Penelitian Farkhah (2017), menyatakan bahwa adanya hubungan yang kuat dan memiliki arah hubungan negatif antara dukungan keluarga dan pengetahuan keluarga sebagai caregiver dengan frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia.

Bertambahnya dukungan dan semakin meningkatnya pengetahuan keluarga dapat mengurangi frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. Penelitian ini mengungkapkan bahwa peran keluarga sebagai caregiver sangat penting dalam menangani dan

mencegah gejala kekambuhan karena mereka bertanggung jawab memberikan perawatan secara langsung kepada pasien skizofrenia dalam segala situasi (continuum of care).

Penelitian Wiyati (2010)

mengemukakan bahwa terdapat pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan isolasi sosial. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif dan psikomotor keluarga kelompok intervensi meningkat lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05). Penelitian Sulastri (2016) menyatakan bahwa pengetahuan keluarga tentang peran keluarga dalam meningkatkan kepatuhan minum obat sebelum diberikan psikoedukasi dan setelah diberikan psikoedukasi menunjukkan nilai yang signifikan diperoleh dari hasil uji paired

t-test diperoleh p value=0,000 yang artinya

terdapat perbedaan atau pengaruh yang signifikan pengetahuan keluarga tentang peran keluarga dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada kelompok intervensi.

Penelitian Rohmi (2015), menyatakan bahwa terdapat pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat penderita TB diperoleh p

value <0,05. Psikoedukasi yang diberikan

dilakukan sebanyak empat kali pertemuan dengan durasi pertemuan 45-60 menit. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa psikoedukasi keluarga menawarkan kombinasi antara informasi tentang penyakit, praktik dan dukungan emosional, pengembangan keterampilan keluarga dalam problem solving, dan manajemen krisis keluarga

sehingga dapat mengubah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor seseorang.

Hasil analisis data pengaruh psikoedukasi terhadap peran keluarga sebagai

caregiver pada pasien skizofrenia adalah

didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti H0 ditolak yaitu ada pengaruh yang signifikan antara psikoedukasi keluarga terhadap peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia.

(6)

E-ISSN 2655 – 2310

KESIMPULAN

Peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia merupakan hal yang penting dalam pencegahan kekambuhan dan perawatan pasien. Peran keluarga yang belum optimal menjadi suatu kendala mengurangi kekambuhan dan rawat inap berulang pasien skizofrenia. Penelitian ini menunjukkan melalui psikoedukasi keluarga mampu merubah peran keluarga sebagai caregiver pada pasien skizofrenia.

Selanjutnya diharapkan terjadi perubahan perilaku keluarga dalam merawat pasien skizofrenia yang memerlukan

perawatan yang lama biasanya

mempengaruhi motivasi keluarga dalam melakukan perawatan lanjutan, dalam penelitian ini tidak dilakukan pengkajian tentang motivasi keluarga dalam melakukan perannya sebagai seorang caregiver pasien skizofrenia.

DAFTAR PUSTAKA

Afriyeni, Nelia dan Sartana. (2016). Gambaran Tekanan Dan Beban Yang Dialami Oleh Keluarga Sebagai Caregiver Penderita Psikotik Di RSJ Prof. H.B. Sa’Anin Padang. Jurnal

Ecopsy, 3(3). 115-120

Baroroh, D.B. (2012). Peran Keluarga Sebagai Caregiver Terhadap Pengelolaan Aktifitas Pada Lansia Dengan Pendekatan NIC (Nursing Intervention Classification) Dan NOC (Nursing Outcome Classification).

Jurnal Keperawatan, 141-151.

Depkes. (2014). Stop Stigma Dan Diskriminasi Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Available :

www.depkes.go.id (01 Februari 2018). Dewi. (2017). Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Peran Keluarga Sebagai Caregiver Pasien Skizofrenia.

Skripsi Stikes Wira Medika PPNI Bali. Farkhah, Laeli. (2017). Faktor Caregiver dan

Kekambuhan Klien Skizofrenia. JKP-5(1). 37-46.

Hawari, D. (2012). Pendekatan Holistik Pada

Gangguan Jiwa : Skizofrenia, edisi 3.

Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Komalah, A.D. (2016). Efektivitas

Psikoedukasi Keluarga Pada Caregiver Pasien Ulkus Diabetes Melitus Dalam Menurunkan Tingkat Ansietas. Jurnal

Ilmu Keperawatan, 4(2). 85-98.

Lestari. (2011). Hubungan Persepsi Keluarga Dengan Dukungan Keluarga Dalam Perawatan Pasien Skizofrenia di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Puskesmas Banjarangkan. Skripsi Stikes Wira Medika PPNI Bali.

Maramis, W.F. (2009). Catatan Ilmu

Kedokteran Jiwa, Edisi Revisi. Surabaya : Airlangga University Press. Rohmi, Faizatur, dkk. (2015). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan dan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Penderita TB di Puskesmas Sumbermanjing Wetan Kecamatan Sumbermanjing Kab. Malang. The Indonesian Journal

Of Health Science, 5(2). 255-270

Stuart & Laraia, (2008). Principles and

practice of psychiatric nursing. (7th

edition). St Louis : Mosby.

Stuart, G.W. (2016). Prinsip dan Praktik

Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart,

Edisi Indonesia. Jakarta : Elsevier. Suhron, Muhammad. (2017). Asuhan

Keperawatan Jiwa Konsep Self Esteem. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Sulastri. (2016). Psikoedukasi Keluarga Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat ODGJ Di Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan, 7(2). 323-328.

Sulistiowati. (2010). Pengaruh Terapi Family Psychoeducation (FPE) terhadap kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Jurnal Ilmu Keperawatan FK UNUD, 3(1).

Tantono, Siregar H., Siregar IMP, Hassan Z.

(2010). Beban Caregiver Lanjut Usia Suatu Survey Terhadap Caregiver Lanjut Usia Di Beberapa Tempat Sekitar Kota Bandung. Bandung : Majalah Psikiatri 40(4): 32-33.

(7)

E-ISSN 2655 – 2310

WHO. (2016). Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Available : www.idionline.org (30 Januari 2018).

Wiyati, Ruti. (2010). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan

Soedirman, 5(2). 85-94.

Gambar

Tabel 1: Analisis  Perbedaan  Peran  Keluarga  Sebagai  Caregiver  Sebelum  Dan  Setelah  Diberikan  Psikoedukasi  pada  Kelompok  Perlakuan  dan  Kelompok Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Channel Gain merupakan penambahan intensitas suara yang dilakukan pada tiap channel dari filterbank agar penderita gangguan pendengaran dapat mendengarkan suara dari

Uji validitas ini diujikan kepada 30 responden pemasang iklan majalah Info Bekasi dari bulan Januari 2011–Desember 2011, kriteria yang digunakan dalam menentukan suatu instrumen

menghasilkan produk konstruksi. Pengelolaan supply chain di industri konstruksi adalah salah satu usaha peningkatan kinerja. Pengelolaan supply chain harus efektif dan

Setelah diketahui metode-metode yang digunakan dalam penentuan arah kiblat juga hasil yang diperoleh dari pengukuran ulang masjid-masjid di Tulungagung, maka peneliti

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyiapkan skripsi ini dengan judul “Tingkat Kepuasan Pasien Pengguna BPJS

peraba dengan meletakan tangan pada tubuh yang akan.. 4) Auskultrasi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara. mendengarkan suara yan dihasilkan tubuh pada

Menurut Asmad, istilah “adat” dari segi bahasa membawa maksud: peraturan atau perkara yang biasa dilakukan. Dari sudut kebudayaan pula istilah adat bermaksud: peraturan yang telah

2004 tentang wakaf yaitu: Harta tidak bergerak (tanah, bangunan/bagian, tanaman dan benda lain berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah susun, sumur, benda