• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI KONSEPTUAL 1. Bahan Ajar

Ada berbagai definisi bahan ajar yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Prastowo (2014: 138) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Menurut Panen dikutip Setiawan (2007: 5) bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2010: 27).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah semua perangkat pembelajaran atau materi pembelajaran yang yang disusun secara sistematis untuk keperluan suatu proses pembelajaran. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran di kelas. Bagaimana mungkin proses pembelajaran dapat berlangsung tanpa adanya bahan ajar yang disajikan kepada pembelajar. Keberadaan bahan ajar merupakan bagian dari

(2)

sistem yang tidak boleh ditiadakan dalam pembelajaran. Apabila salah satu sistem itu tidak dihadirkan, maka akan mengganggu kelancaran sistem yang lainnya.

Bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar menulis dongeng anak. Produk akhir dari hasil pengembangan ini adalah buku bahan ajar yang bersifat fleksibel. Strategi penggunaan atau penyampaian buku bahan ajar hasil pengembangan tersebut dilakukan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka di kelas.

a. Jenis-Jenis Bahan Ajar

Jenis-jenis bahan ajar berdasarkan teknologi atau media yang digunakan meliputi: (1) bahan ajar cetak (printed) seperti modul, lembar kerja siswa (LKS), handout, buku ajar, foto/gambar, model/maket, leaflet, dan wallchart, (2) bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disc audio, (3) bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc (VCD), digital compact disc (DVD), dan film, (4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti Computer Assisted Instruction (CAI), Compact Disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis jaringan (Ellington dikutip Setiawan, 2007: 1.7).

Selanjutnya, Ahmadi (2010: 161) membagi jenis bahan ajar menjadi 4, yaitu “(1) bahan ajar pandang (visual); (2) bahan ajar dengar (audio); (3) bahan ajar pandang-dengar (audiovisual); (4) bahan ajar multimedia interaktif”. Berdasarkan uraian di atas, jenis bahan ajar yang akan dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah bahan ajar cetak berbentuk buku.

(3)

b. Bahan Ajar Cetak

Bahan ajar cetak disajikan dalam bentuk buku. Buku disusun dengan menggunakan bahasa sederhana, menarik, dilengkapi gambar, keterangan, isi buku, dan daftar pustaka. Secara umum buku dapat dibedakan menjadi empat jenis sebagai berikut: 1) buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu. 2) buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan, misalnya dongeng, novel, dan lain sebagainya. 3) buku pegangan, yaitu buku yang biasa dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 4) buku bahan ajar, yaitu buku yang disusun untuk proses pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.

Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam menulis buku menurut Pusat Perbukuan Depdiknas (2004). Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: a) aspek isi atau materi, b) aspek penyajian materi, c) aspek bahasa dan keterbacaan, dan d) aspek grafika.

a. Aspek Isi atau Materi

Aspek isi atau materi merupakan bahan pembelajaran yang harus spesifik, jelas, akurat, dan mutakhir dari segi penerbitan. Informasi yang disajikan tidak mengandung makna bias. Perincian materi harus mempertimbangkan keseimbangan dalam penyebaran materi, baik yang berkenaan dengan pengembangan makna dan pemahaman, pemecahan masalah, pengembangan proses, latihan dan praktik, dan tes keterampilan maupun pemahaman.

(4)

b. Aspek Penyajian Materi

Aspek penyajian materi merupakan aspek tersendiri yang harus diperhatikan dalam penyusunan buku, baik berkenaan dengan penyajian tujuan pembelajaran, keteraturan urutan dalam penguraian, kemenarikan minat dan perhatian siswa, kemudahan dipahami, keaktifan siswa, hubungan bahan, maupun latihan dan soal.

c. Aspek Bahasa dan Keterbacaan

Aspek bahasa merupakan sarana penyampaian dan penyajian bahan seperti kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana. Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi kelompok atau tingkatan siswa.

d. Aspek Grafika

Aspek grafika berkaitan dengan fisik buku, seperti ukuran buku, kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, ilustrasi, dan lain-lain. Pada umumnya penulis buku tidak terlibat secara langsung dalam mewujudkan grafika buku, namun bekerja sama dengan penerbit.

c. Buku sebagai Bahan Ajar

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ada beberapa bentuk bahan ajar yang sering digunakan dalam dunia pendidikan, ada yang berbentuk bahan ajar cetak (tertulis), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar pandang dengar (audio visual), dan bahan ajar multimedia interaktif. Salah satu bentuk bahan ajar cetakan adalah buku.

(5)

Menurut Nasituon (dikutip Prastowo, 2013:167), “Buku teks pelajaran adalah bahan pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua bahan pengajaran lainnya”. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan buku sebagai lembar kertas berjilid, berisi tulisan atau kosong (1991:152).

Buku teks pelajaran hingga kini masih dianggap sebagai bahan ajar yang paling umum. Ini terbukti hampir diberbagai institusi pendidikan, dari jenjang yang paling dasar hingga yang paling tinggi, pada umumnya mengunakan buku teks pelajaran sebagai bahan ajar utamanya. Hal ini membuktikan pula bahwa keberadaan buku teks pelajaran masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran yang berlangsung diberbagai pendidikan saat ini.

Buku sebagai bahan tertulis dalam bantuk lembaran-lembaran kertas yang dijilid dan diberi kulit (cover) yang menyajikan ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis oleh pengarangnya, dapat dilihat bahwa buku teks pelajaran tersusun atas beberapa komponen tertentu. Susunan komponen-komponen ini juga disebut sebagai struktur buku teks.

Prastowo (2013:175) menyatakan bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran terdiri atas lima komponen, yaitu (1) judul, (2) kompetensi dasar atau materi pokok, (3) informasi pendukung, (4) latihan, (5) penilaian. Jadi, dalam membuat sebuah buku teks pelajaran, maka kelima komponen utama itu harus ada. Selain itu, isi kandungannya juga harus mengaju kepada kompetens dasar yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku.

(6)

d. Kriteria Bahan Ajar

Bahan ajar yang diberikan kepada siswa haruslah bahan ajar yang mudah dipahami siswa. Bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya harus memiliki karakteristik yang relevan dengan kebutuhan siswa. Menurut Arsyad (2012: 91) buku ajar harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut: bahan ajar harus relevan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, bahan ajar harus berguna bagi siswa dan baik bagi perkembangannya. Bahan ajar itu harus menarik dan merangsang aktivitas siswa sehingga harus disusun secara sistematis, bertahap, dan berjenjang. Dalam bahan ajar harus disiapkan latihan-latihan yang sesuai kebutuhan siswa. Bahan ajar yang disampaikan kepada siswa harus menyeluruh, lengkap dan utuh. Sediakan kesempatan bagi siswa untuk dapat belajar sesuai dengan kemampuan mereka.

Sedangkan menurut Furqon (2009) bahan ajar yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: substansi yang dibahas harus mencakup sosok tubuh dari kompetensi atau subkompetensi yang relevan dengan profil sesuai kemampuan tamatan, sehingga substansi yang dibahas harus benar, lengkap dan aktual, meliputi konsep fakta, prosedur, istilah dan notasi serta disusun berdasarkan hirarki/step penguasaan kompetensi.

Kesimpulan bahwa sistematika bahan ajar harus jelas, lengkap, runtut dan mudah dipahami.

(7)

e. Prinsip-Prinsip dalam Mengembangkan Bahan Ajar

Penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran harus memerhatikan beberapa Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Depdiknas, 2010:27 ).

1) Prinsip Relevansi

Materi pembelajaran hendaknya relevan atau terdapat kaitan antara materi dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Misalnya dalam menyajikan konsep, definisi, prinsip, prosedur, contoh, dan pelatihan harus berkaitan dengan kebutuhan materi pokok yang terkandung dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga siswa dapat dengan mudah mengidentifikasi dan mengenali gagasan, menjelaskan ciri suatu konsep, dan memahami prosedur dalam mencapai suatu sasaran tertentu.

2) Prinsip Konsistensi

Sebuah bahan ajar harus mampu menjadi solusi dalam pencapaian kompetensi. Dalam penyusunan bahan ajar yang harus diperhatikan adalah indikator yang harus dicapai dalam kompetensi dasar. Apabila terdapat dua indikator maka bahan yang digunakan harus meliputi dua indikator tersebut. 3) Prinsip Kecukupan

Prinsip kecukupan artinya, materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasasi kompetensi yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Apabila materi yang diberikan terlalu sedikit, maka siswa akan kurang dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Apabila materi yang diberikan terlalu banyak, maka siswa akan merasa bosan dan

(8)

pembelajaran membutuhkan waktu yang banyak. Padahal yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah materi yang sesuai dengan kompetensi dasar baik dalam segi isi maupun banyaknya materi.

f. Faktor-Faktor Pertimbangan dalam Pengembangan Bahan Ajar.

Menurut Setiawan (2007:140) “Ada lima faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar adalah: (1) kecermatan isi; (2) ketepatan cakupan; (3) ketercernaan bahan ajar; (4) penggunaan bahasa; (5) perwajahan/ pengemasan”. Kecermatan isi adalah validitas/kesahihan isi atau kebenaran isi secara ilmiah. Validasi isi menunjukkan bahwa isi bahan ajar tidak dikembangkan secara asal-asalan. Isi bahan ajar dikembangkan berdasarkan konsep dan teori yang relevan. Isi bahan ajar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara keilmuan.

Ketepatan cakupan berhubungan dengan isi bahan ajar dari sisi keluasan dan kedalaman isi atau materi, serta keutuhan konsep berdasarkan keilmuan. Perlu diingat bahwa acuan utama dalam penentuan keluasan dan kedalaman isi bahan ajar adalah kurikulum, khususnya tujuan pembelajaran umum maupun tujuan pembelajaran khusus, dan topik-topik esensial dari suatu mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum.

Ketercernaan bahan ajar artinya bahan ajar dapat dipahami dan isinya dapat dimengerti oleh siswa dengan mudah. Ada enam hal yang mendukung tingkat ketercernaan bahan ajar: (1) pemaparan yang logis; (2) penyajian materi yang sistematis; (3) contoh dan ilustrasi yang memudahkan pemahaman; (4) alat bantu yang memudahkan untuk mempelajari bahan ajar; (5) format yang tertib

(9)

dan konsisten; (6) adanya penjelasan tentang relevansi antartopik dan manfaat bahan ajar (Setiawan, 2007:143—147).

Penggunaan bahasa dalam bahan ajar memegang peranan penting. Penggunaan bahasa meliputi pemilihan ragam bahasa, pemilihan kata, penggunaan kalimat efektif akan sangat berpengaruh terhadap manfaat bahan ajar. Jika bahasa yang digunakan pada bahan ajar tidak dimengerti siswa maka bahan ajar tidak akan bermakna apa-apa. Gunakan senarai (daftar kata sukar) untuk membantu memberikan batasan istilah-istilah teknis.

Perwajahan atau pengemasan berperan dalam perancangan atau penataan letak informasi dalam bahan ajar. Perwajahan yang disajikan dengan menarik akan dapat menimbulkan ketertarikan siswa untuk menggunakan bahan ajar tersebut.

Urutan pengemasan isi paket bahan ajar harus tertata dengan rapi dan konsisten. Pengemasan bahan ajar secara garis besarnya terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu: (1) pendahuluan; (2) uraian; dan (3) akhir. Penggunaan ilustrasi dalam bahan ajar memiliki manfaat antara lain membuat bahan ajar menjadi lebih menarik melalui variasi penampilan. Manfaat lain dari ilustrasi adalah untuk memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan. Ilustrasi yang biasa digunakan dalam bahan ajar adalah daftar atau table, grafik, kartun, foto, gambar, sketsa, simbol, dan skema (Setiawan, 2007:140-155).

g. Peranan Bahan Ajar

Bahan ajar adalah sumber belajar yang sampai saat ini memiliki peranan penting untuk menunjang proses pembelajaran. Bahan ajar sebaiknya mampu

(10)

memenuhi syarat sebagai bahan pembelajaran, karena banyak bahan ajar yang digunakan di dalam kegiatan pembelajaran, umumnya cenderung berisikan informasi bidang studi saja dan tidak terorganisasi dengan baik. Kualitas bahan ajar yang rendah dengan pembelajaran konvensional akan berakibat perolehan prestasi belajar siswa.

Wassid dan Sunendar (2009:27) mengatakan bahan ajar berperan mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inisiatif mengenai pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan ajar yang disajikan. Peran berikutnya adalah menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dan dibaca dan bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan minat katakter siswa. Selain itu, bahan ajar juga menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap. Menyajikan metode-metode yang inovatif dan sarana pengajaran untuk memitivasi peserta didik. Menjadi penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis serta menyajikan bahan/ sarana evaluasi dan remidial yang serasi dan tepat guna.

Kesimpulannya bahwa bahan ajar memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran saintifik. Sehingga siswa dapat belajar mandiri, mudah dan menyenangkan karena pembelajaran bersifat inovatif sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi siwa.

2. PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

Ada beberapa alasan mengapa perlu dilakukan pengembangan bahan ajar, seperti yang disebutkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

(11)

(2008: 8-9) sebagai berikut: ketersediaan bahan sesuai dengan tuntutan kurikulum, artinya bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Bahan ajar juga harus memperhatikan karakteristik sasaran, maksudnya bahan ajar yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran, karakteristik tersebut meliputi lingkungan sosial, budaya, geografis maupun tahapan perkembangan siswa. Pengembangan bahan ajar harus bisa menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu, ketersediaan bahan ajar harus sesuai dengan tuntutan kurikulum.

Arsyad berpendapat (2009:84) bahwa berkenaan dengan pemilihan bahan ajar, secara umum masalah yang dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakukan terhadap materi pembelajaran. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber dimana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititik beratkan pada satu buku. Padahal berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar dan sesuai kebutuhan.

Selain pemilihan buku yang tidak bervariatif masalah yang dihadapi guru adalah guru kesulitan memberikan cakupan materi pembelajaran . Seringkali guru memberikan materi pembelajaran terlalu luas atau bahkan terlalu sedikit, terlalu mendalam atau malah terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa.

Sehubungan dengan hal itu, maka perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu memilih materi

(12)

pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya dengan tepat. Dengan pemilihan bahan ajar yang berkualitas maka, akan membantu meningkatkan hasil belajar siswa.

3. MENULIS

Robert Lado dalam Suriamiharja, dkk. (2006:1) mengatakan yang artinya “menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya.

Pengertian menulis lebih lanjut dikemukakan Suriamiharja (2006:2) bahwa menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis.

Pada hakekatnya menulis adalah mengarang yaitu memberi bentuk kepada segala sesuatu yang dipikirkan, dan melalui pikiran, segala sesuatu yang dirasakan, berupa rangkaian kata, khususnya kata tertulis yang disusun sebaik-baiknya sehingga dapat dipahami dan dipetik manfaatnya dengan mudah oleh orang yang membacanya.

Silvestor (2007:3-4) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini maka sang penulis haruslah terampil memanfaatkan struktur bahasa, dan kosa kata.

(13)

Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.

Menurut Oemarjati (2005:4) menulis atau mengarang mengandung arti tindakan menyusun, mengatur, mengikat. Menulis atau mengarang adalah mengutarakan sesuatu dengan menggunakan bahasa secara tertulis. Dengan mengutarakan itu dimaksudkan menyampaikan, memberitakan, mendongengkan, melukiskan, menerangkan, meyakinkan, menjelmakan, dan sebagainya.

Dari pengertian menulis tersebut di atas, tampaklah bahwa menulis merupakan kegiatan yang cukup kompleks. Perwujudannya diperlukan sejumlah persyaratan formal yang tentunya juga melibatkan berbagai faktor yang saling berpengaruh. Pemahaman yang baik terhadap sosok dan aspek menulis ini, setidak-tidaknya akan membantu dalam mewujudkan program secara teoretis yang lebih seksama, dan untuk kepentingan ini penelaahan secara teoretis tentang aspek menulis akan banyak memberikan sumbangan yang bermanfaat.

Berdasarkan lingkup dan aspeknya, menulis memang dapat ditinjau dari berbagai segi. Ditinjau dari proses kegiatan yang ditempuh, melibatkan sejumlah kegiatan yang beragam, antara lain pengolahan gagasan, penataan kalimat, pengembangan paragraf dan pengembangan karangan dalam jenis-jenis wacana tertentu.

Akhadiah (dalam Suyatno, 2005:2) mengatakan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Untuk menulis sebuah karangan yang sederhana pun, secara teknis kita dituntut memenuhi persyaratan dasar seperti kalau kita

(14)

menulis karangan yang rumit. Kita harus memilih topik, membatasinya, mengembangkan gagasan, menyajikannya dalam kalimat dan paragraf yang tersusun secara logis, dan sebagainya.

Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya. Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Selanjutnya, juga dapat diartikan bahwa menulis adalah menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagainya. Keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut (Silverster, 2007: 1-2).

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian menulis adalah keterampilan berbahasa yang dilakukan dengan cara mengungkapkan pikiran dan perasaan menjadi rangkaian bahasa yang bermakna dan berisi suatu pesan yang ingin disampaikan penulis.

a. Hakikat Pembelajaran Menulis

Menulis merupakan kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulis menulis juga dapat diartikan sebagai cara berkomunikasi dengan mengungkapkan

(15)

pikiran, perasaan dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Salah satu jenis kegiatan menulis adalah menulis kreatif dalam hal ini, menulis dongeng termasuk salah satu kegiatan menulis kreatif.

Menurut Trianto dalam Kusworosari (2002:2) Tulisan kreatif merupakan tulisan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatan menulis kreatif orang dapat mengenali menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai hal tersebut ke dalam kehidupan nyata. Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkan mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang menggejala dalam diri kita, untuk dikomunikasikan kepada orang lain, melalui tulisan kreatif sebagai sesuatu yang bermakna. Salah satu teks bersifat kreatif adalah teks dongeng seperti penulisan dongeng anak.

Silvester (2007:3) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, maka sang penulis haruslah terampil memanfaatkan struktur bahasa, kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.

Adapun hakikat pembelajaran menulis menurut Silvester (2007:9) adalah membantu para siswa memahami bagaimana caranya ekspresi tulis dapat melayani mereka dengan jalan menciptakan situasi-situasi di dalam kelas yang

(16)

jelas memerlukan karya tulis dan kegiatan menulis, mendorong para siswa mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan, mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis, mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam menulis dengan cara membantu para siswa menulis sejumlah maksud dengan sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas.

Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika dia dapat mengungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang diungkapkannya. Untuk menjadi seorang penulis yang baik, terlebih dahulu penulis harus menentukan maksud dan tujuan penulisannya, agar pembaca memahami ke mana arah tujuan penulisan itu sendiri. Menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi pramenulis, penulisan draf, revisi, penyuntingan, dan publikasi atau pembahasan.

Dalam kaitannya dengan pengajaran, menulis bukanlah penugasan kepada siswa agar sekaligus menghasilkan karangan yang terdiri atas ratusan kata. Pengajaran menulis perlu diawali dengan pembekalan berupa pengertian kepada siswa bahwa menulis adalah mengembangkan gagasan secara bertahap. Tahapan tersebut adalah menyusun kalimat, menyusun paragraf dan akhirnya menyusun dongeng.

Simpulan yang dapat diambil dari pendapat di atas adalah bahwa hakekat pengajaran menulis yaitu membantu para siswa memahami bagaimana caranya ekspresi menulis dan mendorong para siswa mengekspresikan diri mereka secara

(17)

bebas dalam tulisan, mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis dan mengembangkan pertumbuhan menulis para siswa dengan sejumlah maksud dan cara dengan keyakinan pada diri sendiri secara bebas.

b. Tujuan Menulis

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Menulis bukanlah hal yang sulit namun tidak juga dikatakan mudah. Menulis dikatakan bukan hal yang sulit bila menulis hanya diartikan sebagai aktivitas mengungkapkan gagasan melalui lambang-lambang grafis tanpa memperhatikan unsur penulisan dan unsur di luar penulisan seperti pembaca. Sementara itu, sebagian besar orang berpendapat bahwa menulis bukan hal yang mudah sebab diperlukan banyak bekal bagi seseorang untuk keterampilan menulis.

Nurgiantoro (2005: 273) mengungkapkan bahwa menulis adalah aktivitas mengungkapkan gagasan melalui media bahasa. Batasan yang dibuat Nurgiantoro sangat sederhana, menurutnya menulis hanya sekedar mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bahasa tulis, lepas dari mudah tidaknya tulisan tersebut dipahami oleh pembaca. Pendapat senada disampaikan oleh Semi (2005: 47) menyatakan menulis sebagai tindakan pemindahan pikiran atau perasaan dalam bahasa tulis dengan menggunakan lambang-lambang atau grafem.

Berbeda dari kedua pakar di atas, Gie (2005: 3) berpendapat bahwa menulis diistilahkan mengarang yaitu segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Dengan mencermati pendapat tersebut,

(18)

dapat disimpulkan bahwa menulis tidak hanya mengungkapkan gagasan melalui media bahasa tulis saja tetapi juga meramu tulisan tersebut agar dapat dipahami oleh pembaca.

Pendapat senada disampaikan oleh Tarigan (1983: 21) yang menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambar grafik yang sama, lambang-lambang grafik yang dimaksud oleh Tarigan adalah tulisan atau tulisan yang disertai gambar-gambar dan simbol-simbol.

Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setidaknya ada tiga hal yang ada dalam aktivitas menulis yaitu adanya ide atau gagasan yang melandasi seseorang untuk menulis, adanya media berupa bahasa tulis, dan adanya tujuan menjadikan pembaca memahami pesan atau informasi yang disampaikan oleh penulis.

4. DONGENG a. Hakikat Dongeng

Sarumpaet (2002) mengemukakan bahwa sastra anak, termasuk di dalamnya dongeng anak adalah cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai kehidupan anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, dan tulisan itu hanyalah dapat dinikmati oleh anak dengan bantuan dan pengarahan orang dewasa.

(19)

Menurut Kurniawan (2011: 71) dongeng adalah dunia yang berisi cerita yang menakjubkan mengenai dunia binatang, kerajaan, benda-benda bahkan roh-roh, dan raksasa. Sastra anak di dalamnya termasuk dongeng anak pada dasarnya merupakan “wajah sastra” yang fokus utamanya demi perkembangan anak. Di dalamnya mencerminkan liku-liku kehidupan yang dapat dipahami oleh anak, melukiskan perasaan anak, dan menggambarkan pemikiran-pemikiran anak. Dalam hal ini patut ditegaskan bahwa sastra anak tak harus semua tokohnya seorang anak.

Rampan (dalam Subyantoro, 2006) mendefinisikan cerita anak-anak sebagai cerita sederhana yang kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, namun tidak ruwet, sehingga komunikatif. (Sugihastuti, 1996:69). cerita anak-anak adalah media seni yang mempunyai ciri-ciri tersendiri sesuai dengan selera penikmatnya. Tidak seorang pengarang cerita anak yang mengabaikan dunia anak-anak. Dunia anak-anak tidak dapat diremehkan dalam proses kreatifnya. Maka dari itu, dongeng anak sering diciptakan oleh orang dewasa seolah-olah merupakan ekspresi diri anak-anak lewat idiom-idiom bahasa anak-anak.

Nurgiyantoro (2007) menyebutkan ada dua kategori teks kesastraan dan juga dua disiplin keilmuan yang tidak selalu sama, yaitu sastra dewasa (adult literature) dan sastra anak (children literature). Lebih lanjut Nurgiyantoro menyebutkan jika selama ini sastra anak terkesan diabaikan. Namun kini sastra anak dipandang memiliki kontribusi perkembangan kepribadian dan atau pembentuk karakter anak. Sastra anak diyakini mampu sebagai salah satu faktor

(20)

yang dapat dimanfaatkan “untuk mendidik” anak lewat bacaan.

Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan dongeng anak adalah dongeng sederhana yang ditulis untuk anak, berbicara mengenai kehidupan anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, di dalamnya mencerminkan liku-liku kehidupan yang dapat dipahami oleh anak, melukiskan perasaan anak, dan menggambarkan pemikiran-pemikiran anak.

b. Ciri-Ciri Dongeng

Menurut Huck (dalam Subyantoro, 2006) ciri esensial sastra anak, termasuk dongeng ialah penggunaan pandangan anak atau kacamata anak dalam menghadirkan dongeng atau dunia imajiner.

Endraswara (2002:119) mengatakan bahwa ciri-ciri sastra anak termasuk di dalamnya dongeng ada tiga, yakni (1) berisi sejumlah pantangan, berarti hanya hal-hal tertentu saja yang boleh diberikan; (2) penyajian secara langsung, kisah yang ditampilkan memberikan uraian secara langsung, tidak berkepanjangan; (3) memiliki fungsi terapan, yakni memberikan pesan dan ajaran kepada anak-anak.

Ciri pokok lain sastra anak yang sulit terelakkan adalah sifat fantasi (Endraswara, 2002:119). Unsur fantasi ini akan ada karena para pengarang sastra anak termasuk di dalamnya dongeng anak tak ingin nilai-nilai didik pada anak secara eksplisit. Hal ini juga dilandasi oleh perkembangan kejiwaan anak yang sarat dengan dunia fantasi. Semakin jauh dan tinggi daya fantasi dalam sastra anak, akan semakin digemari oleh anak-anak.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dongeng anak yaitu (1) berisi sejumlah pantangan, berarti hanya hal-hal tertentu

(21)

saja yang boleh diberikan; (2) penyajian secara langsung, kisah yang ditampilkan memberikan uraian secara langsung, tidak berkepanjangan; (3) memiliki fungsi terapan, yakni memberikan pesan dan ajaran kepada anak-anak; (4) sifat fantastis. Dongeng anak mengisahkan tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka, penggunaan pandangan anak atau kacamata anak dalam menghadirkan dongeng atau dunia imajiner yang dapat dinikmati oleh anak dengan bantuan dan pengarahan orang dewasa.

c. Unsur-Unsur Dongeng Anak

Sarumpaet (2002) menyebutkan bahwa dongeng anak memiliki kekuatan yang hebat. Dongeng memiliki tempat yang signifikan dalam perkembangan bahasa dan keterampilan literernya, juga perkembangan psikologis dan emosinya. Dongeng yang menarik dapat membantu memberikan ide dan membangkitkan asosiasi anak didik pada pengalaman mereka.

Seperti dikemukakan Hurlock (dalam Subyantoro 2006) bahwa anak pada masa usia sekolah, anak menyukai cerita tentang hal-hal yang nyata dan dibumbui dengan khayal. Dengan kata lain, mereka lebih menyukai cerita yang nyata dengan dibumbui khayal, serta yang tidak terjadi sebenarnya atau tentang sesuatu yang jauh di luar jangkauan pengalamannya.

Dongeng anak terdiri atas unsur-unsur pembangun dongeng anak, antara lain: alur, tokoh dan perwatakan, latar, tema dan amanat. Berikut pembahasan masing-masing unsur.

1) Tokoh dan Perwatakan

(22)

adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam berbagai peristiwa dalam dongeng. Hal senada juga diungkapkan oleh Aminudin (dalam Siswanto 2008:142) yang menyatakan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam dongeng rekaan sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu dongeng sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh-tokoh dalam dongeng perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat batinnya agar watak juga dikenal oleh pembaca.

Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh dongeng, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya (Suharianto 2005:20).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam dongeng rekaan sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu dongeng. Penokohan yaitu penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh yang membedakan dengan tokoh yang lain.

2) Latar atau Setting

Latar (setting) yaitu tempat maupun waktu terjadinya dongeng. Sudjiman (dalam Septiningsih, dkk. 1998:5) mengatakan bahwa latar adalah keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Secara sederhana Suharianto (2005:22) mengatakan latar disebut juga setting yaitu tempat atau waktu terjadinya dongeng. Abrams (dalam Siswanto 2008:149) mengemukakan latar dongeng adalah tempat umum (generale locale), waktu kesejarahan (historical time) dan kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian

(23)

tempat.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat, waktu dalam dongeng, dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya sastra. Dalam penelitian ini karya sastra yang dimaksud adalah dongeng anak.

3) Tema dan Amanat

Tema adalah pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra. Secara sederhana Stanton (dalam Septiningsih, dkk. 1998:5) menyebut bahwa tema adalah arti pusat yang terdapat dalam dongeng.

Hakikatnya tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun dongeng atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu (Suharianto 2005:17).

Tema adalah ide yang mendasari suatu dongeng sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya (Aminudin dalam Siswanto 2008:161). Dari uraian pendapat tentang tema di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya atau pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya karya sastra. Tema suatu karya sastra dapat tersurat dan dapat pula tersirat. Jadi,tema tersebut dapat langsung diketahui tanpa penghayatan atau melalui penghayatan.

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar (Siswanto 2008:162). Di

(24)

dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat, di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat. Jadi, amanat merupakan gagasan yang mendasari karya sastra baik tersirat maupun tersurat dalam karya sastra.

4) Alur atau Plot

Luxemburg (dalam Septiningsih, dkk. 1998:4) mengatakan bahwa alur adalah konstruksi mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan yang dialami oleh pelaku. Sedangkan menurut Suharianto (2005:18) plot yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu dongeng yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu dongeng (Abrams dalam Siswanto 2008:159). Sudjiman (dalam Siswanto 2008:159) menyatakan bahwa alur adalah peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita.

Dari beberapa pendapat tentang alur di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah peristiwa-peristiwa yang terjalin dengan urutan yang baik dan membentuk sebuah dongeng. Dalam alur terdapat serangkaian peristiwa dari awal sampai akhir.

5. PENDEKATAN SAINTIFIK

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu dalam Kurikulum terbaru mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam

(25)

pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning).

Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.

Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:

(26)

b. menanya;

c. mengumpulkan informasi/eksperimen; d. mengasosiasikan/mengolah informasi; dan e. mengkomunikasikan.

Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Keterkaitan antara Pengalaman Belajar dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya

Pengalaman Belajar

Kegiatan Belajar

Kompetensi yang Dikembangkan

Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)

Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi

Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)

Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat

(27)

Pengalaman Belajar Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengumpulkan informasi/ eksperimen - melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain

buku teks

- mengamati objek/ kejadian/ - aktivitas

- wawancara dengan narasumber

Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,

menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,

mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasika

n/mengolah informasi

- mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan

mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan

mengamati dan kegiatan

Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan

menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta

(28)

Pengalaman Belajar Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang

dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.

deduktif dalam menyimpulkan .

Mengkomunika sikan

Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya

Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

(29)

6. Evaluasi Keterampilan Menulis Dongeng Anak dengan Pendekatan Saintifik.

Dalam proses pengembangan bahan ajar menulis dongeng, evaluasi bahan ajar sangat penting peranannya. Hasil evaluasi tersebut diharapkan menjadi feedback terhadap kualitas bahan ajar yang disusun penulisnya. Evaluasi bahan ajar juga dapat menentukan kelayakan bahan ajar tersebut sebagai bahan dan media pembelajaran. Di samping itu, evaluasi bahan ajar juga diharapkan dapat menghasilkan suatu produk bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan penggunaanya.

Komponen-komponen evaluasi mencakup empat bagian. Komponen tersebut adalah komponen kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafikaan. Keempat komponen tersebut saling berkaitan erat dan menjadi satu kesatuan komponen dalam bahan ajar (Depdiknas, 2008: 28).

Dalam penelitian ini evaluasi dilakukan oleh pakar atau ahli dan guru untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan bahan ajar untuk digunakan. Hasil evaluasi ini akan dijadikan masukan untuk melakukan revisi/perbaikan atau bahkan perubahan terhadap bahan ajar.

B. PENELITIAN RELEVAN

Penelitian dalam bidang pendidikan, terutama penelitian yang berhubungan dengan pengembangan bahan ajar sudah banyak dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian yang dilakukan tentu masih banyak kendala sehingga perlu adanya penelitian kembali dengan belajar dari kekurangan-kekurangan

(30)

penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang dapat dijadikan kajian dalam penelitian ini antara lain, Tryanasari (2009), Fadlia (2011), Wijayanti (2011), Narsih (2012), dan Widyowati (2012).

Tryanasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Keterampilan Menulis Resensi dengan Teknik Cutting and Glueing bagi Siswa SMP Kelas IX”. Penelitian Tryanasari dan penelitian peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Tryanasari dengan peneliti terletak pada jenis penelitian. Penelitian Tryanasari dan penelitian peneliti sama-sama merupakan penelitian pengembangan bahan ajar. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan sumber data penelitian. Tryanasari meneliti keterampilan menulis resensi, sedangkan peneliti meneliti keterampilan menulis dongeng. Sumber data penelitian Tryanasari adalah siswa SMP kelas IX, sedangkan yang menjadi sumber data penelitian peneliti adalah siswa SMP kelas VII.

Penelitian pengembangan bahan ajar juga pernah dilakukan oleh Fadlia (2011) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Menyunting Karangan Narasi dengan Pendekatan Kontekstual bagi Siswa Kelas X SMA”. Penelitian Fadlia menghasilkan bahan ajar yang berbentuk buku dalam membantu proses pembelajaran menyunting karangan narasi. Setelah dilakukan penelitian, diperoleh data kebutuhan siswa dan guru terhadap bahan ajar menyunting karangan narasi yang selanjutnya dirumuskan ke dalam prinsip-prinsip pengembangan bahan ajar, yaitu (1) siswa dan guru membutuhkan bahan ajar menyunting karangan narasi dengan pendekatan kontekstual, (2) materi

(31)

disesuaikan dengan kebutuhan dan disertai dengan praktik menyunting, (3) penyajian menarik dan mendorong siswa untuk aktif, dan (4) bentuk fisik buku yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan guru mulai dari judul buku hingga gambar/ilustrasi. Penilaian yang diperoleh dari ahli dan guru terhadap bahan ajar yang dikembangkan oleh Fadlia, yaitu 75,07 dengan kategori baik. Berdasarkan hasil angket tanggapan siswa dapat diketahui bahwa siswa setuju dengan pernyataan yang diajukan mengenai buku menyunting karangan narasi dengan pendekatan kontekstual yang dikembangkan oleh peneliti. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahan ajar menyunting karangan narasi dengan pendekatan kontekstual sesuai dengan kebutuhan siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Fadlia memiliki persamaan dengan yang akan peneliti lakukan. Persamaannya terletak pada jenis penelitian, yaitu sama-sama penelitian pengembangan bahan ajar. Selain persamaan, penelitian yang dilakukan oleh Fadlia juga memiliki perbedaan dengan yang akan peneliti lakukan. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan sumber data penelitian. Fadlia mengembangkan bahan ajar menyunting karangan, sedangkan peneliti akan mengembangkan bahan ajar menulis dongeng. Bahan ajar yang dikembangkan oleh Fadlia ditujukan untuk siswa SMA, sedangkan peneliti mengembangkan bahan ajar untuk siswa SMP.

Penelitian Wijayanti (2011) dengan judul “Pengembangan Buku Panduan Menulis Surat Dinas Berbasis Kegiatan Siswa SMP dengan Pendekatan Kontekstual” membuktikan bahwa siswa mengikuti pembelajaran menulis dengan baik. Pemanfaatan bahan ajar sangat membantu siswa dalam memahami

(32)

pelajaran. Berdasarkan analisis kebutuhan siswa dan guru terhadap buku panduan menulis surat dinas maka dapat ditentukan prinsip-prinsip pengembangan buku panduan menulis surat dinas yang meliputi (1) dimensi isi buku panduan menulis surat dinas, (2) dimensi penyajian buku panduan, (3) dimensi bahasa/keterbacaan buku panduan, (4) dimensi grafika buku panduan. Bahan ajar ini mendapatkan penilaian dari guru dan ahli dengan nilai rata-rata 81,24 dengan kategori baik. Penelitian yang dilakukan Wijayanti dengan peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada jenis penelitian dan sumber data penelitian. Penelitian Wijayanti dan penelitian peneliti sama-sama melakukan penelitian pengembangan bahan ajar. Sumber data penelitian Wijayanti dan peneliti adalah siswa SMP. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan pendekatan penelitian. Peneliti mengembangkan bahan ajar menulis dongeng dengan pendekatan saintifik, sedangkan Wijayanti mengembangkan bahan ajar menulis surat dinas dengan pendekatan kontekstual.

Widyowati (2012) dengan judul “Pengembangan Buku Pengayaan Menulis Resensi Buku dengan Pendekatan Saintifik bagi Siswa SMA”. Hasil penelitian pengembangannya adalah bahan ajar yang berbentuk buku pengayaan dalam membantu proses pembelajaran menulis resensi buku. Penelitian yang dilakukan oleh Widyowati memiliki persamaan dengan yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengembangkan bahan ajar dalam aspek menulis dengan pendekatan Saintifik. Widyowati mengembangkan bahan ajar menulis resensi buku sedangkan peneliti akan mengembangkan bahan ajar menulis dongeng . Bahan ajar yang dikembangkan oleh Widyowati ditujukan

(33)

untuk siswa SMA sedangkan peneliti mengembangkan bahan ajar untuk siswa SMP. Kekurangan dari pengembangan bahan ajar Widyowati adalah desain kurang menarik, padahal siswa akan lebih tertarik apabila peneliti berusaha menampilkan desain yang menarik, menginspirasi, dan tidak membosankan.

Beberapa penelitian di atas memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar menulis dongeng. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang sama dengan peneliti, yaitu pengembangan bahan ajar menulis dongeng dengan pendekatan saintifik bagi siswa kelas VII SMP.

C. KERANGKA PIKIR

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan bahan ajar yang berorientasi pada pendekatan saintifik. Rancangan bahan ajar menulis narasi yang berorientasi pada pendekatan saintifik ini meliputi: mencermati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

Pada aspek mencermati terdapat pada beberapa bagian, diantaranya: mencermati cerita, gambar ataupun mencermati benda-benda yang berada di sekitar. Setelah mencermati, aspek yang kedua adalah menanya. Di sini siswa disuruh membuat pertanyaan dari hal-hal yang belum mereka pahami.

Aspek ketiga yaitu mengumpulkan informasi. Siswa bisa mengumpulkan informasi yang terdapat pada contoh cerita, gambar atau benda-benda yang berada di sekitar mereka, dalam bahan ajar disediakan tabel kreativitas yang akan memudahkan siswa. Setelah mengumpulkan informasi, aspek yang keempat

(34)

adalah mengolah informasi. Pada bagian ini siswa diminta untuk menuliskan kembali dongeng yang sudah mereka baca atau gambar yang sudah mereka analisis dengan bahasa mereka sendiri. Kemudian yang terakhir adalah mengkomunikasikan, di sini siswa bisa menceritakan dongeng itu di depan kelas untuk mendapatkan perbaikan dari teman ataupun guru.

Gambar

Tabel 2.1  Keterkaitan antara Pengalaman Belajar  dengan Kegiatan  Belajar dan Maknanya

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kualitas air Sungai Ciliwung di Kota Bogor juga harus mempertimbangkan nilai beban pencemaran yang dihitung berdasarkan besarnya konsentrasi parameter kualitas air dan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sastra feminis, pendekatan ini digunakan untuk menganalisis karya sastra yang berkaitan dengan perempuan.

Identifikasi Deskripsi Prosedur Pengujian Masukan Keluaran yang Diharapkan Kriteria Evaluasi Hasil Hasil Kesimpulan pada halaman “Project Reporting” diberi warna latar

Tony Morrison confirmed this in the “Foreword” of The Bluest Eye where she stated that in order to present the consequences of marginalization and discrimination she chose

Dengan demikian dari hasil perhitungan dan analisa bahwa usaha pemeliharaan ternak sapi Bali pada kelompok tani Tunas Jaya pada Tabel 4 di bawah ini menunjukan

Uspešno opravljeno delo je ustrezno nagrajeno Neposredni vodje ocenjujejo količino in ne kvalitete dela Podjetje potrebuje korenite spremembe Obveščenost zaposlenih je dobra Odnosi

Alhamdulillah, puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak limpahan karunia dan anugerahNya sehingga praktikan dapat mengikuti

bergerak melewati medium, gelombang yang dihasilkan adalah penjumlahan masing-masing perpindahan dari tiap gelombang pada setiap titik.  Sebenarnya hanya berlaku