• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan kepadatan penduduk mengakibatkan peningkatan akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan kepadatan penduduk mengakibatkan peningkatan akan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kepadatan penduduk mengakibatkan peningkatan akan transportasi, khususnya transportasi darat. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat dan kelalaian manusia menjadi faktor utama terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas. Angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun pun semakin meningkat. Sedikitnya 3.400 orang meninggal dunia di jalan raya setiap hari, dan sepuluh juta orang terluka atau mengalami disabilitas setiap tahunnya (WHO, 2014). Saat ini kecelakaan lalu lintas adalah penyebab kematian ke delapan di seluruh dunia, dan merupakan penyebab utama kematian pada usia produktif (15-29 tahun). Kerugian material yang dialami mencapai milyaran dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2030 kecelakaan lalu lintas menempati lima besar penyebab kematian di seluruh dunia (WHO, 2015).

Pada tahun 2013, di Amerika Serikat terdapat 5,7 juta kasus kecelakaa. Sebanyak 32.719 orang meninggal dunia dan 2,3 juta orang terluka akibat kecelakaan tersebut. Walaupun begitu, di negara maju seperti Amerika Serikat tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya mengelami penurunan sekitar 1,3% (U.S. Department of Transportation, 2015). Pada tahun 2013 terdapat 1.713 orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas di Inggris, 2% (41) orang lebih sedikit dari tahun 2012. Sejak tahun 2004 setiap tahunnya angka kematian karena kecelakaan lalu lintas di Inggris mengalami penurunan (U.K. Department of Transportation, 2014). Sedangkan negara berkembang seperti di India, The Global status report on road safety 2013 menyatakan lebih dari 231

(2)

ribu orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di India setiap tahunnya. Hampir setengah dari kematian tersebut adalah pengguna sepeda motor, pengendara sepeda, dan pejalan kaki.

Data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan pada tahun 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, potensi kerugian sosial ekonomi sekitar Rp 203 triliun - Rp 217 triliun per tahun (Badan Intelegen Nasional, 2013). Menurut prediksi dari Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2020 penyebab terbesar ketiga kematian adalah kecelakaan jalan raya, tepat dibawah penyakit jantung dan depresi. Di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012 terdapat 431 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Dari lima kabupaten di DIY, Kabupaten Sleman menyumbang angka kematian tertinggi yaitu 178 orang, kemudian diikuti Kabupaten Bantul 141 orang, sedangkan yang paling sedikit adalah Kotamadya Yogyakarta yaitu 16 orang, total kerugian material pada tahun 2012 mencapai Rp 3,3 triliun (Badan Pusat Statistik Yogyakarta, 2013).

Trimodal Distribution of Death pertama kali dideskripsikan pada tahun 1983 oleh seorang traumatologist dari Amerika yang bernama Donald Trunkey. Trimodal distribution itu dibagi menjadi immediate death, early death, dan late death (Lansink. et. al, 2013). Immediate death terjadi kurang dari satu jam pertama setelah terjadi trauma. Kebanyakan kematian terjadi karena adanya cedera sistem saraf pusat yang tidak dapat ditolong, adanya perdarahan masif sebagai akibat trauma pada sistem kardiovaskulernya, dan trauma pada tulang belakang. Trauma-trauma pada tahap ini sangat mengancam nyawa, hanya

(3)

pencegahan kecelakaan yang akan mengurangi angka kematian pada tahap ini. Pada early death yang terjadi antara 1-4 jam setelah trauma dan fokus penanganannya adalah penanganan pra rumah sakit. Kemungkinan luka yang dialami adalah cedera kepala saat terjadi perdarahan atau peningkatan tekanan intra kranial yang harus segera ditangani, perdarahan di dalam dada (haemothorax), memar pada paru-paru dan jantung, kegagalan fungsi paru (pneumothorax), cedera pada abdomen yang mengakibatkan adanya perdarahan yang membutuhkan operasi segera, dan adanya fraktur yang mengakibatkan kehilangan banyak darah terutama di pelvis dan femur (Shirley, 2008).

Late death terjadi satu minggu atau lebih setelah kecelakaan, penyebab kematian yang mungkin terjadi yaitu infeksi dan kegagalan fungsi beberapa organ. Kematian pada tahap ke tiga ini biasanya terjadi di rumah sakit, akan tetapi sering ditemukan saat identifikasi penyebab kematiannya adalah kurangnya pertolongan pertama sehingga muncul proses patologis yang memicu terjadinya kematian (Lansink, 2013). Di Amerika 1,4 juta orang mengalami cedera kepala setiap tahunnya. Cedera kepala menjadi penyebab kematian dari 52 ribu (1/3) dari semua kematian yang terjadi (U.S. Department of Transportation, 2015).

Korban kecelakaan yang masuk ke IGD RSUP Fatmawati pada tahun 2007 sebanyak 55,1% dengan cedera di area kepala (Rayadina & Subik, 2007). Jumlah korban yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Manado menurut data Forensik RSUP Prof.Dr.R.D. Kandau yang sudah teridentifikasi pada tahun 2011-2012 terdapat 158 orang dengan 153 (96,83%) meninggal akibat cedera kepala (Lumandung et al, 2012). Cedera kepala menempati urutan terbanyak kedua

(4)

sebagai penyebab kematian di DIY dan cenderung mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir. Selain itu, cedera kepala menempati urutan ke 5 dari 10 penyebab kematian di rumah sakit pada tahun 2011. Laporan kepolisian menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan oleh cedera kepala (Dinkes DIY, 2013).

Penanganan pasien dengan cedera kepala dimulai pada saat trauma terjadi. Kualitas penanganan pasien pada pra rumah sakit sangat penting (Shirley, 2008). Penanganan kegawatdaruratan di Indonesia yakni Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Kementrian Kesehatan RI tahun 2006 menyatakan pelayanan kesehatan gawat darurat merupakan hak dan kewajiban semua orang. Sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pra RS, RS dan antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi. Masyarakat awam khusus yang dimaksud adalah polisi, SAR, dan pemadam kebakaran (Musliha, 2010).

Polisi yang termasuk orang awam khusus memiliki mengenai penanganan kegawatdaruratan khususnya kecelakaan lalu lintas yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas. Penanganan kecelakaan lalu lintas dilaksanakan oleh petugas POLRI di bidang lalu lintas setelah terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan yang meliputi: kegiatan mendatangi TKP dengan segera, menolong korban, melakukan tindakan pertama di TKP, mengolah TKP,

(5)

mengatur kelancaran arus lalu lintas, mengamankan barang bukti, dan melakukan penyidikan kecelakaan lalu lintas.

Pemberian pertolongan pertama yang dilakukan oleh petugas POLRI di bidang lalu lintas dan/atau petugas medis untuk menyelamatkan jiwa korban dengan cara memberikan perawatan medis dan/atau membawa segera korban kecelakaan lalu lintas pada unit pelayanan kesehatan terdekat. Mengacu pada peraturan tersebut dapat diketahui bahwa polisi memiliki tugas untuk memberikan pertolongan pertama pada korban. Menurut National Institute for Health and Care Excellence (2014) polisi juga memiliki tugas untuk menganjurkan korban yang memiliki resiko cedera kepala atau pada orang yang bersama korban jika gejala yang dialami korban memburuk maka harus segera dibawa ke rumah sakit.

Penelitian di Philadelphia menunjukkan bahwa korban yang dibawa ke UGD oleh polisi lebih cenderung meninggal dunia dari pada korban yang dibawa dengan ambulan (29,8% berbanding 26,5%). Dalam jurnal ini polisi tidak menerima pelatihan formal untuk mengangkut korban dengan cedera, oleh karenanya perlu dilakukan pelatihan dasar dan cepat seperti aplikasi torniquet, manual stabilisation, pengkajian ABCD, dan lainnya. Tenaga medis yang melakukan penanganan pada korban mengikuti protokol yang jelas dari rumah sakit. Sedangkan saat ini belum ada protokol formal bagaimana penanganan korban harus dilakukan oleh polisi (Band et al, 2014). Polisi tidak memiliki pelatihan medis secara formal, tapi selama dalam masa sekolahnya diajarkan bagaimana caranya untuk tidak memperburuk kondisi korban. Yang biasanya dilakukan oleh polisi adalah pengkajian awam, pengendalian perdarahan, dan

(6)

segera membawa korban ke UGD (Samuel & Atilla, 2014).

Apabila penangan awal yang cepat dan tepat dapat dilakukan, maka akan meminimalkan resiko kematian, prognosis buruk, keterlambatan diagnosa, dan disabilitas akibat cedera kepala. Rata-rata 13% kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Inggris pada tahun 2008 disebabkan karena obstruksi jalan nafas dan aspirasi, misalnya terjadi ketika pasien dalam keadaan tidak sadar lidah pasien jatuh ke belakang dan menutupi jalan nafas (British Association For Immediate Care, 2008). Penanganan pra rumah sakit yang baik dapat meningkatkan outcome yang baik dan menurunkan mortalitas akibat cedera skunder (Tumul et al, 2014).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pengetahuan polisi lalu lintas mengenai penanganan cedera kepala sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan lebih awal dan kematian pada early death dan late death dapat dikurangi. Namun penelitian tentang tingkat pengetahuan polisi lalu lintas mengenai penanganan korban cedera kepala belum pernah dilakukan. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan polisi lalu lintas tentang penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala di area pra rumah sakit..

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana tingkat pengetahuan polisi lalu lintas tentang penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?

(7)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan polisi lalu lintas mengenai penanganan korban cedera kepala di Kabupaten Sleman

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan polisi mengenai:

a. Definisi dan tanda-tanda cedera kepala. b. Cara menangani korban cedera kepala. c. Komplikasi cedera kepala.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi pengetahuan

Memberikan gambaran dasar terhadap tingkat pengetahuan penanganan korban kecelakaan pra rumah sakit yang dilakukan oleh orang awam khusus yaitu polisi lalu lintas.

2. Manfaat bagi masyarakat

Masyarakat bisa mendapatkan pelayanan penanganan korban kecelakaan pra rumah sakit yang lebih baik.

3. Manfaat bagi institusi terkait (Kepolisian Republik Indonesia)

Memberikan data mengenai tingkat pengetahuan polisi lalu lintas tentang penanganan korban di area pra rumah sakit.

(8)

E. Keaslian Penelitian

Peneliti sudah melakukan pencarian literatur mengenai tingkat pengetahuan polisi lalu lintas. Berikut adalah beberapa literatur luar negeri:

1. Penelitian Susann Backteman (2010) yang berjudul ”Caring for traffic accident victims: The stories of nine male police officers”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan pengalaman polisi tentang penanganan korban kecelakaan lalu lintas dan menggunakan metode penelitian kualitatif. Sembilan orang polisi bercerita tentang pengalamannya menangani orang yang mengalami luka berat. Hasil coding dari penelitian ini adalah “polisi harus menjaga support sistem”, “mereka terbiasa dengan tindakan pertolongan”, dan “bertanggung jawab terhadap korban”. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka memiliki stategi yang mereka gunakan ketika menjadi orang pertama yang menolong yaitu berdasarkan pengetahuan dan skill mereka serta support system yang memadai sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan pada situasi yang kritis. Persamaan penelitian ini adalah pada profesi subjeknya. Perbedaan terletak pada metode dan variable yang diteliti.

2. Penelitian Davoud Khorasani-Zavareh dan kawan-kawan (2008) berjudul “Post-crash management of road traffic injury victims in Iran. Stakeholders' views on current barriers and potential facilitators”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan persepsi petugas paramedis, polisi, anggota PMR, pemadam kebakaran, ahli kesehatan masyarakat, pengatur jalan raya, dan beberapa pengguna jalan serta korban kecelakaan lalu lintas mengenai dasar penanganan paska trauma yang efektif di

(9)

Iran. Metode yang digunakan adalah wawancara yang terstruktur pada 36 petugas paramedis, polisi, anggota PMR, pemadam kebakaran, ahli kesehatan masyarakat, pengatur jalan raya, dan beberapa pengguna jalan serta korban kecelakaan lalu lintas.

Pendekatan kualitatif dengan metode grounded theory digunakan untuk menganalisa data yang didapatkan. Variable inti yang merupakan hasil dari penelitian ini adalah “kualitas penanganan paska kecelakaan sangat rendah”. Saran untuk publik meliputi: edukasi publik mengenai pertolongan pertama, peran perawatan kegawatdaruratan, tindakan kooperatif yang bisa dilakukan di area kecelakaan dan pelatihan untuk pengendara, polisi, serta relawan yang terlibat dalam penanganan kecelakaan. Sistem penanganan trauma yang terintegrasi dan peningkatan infrastruktur juga perlu dipertimbangkan untuk penanganan paska kecelakaan. Persamaan penelitian ini adalah pada subjek penelitiannya yaitu polisi dan tingkat pengetahuan mengenai penanganan kegawatdaruratan. Perbedaannya terletak pada metode penelitian.

3. Penelitian Elda Lunera Hutapea (2012) dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Depok”. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan gambaran tingkat pengetahuan polisi lalu lintas tentang bantuan hidup dasar di Kota Depok. Responden dalam penelitian ini adalah polisi lalu lintas yang bekerja di Kota Depok dengan jumlah 46 orang. Pada penelitian ini digunakan metode penyebaran kuisioner kepada para responden. Hasil penelitian ini adalah 50% responden memiliki pengetahuan yang kurang, 30,4% responden memiliki

(10)

pengetahuan cukup, dan 19,6% responden memiliki pengetahuan buruk. Tidak terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek dan metode yang digunakan. Sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah subjek serta variabel yang diteliti.

4. Penelitian Edward Mbewe dan kawan-kawan pada tahun 2006 yang berjudul “Epilepsy-related knowledge, attitudes, and practices among Zambian police officers” memiliki tujuan untuk mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku polisi di Zambia mengenai epilepsi. Metode yang digunakan adalah menyebarkan kuisioner berisi 28 item mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap epilepsi dan kejang pada 200 polisi yang dipilih secara acak di Kota Lusaka. Data deskriptif dikumpulkan dan pertanyaan terbuka dikodekan serta dikategorikan. Hasilnya 87,5% (n=175) polisi familier dengan epilepsi. Dari jumlah tersebut 85% pernah menyaksikan kejang. Walaupun 77,1% mengatahui bahwa epilepsi adalah adanya gangguan pada otak, hampir 20% menyalahkan roh jahat, 13,9% menghubungkan epilepsi adalah akibat dari perbuatan penyihir, dan lebih dari setengah responden percaya bahwa epilepsi dapat menular. Ketika diberi pertanyaan bagaimana mereka akan memperlakukan seseorang yang mengalami kejang, kebanyakan polisi menyediakan respon suportif atau netral, tetapi 8% akan melakukan tindakan yang kurang mengenakkan (menangkap, menahan, memborgol, dan mengikat), dan 14,3% mengindikasikan bahwa orang dengan epilepsi saat dipenjara akan dikarantina. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada objek yang diteliti.

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR

Menurut I Nyoman Sumaryadi, (2010: 46), mengemukakan bahwa Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam

KOMPUTER 3 Dian Ade

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Rumput Laut dalam pengembangannya mempunyai prospek yang cukup baik, di samping potensi sumberdaya yang cukup besar, dengan beberapa faktor pendukung

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

yang terisolasi pada VLAN yang berbeda di bawah kendali network administrator sehingga peneliti dapat mengontrol lalu lintas mereka sendiri, dan menambah ataupun