• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TPI CILAUTEUREUN, KECAMATAN CIKELET, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TPI CILAUTEUREUN, KECAMATAN CIKELET, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN

IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TPI

CILAUTEUREUN, KECAMATAN CIKELET,

KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

WULAN AGUNG WARDANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Layur (Lepturacanthus

savala) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa

Barat

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Wulan Agung Wardani C24060731

(3)

RINGKASAN

Wulan Agung Wardani. C24060731. Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Luky Adrianto dan Achmad Fachrudin

TPI Cilauteureun terletak di kecamatan Cikelet, Garut dengan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang dominan yaitu ikan layur dan tongkol (www.garut.co.id) . Ada faktor ketidakpastian yang menyebabkan hasil tangkapan ikan layur fluktuatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil tangkapan dan nilai produksi sumberdaya ikan layur dalam menunjang kebutuhan masyarakat setempat pada setiap harinya, mengetahui wilayah sebaran yang menjadi daerah penangkapan (fishing ground) sumberdaya ikan layur di perairan laut Pameungpeuk dan menganalisis ketidakpastian hasil tangkapan dan nilai produksi ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun.

Waktu penelitian dilakukan selama 20 hari yaitu pada bulan Maret – April 2010 di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Alat yang digunakan adalah penggaris (meteran), kamera digital, timbangan, papan jalan, alat tulis (buku, pensil atau bolpoin). Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan layur di TPI Cilauteureun, peta lokasi TPI, formulir kuisioner, dan data sheet. Pengambilan contoh digunakan metode penarikan contoh acak sistematik . Dalam menganalisis ketidakpastian ini digunakan alat bantu berupa perangkat lunak Crystal ball. Analisis sebaran tangkapan dinggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.

TPI Cilauteureun merupakan salah satu tempat pendaratan ikan hasil tangkapan di kecamatan Cikelet dan Pameungpeuk, sekaligus berperan sebagai tempat pelelangan ikan. Tetapi semenjak tahun 1999 kegiatan pelelangan tidak beroperasi lagi. Maka nelayan menyerahkan ikan langsung ke pihak pengumpul. Berdasarkan grafik produksi harian ikan layur mengalami fluktuasi yang cukup besar. Sedangkan fluktuasi harga harian ikan layur tidak terlalu besar. Berdasarkan peta wilayah sebaran daerah penangkapan ikan layur berkisar di 8° lintang selatan. Frekuensi untuk volume produksi dan harga ikan Layur (L.savala) di TPI Cilauteureun, Garut, terlihat menyerupai kurva distribusi normal. Penyebaran secara normal mencerminkan banyaknya ketidakpastian. Hubungan panjang-berat ikan layur adalah W = 0,070 L1,873 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,56. Hal tersebut berarti bahwa model dugaan mampu menjelaskan data sebesar 56% (Walpole 1992). Dari nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan layur memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif.

Keyword: Ketidakpastian perikanan, Ikan layur (Lepturacanthus savala) dan TPI Cilauteureun, Garut, Jawa Barat.

(4)

ANALISIS KETIDAKPASTIAN HASIL TANGKAPAN

IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TPI

CILAUTEUREUN, KECAMATAN CIKELET,

KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

WULAN AGUNG WARDANI C24060731

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, kabupaten Garut, Jawa Barat.

Nama Mahasiswa : Wulan Agung Wardani

NRP : C24060731

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS NIP. 19691013 199512 1 001 NIP. 19640327 198903 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul

Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Layur (Lepturacanthus

savala) di TPI Cilauteuren, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa

Barat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc sebagai pembimbing I dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga serta rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis baik secara moril maupun materil sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Maret 2010

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS masing-masing selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Gatot Yulianto, M. Si dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS yang selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis.

3. Keluarga tercinta; Ayah, Ibu, kakak, adik, dan kakak iparku tersayang (Suciati Mega Wardani, Dian Pertiwi Wardani dan Mas Yodhy) atas doa, keikhlasan serta dukungan semangatnya.

4. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

5. Bapak Khaidir dan Bang Iqbal yang masing-masing selaku ketua dan staf Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, Jawa Barat. 6. Bapak Slamet Riyadi selaku ketua TPI Cilauteuren, para pengumpul ikan

dan nelayan ikan layur, Bapak Nana dan keluarga selaku pemilik penginapan selama peneliti melakukan penelitian di TPI Cilauteuren, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Terimakasih atas kerjasamanya kepada penulis saat pelaksanaan penelitian.

7. Bakti Anjani selaku partner penelitian yang telah berbagi suka dan duka sampai saat ini beserta keluarga besarnya yang telah banyak membantu selama penulis berada di Garut, Rangka Sukma Suci atas motivasi yang diberikan selama ini. Rekan-rekan MSP 43 khususnya yuli dan tajudin, teman-teman penghuni wisma White House, dan Ian (ITK 43) yang telah memberi dukungan dan semangat selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1988 dari pasangan Bapak Suroso Eko Wardono dan Ibu Listyati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN 02 Kebon Pala, Halim- Jakarta Timur (2000), SLTPN 268 Jakarta Timur (2003) dan SMAN 9 Kebon Pala, Halim- Jakarta Timur (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi anggota Divisi Akademis pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) pada tahun 2008/2009 dan menjadi anggota Divisi Kajian Politik Perikanan dan Kelautan (KP2K) di Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Layur

(Lepturacanthus savala) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Permasalahan ... 2 1.3. Kerangka Pemikiran ... 3 1.4. Tujuan ... 4 1.5. Manfaat ... 5 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6 2.1. Sistem Perikanan ... 6 2.2. Pengelolaan Perikanan ... 8

2.3. Ketidakpastian Pengelolaan Perikanan ... 10

2.3.1. Dampak ketidakpastian dalam sistem perikanan ... 12

2.4. Sumberdaya Layur ... 13

2.4.1. Klasifikasi dan tata nama ... 13

2.4.2. Karakter morfologi ... 14

2.4.3. Biologi dan habitat ... 15

2.4.4. Distribusi dan musim ... 16

2.4.5. Alat tangkap ikan layur ... 16

3. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17

3.2. Alat dan bahan ... 17

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 18

3.4. Metode Pengambilan Contoh ... 19

3.5. Metode Analisis Data ... 19

3.5.1. Analisis ketidakpastian ... 19

3.5.2. Analisis plot Ford-Walford (L∞, K) dan t0 ... 20

3.5.3. Analisis panjang-berat ... 21

(10)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Keadaan TPI Cilauteureun ... 24

4.2. Daerah Penangkapan Ikan Layur ... 25

4.3. Produksi Harian dan Nilai Produksi Harian Ikan Layur ... 26

4.4. Analisis Monte Carlo terhadap Sumberdaya Perikanan... 29

4.4.1. Peramalan volume produksi dan harga ikan layur (L. savala) ... 29

4.5. Parameter pertumbuhan ... 34

4.6. Hubungan Panjang-Berat ... 40

4.7. Kaitan Parameter Pertumbuhan dengan Hasil Tangkapan ... 41

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sumber-sumber ketidakpastian dalam sistem perikanan

(Charles 2001) ... 11 2. Fasilitas-fasilitas di TPI Cilauteureun (DKP Garut 2010) ... 24 3. Nilai statistik volume produksi ikan layur (Lepturacanthus savala)

(Data primer, diolah 2010) ... 31 4. Nilai statistik harga ikan layur (Lepturacanthus savala)

(Data primer, diolah 2010) ... 33 5. Sebaran kelompok ukuran ikan layur di Pameungpeuk, Garut ... 36 6. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bartalanffy (K, L∞, t0)

Ikan layur di Pameungpeuk, Garut (23 Maret-11 April 2010)... 37 7. Parameter pertumbuhan ikan layur (L.savala) dari beberapa hasil

penelitian ... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram kerangka pemikiran dalam pelaksanaan penelitian ... 4

2. Segitiga keberlanjutan sistem perikanan ... 9

3. Ikan layur (Lepturacanthus savala) (Dokumentasi pribadi 2010) ... 15

4. Peta distribusi ikan layur (Sumber: www.aquamaps.org) ... 16

5. Peta lokasi penelitian... 17

6. Peta daerah penangkapan ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun, Garut ... 26

7. Grafik produksi harian ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun ... 27

8. Grafik harga harian ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun ... 28

9. Diagram frekuensi volume produksi harian ikan layur (Lepturacanthus savala) periode Maret-April 2010 di TPI Cilauteureun, Garut ... 30

10. Diagram frekuensi harga harian ikan layur (Lepturacanthus savala) periode Maret-April 2010 di TPI Cilauteureun, Garut... 32

11. Kelompok ukuran panjang ikan layur ... 36

12. Kurva pertumbuhan ikan layur... 39

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Metode pengukuran panjang total dan berat basah ikan contoh ... 48

2. Gambar kapal yang digunakan untuk menangkap ikan layur ... 49

3. Peta zona potensi penangkapan ikan ... 50

4. Kuesioner nelayan ikan layur ... 51

5. Data panjang dan berat ikan contoh tiap hari selama penelitian ... 56

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan sangat kompleks, dimana sifat dari sumber daya itu sendiri yang sangat fugitive resource (sumberdaya yang bergerak terus), kompleksitas biologi dan fisik perairan, serta permasalahan peliknya hak kepemilikan (common property resource). Sehingga interaksi dari berbagai faktor tersebut menimbulkan biaya eksternalitas yang berakibat pada terjadinya penangkapan ikan yang berlebihan, menurunya stok sumber daya, kerusakan ekologi, yang kemudian sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan nelayan itu sendiri.

Kemiskinan nelayan dapat timbul bila terjadi mismanagement dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, kurangnya pengetahuan yang mendalam mengenai sifat khas sumber daya tersebut serta pemahaman permasalahan kemiskinan nelayan itu sendiri. Studi-studi mengenai kemiskinan nelayan memberikan gambaran yang jelas mengenai kehidupan masyarakat nelayan khususnya nelayan tradisional dan nelayan buruh yang juga membuktikan bahwa kondisi perikanan bersifat ketidakpastian. Suyanto (1996: 7 - 15) menggambarkan bahwa kehidupan nelayan tradisional dan buruh nelayan memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, sedikit kegoncangan atau kebutuhan mendadak, mereka akan collapse. Untuk lebih lanjut Suyanto (1996) menjelaskan bahwa ketidakpastian tersebut disebabkan oleh akumulasi faktor yang sangat kompleks, mulai dari lingkungan alam dan irama musim yang sulit ditebak, ketinggalan teknologi, kekurangan modal, tingkat pendidikan yang rendah, penghisapan dan posisi tawar-menawar yang lemah. Firth (1966: 5) dalam salah satu penelitian di Malaysia, menambahkan bahwa musim dan cuaca dapat tiba-tiba menghentikan kegiatan penangkapan ikan di laut.

Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan koordinat 6º56'49 - 7 º45'00 Lintang Selatan dan 107º25'8 - 108º7'30 Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 Ha

(15)

(3.065,19 km²). Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sumedang di utara, Kabupaten Tasikmalaya di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung di barat. Panjang pantai Kabupaten Garut ± 80 km yang terbentang di 7 (tujuh) wilayah kecamatan. Pantai selatan Kabupaten Garut memiliki potensi berupa Zona Ekonomi Ekslusir (ZEE) 200 mil laut dengan luas areal penangkapan ± 28. 560 km2 dan diestimasi memiliki potensi lestari (MSY) sebesar 166.667 ton/tahun. Sementara untuk zona teritorial (12 mil laut) memiliki potensi sebesar 10.000 ton/tahun. Sampai saat ini nelayan Kabupaten Garut baru memanfaatkan zona territorial dengan hasil tangkapan mencapai 4,994,16 ton (atau sekitar 49,94% dari potensi yang ada). Potensi perikanan yang umumnya ditangkap di perairan selatan Kabupaten Garut diantaranya adalah Tuna, Tongkol, Cakalang, Cumi-cumi, Layur, Kakap, Bawal Hitam, Kerapu, Baronang, Cucut Botol, Lobster dan ikan hias. Disamping ikan-ikan tersebut juga terdapat rumput laut yang cukup potensial (www.garut.co.id).

Sarana dan prasarana yang cukup penting dalam mendukung penangkapan ikan yang tersedia di Kabupaten Garut adalah Pangkalan Pendaratan ikan yang terdiri dari 4 PPI/TPI, yaitu: PPI/TPI Cijeruk di Kecamatan Cibalong, PPI/TPI Cilauteureun di Kecamatan Pameungkpeuk, PPI/TPI Cimarimuara di Kecamatan Pakenjeng, dan PPI/TPI Rancabuaya di Kecamatan Caringin. TPI Cilauteureun terletak di kecamatan Pameungpeuk, Garut dengan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang dominan yaitu ikan layur dan tongkol. Ikan layur merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan merupakan produk andalan ekspor negara Indonesia. Karena harga jualnya yang tinggi, maka banyak nelayan menjadikan ikan layur sebagai hasil tangkapan utama sehingga dapat berdampak pada turunnya populasi ikan layur akibat tangkap lebih.

1.2. Rumusan Permasalahan

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut memiliki hasil perikanan tangkap yang besar, bila dibandingkan dengan hasil perikanan tangkap di beberapa TPI yang berada di Garut. Hal ini didukung oleh jumlah alat tangkap yang beroperasi cukup banyak yang akan mempengaruhi volume produksi. Fluktuasi harga dan volume produksi yang

(16)

terjadi dari hari ke hari merupakan satu tanda adanya ketidakpastian (uncertaintly) hasil tangkapan ikan layur. Kondisi fluktuasi yang terjadi juga disebabkan karena adanya pola musim penangkapan dan daerah penangkapan ikan layur yang berbeda-beda. Adanya perbedaan daerah tangkapan dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan layur. Hal ini dikarenakan nelayan cenderung beralih pada daerah penangkapan lain apabila menurut nelayan daerah penangkapan sebelumnya sudah tidak produktif.

1.3. Kerangka Pemikiran

TPI Cilauteureun terletak di Kecamatan Pameungpeuk, Garut dengan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang dominan yaitu ikan layur. Layur merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi. Ada faktor ketidakpastian yang menyebabkan hasil tangkapan ikan layur. Fluktuasi harga dan volume produksi yang terjadi dari hari ke hari merupakan satu bukti adanya ketidakpastian (uncertaintly) hasil tangkapan ikan layur. Kondisi fluktuasi yang terjadi juga disebabkan karena adanya pola musim penangkapan dan daerah penangkapan ikan layur yang berbeda-beda. Panjang dan berat ikan layur hasil tangkapan nelayan tiap harinya mengamali perbedaan, hal ini dapat dilihat dari parameter pertumbuhan ikan layur yang tiap musimnya mengalami pertumbuhan panjang sampai mencapai panjang asimtotik. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakpastian hasil tangkapan ikan layur sehingga sumberdaya ikan layur dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(17)

Gambar 1. Diagram kerangka pemikiran dalam pelaksanaan penelitian

1.4. Tujuan

Analisis ketidakpastian hasil tangkapan ikan Layur di TPI Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui hasil tangkapan dan nilai produksi sumberdaya ikan layur dalam menunjang kebutuhan masyarakat setempat pada setiap harinya. 2. Mengetahui wilayah sebaran yang menjadi daerah penangkapan (fishing

ground) sumberdaya ikan layur di perairan laut Pameungpeuk.

3. Menganalisis ketidakpastian hasil tangkapan dan nilai produksi ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun.

TPI Cilauteureun, Pameungpeuk, Garut

Potensi Sumberdaya Ikan Layur

Ketidakpastian Hasil Tangkapan Ikan Layur

Harga Volume Produksi Daerah sebaran tangkapan Analisis Ketidakpastian Analisis Sebaran Tangkapan (Kualitatif Deskriptif)

Upaya dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layur Panjang dan Berat Analisis Panjang-Berat L∞ (panjang maksimum) dan K (koefisien pertumbuhan) Analisis Plot Ford-Walford

(18)

1.5. Manfaat

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi terkait dalam menentukan strategi untuk mengatasi tingkat produksi hasil tangkapan ikan layur di TPI Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut.

(19)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Perikanan

Perikanan merupakan sistem yang kompleks dan terkait satu dengan yang lain secara dinamis maupun statis. Menurut Adrianto (2004) bahwa selama ini telah terjadi salah persepsi di kalangan publik bahkan di kalangan akademis mengenai perikanan dan kelautan yang dipandang sebagai komoditas semata, hal ini tidak terlepas dari adanya suatu pandangan klasik tentang struktur produksi ekonomi yang menempatkan perikanan, pertanian, kehutanan dan peternakan sebagai primary sector yang berkonotasi pada produksi komoditas belaka. Padahal perikanan dan kelautan tidak hanya sekedar kegiatan ekonomi tetapi memiliki keterkaitan secara langsung dengan faktor yang ada didalamnya. Faktor tersebut yaitu ekologi, ekonomi, komunitas dan institusi. Keempat faktor tersebut merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Menurut Charles (2001) mengatakan bahwa sistem perikanan merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu (1) sistem alam (natural system) yang mencakup ekosistem, ikan dan lingkungan biofisik; (2) sistem manusia (human system) yang terdiri dari unsur nelayan atau petani ikan, pelaku pasar dan konsumen, rumah tangga perikanan dan komunitas pesisir serta lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya yang terkait dengan sistem ini; (3) sistem pengelolaan perikanan yang mencakup unsur-unsur kebijakan dan perencanaan perikanan, pembangunan perikanan, rezim pengelolaan perikanan dan riset perikanan. Untuk itu, di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan harus memperhatikan ketiga komponen tersebut.

Sistem yang satu ini merupakan salah satu komponen yang penting dalam melakukan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan. Menurut Charles (2001) mengatakan bahwa sistem manusia yang dimaksud terdiri unsur nelayan atau petani ikan, pelaku pasar dan konsumen, rumah tangga perikanan dan komunitas pesisir. Menurut Nikijuluw (2002) mengatakan bahwa sistem manusia merupakan variabel penting yang menentukan status pemanfaatan dan potensi sumberdaya perikanan. Sayangnya, sistem manusia kerap kali tidak

(20)

diperhitungkan secara serius atau diremehkan dalam hal pengelolaan sumberdaya perikanan. Mungkin karena manusia sebagai pengelola sumberdaya perikanan, sering kali manusia diposisikan sebagai subyek pengelolaan. Padahal, manusia pun obyek pengelolaan. Pengelolaan sumberdaya ikan pada hakekatnya adalah pengelolaan terhadap manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut.

Faktor sumberdaya manusia merupakan salah satu kendala dalam keberhasilan pembangunan di suatu negara. Begitu juga yang terjadi pada pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Keterpurukan ekonomi nasional yang terjadi selama ini merupakan bukti kegagalan akibat rendahnya kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi krisis ekonomi global.

Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di sektor kelautan menjadi sangat penting dilakukan. Oleh karenanya, sudah seharusnya pemerintah memikirkan strategi pembangunan yang berorientasi meningkatkan kualitas pendidikan dan partisipasi masyarakat yang berkualitas secara luas.

Menurut Kusumastanto (2002), bahwa strategi yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk pembangunan di wilayah pesisir antara lain :

1. Mengembangkan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi laut, sistem informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui sistem pelatihan atau pendidikan komunikasi pembangunan, sistem pengelolaan sumberdaya dan lain-lain yang dapat mendukung pembangunan di wilayah pesisir.

2. Meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

Untuk itu, mengingat kompleksitas pembangunan di wilayah pesisir maka sudah seharusnya pada saat ini dibangun suatu perencanaan pembangunan sumberdaya manusia secara terpadu di wilayah pesisir. Perencanaan tersebut perlu dalam rangka terciptanya sasaran pembangunan yaitu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam mengelola potensi sumberdaya perikanan, serta dapat menangani berbagai permasalahan yang ada di lingkungan pesisir.

(21)

2.2. Pengelolaan Perikanan

Kekompleksan sistem perikanan dapat didekati dari perspektif keragaman (diversity) paling tidak ada empat jenis keragaman dalam sistem ini, yaitu keragaman spesies (species diversity), keragaman genetik (genetic diversity), keragaman fungsi dan keragaman sosial ekonomi (de Young et al. 1999 in Adrianto 2004). Selanjutnya Adrianto (2004) menjelaskan bahwa, keragaan sistem perikanan bersumber dari beberapa hal yang dengan baik digambarkan oleh Charles (2001) sebagai “the sources of complexity in fisheries system”, yaitu (1) banyaknya tujuan dan seringkali menimbulkan konflik antar tujuan, (2) banyaknya spesies dan interaksi antar spesies dalam konteks level tropik, (3) banyaknya kelompok nelayan beserta interaksinya dengan sektor rumah tangga dan komunitas, (4) banyaknya jenis alat tangkap dan interaksi teknologi antar mereka, (5) struktur sosial dan pengaruhnya terhadap perikanan, (6) dinamika informasi perikanan dan diseminasi, (7) dinamika interaksi antar sumberdaya perikanan, nelayan dan lingkungan, (8) ketidakpastian dalam masing-masing komponen sistem perikanan dan lain-lain. Dari uraian di atas, menganggap perikanan hanya sebatas komoditas akan sangat mengurangi arti penting sektor ini sebagai sebuah sistem yang kompleks dan dinamis dan memiliki peran penting sebagai salah satu penjaga suplai pangan bagi manusia.

Menurut Adrianto (2004) bahwa dalam sejarah, wacana keberlanjutan perikanan diawali dengan munculnya paradigma konservasi yang dipelopori oleh para ilmuwan biologi. Dalam paradigma ini, keberlanjutan perikanan diartikan sebagai konservasi jangka panjang sehingga sebuah perikanan akan disebut “berkelanjutan” apabila mampu melindungi sumberdaya perikanan dari kepunahan. Keberlanjutan perikanan disini berawal dari konsep keberlanjutan hasil tangkapan (sustainibility yield). Konsep ini menjelaskan bahwa hasil yang didapat hari ini tanpa mengurangi atau merusak ketersediaan sumberdaya untuk keperluan yang akan mendatang.

Kemudian sekitar tahun 1950, paradigma konservasi mendapat tantangan dari paradigma lain yaitu paradigma rasionalitas. Paradigma ini memfokuskan pada keberlanjutan perikanan yang rasional secara ekonomi dengan konsep pada pencapaian keuntungan maksimal dari sumberdaya perikanan bagi pemilik

(22)

sumberdaya. Tidak lama setelah paradigma rasionalitas, lalu muncul sebuah wacana baru menurut Charles tentang perlunya paradigma sosial dan komunitas. Dalam paradigma ini, keberlanjutan perikanan diperoleh melalui pendekatan “kemasyarakatan” yaitu suatu keberlanjutan yang diupayakan dengan memberi perhatian utama pada aspek keberlanjutan masyarakat perikanan sebagai sebuah sistem komunitas.

Dengan demikian evolusi keberlanjutan perikanan berawal dari konsep keberlanjutan hasil tangkapan lalu berkembang pada keberlanjutan sistem perikanan dan perkembangan selanjutnya mengenai pentingnya sistem manusia (human system) dalam mencapai suatu keberlanjutan perikanan (sustainibility fisheries). Menurut Adrianto (2004) bahwa perikanan yang berkelanjutan bukan semata-mata ditujukan untuk kepentingan kelestarian ikan itu sendiri atau keuntungan ekonomi melainkan lebih dari itu yaitu untuk keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi yang mencakup kualitas keberlanjutan dari perangkat regulasi, kebijakan dan organisasi untuk mendukung tercapainya keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan komunitas perikanan (Lihat gambar 1).

Ecological sustainibility

Economic sustainibility Community sustainibility Gambar 2. Segitiga keberlanjutan sistem perikanan

Di dalam sistem perikanan terdapat beberapa komponen dari keberlanjutan secara ekologi, ekonomi, komunitas, dan institusi. Komponen dari keberlanjutan hasil tangkapan sehingga tidak menimbulkan deplesi terhadap stok alamiah; perhatian luas terhadap keterkaitan antara spesies target dan spesies lainnya;

Institutional Sustainibility

(23)

menjamin keberlanjutan proses ekologis (ecosystem health). Komponen dari keberlanjutan secara ekonomi yaitu memelihara keberlanjutan kesejahteraan sosial ekonomi; keberlanjutan manfaat ekonomi dari sumberdaya perikanan; dan keadilan distribusi manfaat antar pelaku perikanan. Komponen dari keberlanjutan secara komunitas yaitu memfokuskan pada tataran mikro sistem perikanan; memfokuskan pada tujuan keberlanjutan nilai-nilai sistem manusia berbasis hak komunitas, tidak bersifat individual; dan memfokuskan pada terjaminnya kesejahteraan sosial ekonomi dalam level komunitas dan tingkat kohesivitas. Sedangkan komponen keberlanjutan secara institusi yaitu memelihara kemampuan institusi baik dalam kerangka finansial, administrasi, dan kapasitas organisasi; menitikberatkan pada kemampuan institusi dalam memelihara kemampuan mengelola dan menegakkan aturan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya (Adrianto 2007).

2.3. Ketidakpastian Pengelolaan Perikanan

Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Sumberdaya perikanan merupakan komoditas yang memiliki karakteristik yang berbeda dan rumit bila dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Karakteristik yang berbeda tersebut menghasilkan berbagai macam ketidakpastian serta menimbulkan resiko yang dapat mengganggu sektor perikanan tersebut. Sumberdaya perikanan yang ada tidak hanya dibutuhkan saat ini saja, akan tetapi generasi yang akan datang juga memerlukan sumberdaya perikanan untuk berbagai kepentingan. Sumberdaya perikanan ini memerlukan pengelolaan yang tepat dan cermat. Untuk itulah diperlukan suatu pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari dan berkelanjutan (sustainable resource exploitation) dan didukung dengan kebijakan pengelolaan yang baik pada semua lapisan (Charles 2001).

Sektor perikanan merupakan kegiatan ekonomi yang berbeda dengan kegiatan perekonomian lainnya, tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan berapa banyak sumberdaya setiap tahunnya, berapa banyak produksi yang harus

(24)

dihasilkan setiap tahun, atau berakibat terhadap produksi dimasa yang akan datang yang terkait dengan ketersediaan ikan (Charles 2001). Hal tersebut merupakan contoh ketidakpastian dalam sektor perikanan. Ketidakpastian yang terdapat dalam sektor perikanan muncul dari adanya faktor-faktor alami sektor perikanan tersebut maupun berasal dari berbagai pihak yang berkepentingan di dalamnya.

Sumber ketidakpastian yang luas senantiasa muncul dalam sistem perikanan baik secara alamiah maupun dari sisi manusia dan manajemen. Dampak dari adanya ketidakpastian akan menimbulkan resiko di dalam sistem perikanan yang apabila tidak diatasi akan mengancam sistem perikanan (Charles 2001). Sumber-sumber ketidakpastian dalam perikanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Sumber-sumber ketidakpastian dalam sistem perikanan

Sumber yang bersifat alami Sumber yang berasal dari manusia

Ukuran stok dan struktur umur ikan Mortalitas alami Predator-prey Heterogenitas ruang Migrasi Parameter "stock-recuitment" Hubungan "stock-recuitment" Interaksi multispesies

Interaksi ikan dengan lingkungan

Harga ikan dan struktur pasar

Biaya operasional dan biaya korbanan Perubahan teknologi

Sasaran pengelolaan Sasaran nelayan

Respon nelayan terhadap peraturan Perbedaan persepsi terhadap stok ikan Perilaku konsumen

Sumber : Charles (2001).

Selanjutnya Charles (2001) menjelaskan bahwa tipologi ketidakpastian terdiri atas:

1. Randomness/ Process Uncertainty, merupakan tipologi ketidakpastian yang menyangkut dengan proses dalam sistem perikanan yang bersifat random (acak). 2. Parameter and State Uncertainty, merupakan ketidakpastian dalam konteks ketidakakuratan menjadi tiga macam:

a. Observation Uncertainty, ketidakpastian perikanan karena keterbatasan observasi (ketidakpastian variabel perikanan) yang dapat mengakibatkan terjadinya mis-management.

(25)

b. Model Uncertainty, ketidakpastian dalam memprediksi model sistem perikanan. c. Estimation Uncertainty, ketidakpastian sebagai akibat dari ketidakakuratan estimasi.

3. Structural Uncertainty, ketidakpastian yang muncul akibat dari proses struktural dalam pengelolaan perikanan.

a. Implementation Uncertainty, ketidakpastian implementasi pengelolaan perikanan.

b. Institutional Uncertainty, ketidakpastian dalam pengelolaan perikanan sebagai sebuah institusi atau ketidakpastian “value system” dalam perikanan.

2.3.1. Dampak ketidakpastian dalam sistem perikanan

Charles (2001) menjelaskan bahwa keadaan yang bersifat fluktuatif pada dasarnya senantiasa tidak diinginkan dalam sistem perikanan, baik dalam jumlah populasi ikan atau harga ikan yang jatuh lebih rendah dari yang semula diprediksikan. Jika nilai dari parameter yang digunakan dalam model prediksi tidak diketahui, maka keputusan yang dihasilkan bagi pengelolaan bisa menjadi suatu kesalahan yang dapat menimbulkan resiko sebagai akibat dari adanya ketidakpastian. Resiko merupakan informasi untuk pengambilan keputusan tidak sempurna dan terdapat probabilitas dari suatu kejadian.

Menurut Charles (2001), pemahaman mengenai resiko dalam sistem pengelolaan perikanan sangat penting, baik dengan memprediksi resiko yang akan terjadi jangka pendek/panjang maupun upaya untuk mengurangi dan mengatasi resiko yang telah terjadi. Pemahaman mengenai resiko dalam pengelolaan perikanan dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Risk Assessment (Penaksiran Resiko)

Pemahaman resiko ini digunakan untuk menganalisis ketidakpastian, mengukur resiko, dan memprediksi hasil perikanan, dan dapat memberikan skenario pengelolaan. Risk Assessment memiliki 2 tujuan yaitu:

a. Menentukan besarnya resiko ketidakpastian yang timbul dari adanya fluktuasi acak, pendugaan pengukuran parameter yang tidak tepat dan ketidakpastian yang berkenaan dengan keadaan alam. Tujuan pertama ini dapat dicapai melalui analisis statistik dengan menggunakan time-series data.

(26)

b. Memprediksi resiko secara kuantitatif dari hal-hal pasti yang akan terjadi akan tetapi kejadian tersebut tidak diinginkan. Hal ini dapat dianalisis dengan pendekatan simulasi stok untuk mengestimasi implikasi jangka panjang (Risks) dari sebuah skenario pengelolaan.

2. Risk Management

Pengelolaan resiko merupakan upaya untuk mengatur, mengurangi atau mengatasi resiko dalam sistem perikanan, melalui beberapa teknik analisis dengan merancang rencana pengelolaan yang optimal dalam kondisi ketidakpastian. Upaya tersebut dapat dicapai dengan prinsip adaptive management, ide dasar dari prinsip tersebut adalah menghitung resiko dengan memanfaatkan informasi. Adaptive management terdiri dari tiga model, yaitu (1) Non-adaptive models; pengukuran ketidakpastian yang terlalu berlebihan, (2) Passive adaptive models; memperbaharui pengukuran tetapi tidak mempedulikan perubahan-perubahan yang terjadi di masa datang, (3) Active adaptive models; nilai-nilai informasi yang terdapat di masa datang dimasukan dalam proses pengambilan keputusan.

2.4. Sumberdaya Layur

2.4.1. Klasifikasi dan tata nama

Ikan layur (Lepturacanthus savala) menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984):

Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Percimorphi Sub Ordo : Scrombroidea Famili : Trichiuridae Genus : Lepturacanthus

Spesies : Lepturacanthus savala Nama Indonesia : Layur

(27)

2.4.2. Karakter morfologi

Ikan layur adalah ikan yang termasuk ke dalam famili Trichiuridae berwarna keperak-perakan dalam keadaan hidup dan akan berwarna perak keabuan jika mati. Bagian atas kepala berwarna ungu agak gelap sedangkan sirip-siripnya sedikit kekuningan dengan pinggiran gelap. Ikan layur memiliki sirip punggung yang panjang mulai dari atas kepala sampai akhir badan dan berjari-jari lemah antara 105-134 buah. Sirip anal tumbuh tidak sempurna dan berjari-jari lemah antara 72-80 buah. Sirip anal berupa deretan duri-duri kecil serta tidak terdapat sirip perut dan garis rusuk terlihat jauh dibagian bawah badan (Saanin 1984).

Ikan layur mempunyai tubuh yang panjang dan gepeng serta ekornya panjang. Oleh karena itu dalam bahasa inggris disebut hair tail atau ekor rambut. Kulitnya tak bersisik, sirip perut tak ada sedangkan sirip dubur terdiri dari sebaris duri-duri kecil yang lepas. Rahang bawah lebih panjang daripada rahang atas. Mulutnya lebar dan kedua rahangnya bergigi kuat dan tajam. Ikan layur dapat berukuran panjang sampai lebih 100 cm (Nontji 2005).

Ikan layur (L. savala) memiliki badan memanjang seperti pita, lengkung kepala bagian atas sampai awal sirip dorsal hampir lurus, mulut besar dan dapat disembulkan serta rahang bagian bawah lebih menonjol daripada bagian atas. Ikan layur memiliki sirip anal pendek dengan dasar yang panjang, sirip pectoral pendek dan tidak memiliki sirip ventral (Peristiwady 2006). Gambar ikan layur (L. savala) dapat dilihat pada Gambar 3.

(28)

Gambar 3. Ikan layur (Lepturacanthus savala) (Dokumentasi pribadi)

2.4.3 Biologi dan habitat

Ikan layur tergolong karnivora, hal ini terlihat dari susunan gigi yang tajam dimana makanannya berupa udang-udangan, cumi-cumi dan ikan kecil (Ditjen Perikanan 1998). Menurut Badrudin & Wudianto (2004), perilaku makan ikan layur dan layur muda (anak) berhubungan erat dengan kebiasaan migrasi vertikal yang memiliki sifat berlawanan.

Pada siang hari, ikan layur dewasa biasanya bermigrasi vertikal ke dekat permukaan untuk mencari makan dan kembali bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari. Ikan layur muda (anak) yang berukuran kecil akan membentuk gerombolan (schooling) mulai dari dasar sampai ke dekat permukaan pada siang hari dan pada malam hari menyebar serta mengelompok untuk mencari makan sampai ke dekat permukaan. Habitat layur meliputi perairan laut, estuari, rawa pantai, dan mangrove. Populasi ikan layur banyak tertangkap di perairan pantai yang dangkal di sekitar muara sungai.

(29)

2.4.4. Distribusi dan musim

Daerah penyebaran ikan layur di pantai Indonesia meliputi Tuban, Lawang, Jampang, Palabuhanratu, Cibanteng, Ujung Genteng dan Sukawayana. Selain itu ikan layur terdapat di perairan Jepang, Filipina, Teluk Benggala, Teluk Siam, Laut Cina Selatan hingga pantai utara Australia dan perairan dangkal Afrika selatan (ditjen perikanan 1979 in Nurhayati 2006). Distribusi ikan layur di dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan:

: Daerah penyebaran ikan layur

Gambar 4. Peta distribusi ikan layur (http://www.aquamaps.org)

2.4.5. Alat tangkap ikan layur

Ikan layur dapat tertangkap dengan alat tangkap trawl, jaring insang, purse seine, mini dan lampara dasar (Fauzi et al. 1989). Menurut pusat penelitian dan pengembangan perikanan (1991) dikutip dalam Prayitnno (2006) bahwa rawai merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan yang hidup di dasar perairan dengan topografi yang tidak rata, berkarang, dan berbatu dimana alat tangkap lain tidak dapat digunakan secara efektif dalam kondisi tersebut.

(30)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama 20 hari yaitu pada bulan Maret – April 2010 di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilauteureun berada pada koordinat 7° 38' 0" Lintang Selatan, 107° 43' 0" Bujur Timur. Secara spasial, peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi penelitian ikan layur (Lepturacanthus savala) di perairan Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah penggaris (meteran), kamera digital, timbangan, papan jalan, alat tulis (buku, pensil dan pena). Sedangkan bahan yang

(31)

digunakan adalah ikan layur di TPI Cilauteureun, peta lokasi TPI, formulir kuisioner, data sheet dan bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menurut jenisnya terdiri atas data text dan data image. Data text adalah data yang berbentuk alphabet mau pun angka numerik (Fauzi, 2001). Contoh data text yang berbentuk alphabet berupa keterangan-keterangan mengenai struktur organisasi suatu perusahaan, sedangkan data text numerik dapat berbentuk harga suatu produk, jumlah produksi dalam suatu kurun waktu tertentu. Data image merupakan data yang ditampilkan dalam bentuk foto, diagram yang dapat memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu (Fauzi 2001).

Penelitian ini lebih didominasi oleh penggunaan data yang berbentuk angka numerik yang bersumber pada data primer dan data sekunder. Data yang berbentuk angka bersumber pada data sekunder, dengan data yang dikumpulkan adalah data berkala (time-series). Data berkala ini diperoleh melalui instansi terkait yaitu TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Data sekunder yang diambil berupa harga lelang dan volume produksi ikan layur selama kurun waktu 2 tahun.

Data primer diperoleh dengan pengukuran pajang-berat ikan layur, dilakukan wawancara dan kuesioner yang ditujukan bagi nelayan di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya, malalui proses interaksi dan komunikasi langsung kepada responden (Singarimbun 1979). Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi jumlah tangkapan perhari, wilayah penangkapan ikan, dan jenis alat tangkap yang digunakan serta data primer lainnya yang dapat digunakan sebagai informasi pendukung bagi penelitian ini.

(32)

Dalam melakukan pengambilan contoh digunakan metode penarikan contoh acak sistematik untuk mengurangi faktor subjektifitas. Data panjang-berat diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak sistematik terhadap jenis ikan layur (L. savala) yang hanya tertangkap di perairan laut Pameungpeuk dan di daratkan di TPI Cilauteureun, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Metode penarikan contoh sistematik tersebut menurut Boer (2008) dijelaskan dengan rumus : Penduga rata-rata =

   n i i x n x 1 1 ˆ  Ragam penduga =         N n N n s x V 2 ) ( ˆ dengan

    n i i x x n s 1 2 2 1 1 Keterangan:

ˆ dan x : Penduga rata-rata n : Ukuran contoh

N : Ukuran populasi xi : Data ke- i

: Ragam penduga s2 : Ragam contoh

3.5. Metode Analisis Data 3.5.1. Analisis ketidakpastian

Ketidakpastian dalam perikanan mengikuti hukum peluang dimana terdapat kemungkinan berhasil atau gagal dalam menghasilkan tangkapan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya upaya serta dapat mempengaruhi nilai harga (price) dari ikan hasil tangkapan tersebut. Analisis ketidakpastian tersebut dilakukan dengan rumus yang dikenal dengan kaidah Bayes yang dijelaskan dalam Walpole (1997), yaitu :

Jika kejadian-kejadian B1, B2, ... , Bk merupakan sekatan dari ruang contoh S dengan P Bi  0 untuk i= 1, 2, ..., k, maka untuk sembarang kejadian A yang

(33)

bersifat P A  0,

 

 

 

 k

k

r r r B A P B P B A P B P B A P B P B A P B P A B P     ... ( 2 2 1 1 untuk r = 1, 2, ..., k.

Metode Bayes merupakan metode yang baik di dalam mesin pembelajaran berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Metode Bayes hanya bisa digunakan untuk persoalan klasifikasi dengan supervised learning dan data-data kategorikal. Metode Bayes memerlukan pengetahuan awal untuk dapat mengambil suatu keputusan. Tingkat keberhasilan metode ini sangat tergantung pada pengetahuan awal yang diberikan.

Dalam menganalisis ketidakpastian ini digunakan alat bantu berupa perangkat lunak Crystal ball yang berbasis aplikasi spreadsheet suite untuk model prediksi, peramalan, simulasi, dan optimasi. Dengan Crystal ball dapat membuat keputusan-keputusan taktis yang tepat untuk mencapai tujuan dan mendapatkan keunggulan kompetitif pada kondisi pasar paling tidak pasti. Crystal ball dapat membantu menganalisis risiko dan ketidakpastian yang terkait dengan model spreadsheet. Suite meliputi alat analisis untuk simulasi Monte Carlo (Crystal Ball), time-series peramalan (CB Predictor), dan optimisasi (OptQuest) serta pengembang untuk membangun antarmuka kustom dan proses (Goldman 2002).

3.5.2. Analisis plot Ford-Walford (L∞, K) dan t0

Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy.

Lt = L∞ (1-e[-K(t- t0)]) Keterangan :

Lt : Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu)

L∞ : Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K : Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)

(34)

Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dengan t0 sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai berikut.

Lt = L∞ (1-e[-K(t- t0)]) (1)

Lt = L∞ - L∞ e[-Kt]

L∞ - Lt = L∞ e[-Kt] (2)

Setelah Lt+1 disubtitusikan ke dalam persamaan (1) maka diperoleh perbedaan persamaan baru tersebut dengan persamaan (1) seperti berikut.

Lt+1 - Lt = L∞ (1-e[-K(t+1)]) - L∞ (1-e[-Kt]) = -L∞ e[-K(t+1)] + L∞ e[-Kt]

= L∞ e[-Kt] (1-e[-K]) (3)

Persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (3) sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut.

Lt+1 - Lt = (L∞ - Lt) (1-e[-K])

= L∞ (1-e[-K]) - Lt + Lt e[-K] Lt+1

= L∞ (1-e[-K]) + Lt e[-K] (4) Persamaan (4) merupakan bentuk persamaan linear dan jika Lt (sumbu x) diplotkan terhadap Lt+1 (sumbu y) maka garis lurus yang terbentuk akan memiliki kemiringan (slope) (b) = e[-K] dan intersep (a) = L∞ (1-e[-K]). Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984).

Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983 in Lelono 2007) sebagai berikut.

Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞ ) – 1,038 (Log K)

3.5.3. Analisis panjang-berat

Penggunaan “panjang total” yang diukur ke “ unit terdekat di bawahnya”, sudah biasa dalam prakteknya kecuali rincian anatominya tidak memungkinkan (Sparre dan Venema 1999). Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Pertumbuhan ikan dapat dianalisa melalui relasi antara hubungan pertumbuhan panjang dengan hubungan pertumbuhan berat yaitu dengan rumus :

(35)

b aL

W (Le Cren 1951 in Brown 1957)

Keterangan:

W : Berat / bobot (gram)

L : Panjang (mm)

dengan a dan b: Konstanta

Berdasarkan pola hubungan linear maka Log w = log a + b log L

Analisis pola pertumbuhan dengan menggunakan parameter panjang dan berat dengan rumus b

aL

W  , nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisa,

- Jika b = dikatakan hubungan yang isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat).

- Jika b ≠ 3, dikatakan memiliki allometrik, yaitu :

a) bila b>3 ; Allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan). b) bila b<3 ; Allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan).

Penetapan nilai b = 3 dilakukan dengan uji statistik yang menggunakan uji parsial (uji t). Hipotesis : H0 : b = 3 H1 : b ≠ 3 1 0 1    S Thit  

Kaidah keputusan adalah dengan membandingkan hasil T hitung dengan T tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika :

T hit > T tabel ; tolak hipotesis nol (H0) T hit < T tabel ; terima hipitesis nol (H0)

3.5.4. Analisis sebaran tangkapan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Model

deskriptif kualitatif yaitu hasil penelitian beserta analisa yang diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian dari analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan. Penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi.

(36)

(Umar 2005). Setelah didapatkan informasi daerah tangkapan ikan layur yang diberikan oleh narasumber (nelayan) dengan bantuan media berupa peta buatan yang disediakan peneliti, maka kesimpulan lokasi daerah tangkapan dapat diperoleh dengan membandingkan peta buatan dengan peta sebenarnya bersumber dari DKP kabupaten Garut. Peta dapat mengilustrasi distribusi spasial dari suatu sumberdaya, kegiatan termasuk penggunaan dalam komunitas dan wilayah. Peta menyediakan informasi dasar yang bermanfaat dan umumnya dikembangkan pada proses pengumpulan data untuk menetapkan penempatan corak, aktivitas, dan sumberdaya tertentu (Bunce et al. 2000).

(37)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan TPI Cilauteureun

TPI Cilauteureun merupakan salah satu tempat pendaratan ikan hasil tangkapan di kecamatan Cikelet, sekaligus berperan sebagai tempat pelelangan ikan. Tetapi semenjak tahun 1999 kegiatan pelelangan tidak beroperasi lagi. Hal tersebut dikarenakan nelayan merasa keberatan dengan adanya retribusi sebesar 5%. Maka semenjak kegiatan pelelangan tidak beroperasi, nelayan menyerahkan ikan langsung ke pihak pengumpul.

Fasilitas-fasilitas yang terdapat di TPI Cilauteureun adalah fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan penunjang. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Fasilitas pokok yang terdapat di TPI Cilauteureun adalah darmaga dan area pelabuhan. Dermaga yang terdapat di TPI Cilauteureun digunakan untuk tempat berlabuhnya kapal, bongkar-muat hasil tangkapan, dan sebagai tempat untuk pengisian bahan bakar, es dan perbekalan. Area pelabuhan yang terdapat di Cilauteureun merupakan alur pelayaran dari Sungai Cilauteureun yang menjadi pintu masuk pelabuhan sampai darmaga.

Fasilitas fungsional dan penunjang di TPI Cilauteureun dapat dilihat di tabel 2. Sebagian besar fasilitas dalam kondisi baik dan memperoleh anggaran dari APBD Provinsi dan APBN.

Tabel 2. Fasilitas-fasilitas di TPI Cilauteureun

No Uraian Jumlah Unit

Sumber

anggaran Kondisi

1 Depot/Pabrik es 2 Unit - Rusak

2 Air Bersih 1 Unit - Rusak

3 Bengkel 88 m2 APBD Provinsi Baik

4 Gedung Pertemuan 96 m2 APBD Prov/APBN Sedang 5 Gedung Kantor 55 m2 APBD Prov/APBN Sedang 6 Pagar Keliling 600 m APBD Prov/APBN Sedang

(38)

Tabel 2. (lanjutan)

No Uraian Jumlah Unit

Sumber anggaran Kondisi 7 Instalasi Listrik 400 m2 APBD Prov/APBN Baik 8 Jalan Lingkungan APBD Prov/APBN Baik

9 Pasar Ikan - - DAK Baik

10 Penahan Gelombang 210 m APBD Prov/APBN Baik 11 Turap 250 m APBD Prov/APBN Baik 12 Dermaga 400 m APBD Prov/APBN Baik 13 Alur masuk/keluar 150 m APBD Prov/APBN Baik 14 Area Pelabuhan 43754 m2 APBD Prov/APBN Baik Sumber: DKP Garut (2010)

4.2. Daerah Penangkapan Ikan Layur

Usaha penangkapan nelayan di Cilauteureun masih bersifat tradisional sehingga daerah penangkapan ikan masih di sekitar wilayah perairan Pameungpeuk. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing dan jenis kapal yng digunakan adalah kapal motor < 60 GT yang hanya menempuh jarak sekitar 6-12 mil. Karena untuk menempuh jarak yang lebih jauh dibutuhkan modal yang besar pula seperti: biaya bahan bakar, sewa kapal dan biaya lainnya. Tiap kapal memiliki 100 mata pancing ulur dan jumlah anak buah kapal (ABK) antara 3-5 orang. Umpan yang digunakan yaitu potongan ikan layur, minimal dalam sehari nelayan membutuhkan 1kg ikan layur untuk dijadikan umpan. Nelayan biasa berlayar mulai dari pukul 06.00 sampai 12.00 WIB, karena pada siang hari ikan layur banyak berada di dekat permukaan perairan untuk mencari makan. Menurut nelayan di Cilauteureun, musim puncak hasil tangkapan ikan layur berada pada bulan Agustus-September. Berikut gambar peta daerah penangkapan ikan layur.

(39)

Gambar 6: Peta daerah penangkapan ikan layur (L. savala) di TPI Cilauteureun, Garut

Berdasarkan peta wilayah sebaran daerah penangkapan ikan layur berkisar di 8° lintang selatan dan nelayan biasa menyebutnya kawasan tersebut yaitu Nagara. Daerah Nagara merupakan daerah tangkapan utama ikan layur bagi nelayan Cilauteureun. Salah satu penyebab daerah tersebut menjadi daerah tangkapan utama selain jumlah ikan layur yang cukup banyak, yaitu jaraknya tidak terlalu jauh dan dapat dengan mudah dicapai nelayan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya untuk bahan bakar dan keperluan lainnya. Walaupun wilayah tersebut menjadi wilayah tangkapan utama bagi para nelayan, hal ini tidak menimbulkan konflik antar nelayan dalam perebutan daerah penangkapan ikan karena jumlah ikan layur yang cukup banyak.

4.3. Produksi Harian dan Nilai Produksi Harian Ikan Layur

Berdasarkan hasil perolehan data produksi harian selama periode 23 Maret-11 April 2010, produksi harian ikan layur mengalami fluktuasi yang cukup

(40)

besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7, dimana produksi tertinggi sebesar 949,1 kg terjadi pada tanggal 1 April 2010, Sedangkan produksi terkecil sebesar 14 kg pada tanggal 23 Maret 2010.

Gambar 7: Grafik produksi harian ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun

Terjadinya fluktuasi yang cukup besar karena dipengaruhi oleh kegiatan penangkapan ikan layur yang dilakukan oleh nelayan di TPI Cilauteureun. Kegiatan penangkapan masih bersifat tradisional dengan penggunaan alat tangkap pancing ulur, selain itu kegiatan penangkapan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Nelayan hanya menangkap ikan apabila kondisi cuaca memungkinkan, apabila terjadi angin musim barat maka nelayan tidak akan menangkap ikan. Operasi penangkapan ikan layur hanya dilakukan setengah hari yaitu mulai dari pukul 06.00-12.00 WIB, karena sifat ikan layur yaitu akan melakukan migrasi vertikal pada siang hari akan ada di permukaan laut. Musim puncak penangkapan ikan layur terjadi pada bulan Agustus-September.

Sementara itu, harga harian ikan layur juga mengalami fluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan data yang didapat harga tertingi ikan layur sebesar Rp. 10.500 pada tanggal 23 Maret 2010 dan harga terkecil sebesar Rp. 9.000 pada tanggal 28 Maret 2010.

(41)

Gambar 8. Grafik harga harian ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun.

Berbeda dengan fluktuasi produksi harian ikan layur, fluktuasi harga harian ikan layur tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan penentuan harga ikan ditentukan oleh penjual dalam hal ini adalah pengumpul. Penentuan harga ikan layur berdasarkan kondisi ikan, semakin besar ikan maka harga ikan semakin besar pula. Selain itu harga ikan juga dipengaruhi oleh musim penangkapan. Apabila memasuki musim puncak penangkapan ikan layur yaitu antara bulan Agustus- September maka harga ikan layur akan semakin mahal pula. Pada bulan penelitian bukan termasuk musim puncak penangkapan ikan layur, menurut pengumpul harga ikan tergolong rendah yaitu berkisar anatara Rp. 9.000- Rp. 10.500.

(42)

Pola distribusi harga Monte Carlo digunakan untuk melihat peramalan (forecasting) terhadap volume produksi ikan maupun terhadap harga ikan yang terbentuk. Peramalan tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengambil keputusan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan yang bersifat holistik. Selain itu, analisis ini juga digunakan sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami mengenai suatu resiko (risk) yang ditimbulkan dari adanya suatu ketidakpastian (uncertainty) dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

4.4.1. Peramalan volume produksi dan harga ikan layur (L. savala)

Peramalan volume produksi dan harga Ikan Layur (L.savala) dengan analisis Monte Carlo dapat dilihat dari standar deviasi yang diperoleh dari pengolahan data berkala (time series data). Peramalan tersebut merupakan prediksi resiko secara kuantitatif dari hal-hal yang pasti akan terjadi namun kejadian tersebut tidak diinginkan. Gambar 9. Menunjukan hasil olahan analisis data Monte Carlo untuk volume produksi ikan layur (L. savala). Gambar 9 memperlihatkan sebaran produksi yang terdistribusi menyerupai kurva normal. Pada gambar 9 terlihat bahwa rata-rata produksi ikan Layur (L.savala) lebih didominasi oleh nilai rata-rata yang probabilitasnya bernilai kecil.

Crystal Ball Student Edition Not for Commercial Use

Frequency Chart .000 .007 .014 .021 .028 0 7 14 21 28 -215.09 56.04 327.16 598.29 869.42 1,000 Trials 11 Outliers Forecast: Produksi

(43)

Gambar 9. Diagram frekuensi volume produksi harian ikan layur (Lepturacanthus savala) periode Maret-April 2010 di TPI Cilauteureun, Garut.

Pada gambar 9 dapat dilihat frekuensi untuk volume produksi ikan layur (L.savala) di TPI Cilauteureun, Garut, terlihat menyerupai kurva distribusi normal. Ini menandakan bahwa pola distribusi volume produksi yang terjadi bersifat adanya ketidakpastian. Bila dilihat secara keseluruhan, maka kurva yang terlihat terkesan normal mengikuti aliran fluktuasi yang biasa terjadi. Penyebaran secara normal ini justru mencerminkan banyaknya ketidakpastian yang terjadi dalam kegiatan perikanan tangkap. Kondisi ini telah mengalami berbagai kontrol secara struktural, proses maupun keakuratan parameter yang diestimasi. Kontrol yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan suatu perencanaan apabila terjadi suatu hal yang akan terjadi, namun tidak diinginkan untuk terjadi. Ketidakpastian yang terjadi dapat terlihat dari volume produksi ikan layur (L.savala) yang mencapai probabilitas rendah. Semakin kecil nilai probabilitas maka menunjukan besarnya ketidakpastian. Berdasarkan Gambar 9, ketidakpastian volume produksi harian ikan layur sangat besar karena nilai probabilitas yang sangat rendah yaitu 0,028.

Sebaran untuk volume produksi ikan layur (L.savala), tidak hanya dapat disajikan melalui diagram frekuensi juga dapat melalui nilai statistik yang lebih didasarkan pada nilai rata-rata dan standar deviasi, maka dapat dilihat proses ketidakpastian di dalam perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat dari nilai untuk standar deviasi yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata untuk volume produksi ikan layur (L.savala). Selain itu, dapat dilihat juga dari varian atau ragam bila ragam semakin besar maka menunjukan ketidakpastian yang besar pula. Tabel 3 memperlihatkan nilai statistik untuk volume produksi ikan layur (L.savala).

Tabel 3. Nilai statistik volume produksi ikan layur (Lepturacanthus savala) periode Maret-April 2010. Statistik Nilai Trials 1.000,00 Mean (kg) 327,16 Median (kg) 316,23 Standard Deviation (kg) 208,56

(44)

Variance 43.496,94

Skewness 0,02

Kurtosis 3,01

Coeff. of Variability 0,64

Sumber : Data Primer, diolah 2010.

Hasil simulasi sebanyak 1.000 percobaan simulasi diperoleh standar deviasi untuk volume produksi ikan layur (L.savala) adalah sebesar 208,56 dengan rata-rata volume produksi per hari sebesar 327,16. Ini berarti bahwa fluktuasi volume produksi ikan layur (L.savala) per hari sebesar 208,56 kg dari rata-rata volume produksi per hari sebesar 327,16 kg. Sedangkan ragamnya sebesar 43.496,94.

Volume produksi yang diperoleh setiap periodenya selalu berfluktuasi secara acak. Hal ini dikarenakan pola penangkapan ikan yang kerap kali terimbas dari faktor-faktor ketidakpastian alami maupun ketidakpastian yang berasal dari manusia. Sehingga kontrol untuk mengatur kegiatan perikanan dapat tepat sasaran. Ketidakpastian juga dapat dilihat dari nilai koefisien variabilitas, semakin besar nilai koefisien variabilitas maka semakin menunjukan ketidakpastian. Nilai koefisien variabilitas yang diperoleh sebesar 0,64 berbeda dengan nilai koefisien variabilitas hasil penelitian Mayangsoka (2010) dengan jenis kegiatan perikanan yang modern, yaitu sebesar 0,70. Hal ini dikarenakan fishing ground perikanan tangkap di Pameungpeuk tergolong tradisional yang hanya dilakukan di sekitar pantai, sedangkan fishing ground perikanan tangkap modern jauh walaupun menggunakan peralatan modern. Nilai koefisien variabilitas volume produksi ikan layur jauh lebih besar dibandingkan dengan koefisien variabilitas volume ikan tongkol di Pameungpeuk. Hal ini dikarenakan ikan tongkol merupakan jenis ikan yang ada sepanjang tahun dan alat tangkap yang digunakan jauh lebih efektif yaitu dengan menggunakan jaring dibandingkan dengan alat tangkap ikan layur yaitu pancing.

Berdasarkan hasil analisis volume produksi harian ikan layur di TPI Cilauteueun, Garut termasuk dalam tipologi ketidakpastian yang bersifat Randomness/Process Uncertainty, merupakan tipologi ketidakpastian yang menyangkut dengan proses dalam sistem perikanan yang bersifat random (acak).

(45)

Hal ini dikarenakan dalam kegiatan penangkapan ikan layur sangat ditentukan oleh faktor musim dan daerah penangkapan yang tidak tentu.

Frekuensi yang diperoleh dari hasil simulasi Monte Carlo untuk harga ikan layur (L. savala), menghasilkan bentuk kurva yang menyerupai kurva distribusi normal. Dibandingkan dengan kurva frekuensi produksi harian, kurva frekuensi harga harian lebih menyerupai kurva distribusi normal. Hal ini menunjukan bahwa banyaknya ketidakpastian yang terjadi dalam penentuan harga ikan. Gambar 10 memperlihatkan frekuensi untuk harga harian ikan layur (L. savala).

Crystal Ball Student Edition Not for Commercial Use

Frequency Chart .000 .009 .018 .026 .035 0 8.75 17.5 26.25 35 8,795.49 9,201.15 9,606.81 10,012.48 10,418.14 1,000 Trials 4 Outliers Forecast: Harga

Gambar 10. Diagram frekuensi harga harian ikan layur (Lepturacanthus savala) periode Maret-April 2010 di TPI Cilauteureun, Garut.

Ketidakpastian harga disebabkan karena proses dalam perikanan yang beragam seperti harga ikan di tentukan oleh para pengumpul sudah pasti beragam. Penentuan harga didasarkan pada ukuran ikan layur (L.savala), semakin besar ukuran ikan maka harganya semakin mahal begitupun sebaliknya. Sedangkan ukuran hasil tangkapan tiap harinya pun beragam. Selain itu, penentuan harga juga dipengaruhi oleh modal pengumpul yang tiap pengumpul memiliki modal yang berbeda-beda.

Tabel 4. Nilai statistik harga ikan layur (Lepturacanthus savala) periode Maret April 2010.

(46)

Statistik Nilai Trials 1.000,00 Mean (Rp.) 9.606,81 Median (Rp.) 9.589,20 Standard Deviation (Rp.) 312,05 Variance 97.374,84 Skewness 0,06 Kurtosis 2,71 Coeff. of Variability 0,03

Sumber : Data Primer, diolah 2010.

Bentuk diagram frekuensi untuk harga ikan layur (L. savala), juga dapat ditampilkan dalam bentuk tabel seperti diperlihatkan pada tabel 4. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata harga ikan layur (L. savala) memperlihatkan proses ketidakpastian. Hasil simulasi sebanyak 1.000 percobaan simulasi diperoleh standar deviasi untuk harga ikan layur (L.savala) adalah sebesar 312,05 dengan rata-rata harga per hari sebesar 9.606,81. Ini berarti bahwa fluktuasi harga ikan layur (L.savala) per hari sebesar Rp. 312,05 dari rata-rata harga per hari sebesar Rp. 9.606,81.

Nilai koefisien variabilitas ikan layur yang diperoleh sebesar 0,03 lebih besar bila dibandingkan dengan nilai koefisiensi variabilitas hasil penelitian Anjani (2010) yaitu 0,01. Hal ini dikarenakan ikan layur merupakan produk ekspor dan ikan tongkol produk lokal, sedangkan harga ekspor ditentukan oleh pengimpor yang jauh. Penelitian Mayangsoka (2010) didapatkan nilai koefisiensi variabilitas yang jauh lebih besar yaitu 0,19. Hal ini disebabkan ikan cakalang merupakan komoditas ekspor dalam skala besar bila dibandingkan dengan ikan layur, sehingga berpengaruh pada penentuan harga pengimpor yang jauh lebih banyak.

Berdasarkan hasil analisis harga harian ikan layur di TPI Cilauteureun, Garut termasuk dalam tipologi ketidakpastian struktural yang lebih ke arah ketidakpastian implementasi pengelolaan perikanan. Semenjak TPI Cilauteureun tidak beroperasi maka penentuan harga ikan layur yang biasanya dengan proses lelang sekarang ditentukan oleh para pengumpul ikan, sehingga penentuan harga pasti akan beragam.

Gambar

Gambar 1. Diagram kerangka pemikiran dalam pelaksanaan penelitian
Tabel 1. Sumber-sumber ketidakpastian dalam sistem perikanan
Gambar 3. Ikan layur (Lepturacanthus savala)             (Dokumentasi pribadi)
Gambar 4. Peta distribusi ikan layur (http://www.aquamaps.org)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam kenaikan muka laut tersebut, maka manajemen risiko bencana alam perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam

Berdasarkan kajian di atas, maka dapat diasumsikan hipotesis tindakannya adalah dengan memulai penerapan model pembelajaran examples non examples dengan gambar seri

 .. Dalam upaya sinkronisasi pelaksanaan setiap program dan kegiatan baik yang  bersumber  dari  APBD  Kabupaten,  APBD  Provinsi  maupun  yang  bersumber  dari 

Dalam sejarah peradaban Islam, bahasa Arab menjadi salah satu kunci keberhasilannya, yang salah satunya ditandai dengan adanya gerakan penerjemahan.. besar-besaran berbagai

Agar memiliki kemampuan seperti itu maka siswa harus paham konsep PLSV dan algoritma menyelesaikan PLSV atau memahami prinsip (dalil) kesetaraan.. Bila itu terwujud maka ia

Activity Diagram View Fasilitas pada Gambar 4.6 muncul setelah guest memilih icon Profil Sekolah pada menu bar di website yang sistem kemudian akan merespon dengan

Parasit Gyrodactylus paling banyak menginfeksi ikan lele di daerah Cijeruk dengan nilai prevalensi sebesar 96,667% yang berarti terdapat 29 dari 30 ekor ikan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V Sekolah Dasar Negeri 24 Pontianak Timur