• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pemanfaatan SDM secara efektif merupakan jalan bagi suatu organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, kekuatan organisasi ditentukan oleh orang-orang yang mendukung organisasi tersebut, baik pada tingkat top, midle maupun lower. Pada dasarnya organisasi bukan saja mengharapkan SDM yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan SDM tidak ada artinya bagi organisasi, jika mereka tidak mau bekerja dengan keras dengan menggunakan kemampuan, kecakapan dan ketrampilan yang dimilikinya. Apabila orang-orang tersebut bekerja secara profesional sesuai dengan kemampuan dan keahliannya yang dipengaruhi oleh motivasi mereka, maka organisasi akan mencapai tujuannya dan berkembang pesat.

Pegawai Negeri Sipil merupakan Sumber Daya Aparatur Negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dirasakan semakin

(2)

penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam usaha mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modren, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintahan memerlukan orang-orang yang selalu mampu untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan secara berdayaguna dan berhasil guna. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri.

Pembangunan Nasional mengisyaratkan kepada seluruh elemen masyarakat akan pentingnya meningkatkan produktivitas di segala bidang agar tercapainya pemerataan pembangunan. Keberhasilan sebuah produktivitas kerja juga akan dipengaruhi oleh pengelolaan dan pemberdayaan sumber-sumber daya (berupa finansial, fisik, manusia, dan teknologi) dalam organisasi, baik organisasi yang bersifat formal dan non formal. Dengan meningkatkan produktivitas kerja yang diharapkan akan tercapai tujuan dari organisasi serta dapat meningkatkan barang atau jasa yang dihasilkan dari organisasi tersebut.

Produktivitas kerja pegawai adalah kemampuan pegawai untuk menghasilkan barang atau jasa yang dilandasi oleh sikap mental yang mempunyai semangat untuk bekerja keras dan berusaha memiliki kebiasaan untuk melakukan peningkatan

(3)

perbaikan. Pada hakekatnya, produktivitas merupakan pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan, bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari kemarin.

Faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja pegawai salah satunya adalah dengan menumbuhkan motivasi kerja di kalangan pegawai. Motivasi adalah suatu pendorong bagi pegawai untuk mau bekerja dengan giat dan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi timbul dengan adanya beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan tekanan dan rasa ketidakpuasan tersendiri sehingga mendorong terciptanya produktivitas kerja pegawai yang tinggi.

Sumber daya manusia yang tersedia dalam organisasi memiliki kemampuan berkembang tanpa batas. Kemampuan manusia juga dapat ditingkatkan dengan memberikan motivasi yang tepat. Dan dapat dilihat dengan jelas bahwa organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan dan sasarannya apabila semua komponen organisasi tersebut berupaya menampilkan kerja yang optimal agar tercapainya produktivitas dan salah satunya dengan motivasi yang baik.

Namun, masalah akan timbul pada saat pegawai/staf dari organisasi yang sebenarnya memiliki potensi yang baik untuk mengerjakan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya namun tidak melaksanakan tugas tersebut dengan baik dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya karena rasa malas atau karena tidak mengetahui secara jelas tugas pokok dan fungsinya sehingga menyebabkan pegawai tersebut kurang profesional.

(4)

Sebagai contoh, yang dikemukakan oleh Muchdarsyah Sinungan dalam bukunya (2000: 2), di suatu unit lembaga pemerintahan misalnya, sekitar 25% dari pegawai, baik tingkat atas, menengah atau tingkat bawah, benar-benar bekerja keras dengan memanfaatkan semua waktu kerja yang ada. Ada diantara mereka yang terpaksa bekerja lembur karena mengejar batas waktu penyelesaian kerja atau selalu dikerja ”dead line”. Sementara itu 75% pegawai tidak memanfaatkan jam kerja yang ada, bahkan cenderung untuk mengurangi jam kerja. Banyak diantara pegawai tersebut yang mengisi waktu kerjanya dengan duduk-duduk ngobrol, menelpon keluarga atau teman, ataupun izin ke luar kantor untuk urusan-urusan yang tidak berkaitan dengan tugas pekerjaannya.

Melihat permasalahan diatas, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh organisasi adalah dengan pemberian motivasi kepada pegawai. Motivasi pegawai ini tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan ini menyebabkan mengapa pegawai itu berusaha mencapai tujuan, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dorongan ini juga yang menyebabkan pegawai berperilaku, memperbaiki dan meningkatkan kinerja, sehingga produktivitas kerjapun meningkat. Memotivasi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti paksaan dan hukuman, imbalan, penghargaan dan pujian, dan menciptakan kompetisi, tujuan dan harapan yang jelas realistis serta mudah dicapai.

Kantor Kecamatan Sidikalang merupakan salah satu organisasi pemerintah yang menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di daerah Kabupaten Dairi. Maka untuk menjamin terlaksananya seluruh tugas-tugas sesuai dengan apa yang

(5)

telah direncanakan oleh organisasi tersebut diperlukan produktivitas kerja pegawai yang tinggi dengan memberikan motivasi kerja kepada para pegawai secara profesional.

Berdasarkan kenyataan yang penulis amati dilapangan bahwa kurang maksimalnya dan kurang produktifnya pekerjaan pegawai di Kantor Kecamatan Sidikalang dalam melakukan tugasnya. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya pegawai yang melaksanakan tugasnya kurang profesional, seperti kurang memahami tugas dan fungsinya (tupoksi), masih adanya pegawai yang sering menunda-nunda pekerjaan, terlambat masuk kerja, pulang lebih awal, kurang memanfaatkan waktu kerja dengan baik, pada jam kerja tidak ada di kantor dengan alasan yang tidak jelas, adanya anggapan bahwa kerja sebagai aparatur pemerintah tidak perlu bekerja secara maksimal karena gaji sudah ditetapkan jumlahnya sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, adanya pandangan bahwa ”pintar bodoh pendapatan sama” sehingga para pegawai tidak mau menunjukkan keahliannya karena itu akan menyusahkan diri sendiri sebab merekalah yang akan selalu ditugaskan menyelesaikan pekerjaan di kantor tersebut. Hal ini juga dipertegas di Ekspose Camat Kecamatan Sidikalang dalam rangka Penilain Kecamatan Terbaik Kabupaten Dairi Tahun 2010, dimana Camat Sidikalang menyampaikan bahwa ”Pegawai pada umumnya hanya melakukan pelanggaran-pelanggaran ringan seperti terlambat datang, pulang sebelum waktunya, keterlambatan melaksanakan tugas dan lain sebagainya. Pegawai yang melakukan pelanggaran ini hanya diberikan tegoran secara lisan dengan cara memanggil yang bersangkutan secara langsung dan

(6)

menerangkan pelanggaran yang dilakukannya, serta menasehati agar tidak mengulanginya kembali.” Keadaan yang demikian akan mempengaruhi produktivitas kerja pegawai karena pegawai kurang memiliki motivasi untuk melakukan ketentuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh tentang produktivitas kerja pegawai yang salah satunya dipengaruhi oleh motivasi kerja para pegawai, dimana dengan membandingkan teori-teori yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas kerja pegawai dan teori pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja pegawai, membandingkan antara teori dengan empiris/kenyataan yang terjadi di Kantor Kecamatan Sidikalang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja pada Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”

B. Perumusan Masalah

Arikunto menyatakan bahwa dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas. Perumusan masalah juga diperlukan untuk mempermudah menginterpretasikan data dan fakta yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di awal adalah;

(7)

1. Bagaimana Motivasi Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi?

2. Bagaimana Produktivitas Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi?

3. Bagaimana Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja pada Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentu mempunyai orientasi atau tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui motivasi kerja para pegawai di Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

2. Untuk mengetahui produktivitas kerja di Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

3. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja di Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

Adapun manfaat dari Penelitian ini adalah;

1. Secara subjektif, penelitian ini bermanfaat untuk melatih, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan,

(8)

2. Secara akademis, penelitan bermanfaat sebagai karya tulis untuk menyelesaikan studi tingkat Sarjana di FISIP USU sekaligus menjadi referensi bagi perpustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU dan kalangan yang tertarik untuk melakukan kajian penelitian dimasa yang akan datang dalam bidang ini. 3. Secara praktis, hasil yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi

salah satu inspirasi bagi pimpinan organisasi dalam mengambil kebijakan-kebijakan untuk memotivasi para pegawai agar dapat meningkatkan produktivitas kerja di Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi serta sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

D. Kerangka Teori

Singarimbun (1999:37), menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti.

(9)

1. Motivasi

1.1 Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata latin ”Movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi berasal dari kata dasar motif yang berarti dorongan pada sifat manusia untuk bertindak atau bergerak dan secara langsung melalui saluran perilaku mengarah pada tujuan.

Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 1996: 92)

Tingkah laku seseorang dipengaruhi serta dirangsang oleh keinginan, kebutuhan, tujuan, dan kepuasannya. Rangsangan tersebut dapat berupa materil dan non materil, yang akan menciptakan ”motif dan motivasi” yang mendorong orang bekerja (beraktivitas) untuk memperoleh kebutuhan dan kepuasan hasil kerja. Dengan demikian, ada faktor-faktor yang mendorong seseorang tersebut untuk berbuat atau bertindak. Dari pengertian diatas, motivasi adalah suatu pendorong bagi seseorang untuk mencapai tujuan.

Setiap manusia melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu pada dasarnya karena didorong oleh motivasi tertentu. Motivasi adalah alasan-alasan, dorongan-dorongan, yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan ia melakukan sesuatu. Motivasi berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang mencerminkan hubungan atau interaksi antara sikap, kebutuhan, dan kepuasan yang terjadi dalam diri manusia.

(10)

Danim (2004: 15) mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan di lingkungan organisasi.

Menurut Gibson, Ivancevich dan Donelly (1997: 87) membuat kesimpulan tentang motivasi yaitu;

1. Motivasi berhubungan erat dengan perilaku dan prestasi kerja 2. Motivasi diarahkan untuk mencapai suatu tujuan

3. Perbedaan fisiologis, psikologis, dan lingkungan merupakan faktor-faktor penting untuk diperhatikan.

Menurut Siagian (2002: 102) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Wahjosumidjo (dalam Sulistiyani; 2003, 180), motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri. Wahjosumidjo berpendapat bahwa ada 3 (tiga) alasan utama yang mendorong perlunya motivasi dalam organisasi yaitu;

(11)

1. untuk mengamati dan memahami tingkah laku bawahan 2. mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan

3. memperhitungkan, mengawasi, dan mengubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan.

Dan dalam Cantika Yuli (2005; 142) terdapat pendapat Sukanto dan Handoko yang mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Dari keseluruhan dapat dinyatakan bahwa motivasi adalah merupakan suatu faktor pendorong atau penggerak seseorang untuk mau bertindak dan bekerja dengan giat sesuai dengan tugas dan kewajibannya untuk mencapai suatu tujuan. Maka diharapkan pegawai yang termotivasi sangat mengerti tujuan dan tindakan mereka dan menyakini juga bahwa tujuan tersebut akan tercapai.

1.2 Manfaat Motivasi

Secara singkat manfaat motivasi adalah menumbuhkan gairah atau semangat kerja sehingga produktivitas kerja setiap pegawai meningkat sehingga hasil dari setiap pekerjaan pegawai meningkat pula.

Menurut Hasibuan (1996: 97) menyatakan bahwa tujuan pemberian motivasi bagi seseorang pegawai selain memberikan keuntungan pada pegawai itu sendiri juga memberikan keuntungan kepada organisasi seperti;

a. dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai; b. dapat mendorong semangat dan gairah kerja pegawai;

(12)

c. dapat mempertahankan kestabilan pegawai;

d. dapat meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai; e. dapat menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; f. dapat meningkatkan kreativitas dan partisipasi pegawai; g. dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai;

h. dapat meningkatkan kedisplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai; i. dapat mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugasnya; j. dapat meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

Menurut Wahjosumidjo (dalam Sulistiyani; 2003: 187) ada tiga alasan utama yang mendorong perlunya motivasi dalam organisasi yaitu;

a. Untuk mengamati dan memahami tingkah laku bawahan b. Mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan

c. Memperhitungkan, mengawasi dan mengubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat motivasi itu sendiri adalah meningkatkan gairah kerja pegawai, menumbuhkan disiplin yang tinggi, meningkatkan kreativitas dan partisipatif setiap pegawai sehingga tercipta produktivitas pegawai yang tinggi.

(13)

1.3 Tipe-tipe Motivasi

Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya. Secara umum menurut Danim (2004: 17), mengklasifikasikan motivasi ke dalam 4 jenis yaitu;

a. Motivasi positif

Motivasi positif didasari atas keinginan manusia untuk mencari keuntungan-keuntungan tertentu. Manusia bekerja di suatu organisasi jika merasa bahwa upaya yang telah dilakukannya akan memberikan keuntungan tertentu, apakah besar atau kecil.

Motivasi positif merupakan pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya.

Yang termasuk ke dalam motivasi positif ini berupa imbalan yang menarik, informasi tentang pekerjaan, kedudukan atau jabatan, perhatian atasan terhadap bawahan, kondisi kerja, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian tugas dan tanggung jawab, dan pemberian kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. b. Motivasi negatif

Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut, sebagai contoh jika seseorang tidak mau bekerja maka akan muncul rasa takut dikeluarkan dan takut tidak diberi gaji. Motivasi yang negatif yang berlebihan sering membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan.

(14)

c. Motivasi dari dalam

Motivasi dari dalam timbul dari diri pegawai pada waktu ia menjalankan tugas dan kewajiban dan bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri. Hal ini berarti kesenangan pegawai muncul ketika ia bekerja dan ia sendiri menyenangi pekerjaannya.

d. Motivasi dari luar

Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri. Motivasi dari luar biasanya dikaitkan dengan imbalan, kesempatan cuti, rekreasi dan lain-lain. Dan sering juga seseorang itu mau bekerja karena semata-mata didorong oleh adanya sesuatu yang ingin dicapai.

1.4 Pendekatan terhadap Motivasi

Untuk memahami lebih mendalam tentang motivasi, maka dapat dilihat dari pendekatan-pendekatan terhadap motivasi. Dalam Sri Budi Cantika Yuli (2005; 145), secara umum pendekatan terhadap motivasi dapat dikelompokkan dalam tiga pendekatan yaitu;

1.4.1 Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)

Pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan klasik dan pertama kali diperkenalkan oleh Frederik Winslow Tailor. Disebut sebagai pendekatan klasik atau tradisional karena Tailor memandang bahwa motivasi para pekerja hanya dipandang dari sudut pemenuhan kebutuhan fisik/biologi saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui insentif atau gaji (upah) yang diberikan berupa

(15)

uang atau barang sebagai imbalan atas prestasi yang telah mereka berikan. Tanpa adanya imbalan uang, maka pekerja tidak akan mau atau prestasinya tidak akan ditingkatkan, karena motivasinya hanya uang dan sedikit kontribusinya diluar tugas mereka.

Dengan demikian insentif yang diberikan kepada mereka merupakan alat yang efektif untuk memaksa pekerja melaksanakan perintah. Oleh karena motivasi pekerja dalam teori ini memandang bahwa hanya ada satu faktor pendorong untuk bekerja yakni hanya memperoleh insentif untuk memenuhi kebutuhan biologi, maka bawahan/pekerja kurang memperhatikan sasaran-sasaran organisasi dan manajemen. Rasa ikut memiliki terhadap organisasi juga berkurang.

1.4.2 Pendekatan Hubungan Manusia (Human Relation Approach)

Pendekatan hubungan manusia menyangkal argumen dari pendekatan tradisional. Pendekatan ini beranggapan bahwa manusia tidak hanya membutuhkan uang. Manusia juga membutuhkan interaksi dengan orang lain, dan uang tidak bisa memberikan semua itu. Munculnya pendekatan ini sebenarnya diakibatkan oleh kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan yang berulang-ulang serta menjemukan. Orang yang pertama kali memperkenalkan pendekatan ini adalah Elton Mayo, seorang Psikolog dari Harvard University

Pentingnya pengakuan dan penghargaan terhadap kebutuhan sosial pekerja merupakan penekanan utama pendekatan ini. Sebagai salah satu faktor produksi manusia sepatutnya ditempatkan pada posisi yang amat penting dan strategis

(16)

dalam usaha mencapai tingkat produktifitas yang tinggi. Dalam hubungan ini Mayo berkeyakinan bahwa pimpinan dapat memotivasi pekerja dengan mengakui kebutuhan sosial pekerja dan membuat mereka merasa senang, berguna dan penting dilingkungan kerjanya.

1.4.3 Pendekatan Sumber Daya Manusia (Human Recourse Approach)

Dua pendekatan sebelumnya, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan hubungan manusia lebih banyak menekankan pada pemenuhan kebutuhan pekerja oleh pimpinan. Artinya, pimpinan memiliki kewenangan penuh terhadap pekerja dan kepentingan pekerja itu sendiri di nomor duakan. Douglas McGregor dan ahli teori lainnya mengkritik keras pandangan dua pendekatan tersebut. Mereka berpandangan bahwa dua pendekatan sebelumnya lebih mengarah pada upaya manipulai pekerja. Pendekatan tradisional dan hubungan manusia terlalu menyederhanakan motivasi, yaitu dengan hanya memfokuskan pada satu faktor, seperti uang dan hubungan sosial.

Pendekatan sumber daya manusia berpandangan bahwa manusia tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dikehendaki (teori Y) melainkan justru pekerjaan merupakan suatu kesempatan atau peluang yang perlu dikerjakan untuk memperoleh karir dan menghasilkan kepuasan. Tiga prinsip utama dalam pendekatan sumber daya manusia adalah sebagai berikut; a. Pekerja cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik.

(17)

c. Motivasi kerja menurut pendekatan ini lebih disebabkan karena adanya kesadaran untuk meraih prestasi kerja itu sendiri.

1.5 Teori-Teori Motivasi

Menurut Gibson, Ivancevich, Donnely (1997; 91-110) secara umum teori-teori motivasi dikelompokkan atas 2 (dua) kategori yaitu;

1.5.1 Teori Kepuasan (Content Theories)

Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu.

Teori kepuasan ini memfokuskan pada faktor-faktor dalam diri individu yang mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku individu. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil maupun non materil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya. Yang termasuk dalam ke dalam kategori Teori Kepuasan ini adalah;

a. Teori hirarki kebutuhan dari Maslow (Maslow’s Need Hierarchy) Teori ini dipelopori oleh Abraham H. Maslow yang dituangkan dalam bukunya “A theory of Human Motivation” dan “Motivatioan and Personality”. Dalam teori ini dikemukakan bahwa ada kebutuhan internal yang sangat mempengaruhi motivasi manusia dalam bekerja. Maslow menyatakan dalam teori ini bahwa kebutuhan manusia itu tersusun dalam suatu hirarki dimana tingkat

(18)

kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis dan tingkat yang tertinggi adalah kebutuhan realisasi diri (self-actualization needs).

Kebutuhan-kebutuhan ini diartikan sebagai berikut; 1. Kebutuhan Fisiologis (fisiological needs)

Kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia yaitu kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, seks dan bebas dari sakit. Apabila kebutuhan fisiologis ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia.

2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs): kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian atau lingkungan, rasa takut kehilangan pekerjaan dan materi.

3. Rasa memiliki (belongingness), sosial dan cinta: kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta.

4. Kebutuhan penghargaan (esteems needs): kebutuhan akan penghargaan diri (merasa dirinya berharga) dan dihargai/penghargaan dari orang lain.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs): kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, ketrampilan dan potensi.

Teori Maslow ini mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum berusaha memenuhi kebutuhan yang tertinggi (realisasi diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi mulai mengendalikan

(19)

perilaku seseorang. Beberapa hal pokok dalam pemikiran Maslow penting diketahui untuk memahami pendekatan hirarki kebutuhan yakni;

a. Kebutuhan yang telah dipenuhi berhenti daya motivasinya. Apabila orang memutuskan bahwa upahnya yang diterima dari organisasi sudah cukup tinggi, maka uang tidak mempunyai daya motivasi lagi.

b. Kebutuhan yang tidak terpuaskan dapat menyebabkan rasa frustasi, konflik dan stress. Dari perspektif manajerial, kebutuhan yang tidak terpuaskan akan berbahaya karena kebutuhan ini mungkin menyebabkan kinerja yang tidak diinginkan.

c. Maslow mengasumsikan bahwa orang memiliki kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang, dan sebagai akibatnya akan terus berusaha bergerak ke atas dalam hirarki untuk memenuhi kepuasan. Asumsi ini mungkin benar untuk beberapa pegawai, tetapi tidak benar untuk yang lainnya.

Hal senada juga dikemukakan oleh Siagian (2002: 103) dimana ada lima tingkatan kebutuhan dalam menimbulkan motivasi pegawai antara lain;

1. Kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan yang bersifat mencari materi atau sering disebut kebutuhan primer, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan.

2. Kebutuhan akan rasa aman, yakni pentingnya penciptaan di mana pemeliharaan iklim kekeluargaan, kebersamaan, dan kerjasama dalam kehidupan berorganisasi.

(20)

3. Kebutuhan yang mencerminkan harga diri, yakni kebutuhan yang mencerminkan pengakuan atas harkat, martabat dan harga diri.

4. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni kesempatan untuk menimbun ilmu dan pengetahuan baru dan memperoleh pendidikan baik di dalam maupun di luar organisasi.

5. Kebutuhan sosial, yakni kebutuhan terhadap penciptaan iklim kekeluargaan, kebersamaan, kerjasama dalam kehidupan berorganisasi.

Teori ini berpendapat jika kebutuhan-kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka akan menjadi dasar dalam menimbulkan motivasi kuat untuk berkembang dan maju.

b. Teori ERG dari Alderfer

Alferder setuju dengan pendapat Maslow bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hierarki. Akan tetapi kebutuhan-kebutuhan menjadi kebutuhan akan eksistensi, ketergantungan dan perkembangan yang dinamakan teori ERG (E=Existence/Eksistensi; R=Relatedness/Keterkaitan; G=Growth/Pertumbuhan) yang mencakup;

i. Eksistensi: ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makan, air, udara,upah dan kondisi kerja.

ii. Keterkaitan: ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antarpribadi yang bermanfaat.

(21)

iii. Pertumbuhan: ini adalah kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif.

c. Teori dua-faktor dari Herzberg (Herzberg’s Two-Factor Theory)

Teori dua faktor ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg, Bernard Mausner, dan Barbara Synderman. Penelitian awal Herzberg melahirkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut yaitu;

i. Kondisi ekstrinsik, yaitu keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara para pegawai karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah. Faktor-faktor ini mencakup upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur pekerjaan, mutu dari supervisi teknis, dan mutu dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan.

ii. Kondisi Intrinsik, yaitu keadaan pekerjaan yang menyebabkan kepuasan pekerjaan yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Faktor-faktor ini mencakup prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang.

Baik faktor ekstrinsik dan intrinsik berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Meskipun demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikualifikasi, karena motivasi berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat kompleks.

(22)

d. Teori prestasi dari McClelland (McClelland’s Learned Needs Theory) McClelland mengemukakan teori motivasi yang berhubungan erat dengan konsep belajar. Ia berpendapat bahwa banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan.

Ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia, yaitu; i. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)

Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, men-dorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.

ii. Kebutuhan berafiliasi (need for affiliation)

Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang yang sifatnya social, seperti keinginan disenangi, dicintai, kesediaan bekerjasama, iklim bersahabat, dan saling mendukung dalam organisasi.

iii. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power)

Merupakan daya penggerak yang merangsang dan memotivasi kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedu-dukan yang terbaik dalam organisasi.

1.5.2 Teori Proses

Teori proses merupakan teori motivasi yang berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan

(23)

perilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan pimpinan. Teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana pegawai bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya (Hasibuan, 1996: 116).

Yang termasuk dalam teori proses ini adalah; a. Teori pengharapan (expectancy theory)

Teori ini menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu.

Teori pengharapan juga menyatakan bahwa perilaku kerja pegawai dapat dijelaskan dengan kenyataan: para pegawai menentukan terlebih dahulu apa perilaku mereka yang dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil alternatif dari perilakunya. Pegawai akan termotivasi untuk bekerja, jika mereka akan mendapatkan imbalan, seperti misalnya kenaikan gaji atau kenaikan pangkat dari prestasi atau pekerjaan yang mereka kerjakan. Melalui kenaikan gaji atau kenaikan pangkat inilah yang merangsang pegawai untuk bekerja lebih giat dan meningkatkan produktivitas kerjanya. Contoh lain, bila seorang pegawai mengharapkan bahwa menyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memperoleh penghargaan, maka ia akan dimotivasi untuk memenuhi sasaran tersebut.

Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai teori nilai-pengharapan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarah ke balas jasa tertentu dan menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha-usaha mereka, (Handoko, 2003: 263).

(24)

Harapan yang ingin dicapai pegawai antara lain; upah atau gaji yang sesuai, keamanan kerja yang terjamin, kehormatan dan pengakuan, perlakuan yang adil, suasana kerja yang menarik, jabatan yang menarik, dan pimpinan yang cakap, jujur dan berwibawa (Wursanto, 1989 : 149).

b. Teori keadilan (equity theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan antara masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha dengan hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima pegawai lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama (Handoko, 2003: 267).

Teori ini menyatakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak memotivasi semangat kerja pegawai, jadi pimpinan harus bersikap adil terhadap semua bawahannya. Penilain dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif, bukan atas suka atau tidak suka. Pemberian kompensasi dan hukumanpun harus dilakukan secara adil dan objektif. Jika pegawai telah mendapat keadilan dalam bekerja, maka mereka akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Asumsi dasar teori keadilan menyatakan bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atas keadilan dari penghargaan yang diterima. Artinya bawahan akan membanding-bandingkan usaha mereka dan

(25)

imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam iklim kerja yang sama. Kunci utama motivasi individu dalam teori ini adalah adanya kepuasan memperoleh perlakuan yang sama/adil (Cantika Yuli, 2005; 154).

Apabila pegawai sudah merasa adanya ketidak adilan mereka akan mencoba melakukan sesuatu untuk menanggapi ketidak adilan itu. Kemungkinan yang terbesar dari perilaku mereka adalah mengurangi tingkat produktifitas individu yang berarti motivasi mereka secara relatif juga berkurang.

c. Teori pembentukan perilaku (operant conditioning theory)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan kepada kebutuhan arah aktivitas pencapaian tujuan. Pendekatan perilaku ini didasarkan atas hukum pengaruh (law of effect) yaitu perilaku pegawai yang diikuti konsekuensi-konsekuensi pemuasan cenderung berulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang. Perilaku pegawai di masa yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari berdasarkan pengalaman di masa lalu.

Dalam teori ini, perilaku pegawai dipengaruhi oleh kejadian di masa lalu. Jika konsekuensi perilaku tersebut bersifat positif, pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi tersebut. Namun jika konsekuensi perilaku tersebut negatif, maka pegawai akan mengubah perilakunya dan menghindari konsekuensi tersebut.

Contohnya, seorang pegawai yang sering datang terlambat, dapat dimotivasi dengan memberikan penghargaan (misalnya pujian dari atasan) saat datang tepat

(26)

waktu sehingga pegawai tersebut dapat datang tepat waktu. Dan keterlambatan dapat dihindari dengan memberikan hukuman atau celaan pada pegawai tersebut.

W. Clay Hammer (dalam Handoko, 2003; 265), telah mengidentifikasi 6 (enam) pedoman penggunaan teknik-teknik pembentukan perilaku, atau disebut teori belajar (learning theory), yaitu;

1. Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.

2. Perhatikan bahwa kegagalan untuk memberi tanggapan dapat juga mengubah perilaku.

3. Beritahu pegawai tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan.

4. Beritahu pegawai tentang apa yang dilakukan secara salah 5. Jangan memberikan hukuman di depan pegawai yang lain 6. Bertindaklah adil

1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi

Motivasi timbul karena dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri manusia dan faktor dari luar diri manusia. Faktor dalam diri manusia (disebut motivasi internal) berupa sikap, pendidikan, kepribadian, pengalaman, pengetahuan, dan cita-cita. Sedangkan faktor luar diri manusia (disebut motivasi ekternal) berupa gaya kepemimpinan atasan, dorongan atau bimbingan seseorang, dan perkembangan situasi (Wursanto, 1989: 131)

(27)

Menurut Yayat M. Herujito (2001: 215) mengemukakan ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu;

a. Kebutuhan dan keinginan manusia

b. Tujuan dan persepsi orang atau kelompok orang

c. Sikap untuk merealisasikan kebutuhan dan tujuan seseorang atau kelompok orang.

Namun secara garis besar ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi motivasi (Ishak, 2003; 15), yaitu;

a. Faktor kebutuhan manusia, mencakup kebutuhan dasar (ekonomis), kebutuhan rasa aman (psikologis) dan kebutuhan sosial.

b. Faktor kompensasi, mencakup upah, gaji, balas jasa

c. Faktor komunikasi, mencakup hubungan antar manusia, baik hubungan atasan-bawahan, hubungan sesama atasan, dan hubungan sesama bawahan. d. Faktor pelatihan, mencakup pelatihan dan pengembangan serta kebijakan

manajemen dalam mengembangkan pegawai.

e. Faktor kepemimpinan, mencakup gaya kepemimpinan

f. Faktor prestasi kerja, mencakup prestasi dan kondisi serta lingkungan kerja yang mendorong prestasi kerja tersebut.

(28)

1.7 Metode Motivasi

Dalam memotivasi pegawai agar dapat bekerja dengan giat menurut Hasibuan (1996: 100), ada 2 (dua) metode yang dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, yaitu;

a. Metode langsung, yaitu motivasi materiil dan non materiil, yang diberikan secara langsung kepada setiap individu pegawai untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan sebagainya.

b. Metode tidak langsung, yaitu motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para pegawai betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya, seperti kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang nyaman, dan lain-lain.

Kedua metode di atas tentunya sangat berpengaruh besar untuk merangsang semangat kerja pegawai dan meningkatkan produktivitas pegawai.

1.8 Upaya-upaya memotivasi pegawai

Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi pegawai adalah sebagai berikut;

a. Rasa hormat (respect), yaitu memberikan rasa hormat dan penghargaan secara adil. Namun adil bukan berarti sama rata. Seperti dalam hal prestasi kerja, atasan tidak mungkin memberikan penghargaan pada semua orang.

(29)

Memberikan penghargaan berdasarkan prestasi, kepangkatan, pengalaman, dan sebagainya.

b. Informasi, yaitu dengan memberikan informasi kepada pegawai mengenai aktivitas organisasi, terutama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Hal-hal ini yang diinformasikan seperti standard prestasi, tentukan dan beritahukan apa yang harus dilakukan.

c. Perilaku. Usahakanlah mengubah perilaku sesuai dengan harapan bawahan. Dengan demikian ia mampu membuat pegawai berperilaku atau berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi.

d. Hukuman. Berikan hukuman kepada pegawai yang bersalah diruang yang terpisah, jangan menghukum di depan pegawai lain karena dapat menimbulkan frustasi dan merendahkan martabat.

e. Perasaan. Tanpa mengetahui bagaimana harapan pegawai dan perasaan apa yang ada dalam diri mereka, sangat sulit bagi pimpinan untuk memotivasi bawahan. Perasaan dimaksud seperti rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersahabat, rasa diterima dalam kelompok, dan rasa mencapai prestasi.

2. Produktivitas Kerja

2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Pegawai

Defenisi produksi dengan produktivitas mempunyai arti yang berbeda. Istilah ”produksi” lebih mengarah pada pertambahan jumlah hasil kerja yang dicapai, sedangkan ”produktivitas” mengandung pengertian adanya perbaikan

(30)

cara-cara pencapaian produksi walaupun demikian kedua hal ini masih mempunyai hubungan. Hubungan tersebut adalah terlihat bahwa produksi dan produktivitas memerlukan individu sebagai unsur pelaksanaan.

Produktivitas berasal dari Bahasa Inggris ”Productive” yang berarti menghasilkan. Dan dalam bahasa Indonesia menjadi produktivitas yang berarti kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu. Oleh karena itu, di dalam organisasi kerja yang dihasilkan adalah perwujudan tujuannya, maka produktivitas berhubungan dengan sesuatu yang bersifat material dan non material yang dapat atau tidak dapat diukur dengan uang (Nawawi, 1990; 97)

Dalam Ensiklopedia Manajemen disebutkan bahwa produktivitas adalah ukuran sejauh mana sumber-sumber daya alam, teknologi dan manusia dipergunakan dengan baik dapat mewujudkan hasil tertentu yang diinginkan; secara singkat dapat dikatakan produktivitas adalah ukuran mengenai apa yang diperoleh dari apa yang diberikan; seberapa jauh masukan (input) dapat menghasilkan keluaran (output), baik kuantitatif maupun kualitatif sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan juga merupakan fungsi dari efektivitas dan efisiensi.

Menurut Malayu Hasibuan (1996: 126), produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik dimungkinkan dengan adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan baku, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, serta adanya peningkatan ketrampilan.

(31)

Muchdariyah Sinungan (2000: 117) mengatakan, produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber riil yang semakin sedikit.

Menurut Blecher (dalam Wibowo 2007: 241), produktivitas kerja adalah hubungan antara keluaran atau hasil organisasi dengan yang diperlukan. Produktivitas dapat dikualifikasikan dengan membagi keluaran dengan masukan. Menaikkan produktivitas dapat dilakukan dengan memperbaiki rasio produktivitas dengan menghasilkan lebih banyak keluaran atau output yang lebih baik dengan tingkat masukan sumber daya tertentu.

Secara umum dari pendapat yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Penilain terhadap produktivitas kerja pegawai dapat diukur melalui pelaksanaan kerja yang relatif baik, sikap kerja, tingkat keahlian dan disiplin kerja. Produktivitas pegawai merupakan ukuran keberhasilan pegawai menghasilkan atau menyelesaikan pekerjaan pada waktu tertentu yang mencakup aspek kualitas dan kuantitas pekerjaannya.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas

Dalam upaya meningkatkan produktivitas, perlu terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas. Upaya peningkatan

(32)

produktivitas pada dasarnya adalah bagaimana mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut.

Sedarmayanti (1995: 75) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas secara umum adalah;

a. Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja

b. Pendidikan, pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas yang berpengaruh terhadap produktivitas.

c. Ketrampilan, apabila pegawai semakin terampil maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.

d. Manajemen, berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk memimpin serta mengendalikan staf karena manajemen yang tepat dapat menimbulkan semangat kerja yang tinggi pada pegawai.

e. Tingkat penghasilan, dapat menimbulkan konsentrasi kerja, menimbulkan semangat bekerja, dan pegawai juga dapat memanfaatkan kemampuan yang ia miliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

f. Gizi dan kesehatan, apabila hal ini dapat dipenuhi maka pegawai akan dapat bekerja lebih kuat dan lebih bersemangat

g. Jaminan sosial, untuk meningkatkan pengabdian pegawai pada organisasi. h. Lingkungan dan iklim kerja, akan mendorong pegawai senang bekerja dan

meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan baik menuju ke arah peningkatan produktivitas.

(33)

i. Sarana produktivitas, sarana yang digunakan harus yang baik agar dapat menunjang produktivitas kerja.

j. Teknologi, apabila teknologi yang digunakan tepat dan lebih maju, maka hasil yang dicapai akan tepat waktu dan lebih bermutu

k. Kesempatan berprestasi, akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki.

Dalam Sulistiyani (2003; 200) dikemukakan ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas suatu instansi antara lain;

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif

b. Keterampilan (skill)

Ketrampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Ketrampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Ketrampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis, seperti ketrampilan komputer, bengkel, dan lain-lain. Dengan

(34)

ketrampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif.

c. Kemampuan (abilities)

Kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat mencakup sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, diharapkan memiliki kemampuan yang tinggi pula.

d. Kebiasaaan dan perilaku (attitude and behaviors)

Sangat erat hubungan antara kebiasaan dan perilaku. Attitude merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Artinya apabila kebiasaan-kebiasaan pegawai adalah baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik pula. Misalnya seorang pegawai mempunyai kebiasaan tepat waktu, disiplin, simpel, maka perilaku kerja juga baik, apabila diberi tanggungjawab akan menepati aturan dan kesepakatan. Degan demikian perilaku manusia juga akan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya.

(35)

Menurut Cantika Yuli (2005; 204), ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas kerja pegawai yang digolongkan dalam 3 (tiga) kelompok utama antara lain;

a. Kepuasan kerja. Pegawai merasa puas tentu secara alamiah akan berupaya mencapai tingkat kepuasan yang tinggi dengan cara mengoptimalkan hasil kerja (output)

b. Input. Besar kecilnya input yang dimasukan dalam sebuah proses produksi akan menentukan hasil akhir (output) dari sebuah pekerjaan. Input yang dimiliki pegawai dalam bekerja antara lain; motivasi, tenaga, sikap, pengetahuan dan ketrampilan, sarana yang mendukung, dan lingkungan kerja. c. Waktu kerja. Jam kerja yang lama mendorong pegawai untuk terus

memperbanyak dan meningkatkan hasil kerja mereka. Namun faktor ini sifatnya sangat relatlif, karena harus didukung faktor lainnya, seperti input.

Ada beberapa faktor yang sekaligus sebagai faktor kunci untuk mencapai produktivitas dan kreativitas yang tinggi menurut Timpe, Dale (dalam Cantika Yuli, 2005; 205) antara lain;

1. Keahlian dan manajemen yang bertanggung jawab. Manajemen adalah faktor utama dalam setiap produktivitas organisasi dan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh semua perusahan dalam mencapai puncak produktivitas. Untuk mencapai produktivitas tinggi, setiap anggota manajemen harus diberi

(36)

motivasi tinggi, positif dan secara penuh ikut melaksanakan pekerjaan (bertanggung jawab) sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

2. Kepemimpinan yang luar biasa. Dari semua faktor, kepemimpinan manajerial memiliki pengaruh terbesar dalam produktivitas. Pemimpin sejati menghasilkan orang-orang dan organisasi-organisasi terbaik karena pemimpin mengeluarkan reaksi-reaksi emosional positif yang kuat, dan orang cenderung memenuhi kebutuhan mereka dan tumbuh dibawah kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu, penting sekali bahwa manajemen bertindak sebagai katalis dalam meningkatkan potensi kepemimpinan yang sudah ada dalam organisasi.

3. Kesederhanaan organisasi dan operasional. Susunan organisasi harus diusahakan agar sederhana, luwes, dan dapat disesuaikan dengan perubahan, selalu berusaha mengadakan jumlah tingkat minimum yang konsisten dengan operasi yang efektif. Semua kendala operasional harus dikurangi hanya pada yang benar-benar diperlukan. Peraturan, prosedur, dan birokrasi dibuat seminimal mungkin, sehingga memberikan kebebasan bekerja secara maksimal pada pegawai.

4. Kepegawaian yang efektif. Menambah lebih banyak pegawai belum tentu meningkatkan produktivitas. Dan sebelum memperkerjakan orang baru, seharusnya dipastikan dahulu bahwa pegawai yang ada sekarang sudah berkinerja menurut kemampuan.

(37)

5. Tugas yang menantang. Tugas merupakan kunci untuk proses yang kreatif dan produktif. Setiap individu mempunyai suatu suasana khusus kegiatan kreatif dan produktif yang tinggi. Jangan sekali-kali memberikan tugas kepada orang yang mempunyai ketrampilan yang dipersyaratkan; berikan tugas itu kepada orang yang menginginkannya dan senang melakukannya; dan jangan sekali-kali memberi tugas, yang dalam keadaan lain, Anda sendiri tidak akan mau menerima.

6. Perencanaan dan pengendalian tujuan. Perencanaan yang tidak efektif menyebabkan kebocoran besar dalam produktivitas, misalnya orang yang tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka, tugas yang tidak satu fasa (bertalian) dengan tugas lain, pelaksanaan di atas atau di bawah kinerja dan operasi yang sebentar-sebentar berhenti dan mulai lagi. Sebaliknya perencanaan yang efektif akan meningkatkan produktifitas.

Selanjutnya Justine T Sirait (2006: 249), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah sebagai berikut;

a. Pendidikan dan Latihan

Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat, sedangkan latihan membentuk dan meningkatkan ketrampilan kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan latihan seseorang, semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya.

Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia dewasa ini merupakan suatu indikasi rendahnya produktivitas angkatan kerja di Indonesia. Dengan demikian,

(38)

peningkatan kualitas pendidikan dan program-program latihan kerja merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan dia untuk bekerja lebih produktif daripada orang lain yang tingkat pendidikannya rendah. Hal ini dikarenakan orang yang berpendidikan tinggi memiliki cakrawala atau pandangan yang lebih luas sehingga mampu untuk bekerja atau mendapat lapangan kerja.

b. Gizi dan Kesehatan

Makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam rangka kelangsungan hidup. Untuk menjaga kesehatan diperlukan makanan yang mengandung gizi yang cukup. Seseorang yang dalam keadaan sehat atau kuat jasmani/badan dan rohani/jiwa akan dapat berkonsentrasi dengan baik dalam pekerjaannya. Dengan makanan yang mengandung gizi cukup akan membuat seseorang tidak cepat lelah dalam bekerja. Sebaliknya jika makanan yang dimakan oleh seorang pekerja kurang memenuhi persyaratan gizi, akan menyebabkan pekerjaan cepat lelah, sehingga produktivitas menjadi menurun atau rendah.

c. Motivasi/Kemauan

Motivasi merupakan proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu.

Menurut Goal Theory: P = f (M)

di mana: P = performance M = motivation

(39)

Produktivitas/prestasi seseorang tergantung pada motivasi orang tersebut terhadap pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan, semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya.

Menurut Expectancy Theory: P = M x A

di mana: P = performance M = motivation A = ability

Semakin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan, semakin tinggi pula tingkatan produktivitasnya dengan anggapan bahwa kemampuan orang tersebut tidak berubah.

d. Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam pengertian mikro, kesempatan kerja berarti;

1. adanya kesempatan untuk bekerja;

2. pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan ketrampilan pekerja (the right man on the right place) ;

3. adanya kesempatan untuk mengembangkan diri, yang akan dapat menjadikan pekerja menjadi lebih kreatif.

Ketrampilan dan produktivitas seseorang berkembang melalui dan di dalam pekerjaan. Ketrampilan tertentu yang tidak diterapkan dalam jangka waktu cukup lama dapat menurun atau menghilang sama sekali. Sebaliknya keterampilan yang diterapkan secara terus menerus dapat berkembang. Peningkatan produktivitas

(40)

dalam masyarakat erat kaitannya dengan upaya-upaya perluasan kesempatan kerja yang menjamin bahwa setiap orang yang ingin bekerja memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.

Rendahnya produktivitas kerja seseorang sering diakibatkan oleh kesalahan penempatan, dalam arti bahwa seseorang tidak dapat ditempatkan dalam pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan ketrampilannya. Bentuk kesalahan dalam penempatan itu ada dua jenis dan keduanya merupakan pengangguran terselubung dipandang dari segi produktivitas adalah sebagai berikut;

1. Menempatkan seseorang dalam pekerjaan di luar kemampuannya, baik karena pendidikannya yang terlalu rendah atau karena bidang pendidikan dan pengalaman yang berlainan.

2. Menempatkan seseorang yang pendidikannya cukup tinggi dan pengalamannya cukup banyak dalam pekerjaan yang tidak menuntut persyaratan pendidikan dan pengalaman sebanyak itu.

Penempatan yang salah ini disebabkan oleh dua hal adalah sebagai berikut;

i. Kelemahan manajemen atau pimpinan yang kurang mengetahui gambaran tugas yang sebenarnya dan kemampuan bawahannya di lingkungan kerja. Aspek ini bersifat mikro dan menyangkut tugas manajemen.

ii. Ketidakseimbangan pasar tenaga kerja. Aspek ini bersifat makro dan menuntut perlu adanya perencanaan tenaga kerja yang terpadu dengan perencanaan pembangunan, pendidikan, dan latihan.

(41)

e. Kemampuan Manajerial Pimpinan

Prinsip manajemen adalah peningkatan efisiensi. Sumber-sumber digunakan secara maksimal, termasuk tenaga kerja sendiri. Penggunaan sumber-sumber ter-sebut dikendalikan secara efisien dan efektif.

f. Kebijaksanaan Pemerintah

Usaha peningkatan produktivitas sangat sensitif terhadap kebijaksanaan pemerintah di bidang produksi, investasi, perizinan usaha, teknologi, moneter, fiskal, distribusi dan lain-lain.

2.3 Faktor-faktor penyebab turunnya produktivitas kerja dan upaya Peningkatannya

Menurut Slamet Saksono, faktor-faktor yang meyebabkan turunnya produktivitas kerja antara lain :

1. Menurunnya Presensi

Menurunnya tingkat presensi tanpa diketahui sebelumnya oleh pimpinan organisasi dapat mengganggu pelaksanaan program kerja, apabila sejumlah pegawai terlihat dalam mata rantai kerja tidak hadir, pekerjaan selanjutnya tidak akan dapat berlangsung. Jika demikian organisasi akan menanggung kerugian yang sesungguhnya dapat dihindarkan dengan mencegah terjadinya penurunan presensi.

(42)

2. Meningkatnya Labour Turnover (Perpindahan Buruh Tinggi)

Apabila pegawai tidak memperoleh kepuasan sebagaimana yang diharapkan maka akan menunjukkan langkah awal dari keinginan pegawai yang bersangkutan untuk pindah ke organisasi lain yang diharapkan dapat memberikan fasilitas yang lebih baik, dimana hal itu akan mengakibatkan kerugian bagi organisasi.

3. Meningkatnya Kerusakan

Apabila pegawai menunjukkan keengganan untuk melengkapi pekerjaan karena adanya suatu ketimpangan antara harapan dan kenyataan, maka ketelitian dan rasa tanggung jawab terhadap hasil kerja cenderung menurun, salah satu akibatnya adalah sering terjadi kesalahan dalam melakukan pekerjaan yang akhirnya menyebabkan kerusakan yang melebihi batas normal.

(43)

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja menurut Sondang P. Siagian (2002; 10) adalah;

a. Perbaikan terus menerus

Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus menerus.

b. Peningkatan mutu hasil pekerjaan

Berkaitan dengan upaya perbaikan secara terus menerus adalah peningkatan mutu hasil kerja oleh semua orang dan segala komponen organisasi, dan dalam hal ini peningkatan mutu sumber daya manusia adalah hal yang sangat penting. c. Pemberdayaan sumber daya manusia

Memberdayakan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi dapat dilakukan dengan memberikan hak-haknya sebagai manusia, seperti kebebasan untuk memperoleh pekerjaan yang layak, memperoleh imbalan yang wajar, memperoleh rasa aman, melibatkan dalam pengambilan keputusan, dan lainnya d. Filsafah organisasi

Cakupan dalam hal ini seperti memberikan perhatian kepada budaya organisasi, karena budaya organisasi merupakan persepsi yang sama tentang hakiki kehidupan dalam organisasi. Selain itu perlunya ketentuan formal dan prosedur, seperti standar pekerjaan yang harus dipenuhi, disiplin organisasi, sistem imbalan, serta prosedur penyelesaian pekerjaan.

(44)

3 Pengaruh Motivasi terhadap Produktivitas Kerja

Produktivitas merupakan suatu aspek yang penting bagi organisasi karena apabila pegawai dalam organisasi tersebut mempunyai produktivitas kerja yang tinggi, maka tujuan organisasi akan tercapai. Untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya pegawai yang memiliki ketrampilan dan keahlian bekerja, karena apabila pegawai tidak memiliki keahlian dan keterampilan akan berakibat menurunnya produktivitas dan merugikan organisasi. Produktivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti pendidikan, ketrampilan, disiplin kerja, sikap, etika, manajemen, motivasi kerja, teknologi, sarana, produksi, kesempatan kerja dan kesempatan berprestasi serta lingkungan kerja yang mendukung. (J. Ravianto, 1986:20).

Produktivitas mempunyai keterkaitan atau memberikan dampak terhadap kegiatan lainnya dalam organisasi. Produktivitas kerja dapat meningkatkan kepuasan kerja, mendorong terjadinya penyederhanaan kerja, meningkatkan keterpaduan, dan spesialisasi kerja, serta mendorong motivasi mereka untuk meningkatkan kinerja lebih baik lagi.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan organisasi untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai adalah dengan pemberian motivasi kepada pegawai. Motivasi berarti dorongan yang memberikan semangat kerja kepada pegawai untuk berperilaku tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

(45)

Produktivitas yang tinggi dapat dicapai jika didukung oleh para pegawai yang mempunyai motivasi dan lingkungan kerja dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Motivasi dapat menimbulkan kemampuan bekerja serta kerjasama, maka secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerja. Sedangkan apabila motivasi pegawai lebih tinggi tetapi tidak didukung oleh lingkungan kerja yang nyaman untuk bekerja maka hasil produktivitas kerja tidak baik.

Motivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya bermacam-macam. Ada pegawai yang dapat termotivasi mengerjakan suatu pekerjaan karena menghasilkan banyak uang, ada juga karena merasa puas atas apa yang ia kerjakan dan ia raih, ada juga karena loyalitas kepada pimpinan, dan ada juga karena pekerjaan tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya kecil.

Ishak (2003; 16) menyatakan bahwa secara singkat manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang dapat diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya, pekerjaan diselesaikan sesuai dengan standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang melakukan pekerjaan. Sesuatu yang dikerjakan karena adanya motivasi akan membuat orang senang melakukan tugasnya, serta merasa dihargai/diakui.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa dengan motivasi kerja berpengaruh pula dengan peningkatan produktivitas kerja pegawai, sebaliknya

(46)

dengan motivasi kerja yang menurun akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas kerja.

7. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2003; 70)

Adapun hipotesis yang penulis kemukakan adalah hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha) yaitu ”Ada pengaruh antara motivasi dengan produktivitas kerja pegawai pada Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”.

8. Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. (Singarimbun, 1997: 33).

Pemberian defenisi konsep adalah untuk membantu memperjelas fenomena pengamatan yang akan diteliti sebagai berikut;

a. Motivasi adalah daya pendorong yang menciptakan kegairahan seseorang baik yang berasal dari dalam maupun dari luar yang mendorong agar mereka mau bekerja, bekerjasama efektif dan integrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan tertentu.

(47)

b. Produktivitas kerja pegawai adalah kemampuan pegawai untuk menghasilkan barang atau jasa yang dilandasi kualitas dan sikap mental pegawai agar tujuan organisasi tercapai.

9. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun, 1997: 46, defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang kerangka konsep yang telah diklasifikasikan ke dalam variabel-variabel, dalam tulisan ini terdapat dua variabel yaitu motivasi sebagai variabel bebas (X) dan produktivitas sebagai variabel terikat (Y).

Adapun defenisi operasional penelitian ini adalah;

a. Motivasi sebagai variabel bebas (X), diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut;

- Internal (dalam)

1. Kesenangan yang muncul pada diri pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya;

i. Rasa senang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan ii. Kepuasan telah melaksanakan pekerjaan dengan baik

iii. Gairah kerja yang tinggi untuk mengembangkan ketrampilan dan kemampuan ataupun potensi diri.

(48)

2. Kekuatan atas keinginan pegawai terhadap beberapa aspek kebutuhannya, baik kebutuhan material maupun kebutuhan non material seperti:

i. Perasaan aman dalam melaksanakan pekerjaan dengan adanya kebebasan untuk membuat keputusan dan kreativitas dalam melaksanakan pekerjaan.

ii. Kepercayaan serta kesempatan untuk membuktikan kemampuan kerja dan perhatian yang diberikan atasan

- Eksternal (luar)

1. Harapan (ekspektansi) dimana pegawai berpikir secara subjektif terhadap suatu imbalan (pemenuhan kebutuhannya) jika pegawai melakukan pekerjaan mereka dengan baik seperti;

i. Mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi

ii. Mendapatkan jaminan kerja yang lebih baik oleh organisasi atau kantor tempat bekerja

iii. Mendapatkan kompensasi

iv. Penghargaan yang diberikan oleh atasan

2. Peraturan atau ketentuan bagi pegawai dalam melaksanakan tugasnya i. Taat kepada peraturan yang berlaku pada kantor/instansi bersangkutan ii. Sanksi atas perbuatan yang telah melanggar ketentuan

(49)

b. Produktivitas kerja pegawai sebagai variabel terikat (Y), dengan indikator sebagai berikut;

- Sikap pegawai untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja yaitu; i. Kemauan dan kemampuan untuk bekerja lebih giat dan lebih baik

ii. Meningkatkan keterampilan kerja, baik dengan mengikuti DIKLAT maupun dengan usaha sendiri (kreativitas)

- Banyaknya pekerjaan yang diselesaikan dengan waktu yang telah ditetapkan; i. Kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu

ii. Memanfaatkan seluruh waktu kerja iii. Kualitas kerja yang dilakukan pegawai

- Mengevaluasi hasil kerja dengan beban kerja yang dilakukan dalam waktu periode tertentu;

i. Mengevaluasi hasil kerja yang telah dilaksanakan

ii. Mencari perbaikan-perbaikan kerja atas kesalahan atau kekurangan di masa lalu.

- Disiplin Kerja yang meliputi;

i. Kehadiran yang sah selama setahun yaitu menyangkut absensi pegawai

ii. Ketaatan/kepatuhan terhadap jam kerja yaitu menyangkut ketaatan pegawai dalam jam datang atau pulang kerja

iii. Kepatuhan mengikuti kegiatan/aturan kedinasan (olah raga, upacara dinas, dan lainnya) yaitu menyangkut kehadiran pegawai dalam kegiatan atau aturan kedinasan.

(50)

10. Sistematika Penulisan

Sistematika yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut;

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Hipotesis, Defenisi Konsep, Defenisi Operasional dan Sistematika Pelaporan. BAB II : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengukuran Skor, Alat Pengambilan Data dan Teknik Analisa Data.

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Menguraikan tentang karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah berdirinya organisasi, struktur organisasi, tugas dan fungsi organisasi, serta visi dan misi organisasi.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menguraikan hasil penelitian yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian. Keseluruhan data yang telah diperoleh akan disajikan dalam bab ini dan dianalisa berdasarkan teknik analisa data yang digunakan. BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang membangun bagi objek penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi pengendalian kecepatan referensi yang variasi, kecepatan yang dihasilkan kendali JST lebih cepat menyesuaikan dan lebih stabil bila dibandingkan dengan dengan kendali

Oleh karena itu, dari hasil uraian di atas hal-hal yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan dan merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal materi BRSD adalah (1) kurangnya

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel yang paling dominan dalam pola hubungan antara variabel bebas yang meliputi pengaruh peran orang tua,

Hasil penelitian ini diharapan dapat memaparkan konstruk-konstruk yang berpengaruh secara signifikan terhadap kompensasi, budaya organisasi dan pengembangan karir yang

Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat adanya pengalihan

Penelitian ini menghasilkan analisis bahwa kompensasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Ibu dengan status gizi baik selama hamil, merupakan cadangan lemak yang baik untuk tubuh saat menyusui mulai 4–6 bulan, sedangkan ibu yang memiliki status gizi

Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas