• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI KEBAHASAAN DALAM BAHASA INDONESIA A. Aspek Sosiolinguistik Bahasa adalah sesuatu yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu mengalami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SITUASI KEBAHASAAN DALAM BAHASA INDONESIA A. Aspek Sosiolinguistik Bahasa adalah sesuatu yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu mengalami"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SITUASI KEBAHASAAN DALAM BAHASA INDONESIA A. Aspek Sosiolinguistik

Bahasa adalah sesuatu yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu mengalami perkembangan. Dan, perkembangan berarti perubahan. Perubahan itu terjadi, oleh karena bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia itulah yang mengakibatkan bahasa itu menjadi tidak statis, atau meminjam istilah Chaer (1994:53) bahwa bahasa itu dinamis.

Dalam perkembangannya, studi-studi yang dilakukan terhadap bahasa tidak lagi terbatas hanya pada aspek kaidah-kaidahnya (sistem linguistiknya) saja, namun telah berkembang pada kajian bahasa dengan melihat aspek sosialnya. Demikian pula prinsip kodifikasi bahasa semakin terbuka berdasarkan pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat.

Situasi kebahasaan memiliki perlakuan yang berbeda mengenai pemakaiannya. Para ahli sepakat bahwa bahasa merupakan gejala sosial sehingga lahirlah suatu cabang ilmu yang disebut sosiolinguistik.

Dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa itu dinamis dan bahkan demokratis sehingga untuk menyikapi bahasa itu mestilah terbuka terhadap perkembangan atau perubahan bahasa. Lebih jauh (Nababan, 1993:9) menyatakan, sosiolinguistik sebagai suatu aktivitas yang secara khusus diarahkan untuk penelitian tentang interaksi struktur bahasa dengan struktur sosial, serta saling pengaruh antara tingkah laku kebahasaan dengan tingkah laku

kemasyarakatan barulah dikembangkan pada tahun enam puluhan. Tallei (1997), juga memberi penjelasan bahwa pembahasan aspek sosiolinguistik dalam studi bahasa dikembangkan sejak dimunculkannya istilah “konteks” dan “komunikatif” dalam pembelajaran bahasa.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa sosiolinguistik memberikan penekanan pada aspek pemakaian bahasa yang aktual di masyarakat. Artinya, bahasa dalam pandangan

sosiolingiustik adalah keaktifan kemasyaratakan yang berkembang dari ke hari. Bahasa dapat berkembang dengan menerima unsur-unsur pinjaman dari luar ataupun secara kreatif

mengembangkan unsur-unsur yang telah lama ada dalam dirinya; memperkaya dirinya, untuk memperoleh perkenalan yang lebih luas.

Sosiolinguistik bertujuan untuk memahami:

1. pemakai bahasa pada umumnya dalam konteks sosial dan kebudayaan.

2. hubungan unsur –unsur kebudayaan dengan situasi unsur-unsur sosial budaya. 3. ragam bahasa yang disebabkan oleh diversifikasi pemakai bahasa.

4. ragam bahasa yang disebabkan oleh tingkat-tingkat sosial pemakai bahasa. 5. sikap bahasa.

6. fungsi-fungsi sosial bahasa. 7. keutuhan bahasa.

Guru pada umumnya perlu mempelajari sosiolinguistik akan sangat membantu guru ketika menghadapi siswanya yang mempunyai latar bahasa yang berbeda sehingga membuat guru perlu mempelajari sosiolinguistik agar dapat menghadapi masalah kebahasaan yang

digunakan oleh siswanya, kedwibahasaan dan variasi bahasa yang mempunyai relevansi terhadap pengajaran bahasa. Diharapkan bahwa dengan hasil pengkajian

(2)

siswanya dan juga agar guru tidak terbawa oleh arus sosiolinguistik yang tidak terikat oleh kaidah kebahasaan. Karena yang terpenting adalah bahasa yang digunakan tersebut dapat mencapai tujuan fungsional bahasa.

Seorang guru harus dapat semaksimal mungkin menggunakan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yaitu guru yang mempunyai tugas sebagai Pembina bahasa harus dapat

menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan tidak menyimpang dari kaidah, efektif, dan tepat pilihan kata-katanya sehingga siswanya mampu berkomunikasi dengan baik juga mudah untuk dipahami serta enak didengar.

B. Ancangan sosiolinguistik di dalam Kajian Perencanaan Bahasa

Labov (1972) mengemukakan bahwa sebuah variabel sosiolinguistik mempunyai

hubungan yang bersifat serentak dengan sejumlah variable nonlinguistik dalam konteks sosial tertentu misalnya penutur, lawan tutur, pendengar, dan latar. Sejalan dengan hal tersebut, Nababan menyebutkan tiga bidang pokok kajian sosiolinguistik yaitu:

a. Pengaruh masyarakat dan/atau anggota masyarakat atas bahasa yang menghasilkan pengetahuan tentang variasi dan/atau ragam bahasa baik yang bersifat internal misalnya variasi yang terjadi pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan sebagainya maupun yang bersifat eksternal misalnya dialek, sosiolek, fungsiolek, dan kronolek.

b. Fungsi bahasa dalam masyarakat yaitu sosiolinguistik mengembangkan pengertian tentang berbagai kategori bahasa nasional, bahasa resmi,dan bahasa pendidikan.

c. Tata cara penggunaan bahasa oleh masyarakat dan dalam masyarakat yang meliputi: 1. hubungan bahasa dan budaya

2. pragmatik bahasa 3.kedwibahasaan 4. perencanaan bahasa

Wujud penerapan sosiologi seperti yang dikemukakan oleh Fishman (1972) pada kajian bahasa yang cenderung makin lama makin mengarah ke dalam lingkup persoalan bahasa makin berfokus pada soal perbedaan reaksi atau tanggapan yang muncul atau tampak di pusat-pusat kekuasaan dan di dalam pemantauan usaha pembaruan bahasa yaitu seperti yang ditegaskan oleh Moeliono bahwa sebagaimana perubahan perilaku kemasyarakatan dapat dipengaruhi maka sosiolinguistik pun percaya bahwa perilaku kebahasaan seseorang dapat diubah dan dipengaruhi kebahasaannya. Dalam kaitannya dengan perencanaan bahasa ia memberikan pula penegasan bahwa perbedaan ancangan terhadap bahasa yang dipandang dari sudut struktur dan fungsi kemasyarakatan yang menimbulkan cabang ilmu yang baru disebut perencanaan bahasa.

Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa ancangan sosiolinguisitk kurang dapat diandalkan untuk memecahkan masalah-masalah perencanaan bahasa atau hubungannya dengan manusia dengan bahasa dengan pemakaian bahasanya. Salah satunya yaitu Suharmo (1985) yang lebih cenderung kepada penggunaan ancangan linguistik struktural karena beberapa alas an yaitu:

a. Bahasa adalah suatu bagian dari fenomena tingkah laku manusia yang terikat erat dengan nilai oleh suatu hubungan yang serasi dan semua terjadi oleh adanya pemancar dan penerima yaitu anggota masyarakat sehingga istilah sosiolinguistiknya terlalu berlebihan.

(3)

b. Apabila sekedar berurusan dengan tata bahasa dalam pemakaian sosial yang tidak ada hubungannya dengan dinamika serta inertia nilai kebudayaan manusia maka

sosiolinguistiknya baru merupakan sebagian kecil dari telaah bahasa yang telaah dicakup oleh linguistik kultural.

c. Linguistik kultural mencakup pertanyaan-pertanyaan yang selalu terbuka dan

merupakankeumuman yang amat tinggi sebab hanya dengan keumuman seperti itu dapat mencakup dapat mencakup daerah penerapan yang amat luas.

Halliday (1992) mencetuskan ancangan yaitu bahasa dipandang sebagai salah satu dari sejumlah system makna yang terdapat dalam sebuah sistem sosial. Ancangan ini merupakan ancangan semiotic sosial dalam pengkajian bahasayang memberikan tekanan pada konteks sosial.

Moeliono berpendapat (1975) dalam usaha pengembangan bahasa Indonesia patut

dipertimbangkan peninjauan dari sudut sosiolinguistik berdasarkan hubungan dengan konsep yang diajukan oleh Ribin dan Jernudd, Fergoson, dan Halliday serta membedakan tiga macam ancangan di dalam perencanaan bahasa berdasarkan konsep para ahli tersebut dan hubungannya dengan keadaan sosiolinguistik yaitu sebagai berikut:

1. Garis haluan kebahasaan (policy) yang berkenaan dengan penentuan kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistiknya.

2. Pengembangan bahasa (development) yaitu mengenai pengembangan studi

bahasa termasuk tentang pengaksaraan bahasa yang mengenal tata tulis, pembakuan bahasa dan pemodernan bahasa.

3. Pembinaan bahasa (cultivation) yang bertujuan meningkatkan jumlah pemakai bahasa dan mutu pemakaian bahasa melalui penyebaran hasil pembakuan dan penyuluhan serta pembimbingan.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Moeliono, Halim (1975) menyarankan bahwa pembakuan dan pengembangan bahasa yang efektif perlu didasarkan atas keadaan sosiolinguistik yang ada.

Berdasarkan pertimbangan bahwa perencanaan kebahasaan (policy) bersifat politis bukanlah semata-mata sebagai tugas perencanaan bahasa maka sebagai alternativ adalah perncanaan bahasa Indonesia maka pengembangan bahasa (development) dan pembinaan bahasa (cultivation) dipopulerkan sebagai usaha pengembangan dan pembinaan bahasa.

Berbahasa Indonesia yang baik dan benar Published : 07.32 Author : Anna Gustiana Sumpah Pemuda merupakan jaringan pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang berkaitan erat dan memiliki hubungan timbal balik. Tiga unsur tersebut adalah bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Amran Halim berpendapat bahwa penghayatan dan penerapan isi dan semangat ketiga unsur itulah yang dimaksud dengan pembinaan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, pembinaan bahasa Indonesia adalah proses sosial budaya dan kebahasaan yang bertujuan menempatkan bahasa Indonesia pada kedudukannya yang terhormat dalam kemasyarakatan bangsa Indonesia. Masalah pembinaan bahasa Indonesia adalah masalah yang menyangkut pemeliharaan bahasa Indonesia. Sedangkan salah satu wujud pembinaan bahasa Indonesia adalah terselenggaranya pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang

(4)

baik dan benar adalah masalah nasional Indonesia. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa cocok dengan situasi pemakaiannya. Ada dua situasi pemakaian bahasa, yaitu situasi resmi dan tidak resmi. Situasi resmi adalah situasi kebahasaan yang berkaitan dengan masalah kedinasan, keilmuan, berbicara di depan umum dan berbicara dengan orang dihormati

misalnya mengajar, surat-menyurat, membuat laporan, karya ilmiah, berbicara dengan atasan dan guru. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, perlu menggunakan bahasa baku. Sedangkan situasi tidak resmi adalah pemakaian bahasa dalam pergaulan sehari-hari dengan masalah pokok keseharian. Obrolan di warung, tawar-menawar di pasar adalah contoh situasi

kebahasaan tidak resmi. Pada situasi seperti ini, bahasa hanyalah merupakan alat komunikasi. Asal lawan bicara memahami maksud pembicaraan memadailah bahasa tersebut.

Penyimpangan kaidah bukanlah hal yang tercela benar, asal pelanggaran tidak mengubah makna. Bahkan penyisipan bahasa asing atau daerah bukanlah suatu hal yang tidak mustahil. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah bahasa Indonesia (baku). Menurut Suwito, ada beberapa ciri kebahasaan ragam baku antara lain kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman kepada pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia. Bahasa baku harus menggunakan kata-kata baku seperti bagaimana, mengapa, memberi bukannya gimana, kenapa, kasih dan sebagainya. Selain itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah

ketatabahasaan yaitu konsisten menggunakan hukum diterangkan menerangkan pada pembentukan kata serta menggunakan subjek predikat dalam pembentukan kalimat. Pada bahasa lisan, ragam baku bahasa Indonesia adalah ragam bahasa yang relatif bebas dari atau sesedikit mungkin diwarnai oleh lafal bahasa daerah atau dialek setempat. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Berdasar asumsi ini, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar pemakaian bahasa Indonesia-nya baik dan benar. Syarat tersebut adalah memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi. Seseorang yang menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi dan menggunakan ragam tidak baku dalam situasi tidak resmi adalah orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena sesuai dengan fungsi dan situasinya. Agar bisa memakai bahasa Indonesia secara baik dan benar, maka perlu adanya sikap positif para pemakai bahasa Indonesia. Menurut Garvin dan

Mathiot, sikap ini setidaknya mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong masyarakat untuk mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang lain. Sedangkan kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korek, santun dan layak. Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku tutur. Sikap tidak ada gairah untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, mengalihkan kebanggaan kepada bahasa lain yang bukan miliknya dan sikap tidak memelihara cermat bahasa dan santun bahasanya harus dicegah karena akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan bahasa

(5)

Indonesia. Karena itu, sebagai wujud penghargaan dan perhormatan terhadap pahlawan bangsa yang telah mencetuskan ikrar Sumpah Pemuda, marilah kita tumbuh kembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. ** Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke

FacebookBagikan ke Pinterest

Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ

Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang bersifat aglutinasi. Oleh karena sifat itulah, bahasa Indonesia memiliki ciri perbedaan dengan bahasa-bahasa yang lainnya. Keunikan itu sendiri yang membawa ciri khas bahasa Indonesia yang seharusnya kita bangga dengan bahasa Indonesia. Kekayaan itu sungguh menjadi kekayaan bahasa yang sepatutnya untuk dicintai dan bahkan dipertahankan demi terjaganya keutuhan bahasa itu.

Kekayaan bahasa Indonesia tidak hanya terletak pada bentuk kalimat-kalimat yang begitu beragam. Selain itu, secara stuktur dan tatanan kalimatnya berbeda jelas dengan bentuk kalimat-kalimat bahsa lain. Namun, satu hal yang unik dan perlu kita pahami bersama bahwa bahasa Indonesia sangat kaya dalam penggunaan kata dan istilahnya. Kita daftarkan sejenak pembagian jenis kata dalam bahasa Indonesia seperti kata dasar, kata berimbuhan, kata majemuk/kompositum, kata ulang/reduplikasi, kata depan, kata sambung, kata sandang, kata seru, kata ganti, kata sapaan, kata populer, kata kajian. Sementara itu, istilah yang digunakan dalam bahasa Indonesia juga beragam seperti istilah dalam bidang moral, palang merah, kesehatan, pertanian, keamanan/keselamatan, lingkungan, dan istilah kelautan. Semuanya menandakan bahwa khazanah kata dalam bahasa Indonesia sangat banyak.

Akan tetapi, ada satu pembagian jenis kata yang sempat luput dari perhatianku selama ini. jenis kata yang dimaksud adalah jenis kata aktif dan pasif. Jenis kata aktif dan pasif sering kali disamakan dengan jenis kalimat aktif dan kalimat pasif yang menggunakan jenis kata-kata yang berimbuhan transitif dan intransitif. Awalnya saya menganggap bahwa kata-kata aktif dan pasif sama saja dengan kata-kata yang diberi imbuhan seperti Me(N), me-i, me-kan, ber-an untuk kalimat aktif dan imbuhan di-, ter-, ke-an untuk kalimat pasif.

Ada anggapan bahwa kata aktif dan pasif memuat muatan kata yang secara makna mengandung ada tidaknya suatu tindakan. Misalnya, kita ambil kata mendengar/menyimak. Kedua kata itu akan dianalogikan dengan aksi yang sedang dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, kata-kata itu dianggap sebagai kata aktif. Sementara kata menunggu/terdiam dianggap sebagai kata pasif. Alasannya, orang yang sedang menunggu tidak tampak jelas tindakan yang ia lakukan. Padahal secara tidak langsung ia sudah melakukan tindakan/hal menunggu. Seperti halnya juga kata terdiam, dianggap muatan kata yang ada di dalmnya tidak melakukan tindakan apa-apa dari orangnya selain hanya diam saja. Dari contoh-contoh itu, sebenarnya perlu di batasi definisi-definisi kata-kata aktif dan pasif. Akhirnya, kita dapat mendaftarkan kata-kata yang termasuk kata aktif dan kata pasif. Untuk bahasa Indonesia, pendaftaran kata-kata aktif dan pasif belum pernah dilakukan secara utuh. Kebakukan kata-kata aktif dan pasif belum sepenuhnya terdaftar dalam bentuk kamus bahasa Indonesia. Berbeda halnya dengan bahasa Inggris, bahasa itu sudah memiliki cara yang mampu diikuti penuturnya dan mengenali mana kata yang aktif dan mana kata pasif. Dari bentuk tenses

(6)

bahasa Inggris, mereka langsung mampu mendaftarkan kata aktif dan pasif. Sebagai contoh, kata play dan played. Dengan penambahan -ed dalam bahasa Inggris menjadi salah satu mengategorikan kata itu menjadi kata pasif.

Untuk bahasa Indonesia sendiri, aturan-aturan itu belum ada. Beberapa ahli hanya memberi

batasan-batasn tentang kata-kata aktif dan pasif. Misalnya, Menurut Keraf (2000: 80), ada kata-kata yang jarang digunakan dan ada kata-kata yang tidak pernah digunakan. Tetapi semua kata itu dikenal orang yang mendengarkan. Hal ini menimbulkan pengertian baru dalam bahasa yaitu ''penguasaan bahasa secara aktif, dan secara pasif". Yang dimaksud dengan kata-kata aktif adalah kata-kata yang sering digunakan seseorang berbicara atau menulis, sedangkan kata-kata pasif adalah kata yang hampir tidak dapat digunakan oleh seseorang, tetapi akan menimbulkan reaksi bahasa bila didengar atau dibaca oleh seseorang. Kosakata aktif adalah kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau menulis, dan kosakata pasif adalah kosakata yang tidak pernah digunakan.

Selain itu, Soedjito, 1992: 1, kata-kata aktif mempunyai frekuensi tinggi, sedangkan kata-kata pasif mempunyai frekuensi rendah. Contoh-contoh yang berkaitan dengan batasan di atas seperti berikut: Jika merujuk pada kedua batasan di atas, kita tidak selamanya setuju dengan batasan itu. Alasannya karena tingkat pengetahuan seseorang terhadap kata berbeda dan tingkat intensitas penggunaan kata tentunya berbeda. Ada orang yang sudah tidak asing dengan kata puspa seperti orang-orang yang berkecimpung dalam karya sastra. Tentunya sastrawan akan mengatakan kata puspa adalah kata aktif. Lantas orang yang berkecimpung di luar karya sastra akan menganggap secara langsung bahwa kata puspa adalah kata pasif. Kata surya misalnya, kita mengenalnya lewat perpaduan kata tata surya, sedangkan kata matahari lebih merujuk pada pusat tata surya kita.

Tentunya akan ada perbedaan yang signifikan terhadap pandangan atas batasan-batasan itu. Oleh karena itu, seyogianya pusat bahasa kiranya dapat membantu masyarakat awam meluruskan batasan-batasan ini. Namun, tugas ini bukan berarti hanya bertitik tumpu pada pusat bahasa saja, melainkan juga tugas dan tanggung jawab kita sebagai penutur bahasa Indonesia, khususnya para pengajar bahasa Indonesia. Tugas ini tidak mudah dan memerlukan waktu yang cukup lama sebab bahasa Indonesia selalu bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Jadi, tidak tertutup kemungkinan tadinya yang kata yang sudah didaftarkan menjadi kata aktif dan kata pasif, tahun berikutnya akan selalu berubah-ubah. Oleh sebab itu, perlu adanya aturan dan kebijakan untuk memutuskan kata-kata yang aktif dan kata pasif. Semoga saja nantinya, penutur bahasa Indonesia akan menyadarinya, mulai masyarakat awam sampai masyarakat akademik.

Referensi

Dokumen terkait

Materi pembelajaran meliputi ragam bahasa Indonesia, kalimat baku bahasa Indonesia, pengembangan paragraf, ejaan dan tata tulis, dan praktik menyusun karya ilmiah.. Kegiatan

Situasi resmi yang menuntut pemakaian ragam baku tercermin dalam situasi berikut ini. 1) Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-menyurat

Misalnya, ketika ada gejala yang menunjukkan bahwa penutur suatu komunitas bahasa mulai memilih menggunakan bahasa baru dalam domain-domain tertentu yang menggantikan bahasa

bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak benar.padahal sebaiknya sebagai generasi

bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak benar.padahal sebaiknya

4. Ragam kasar adalah ragam bahasa yang digunakan dalam pemakaian tidak resmi di kalangan orang yang saling mengenal... Ragam lisan adalah ragam bahasa yang

Bahasa Indonesia ragam baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya.Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesiamenggunakan bahasa orang yang

Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi Bahasa Indonesia Baku Bahasa Indonesia yang baku ialah bahasa